• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sinonim, nama daerah, kandungan kimia dan kegunaan tumbuhan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sinonim, nama daerah, kandungan kimia dan kegunaan tumbuhan."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan, sinonim, nama daerah, kandungan kimia dan kegunaan tumbuhan.

2.1.1. Morfologi tumbuhan keben

Keben (Barringtonia asiatica Kurz) tergolong tanaman umur panjang dan termasuk famili Lecythidiaceae. Keben merupakan komunitas asli ekosistem flora Indonesia. Tumbuh di sepanjang pantai dan ekosistem darat sampai dataran tinggi. Tanaman ini dapat mencapai tinggi 7-50 m. Percabangan sedang, tajuk melebar. Memiliki batang yang besar. Diameter cabang dan ranting bervariasi antara 0,50-1 m. Daun berbentuk khas, bulat telur terbalik dan ujung meruncing. Tumbuhan ini tergolong jenis tumbuhan mangrove yang tumbuh di tepi pantai (Onisimus, 2003).

Buah keben berbentuk stupa, bersegi empat atau lima terbalik. Bagian ujung agak lancip menghadap ke bawah dan bagian yang besar bersegi empat menghadap ke atas. Buah yang masih muda berwarna hijau, setelah tua berwarna coklat serta memiliki rasa yang sepat. Buah keben biasa tumbuh di ujung tangkai. Kulit buah halus dan licin. Kulit bagian dalam berserabut keras menyerupai serabut kelapa. Dalam satu buah terdapat satu biji yang terletak di bagian tengah, berukuran lebar 2-3 cm dan tinggi 3-5 cm. Tanaman keben tahan hingga temperatur 29-35°C serta toleran terhadap perubahan iklim (Onisimus, 2003).

(2)

2.1.2. Sistematika tumbuhan

Sistematika dari tumbuhan keben adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Ericales Famili : Lecythidaceae Genus : Barringtonia

Species : Barringtonia asiatica Kurz 2.1.3. Sinonim

Tanaman keben memiliki beberapa sinonim. Adapun sinonim dari tumbuhan keben ini adalah Agasta asiatica Agasta indica Miers,

Barringtonia butonica JRForst, Barringtonia speciosa JRForst & G.Forst,

Mammea asiatica L, Michelia asiatica Barringtonia racemosa (Anonima, 2013).

2.1.4. Nama daerah

Tanaman keben ini terkenal dalam berbagai nama di wilayah Indonesia. Berikut adalah nama lain dari tumbuhan keben yang terkenal di berbagai daerah-daerah di Indonesia, antara lain: keben (Aceh), keben, butun, bitung (Sumatera); Bitung, butun, keben (Menado); keben, butun (Sunda); butung, keben (Jawa); keben (Bali); utong (Alor); bitung tumbak, witung (Minahasa); hutu (Gorontalo); wutuna (Buol); hutun (Ambon); keptun (Halmahera Selatan); mijiu, pitu, mijimu (Halmahera Utara); mojiu (Ternate); keben, butun (Irian

(3)

2.1.5. Kandungan kimia tumbuhan keben

Adapun kandungan kimia yang terkandung pada tanaman keben, antara lain (Onisimus, 2003; Setyowati, 2009; Lusandri, 2009):

- Biji dan buah : Alkaloid, steroid, triterpenoid, tanin, saponin dan flavonoid. - Daun : Triterpenoid, alkaloid, flavonoid, likopin dan tanin.

- Kulit kayu : Tanin dan saponin. 2.1.6. Kegunaan tumbuhan keben

Pemanfaatan tumbuhan keben ini berbeda-beda di setiap negara dan daerah. Bagian tumbuhan yang digunakan adalah biji, buah, dan daunnya. Di Filipina daunnya digunakan sebagai obat untuk sakit perut. Masyarakat Indonesia dan Cina menggunakan buah dan bijinya sebagai racun ikan. Sedangkan suku Aborigin di Australia menggunakan tumbuhan ini sebagai obat sakit kepala (Bustanussalam, 2009).

