• Tidak ada hasil yang ditemukan

Histologi Gonad Abalon Hasil Persilangan Antara Haliotis squamata dan Haliotis asinina

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Histologi Gonad Abalon Hasil Persilangan Antara Haliotis squamata dan Haliotis asinina"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

214

Histologi Gonad Abalon Hasil Persilangan Antara

Haliotis squamata

dan

Haliotis asinina

Fitriyah Husnul Khotimah, Gusti Ngurah Permana, Ibnu Rusdi dan Bambang

Susanto

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Gondol, Desa Penyabangan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng

fitrihk.rimgdl@gmail.com

Abstract

Fitriyah Husnul Khotimah, Gusti Ngurah Permana, Ibnu Rusdi dan Bambang Susanto. 2013. Histologi Gonad Abalon as the result of crossing between Haliotis squamata and Haliotis asinina.

Konferensi Akuakultur Indonesia 2013. The mass production of Abalon fry (Haliotis squamata) have been developed. The main problem of abalon farming is slow growth ofjuvenile stage and low survival rate.This is affected by genetic and environmental factors. Hybridization among abalone species has been suggested as an altenative to increase their growth rates for aquaculture. This study was aimed to determine the level of gonad development from hybrids of Haliotis squamata and Haliotis asinina with histological observation. The study was conducted at the Institute for mariculture research and development, Gondol in 2012 through artificial spawning. The results showed that F1 hybrids obtained closer to the parent H. squamata. Most of the hybrid abalones had normal oocyte and sperm development with parental species.

Keywords : Abalone; Gonad histology; Haliotis asinina; Haliotis squamata; Hybridization

Abstrak

Produksi benih abalon H. squamata skala massal di hatcheri telah berhasil dilakukan. Permasalahan utama dalam pengembangan budidaya abalon adalah pertumbuhan yang lambat dan sintasan yang rendah. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan

.

Hibridisasi antara spesies abalon merupakan salah satu cara yang untuk meningkatkan laju pertumbuhan abalon sehingga dapat memperbaiki keragaan budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan gonad abalon hasil persilangan Haliotis asinina dan Haliotis squamata melalui pengamatan histologi. Penelitian dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Gondol pada tahun 2012 melalui pemijahan buatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hibrida F1 yang diperoleh lebih dekat dengan induk H..squamata. Sebagian besar hibrida abalon memiliki perkembangan oosit dan sperma yang normal sama dengan spesies parentalnya.

Kata kunci : Abalon; Histologi gonad; Haliotis asinina; Haliotis squamata; Hibridisasi

Pendahuluan

Abalon (Haliotis squamata) tergolong ke dalam klas Gastropoda, famili Haliotidae dan merupakan salah satu jenis kerang laut yang sangat prospektif untuk dikembangkan budidayanya karena bernilai ekonomis tinggi dan sebagai salah satu komoditas ekspor. Permintaan abalon semakin meningkat dari tahun ke tahun. Terbatasnya pemenuhan kebutuhan dipengaruhi oleh rendahnya tingkat produksi. Lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai ukuran konsumsi dan sintasan benih abalon H. squamata umur 2 bulan berkisar 6,3–18,4% (Rusdi et al., 2009), merupakan kendala yang dihadapi oleh petani dalam proses produksi, sehingga abalon dikenal memiliki tingkat pertumbuhan yang relatif lambat. Selain spesies H. squamata, spesies lainnya yang sudah berkembang adalah H. asinina yang lebih tahan terhadap penyakit dan mempunyai cangkang lebih tipis serta pertumbuhan lebih cepat tetapi kualitas daging dan harga relatif lebih rendah. Teresa (2002) melaporkan bahwa untuk mencapai abalon ukuran konsumsi (market size) paling tidak membutuhkan waktu 2-3 tahun untuk H. asinina. Menurut Permana et al. (2011) menunjukkan bahwa variasi genetik yang dimiliki oleh populasi H. squamata asal Bali (0,074) dan

(2)

H. asinina asal Lombok-NTB (0,098). sehingga diharapkan hasil persilangan abalon dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada parentalnya.

