EFISIENSI PENJERAB SISTEM BIO-FGD PLTU BATUBARA
SKALA PILOT PLANT
I Made Agus Dharma Susila Endang Lestari Medhina Magdalena
Ikrar Adilla
Adolf Lepold S.M. Sihombing
Puslitbangtek. Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan, KESDM dekgus70@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian efisiensi penjerab sistem Bio-FGD skala pilot yang terpasang di PLTU Bukit Asam, Muara Enim, Sumatera Selatan, dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi penjerab sistem tersebut pada tekanan larutan penjerab yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan dan analisa sampel gas dari inlet dan oulet penjerab. Laju alir gas cerobong diatur pada 100 m3/jam sedangkan tekanan larutan penjerab bervariasi antara 0,5 sampai dengan 3,4 MPa.
Konsentrasi bikarbonat pada saat pengujian adalah 36,4 ppm dan pH larutan penjerab sebesar 8,6. Hasil pengujian menunjukkan, efisiensi larutan penjerab tertinggi adalah 45,5%, pada tekanan sebesar 3,4 MPa.
Kata kunci : Bio-FGD, efisiensi penjerab, laju alir larutan penjerab
ABSTRACT
A research on efficiency of Bio-FGD scrubber which was carried out on the pilot plant installed in PLTU Bukit Asam, Muara Enim South Sumatera was meant to determine efficiency of the penjerab of the system. Some gas samples were taken in inlet and outlet channels of the penjerab to analyze the SO2 concentration.While the flow rate of flue gas was set up at 100m3/h,
the pressure of scrubbing liquid varied from 0.5 to 3.4 MPa. Bicarbonate concentration and pH of scrubbing liquid were 630.5 ppm and 8.6 respectively. The highest value of efficiency is 45.5% which measured at pump pressure of 3.4 MPa.
Keywords: Bio-FGD, scrubber efficiency, scrubbing liquid flow rate
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Batubara masih mendominasi jenis bahan bakar yang digunakan pada pembangkitan tenaga listrik di Indonesia. Ada dua alasan yang menjadi latar belakang hal tersebut, yaitu, PLTU batubara masih merupakan sistem pembangkit yang paling
murah dibandingkan dengan sistem pembangkit listrik lainnya yang beroperasi saat ini [1] dan jumlah cadangan batubara Indonesia
yang cukup besar bila dibandingkan dengan cadangan energi lain. Permasalahannya adalah sebagian besar dari total cadangan batubara Indonesia mengandung sulfur lebih dari 0,44% dan apabila dibakar akan mengeluarkan emisi
sulfur dioksida (SO2) lebih dari 750 m3.
Volume emisi tersebut melampaui nilai baku mutu emisi yang diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13/MENLH/3/1995.
Di negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa masalah emisi SO2 dari PLTU batubara ini telah dapat
diatasi dengan penggunaan teknologi batubara bersih atau dengan memasang peralatan Flue Gas Desulfurization (FGD). Di Indonesia, terdapat dua PLTU swasta yang sudah menggunakan teknologi FGD ini yaitu PLTU Amamapare (Freeport) dan PLTU Paiton (Powergen). PLTU Amamapare menggunakan
slurry batugamping sebagai bahan penjerab sedangkan PLTU Paiton menggunakan air laut.
Pada dasarnya, teknologi FGD ini merupakan suatu proses kimia dengan menggunakan senyawa yang bersifat alkali atau kaustik seperti air laut, kapur (Ca(OH)2), kapur
tohor (CaO), batugamping (CaCO3), natrium
hidroksida (NaOH) atau ammonia (NH3).
Berdasarkan sistem penjerab yang digunakan, teknologi FGD dikelompokkan menjadi empat sistem yaitu jerab an basah (wet scrubbing system), jeraban kering (dry scrubbing system), jeraban semi kering (semi-dry scrubbing system) dan jeraban proses kimia katalis (catalytic chemical processes). Kemampuan teknologi FGD ini untuk mengurangi SO2
mencapai 80% pada sistem jeraban kering sedangkan pada sistem jeraban basah dapat mencapai 90% - 95%. Teknologi FGD alternatif yang sedang dikembangkan akhir-akhir ini adalah teknologi desulfurisasi secara
biologis (Biological-Flue Gas Desulfurization/ Bio-FGD) atau bioproses desulfurisasi, yang ramah lingkungan dan relatif lebih murah. Pada tahun 2007, P3TKEBT telah membangun sistem Bio-FGD skala pilot di PLTU Bukit Asam, Sumatera Selatan, dan dua tahun terakhir dilakukan penelitian pengujian efisiensi dan kinerja sistem tersebut[2, 3].