2.2 Tanin

Hasil isolasi yang dilakukan terhadap ekstrak daun keben menunjukkan bahwa komponen utama yang terkandung di dalamnya salah satunya adalah tanin. Tanin adalah senyawa fenolik yang dapat bereaksi dengan protein membentuk senyawa kompleks yang tidak larut. Tanin tidak dapat larut dalam pelarut organik seperti misalnya: eter, kloroform, benzen, tetapi sedikit larut dalam etil asetat. Tanin larut dalam air dan alkohol. Dalam industri, tanin antara lain digunakan sebagai bahan pembuat tinta dan obat-obatan. Tanin pada umumnya diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, tetapi beberapa senyawa tanin juga diperoleh dari mineral. Di dalam tumbuh-tumbuhan tanin dapat diperoleh

(4)

dari batang kayu, kulit kayu, buah, akar maupun daun. Terdapat dua macam tanin yaitu tanin yang dapat dhidrolisis menghasilkan beberapa senyawa seperti asam galat dan asam elegat, yang termasuk jenis tanin ini adalah gallotanin dan ellegatanin. Jenis yang kedua adalah tanin yang tidak dapat dihidrolisis atau disebut tanin kodensasi, jenis tanin ini adalah katekol (O'Flaherty, 1967). Beberapa sifat tanin antan lain:

a. Berwarna kekuningan sampai coklat cerah. b. Umumnya berupa serbuk atau kepingan. c. Berbau khas dan mempunyai rasa sepat.

d. Berwarna gelap bila terkena cahaya atau udara.

e. Mudah teroksidasi oleh enzim terutama enzim fenolase membentuk quinon yang mempunyai reaktifitas tinggi.

f. Pada pemanasan suhu tinggi sekitar 210-250oC, tanin akan mengalami dekomposisi menjadi piragalol dan CO2.

g. Dengan garam ferri akan menghasilkan endapan hijau dan biru kehitaman.

h. Sangat larut dalam air, alkohol, tetapi tidak larut dalam pelarut organik yang lain, seperti misalnya: benzen, eter, kloroform, karbon tetraklorida.

Pengambilan tanin dilakukan dengan proses ekstraksi. Danarto dkk. (2010) mengambil tanin dari kulit kayu bakau dengan ekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% dan dimanfaatkan sebagai adsorben limbah logam berat. Sintha dkk. (2008) kadar tanin yang paling banyak diperoleh pada ekstraksi dengan menggunakan alkohol 70%.

(5)

A. Katekol

Katekol mempunyai struktur kimia seperti terlihat pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1. Struktur kimia katekol (Deliana, 2003).

Pemerian : Bentuk padat, kristal tak berwarna, berbau seperti fenol, warnanya berubah menjadi cokelat jika terpapar udara dan cahaya, berat molekul 110,11, titik didih 245O C, titik lebur 105O C.

Kelarutan : larut dalam air dan alkohol, sukar larut dalam kloroform dan eter (Badan POM, 2010).

Katekol dapat digunakan untuk pembuatan antioksidan, dalam formulasi farmasi, parfum, tinta, insektisida, dan bahan pengoksidasi pewarna rambut (Badan POM, 2010).

2.3 Pirogalol

Pirogalol mempunyai struktur kimia seperti terlihat pada Gambar 2.2 berikut:

(6)

Gambar 2.2. Struktur kimia pirogalol (Sweetman, 2009).

Pemerian : Padatan hablur putih atau hablur tidak berwarna dengan berat molekul 126, 1.

Suhu lebur : 133oC (Ditjen POM, 1995).

Pirogalol bersifat sebagai reduktor (mudah teroksidasi). Dalam bentuk larutan akan menjadi warna gelap jika terkena udara. Jika pemakaiannya dicampur dengan zat warna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, pirogalol berfungsi sebagai zat pembangkit warna dan dikombinasikan dengan pewarna logam lain. Ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan agar zat warna dapat menempel lebih kuat lagi pada rambut dibandingkan pada saat sebelum dicampur. Pirogalol diizinkan digunakan sebagai zat pembangkit warna dengan batas kadar 5% (Ditjen POM, 1985).