Berdasarkan pertumbuhan abalon yang relatif lambat tersebut maka manipulasi genetik dengan cara hibridisasi merupakan salah satu solusi. Hibridisasi disarankan sebagai metode yang mungkin dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan sintasan dalam memperluas budidaya abalon (Sakai dan Kijima, 1998 dalam Ahmed et al., 2008). Umumnya individu hibrid mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat, lebih mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan memiliki keragaan yang lebih baik daripada induknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan gonad abalon hasil persilangan Haliotis asinina dan Haliotis squamata melalui pengamatan histologi gonad. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang perkembangan gonad abalon hasil persilangan, sehingga dapat dilakukan pencegahan lepasnya hibrida abalon tersebut ke populasi alam yang berdampak pada terdesaknya populasi asli.

Materi dan Metode

Abalon yang digunakan berasal dari hasil persilangan interspesies abalon (H. asinina dan H. squamata) yang dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut. Wadah yang digunakan untuk memelihara abalon hibrid tersebut yaitu bak fiberglass dengan volume air ±1 m3. Pergantian air dengan sistem air mengalir berdebit air 5-6 L/menit. Setiap bak ditempatkan sebanyak 4 buah keranjang berlubang berukuran 0,58 x 0,39 x 0,31 m³ yang dilengkapi dengan potongan pipa PVC diameter 4 inch berukuran panjang 0,45 m yang dibelah dua berfungsi sebagai substrat abalon. Setiap keranjang masing-masing diisi sebanyak 15 - 20 ekor abalon. Induk abalon diseleksi berdasarkan jenis kelamin dan diperiksa TKG awal dan dimatangkan gonadnya dengan pemberian jenis pakan rumput laut Gracillaria sp. + Ulva sp. Pakan rumput laut diberikan dengan dosis 20-25% dari berat biomassa dan diberikan setiap 2 hari sekali. Penyiponan untuk membersihkan sisa pakan dan feses abalon dilakukan setiap hari

.

Sampel Gonad abalon hasil persilangan interspesies antara H. asinina dan H. squamata jantan dan betina sebanyak masing-masing tiga ekor dikoleksi dari calon induk hibrid abalon. Ujung kerucut yang berisi gonad dan kelenjar pencernaan dipotong sebagian dari panjang keseluruhan, kemudian dilakukan histology gonad tersebut. Kegiatan pembuatan histologi gonad ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi. Gonad abalon sebelumnya sudah di isolasi dan kemudian di fiksasi menggunakan larutan Bouin’s. Dalam pembuatan histologi gonad dilakukan beberapa tahap yang dijelaskan pada Gambar 1. Setelah preparat selesai dibuat, selanjutnya dilakukan pengambilan gambar dan pengamatan untuk mengetahui perkembangan gonad jantan dan betina secara histologis.

(3)

216

Gambar 1. Skema pembuatan preparat histologi gonad abalone.

Hasil dan Pembahasan

Pada pengamatan histologi gonad abalon, tidak dapat dilakukan keterkaitan antara TKG dengan kondisi sel gonad secara histologis. Hal ini dikarenakan pada saat pengambilan sampel tidak dilakukan pencatatan TKG. Secara histologis, kondisi kematangan gonad dapat ditentukan dengan akurat melalui pengukuran diameter oosit. Namun dalam pengamatan ini, pengukuran tidak dilakukan. Pengamatan yang dilakukan adalah menentukan stadia dari oosit dan spermatid yang terlihat pada histologi gonad.