Salah satu hal penting dari teknologi FGD, apapun sistem jeraban, bahan penjerab dan produk akhirnya, adalah efisiensi penjerab dari sistem tersebut. Efisiensi sistem ini menggambarkan kemampuan dari sistem untuk menurunkan emisi SO2 dari flue gas sehingga
semakin tinggi efisiensinya berarti semakin baik sistem tersebut. Oleh karena itu, salah satu hal pertama yang harus dilakukan adalah mengukur dan menentukan efisiensi dari penjerab sistem Bio-FGD yang terpasang di PLTU Bukit Asam, Sumatera Selatan.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efisiensi penjerab dari sistem Bio-FGD skalapilot yang telah terpasang di PLTU Bukit Asam.
METODOLOGI
Studi ini merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan pengujian efisiensi dan kinerja sistem Bio-FGD PLTU Batubara yang dilakukan di unit pilot plant yang sudah terpasang di PLTU Bukit Asam, Sumatera Selatan (Gambar 1). Mengingat kompleksnya sistem Bio-FGD tersebut maka pada saat ini penelitian ini hanya dibatasi pada pengujian
efisiensi penjerab sistem Bio-FGD. Sedangkan penelitian kinerja bakteri dilakukan terpisah.
Gambar 1. Sistem Bio-FGD PLTU Batubara Skala Pilot
Sistem Bio-FGD
Seperti yang digambarkan pada Gambar 2, sistem Bio-FGD terdiri dari dua siklus kontinyu tertutup. Siklus pertama diawali dari
flue gas dari duct boiler unit I yang dipompakan ke penjerab (R1) menggunakanID fan, bereaksi dengan bahan penjerab yang dipompa dari bak penampung 2 (P2). Pada fase ini, gas SO2 teroksidasi secara kimiawi menjadi
sulfat (SO42-). Larutan hasil jeraban ditampung
di bak penampung 1 (P1) untuk mengendapkan kotoran dan selanjutnya dipompa ke dalam bioreaktor anaerobik (R2). Di dalam bioreaktor R2 ditumbuhkan konsorsium bakteri SRB (Desulfomonas pigra dan Desulfomicrobium baculatum) untuk mereduksi SO4- menjadi
sulfide (HS- / H2S fase cair). Dari R2, larutan
diteruskan ke tabung stripper yang diaerasi sehingga terbentuk gas hidrogen sulfida (H2S).
Sementara gas yang dihasilkan dialirkan ke tabung penjerab H2S (R3), larutan sisa
ditampung di bak penampung (P2). Larutan ini kemudian dipompa kembali ke R1 sebagai bahan penjerab.
Gambar 2. Diagram sistem Bio-FGD
Siklus kedua diawali dari gas H2S dari stipper bereaksi dengan larutan feri sulfat (Fe2(SO4)3) di R3 membentuk dan larutan fero
sulfat (FeSO4). Larutan dari R3 ditampung di
bak penampung 3 (P3) untuk mengendapkan So. Kemudian larutan fero sulfat dipompa ke
dalam bioreaktor aerob (R4) yang berisi bakteri peregenerasi feri (Thiobacillus ferrooxidans) [4] .
Efisiensi penjerab Bio-FGD
Secara umum, efisiensi penjerab Bio-FGD dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi dan kelarutan polutan, komposisi bahan penjerab, laju alir bahan penjerab dan laju alirflue gas.
Seperti diketahui, polutan yang akan dikurangi atau dihilangkan adalah SO2 yang
dikenal sebagai polutan yang bersifat reaktif dan mudah larut sekalipun dengan pelarut air. Dalam sistem Bio-FGD ini, bahan penjerab yang digunakan adalah larutan yang mengandung ion bikarbonat (HCO3-) sehingga
SO2 lebih mudah larut karena secara teori
kemampuan bahan penjerab untuk merubah SO2 menjadi sulfat dipengaruhi oleh derajat
keasaman (pH) dan konsentrasi ion bikarbonat dari bahan penjerab. Semakin tinggi pH dan
D2” D2” Exhaust Gas in D5/8” Recirculation water from P2 Water out to P1 SCRUBBER (R1)
Wire mesh Screen Wire mesh Screen Demisting screen
Dumped Rashig Rings
konsentrasi bikarbonat semakin baik kelarutan SO2. Tekanan bahan penjerab juga berpengaruh
pada kelarutan SO2 karena akan mempengaruhi
ukuran butiran bahan penjerab yang disemprotkan oleh nozzle. Secara teori, kelarutan akan meningkat jika ukuran butirnya semakin kecil karena penambahan luas permukaan (Hefter dan Tomkin, 2003). Namun ukuran butir harus cukup besar sehingga tidak terbawa keluar olehflue gas.