2.4 Tembaga (II) Sulfat

Tembaga (II) sulfat merupakan senyawa logam yang dapat digunakan sebagai pewarna pada rambut.

Pemerian : Berbentuk serbuk atau granul berwarna biru, transparan dengan berat molekul 249,68 (Ditjen POM, 1995).

(7)

Tembaga (II) sulfat digunakan dalam cat rambut yang memberikan warna cokelat dan hitam. Warna tersebut terjadi karena tembaga sulfat berubah menjadi tembaga oksida (Bariqina dan Ideawati, 2001). Tembaga (II) sulfat termasuk ke dalam zat warna senyawa logam. Daya lekat zat warna senyawa logam umumnya tidak sekuat zat warna nabati, karena itu jika digunakan langsung harus dilakukan tiap hari hingga terbangkit corak warna yang dikehendaki (Ditjen POM, 1985).

2.5 Xanthan Gum

Xanthan gum adalah gum hasil fermentasi karbohidrat (tepung kastanye) oleh Xanthomonas campestris yang dimurnikan. Merupakan garam natrium, kalium, atau kalsium dari suatu polisakarida dengan bobot molekul besar yang mengandung D-glukosa, manosa, dan asam glukoronat. Berupa serbuk putih atau putih kekuningan, larut dalam air dan memberikan viskositas yang tinggi dalam larutan. Xanthan gum juga mengandung tidak kurang dari 1,5% asam piruvat (Sweetman, 2009).

Xanthan gum banyak digunakan dalam formulasi sediaan oral, topikal, kosmetik, dan makanan sebagai bahan pensuspensi serta bahan pengemulsi. Gum ini tidak toksik, dapat tercampurkan dengan banyak bahan farmasetikal, dan memiliki stabilitas serta viskositas yang baik pada range pH dan temperatur yang luas (Rowe, dkk., 2009). Struktur kimia xanthan gum dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(8)

Gambar 2.3. Struktur kimia xanthan gum(Rowe, dkk., 2009).

2.6 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Hasil ekstraksi disebut dengan ekstrak, yaitu sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan. Simplisia yang digunakan dalam proses pembuatan ekstrak adalah bahan alamiah yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 2000). A. Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya

(9)

terpotong-terpotong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok berulang-ulang (kira-kira 3 kali sehari). Waktu lamanya maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voight, 1995).

2.7 Rambut

Rambut dapat menyerap air dan bahan kimia dari luar. Komposisi rambut terdiri atas zat karbon ±51%, hidrogen 6%, nitrogen 17%, sulfur 5%, dan oksigen 21%. Rambut mudah dibentuk dengan pemanasan atau bahan kimia (Wasitaatmadja, 1997).

2.7.1. Anatomi rambut

Rambut dapat dibedakan menjadi bagian-bagian rambut seperti yang terlihat pada Gambar 2.4 berikut:

(10)

a. Ujung rambut

Pada rambut yang baru tumbuh serta sama sekali belum atau tidak pernah dipotong mempunyai ujung rambut yang runcing.

b. Batang rambut

Batang rambut adalah bagian rambut yang terdapat di atas permukaan kulit berupa benang-benang halus yang terdiri dari zat tanduk atau keratin. Batang rambut terdiri dari 3 lapisan:

1. Selaput rambut (Kutikula)

Kutikula adalah lapisan yang paling luar dari rambut yang terdiri atas sel-sel tanduk yang gepeng atau pipih dan tersusun seperti sisik ikan. Kutikula ini berfungsi sebagai pelindung rambut dari kekeringan dan masuknya bahan asing ke dalam batang rambut (Barel, dkk., 2009).