Preparat Histologi Gonad

Covering

Pewarnaan

Xylene 5 menit

Alkohol absolut 1 menit

Alkohol 90% 1 menit

Aquades 1 menit

Haemotoxyin 4 menit

Bilas dengan air mengalir 1 menit

Eosin 2 menit

Bilas dengan air mengalir 1 menit

Alkohol 90% 1 menit

Alkohol Absolut 2 menit

Xylene 4 menit Pemotongan Embedding Dehidrasi Alkohol 70% 45 menit (2x) Alkohol 90% 45 menit (2x) Alkohol absolut 45 menit (2x) Xylene 45 menit (2x) Parafin cair 45 menit (2x)

Fiksasi Larutan Bouin 48 jam

(4)

Gambar 2. Histologi perkembangan ovarium gonad betina a. hybrid H. asinina x H.squamata, b. H.squamata.

N: Nukleus, NL: Nukleolus, Y: Yolk, Oc: Oosit, Ro: Gonad betina yang penuh dengan oosit (perbesaran 200x).

Berdasarkan pengamatan histologi gonad betina hasil persilangan abalon H. squamata dan H. asinina, dapat dilihat bahwa sebagian besar hasil pengamatan dari hibrida abalon memiliki perkembangan oosit yang normal sama dengan spesies parentalnya (Gambar 2). Sebagian telur berbentuk poligonal, dengan inti dan nucleolus didalamnya.

Gambar 3. Histologi perkembangan testis gonad jantan a. hybrid H. asinina x H.squamata, b. H.squamata. Tr: Trabekula, Sc: Spermatosit, (perbesaran 400x).

Gambar 4. Histologi perkembangan testis gonad jantan a dan b. hybrid H. asinina x H.squamata. Sz : Spermatozoa, Sg : Spermatogonia, St : Spermatid (perbesaran 200x).

b

NL

N

Y

a

Tr

Sc

b

Tr

Sc

a

NL

N

Oc

Oc

a

Sz

Sg

St

b

Ro

Ro

(5)

218

Berdasarkan pengamatan histologi gonad jantan hasil persilangan abalon H. squamata dan H. asinina, dapat dilihat bahwa sebagian besar hasil pengamatan dari hibrida abalon memiliki perkembangan sperma yang normal sama dengan spesies parentalnya (Gambar 3 dan 4). Hal ini dapat dilihat bahwa dengan adanya differensiasi gonad. Sperma dan telur dikeluarkan melalui rongga dari organ ginjal yang letaknya disebelah dorsal dari hepatopankreas. Kemudian akan dikeluarkan melalui lubang-lubang yang ada pada cangkang. Hasil pengamatan tersebut selaras dengan hasil penelitian histologi Ahmed et al., (2008) yang menyatakan bahwa gonad abalon hasil persilangan H. discus discus, H. gigantea dan H. madaka berkembang secara normal. Pengamatan histologis menegaskan bahwa gonad hibrida abalon tersebut dapat berkembang melalui proses gametogenesis dan menghasilkan gamet yang layak. Tingkat perkembangan reproduksi hibrida abalone selanjutnya didukung oleh keberhasilan produksi generasi F2 dan individu disilang balikkan.

Gonad jantan dan betina diselimuti oleh kapsula yang tersusun dari serabut kolagen yang padat bercampur dengan sel otot. Jaringan ikat yang menjulur hingga mencapai bagian dalam gonad membentuk lembaran-lembaran yang disebut trabekula yang kemudian terhubung dengan kapsula tipis yang membungkus hepatopankreas. Oleh karena itu gonad terlihat seperti terbagi menjadi bagian-bagian kecil. Diantara trabekula tersebut terdapat pembuluh yang menyalurkan hemolimph (darah bercampur cairan limfa). Beberapa kapiler mengalami percabangan yang terhubung dengan pembuluh yang lebih besar (Apisawetakan et al., 1997). Hanya terdapat 4 tahap sel germinal perempuan dan 4 tahap sel germinal laki-laki, dengan beberapa tahapan dalam proses spermatogenesis yaitu perubahan spermatid menjadi spermatozoa. Trabekula merupakan tempat melekatnya sel-sel gamet. Sel gamet pada tahap awal yaitu spermatogonia dan oogonia dapat terlihat dengan jelas melekat pada trabekula. Perkembangan selanjutnya dari spermatogonia atau oogonia terlihat berada lebih jauh dari trabekula (Najmuden, 2007).