Efisiensi penjerab juga dipengaruhi oleh laju alirflue gas. Laju alir akan mempengaruhi waktu tinggal flue gas di dalam reaktor sehingga mempengaruhi konsentrasi SO2 yang
dapat dilarutkan oleh bahan penjerab. Laju alir
flue gas juga harus diatur agar tidak terlalu besar sehingga tidak menyebabkan butiran bahan penjerab keluar.
Penjerab Bio-FGD
Tabung penjerab sistem Bio-FGD (Gambar 3) yang terpasang termasuk jenis
counter current-flow spray tower dimana aliran
flue gas berlawanan arah dengan arah semburannozzle.
Gambar 3. Spesifikasi penjerab pada sistem Bio-FGD
Penjerab ini mempunyai tinggi sekitar 200 cm dan diameter sekitar 50 cm. Sebelum pengukuran dilakukan, sistem Bio-FGD ini
dioperasikan 24 jam secara kontinyu selama kurang lebih 2 bulan untuk mendapatkan kondisi bakteri SRB yang optimal.
Parameter pengujian
Dalam studi ini ada beberapa parameter yang diukur yaitu laju alir flue gas dan bahan penjerab, tekanan bahan penjerab dan konsentrasi serta pH bahan penjerab.
Pengukuran laju alir flue gas dan bahan penjerab dimaksudkan untuk menentukan perbandingan gas dan bahan penjerab (gas and liquid ratio). Idealnya, laju alir flue gas dibuat bervariasi akan tetapi karena tidak ada perbedaan laju alir yang signifikan antara posisi katupID fan tertutup dan posisi terbuka maka laju alir yang digunakan adalah laju alir saat katup terbuka penuh yaitu sebesar 100 m3/jam.
Di sisi lain, laju alir bahan penjerab dibuat bervariasi dengan memvariasikan tekanan pompa bahan penjerab.
Untuk melihat pengaruh laju alir bahan penjerab terhadap efisiensi penjerab, maka laju alir bahan penjerab dibuat bervariasi dengan mengatur tekanan pompa. Karena kemampuan pompa terbatas maka pada penelitian ini hanya diatur enam variasi tekanan. Variasi tekanan dan laju alir bahan penjerab tersebut disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Variasi tekanan dan laju alir bahan penjerab
Kemampuan bahan penjerab untuk merubah SO2 menjadi sulfat dipengaruhi oleh
derajat keasaman (pH) dan konsentrasi ion bikarbonat dari bahan penjerab. Semakin tinggi pH dan konsentrasi bikarbonat semakin baik kemampuan penjeraban. Akan tetapi kedua parameter ini sangat dipengaruhi oleh kondisi dari bakteri SRB di R2 sehingga agak sulit untuk mengontrolnya. Bagaimanapun juga, pH bahan penjerab saat studi ini dilakukan adalah sekitar 8.6 dan konsentrasi bikarbonatnya sekitar 630,5 ppm.
Konsentrasi SO2 pada flue gas yang
masuk ke dalam penjerab diukur padasampling hole sebelum masuk penjerab. Sedangkan pengukuran konsentrasi SO2 setelah melewati
penjerab dilakukan dengan pengambilan sampel pada bagianoutlet dari R1.
Metode untuk analisa konsentrasi SO2
dilakukan dengan metode pararosanilin dimana sampel gas yang telah dilarutkan dalam absorben ditambahkan dengan larutan pararosanilin dan selanjutnya dianalisa dengan spektrofotometer.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis laboratorium terhadap tujuh sampel yang dikumpulkan, diperoleh konsentrasi SO2 yang cenderung
menurun jika laju alir bahan penjerab ditingkatkan seperti disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Konsentrasi SO2 padainlet dan outlet
penjerab Tekanan pompa (MPa) Rata-rata KonsentrasiSO2 (mg/m3) Inlet Outlet 0,50 106.052 77.964 0.75 106.052 74.162 1.00 106.052 63.813 2.00 106.052 60.609 3.00 106.052 61.213 3.40 106.052 57.766 Kontrol (0,00) 106,052 106,052
Penurunan konsentrasi SO2 tersebut
mengindikasikan peningkatan efisiensi dari penjerab dalam mengurangi SO2 seperti
ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Efisiensi penjerab Bio-FGD Tekanan pompa (MPa) Pengurangan Konsentrasi SO2 dari Kontrol (mg/m3) Efisiensi (%) 0,5 28.088 26.5 0.75 31.892 30.1 1.0 42.239 39.8 2.0 45.443 42.9 3.0 44.839 42.3 3.4 48.286 45.5
Dalam studi ini juga dilihat hubungan antara rasio gas-bahan penjerab dengan efisiensi dari penjerab.