2. Kulit rambut (Korteks)

Korteks terdiri atas sel-sel tanduk yang membentuk kumparan, tersusun secara memanjang, dan mengandung melanin. Granul-granul pigmen yang terdapat pada korteks ini akan memberikan warna pada rambut. Sel-sel tanduk terdiri atas serabut-serabut keratin yang tersusun memanjang. Tiap serabut terbentuk oleh molekul-molekul keratin seperti tali dalam bentuk spiral (Bariqina dan Ideawati, 2001).

3. Sumsum rambut (Medula)

Medula terletak pada lapisan paling dalam dari batang rambut yang dibentuk oleh zat tanduk yang tersusun sangat renggang dan membentuk semacam jala/anyaman sehingga terdapat rongga-rongga yang berisi udara.

(11)

c. Akar Rambut

Akar rambut adalah bagian rambut yang tertanam di dalam kulit. Bagian-bagian dari akar rambut adalah sebagai berikut:

1. Kantong rambut (Folikel)

Folikel merupakan saluran menyerupai tabung, berfungsi untuk melindung akar rambut, mulai permukaan kulit sampai bagian terbawah umbi rambut.

2. Papil rambut

Papil rambut adalah bulatan kecil yang bentuknya melengkung, terletak di bagian terbawah dari folikel rambut dan menjorok masuk ke dalam umbi rambut. Papil rambut bertugas membuat atau memproduksi bermacam-macam zat yang diperlukan untuk pertumbuhan rambut. Misalnya sel-sel tunas rambut, zat protein yang membentuk keratin, zat makanan untuk rambut, zat melanosit yang membentuk melanin.

3. Umbi rambut (Matriks)

Matriks adalah ujung akar rambut terbawah yang melebar. Struktur bagian akar rambut ini berbeda dengan struktur batang dan akar rambut diatasnya. Pada umbi rambut melekat otot penegak rambut yang menyebabkan rambut halus berdiri bila ada suatu rangsangan dari luar tubuh (Bariqina dan Ideawati, 2001).

(12)

2.7.2. Jenis rambut

a. Jenis rambut menurut morfologinya, yaitu: 1. Rambut velus

Rambut velus adalah rambut sangat halus dengan pigmen sedikit. Rambut ini terdapat diseluruh tubuh kecuali pada bibir, telapak tangan, dan kaki.

2. Rambut terminal

Rambut terminal adalah rambut yang sangat kasar dan tebal serta berpigmen banyak. Terdapat pada bagian tubuh tertentu seperti kepala, alis, bulu mata, dan ketiak.

b. Jenis rambut menurut sifatnya 1. Rambut berminyak

Jenis rambut ini mempunyai kelenjar minyak yang bekerja secara berlebihan sehingga rambut selalu berminyak. Rambut berminyak kelihatan mengkilap, tebal, dan lengket.

2. Rambut normal

Rambut ini mempunyai kelenjar minyak yang meproduksi minyak secara cukup. Rambut normal lebih mudah pemeliharaannya serta tidak terlalu kaku sehingga mudah dibentuk menjadi berbagai jenis model rambut.

3. Rambut kering

Jenis rambut ini tampak kering, mengembang, dan mudah rapuh. Hal ini karena kandungan minyak pada kelenjar lemaknya sedikit sekali

(13)

2.7.3. Tekstur rambut

Tekstur rambut adalah sifat-sifat rambut yang dapat ditentukan dengan penglihatan, perabaan, atau pegangan, dapat berupa kasar, sedang, halus, atau sangat halus. Sifat ini biasanya ditentukan oleh diameter rambut (Scott, dkk., 1976). Pengertian ini meliputi sifat-sifat rambut sebagai berikut:

a. Kelebatan rambut (Densitas rambut)

Kelebatan rambut dapat ditentukan dengan melihat banyaknya batang rambut yang tumbuh di kulit kepala, rata-rata 90 helai rambut kasar sampai 130 helai rambut halus setiap sentimeter persegi. Banyaknya rambut yang tumbuh di seluruh kulit kepala berkisar antara 80.000-120.000 helai tergantung pada halus kasarnya rambut seseorang.

b. Tebal halusnya rambut

Tebal halusnya rambut ditentukan oleh banyaknya zat tanduk dalam kulit rambut. Pada umumnya, rambut yang berwarna hitam dan cokelat lebih tebal daripada rambut merah atau pirang. Rambut di pelipis lebih halus daripada rambut di daerah lain.

c. Kasar licinnya permukaan rambut

Kasar licinnya permukaan rambut ini ditentukan melalui perabaan. Permukaan rambut dikatakan lebih kasar jika sisik-sisik selaput rambut tidak teratur rapat satu dengan yang lain. Hal ini dapat juga disebabkan oleh kotoran yang menempel pada permukaan rambut atau kelainan rambut yang berupa simpul.

(14)

d. Kekuatan rambut

Sifat ini tergantung pada banyaknya dan kualitas zat tanduk dalam rambut. Kekuatan rambut dapat diketahui dengan cara meregangkan rambut sampai putus.

e. Daya serap (porositas) rambut

Porositas rambut adalah kemampuan rambut untuk mengisap cairan. Porositas tergantung dari keadaan lapisan kutikula, yaitu lapisan rambut paling luar yang mempunyai sel-sel seperti sisik, bertumpuk-tumpuk membuka ke arah ujung rambut.

f. Elastisitas rambut

Elastisitas rambut adalah daya kemampuan rambut untuk memanjang bila ditarik dan kembali kepada panjang semula jika dilepas. Normalnya, daya elastisitas rambut dapat mencapai kira-kira 20-40% dari panjang asli rambut. Elastisitas pada rambut basah dapat mencapai 40-50% lebih panjang dari keadaan semula.

g. Plastisitas rambut

Plastisitas adalah sifat mudah tidaknya rambut dapat dibentuk (Bariqina dan Ideawati, 2001).

2.7.4. Fisiologi rambut

Rambut dapat tumbuh dan bertambah panjang. Hal ini disebabkan karena sel-sel daerah matriks/umbi rambut secara terus menerus membelah. Rambut mengalami proses pertumbuhan menjadi dewasa dan bertambah panjang lalu rontok dan kemudian terjadi pergantian rambut baru. Inilah yang

(15)

Pertumbuhan rambut mengalami pergantian melalui 3 fase, yaitu (Tranggono dan Latifah, 2007):

a. Fase anagen (fase pertumbuhan)

Fase anagen adalah fase pertumbuhan rambut ketika papil rambut terus membentuk sel rambut secara mitosis. Fase anagen berlangsung 2-5 tahun. b. Fase katagen (fase istirahat)

Fase ini berlangsung hanya beberapa minggu. Selama fase istirahat, rambut berhenti tumbuh, umbi rambut mengkerut dan menjauhkan diri dari papil rambut, membentuk bonggol rambut, tetapi rambut belum rontok.

c. Fase telogen (fase kerontokan)

Fase ini berlangsung lebih kurang 100 hari. Ketika rambut baru sudah cukup panjang dan akan keluar dari kulit, rambut lama akan terdesak dan rontok. Pada akhir fase ini, folikel rambut beralih ke fase anagen secara spontan.

2.8 Pewarnaan Rambut

Sediaan pewarna rambut adalah sediaan kosmetika yang digunakan dalam tatarias rambut untuk mewarnai rambut, baik untuk mengembalikan warna rambut asalnya atau warna lain (Ditjen POM, 1985). Warna rambut manusia bermacam-macam, tergantung pada jenis pigmen yang terdapat di dalam korteks rambut. Ketika usia semakin lanjut maka warna rambut semakin memutih, karena mulai kehilangan pigmen yang disebabkan oleh menurunnya fungsi melanosit dan menurunnya aktivitas tirosin. Pemutihan rambut juga dapat terjadi karena faktor keturunan (Putro, 1998). Zat warna mulai bekerja saat kontak dengan lapisan terluar dari rambut. Disini terjadi adsorpsi berupa

(16)

fenomena antarmuka padat-cair. Zat warna rambut melewati kompleks membran sel dan melalui kutikula masuk ke dalam korteks secara permeasi dan difusi (Mitsui, 1997).