Tabel 4. Perbandingan Rasio gas-bahan penjerab dan efisiensi penjerab Bio-FGD
Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4, efisiensi tertinggi dicapai pada nilai rasio gas-bahan penjerab sekitar 833,0 pada tekanan penjerab 3,4 MPa. Sedangkan efisiensi
No Tekanan
pompa (MPa)
Laju alir bahan penjerab (m3/jam)
Laju alirflue gas (m3/jam) 1 0,5 0.057 100,0 2 0.75 0.074 100,0 3 1.0 0.089 100,0 4 2.0 0.096 100,0 5 3.0 0.113 100,0 6 3.4 0.120 100,0 Volume Gas (m3) Volume Bahan Penjerab (m3) Rasio gas-bahan penjerab Efisiensi (%) 100,0 0,057 1.754,4 26.5 100,0 0,074 1.351,4 30.1 100,0 0,089 1.123,6 39.8 100,0 0,096 1.041,7 42.9 100,0 0,113 885.0 42.3 100,0 0,120 833,0 45.5
0 20 40 60 80 100 0,0 500,0 1000,0 1500,0 2000,0 Efisie nsi ( % )
Rasio gas-bahan penjerab
terendah dicapai pada rasio sekitar 1.754,4 pada tekanan bahan penjerab sekitar 0,5 MPa.
Secara teori, efisiensi penjerab dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu tekanan larutan penjerab, komposisi larutan penjerab, komposisi gas polutan, laju alir emisi gas polutan dan perbandingan antara gas dan larutan penjerab. Tekanan larutan penjerab akan mempengaruhi ukuran butir larutan penjerab yang disemprotkan oleh nozzle di dalam penjerab. Secara teori semakin kecil ukuran butir larutan penjerab semakin baik efisiensi penjerab, karena luas permukaan yang bereaksi dengan gas polutan semakin besar. Namun tetap harus dijaga agar ukuran butir tersebut harus tetap cukup besar sehingga tidak terbawa keluar oleh aliran gas polutan. Untuk melihat pengaruh tekanan larutan ini terhadap efisiensi penjerab maka pengujian ini dilakukan dengan tekanan yang bervariasi.
Sementara itu, komposisi larutan penjerab mempengaruhi kemudahan larutan ini bereaksi dengan gas polutan. Dalam sistem Bio-FGD ini, larutan penjerab mengandung bikarbonat (HCO3-) yang bersifat alkalin atau
basa sehingga mempermudah reaksi apalagi gas polutan yang akan dikurangi adalah gas SO2
yang bersifat reaktif terhadap pelarut tersebut. Pada sistem ini diperkirakan konsentrasi bikarbonat belum optimal sehingga reaksi dengan SO2 juga belum optimal. Usaha yang
diharapkan dapat meningkatkan konsentrasi bikarbonat adalah dengan menambahkan bikarbonat artifisal ke dalam reaktor penjerab.
Laju alir gas polutan akan mempengaruhi waktu tinggal gas di dalam tabung penjerab. Semakin lambat semakin baik karena memberikan kesempatan gas untuk
bereaksi lebih dengan larutan penjerab semakin lama sehingga semakin banyak gas polutan yang bereaksi dengan larutan penjerab. Walaupun demikian, laju alir gas polutan ini perlu diatur agar tidak mempengaruhi efisiensi dari penjerab. Dalam pengujian ini, laju alir gas polutan diatur dengan ID fan dan diatur pada kecepatan sekitar 100 m3/jam. Di samping itu
dimensi reaktor penjerab dapat ditambah hingga diperoleh ukuran yang optimal untuk meningkatkan efisiensi penjeraban.
Rasio atau perbandingan gas polutan dan larutan penjerab perlu diketahui agar penggunaan larutan penjerab lebih efisien. Dalam pengujian ini, rasio tersebut belum ditentukan karena penelitian ini masih menentukan tekanan optimal dari pompa larutan penjerab. Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio gas-bahan penjerab, semakin rendah efisiensi penjerab. Hal ini terjadi karena kurangnya volume bahan penjerab untuk mengikat gas buang. Sebaliknya, semakin banyak bahan penjerab yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya rasio gas-bahan penjerab akan meningkatkan efisiensi penjerab.
Gambar 4. Grafik Hubungan Efisiensi Penjerab dan Rasio Gas-Bahan Penjerab Melihat pola grafik yang ditunjukkan pada Gambar 3, walau nilainya kecil, masih ada kemungkinan peningkatan efisiensi dengan
0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 Efi si en si (%)
Tekanan pompa (MPa)
Efisiensi penjerab
menurunkan rasio gas-bahan penjerab. Tetapi karena kemampuan pompa penjerab terbatas, yang menyebabkan terbatasnya rasio gas-bahan penjerab, maka pengukuran pada tekanan yang lebih tinggi tidak dapat dilakukan.
Seperti yang disajikan pada Gambar 4, efisiensi penjerab pada sistem Bio-FGD ini bervariasi dari 26,5% sampai dengan 45,5% sesuai dengan tekanan larutan penjerab. Terlihat bahwa, efisiensi penjerab meningkat cukup tajam dari tekanan 0,5 MPa sampai dengan 1 MPa. Walaupun terjadi peningkatan efisiensi dari tekanan 1 MPa ke 3,4 MPa tetapi tidak setajam peningkatan pada tekanan di bawahnya. Melihat pola grafik pada Gambar 4, besar kemungkinan efisiensi penjerab sudah mendekati efisiensi optimal pada kondisi sistem Bio-FGD saat pengujian dilakukan.
Gambar 5. Grafik efisiensi sistem Bio-FGD Efisiensi penjeraban yang dihasilkan sistem yang dikembangkan ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan nilai efisiensi pada sistem sejenis yang telah berkembang di dunia. Hal ini mungkin disebabkan karena konsentrasi bikarbonat larutan penjerab terlalu kecil atau waktu tinggal gas polutan yang terlalu singkat. Pengaruh waktu tinggal gas polutan terhadap efisiensi penjerab sendiri tidak
bisa dilakukan karena katup ID fan tidak berfungsi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka kesimpulan yang dapat diambil adalah, efisiensi optimal penjerab dalam mengurangi emisi SO2 yaitu 45,5% pada tekanan larutan
penjerab 3,4 MPa, dan rasio gas-bahan sebesar 833,0. Nilai-nilai tersebut diperoleh pada saat sistem dijalankan dengan laju alir diatur pada 100 m3/jam, konsentrasi bikarbonat diketahui
sebesar 36,4 ppm dan pH larutan penjerab 8,6.
Saran
1. Melihat kondisi pengujian efisiensi ini maka disarankan untuk melakukan:
2. Memodifikasi reaktor penjerab khususnya posisi dan jumlah nozzle dan bagian dalam reaktor untuk menambah waktu tinggal gas di dalam reaktor. Diharapkan dengan perubahan ini efisiensi penjerab akan meningkat.
3. Melakukan pengujian efisiensi dengan larutan bikarbonat artifisial untuk mengetahui konsentrasi optimal dari larutan penjerab. Sejauh ini konsentrasi bikarbonat pada larutan penjerab bervariasi tergantung pada kondisi bakteri SRB dan tidak ada batasan yang pasti. Dengan adanya batasan konsentrasi optimal, diharapkan dapat ditentukan konsentrasi media nutrisi bakteri yang seharusnya ditambahkan.
4. Memodifikasi arah aliran gas dan larutan media pada reaktor R3. Gas H2S dialirkan
dari bawah reaktor sedangkan larutan media disemprotkan dari atas sehingga gas dapat bergerak bebas ke atas dan bereaksi dengan butiran larutan media. Diharapkan reaksi keduanya lebih optimal.
DAFTAR ACUAN
[1] Hakim, N., Protokol Kyoto dari Perspektif Industri Batubara, Disampaikan pada Seminar Sehari Prospek Ratifikasi Protokol Kyoto dari Perspektif Sektor Batubara, Pusat Informasi Energi,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta 13 Agustus 2002.
[2] Hendrison, M., I.M.A. Dharma Susila dan Faridha, 2005. Penelitian Pengembangan Bioproses desulfurisasi Emisi SO2 pada
PLTU Berbahan Bakar Batubara.
Prosiding Kolokium Hasil Litbang Tahun 2004 P3TEK, Jakarta
[3] Hendrison, M., Faridha dan I.M.A. Dharma Susila, 2005. Pengembangan Model Reaktor dan rangkaian Reaksi Biodesulfurisasi Emisi SO2 menjadi sulfur
Elemen pada PLTU Berbahan Bakar Batubara. Prosiding Forum Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. [4] Hefter, G.T. dan R.P.T. Tomkin (editor).
The Experimental Determine of Solubilities. John Wiley and Sons Ltd. 2003