Pewarnaan rambut dapat dibedakan menjadi (Ditjen POM, 1985): 1. Pewarnaan berdasarkan daya lekat zat warna.

2. Pewarnaan berdasarkan proses sistem pewarnaan. 2.8.1.Berdasarkan daya lekat zat warna

2.8.1.1. Pewarna rambut temporer

Pewarna rambut temporer bertahan pada rambut untuk waktu yang singkat, hanya sampai pada penyampoan berikutnya. Pewarna ini melapisi kutikula rambut tetapi tidak berpenetrasi ke dalam korteks rambut karena molekul-molekulnya terlalu besar (Dalton, 1985).

Jenis sediaan pewarna rambut yang digunakan untuk pewarnaan rambut temporer meliputi bilasan warna, sampo warna termasuk juga kombinasinya dengan bilasan warna, krayon rambut, dan semprot pewarnaan rambut (Ditjen POM, 1985).

2.8.1.2. Pewarna rambut semipermanen

Pewarna rambut semipermanen adalah pewarna rambut yang memiliki daya lekat tidak terlalu lama, daya lekatnya ada yang 4-6 minggu, ada juga 6-8 minggu. Bahan pewarna ini dapat berasal dari alami atau zat warna sintetik golongan nitro (senyawa amino dan nitro aromatik). Pewarnaan rambut ini masih dapat tahan terhadap keramas, tetapi jika berulang dikeramas, zat warnanya akan luntur juga (Ditjen POM, 1985). Tujuan pemberian pewarna

(17)

pula digunakan saat pewarnaan permanen untuk mempertahankan kemilau rambut (Bariqina dan Ideawati, 2001).

2.8.1.3. Pewarna rambut permanen

Pewarna rambut permanen berpenetrasi ke dalam kutikula dan tersimpan pada korteks rambut (Dalton, 1985). Pewarna rambut jenis ini memiliki daya lekat yang jauh lebih lama sehingga tidak luntur karena keramas dengan sampo dan dapat bertahan 3-4 bulan (Ditjen POM, 1985). Susunan rambut atau berbagai macam tebal rambut akan mempengaruhi daya penyerapan cat. Pada umumnya, rambut halus lebih cepat dan lebih mudah menyerap cat dibanding rambut kasar dan tebal (Bariqina dan Ideawati, 2001).

Mekanisme penempatan zat warna dari ketiga jenis pewarna rambut di atas yang diilustrasikan pada sehelai rambut dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut:

(a) (b) (c)

Gambar 2.5. Penempatan zat warna pada proses pewarnaan rambut (Mitsui, 1997).

Keterangan:

a = Pewarna rambut temporer b = Pewarna rambut semi permanen c = Pewarna rambut permanen

(18)

2.8.2. Berdasarkan proses sistem pewarnaan

Berdasarkan proses sistem pewarnaan, pewarna rambut dibagi 2 golongan:

2.8.2.1. Pewarna rambut langsung

Sediaan pewarna rambut langsung telah menggunakan zat warna, sehingga dapat langsung digunakan dalam pewarnaan rambut tanpa terlebih dahulu harus dibangkitkan dengan pembangkit warna, pewarna rambut langsung terdiri dari:

1. Pewarna rambut langsung dengan zat warna alam. 2. Pewarna rambut langsung dengan zat warna sintetik.

Zat warna alam meliputi bahan warna nabati, ekstrak, sari komponen warna bahan nabati. Sedangkan zat warna sintetik berdasarkan pola warna komponen warna bahan nabati.

2.8.2.2. Pewarna rambut tidak langsung

Pewarna rambut tidak langsung disajikan dalam dua komponen yaitu masing-masing berisi komponen zat warna dan komponen pembangkit warna. Pewarna rambut tidak langsung terdiri dari:

1. Pewarna rambut tidak langsung dengan zat warna senyawa logam. 2. Pewarna rambut tidak langsung dengan zat warna oksidatif.

Dalam hal ini peranan pewarna rambut ditentukan oleh jenis senyawa logam dan jenis pembangkit warnanya. Jenis senyawa logam yang digunakan misalnya tembaga (II) sulfat, zat pembangkitnya misalnya pirogalol (Badan POM, 2008).

(19)

2.9 Uji Iritasi

Sebagian besar zat yang terkandung dalam pewarna rambut merupakan iritan kulit, reaksi iritan ini dapat terjadi secara spontan atau tidak spontan tergantung dari jenis zat dan kadar yang dilekatkan. Banyak produk kosmetik yang dapat menyebabkan gangguan kulit yang bersifat iritan ataupun alergi. Uji keamanan yang dilakukan pada kosmetika meliputi dua aspek, yakni uji keamanan sebagai bahan dan uji keamanan untuk produk kosmetika sebelum diedarkan. Uji keamanan produk kosmetika dilakukan pada panel manusia untuk menetapkan apakah produk kosmetika itu memberikan efek toksik atau tidak (Ditjen POM, 1985).

Zat yang pertama kali digunakan sebagai bahan untuk produksi kosmetika harus dikaji dan diuji efektivitas dan keamanannya. Prosedur dan tata cara pengkajian dan pengujiannya dilakukan sama seperti halnya pada obat dan makanan. Adanya analogi dalam prosedur dan tata cara yang harus dilakukan dalam uji keamanan, maka zat yang sudah digunakan dalam obat dan makanan, dapat dianggap telah dilakukan uji keamanan sehingga dapat digunakan dalam produksi kosetika (Ditjen POM, 1985).

Untuk mencegah terjadinya reaksi iritasi terhadap produk pewarna rambut, perlu dilakukan uji iritasi terhadap sukarelawan. Uji iritasi ini dapat dilakukan dengan mengoleskan sediaan pewarna rambut pada lengan bawah bagian dalam atau bagian belakang telinga dan dibiarkan selama 24 jam untuk kemudian diamati apakah terjadi reaksi iritasi (Scott, dkk., 1976).

Gambar

Gambar 2.1. Struktur kimia katekol (Deliana, 2003).
Gambar 2.3. Struktur kimia xanthan gum (Rowe, dkk., 2009).
Gambar 2.4. Anatomi rambut (Mitsui, 1997).
Gambar 2.5.  Penempatan zat warna pada proses pewarnaan rambut (Mitsui,  1997).

Referensi

Dokumen terkait

Dokumen RKPDes sesuai amanah perundang-undangan menjadi pedoman pemerintah desa dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa yang disusun secara partisipatif

Ruth Benedict, op.cit., hlm.. banyaknya peluang yang tersedia, termasuk waktu bagi kaum wanita untuk mengerjakan pekerjaan di luar rumah tangga. Beban tugas rumah tangga

Masyarakat dan pengelola memiliki peresepsi yang kurang baik terhadap salah satu aspek hospitalitas ekowisata di destinasi wisata Kubu Perahu yaitu pada aspek

TA mendorong Wajib Pajak yang sebelumnya tidak terdaftar untuk masuk ke system perpajakan. Sebagai wadah filosofi, prinsip, dan tujuan sistem perpajakan, UU KUP harus

Pada pengamatan yang telah kami lakukan, didapatkan variasi atau Pada pengamatan yang telah kami lakukan, didapatkan variasi atau keanekaragaman pada tumbuhan, hewan

Dalam penelitian ini, penentuan lokasi zonasi wisata pantai dan snorkeling di Pulau Pahawang dilakukan dengan mempertimbangkan kegiatan rekreasi atau pariwisata eksisiting

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pemeriksaan ultrasonografi kebuntingan kambing kacang memperlihatkan perkembangan vesikel embrionik (V) berwarna hitam (hypoechogenic)

Sasaran distribusi adalah dapat melakukan waktu pengiriman produk secara tepat, biaya yang efisien, dan pelayanan yang baik, sedangkan dalam pemenuhan sasaran tersebut masih