Proses oogenesis diawali dengan adanya sel germinal primodial yang berkembang menjadi beberapa tahapan vitelogenik dan diakhiri dengan pelepasan telur (ova). Proses spermatogenesis diawali dari terbentuknya sel spermatogonia dari epitel germinal hingga mencapai tahap sperma yang matang (Jebreen et al., 2000).

Kesimpulan

Hasil persilangan abalon Haliotis asinina dan Haliotis squamata memiliki perkembangan oosit dan sperma yang normal sama dengan spesies parentalnya. Pengamatan histologis menegaskan bahwa gonad hibrida abalon tersebut dapat berkembang melalui proses gametogenesis meskipun belum seluruhnya.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf peneliti abalon dan staf teknisi abalon Laboratorium basah Multi spesies Hatchery Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut yang telah banyak membantu selama persiapan sampai pada pelaksanaan penelitian ini, kepada staf laboratorium Biologi dan Patologi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut yang telah membantu dalam analisa histologi di laboratorium.

Daftar Pustaka

Ahmed, F.,Y. Koike, C.A. Strissmann, I. Yamasaki, M. Yokota and S. Watanabe. 2008. Genetic characterization and gonad development of artificially produced interspecific hybrids of the abalones, Haliotis discus discus Reeve, Haliotis gigantea Gmelin and Haliotis madaka Habe. Aquaculture Research, 39 : 532-541

Apisawetakan, S., A. Thongkukiatkul, C. Wanichanon, V. Linthong, M.Kruatrachue, E.S. Upatham, T. Poomthong and P. Sobhon. 1997. The gametogenic processes in a tropical abalone, Haliotis asinina Linnaeus. J.Sci.Soc.Thailand, 23 : 225 – 240.

(6)

Jebreen, J.E., B.T. Counihan, D.R. Fielder and B.M. Degnan. 2000. Synchronous oogenesis during the semilunar spawning cycle of the tropical abalone, Haliotis asinina. Journal of Shellfish Research, 19: 845-851.

Permana, G.N.I. Rusdi, B. Susanto, F.H. Khotimah dan Haryanti. 2011. Keragaman genetik dan seleksi pertumbuhan (Haliotis squamata). Laporan teknis BBRPBL-Gondol, Bali. 20 hlm.

Rusdi, I., B. Susanto, R. Rahmawati, S. Ismi, H.T. Yudha dan R. Septory. 2009. Perbaikan kualitas induk dan larva-juvenil abalon (Haliotis squamata) Melalui Pengelolaan Lingkungan. Laporan teknis BBRPBL-Gondol, Bali. 35 hlm.

Teresa, V.M. 2002. Abalone aquaculture an overview in manual of fish culture. Vol III. Due published in 2002

.

Najmudeen, T.M. 2007. Gonad maturation of the tropical abalone Haliotis varia Linnaeus 1758 (Vetigastropoda : Haliotidae). Molluscan research, 27(3) : 140-146.

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah Nilai siswa yang mendaftar:.. Jumlah Nilai siswa

Pertumbuhan perusahaan merupakan suatu harapan yang diinginkan pihak internal perusahaan yaitu manajemen maupun pihak eksternal perusahaan seperti investor dan kreditor.

PEKERJAAN KEFARMASIAN UU 36 / 2009 : Kesehatan Pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi Penyimpanan dan distribusi obat Pengelolaan obat Pelayanan obat atas resep

Paham ideologi ini memandang, bahwa ketidaksederajatan masyarakat merupakan suatu hukum alami, suatu hal yang mustahil bisa dihindari serta sudah merupakan

Berdasarkan sumber yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit kulit di atas, maka dapat disimpulkan faktor- faktor yang dominan

DI Jawa Barat, pembunuhan massal juga terjadi, tetapi dalam skala yang jauh lebih kecil karena militer di Jawa Barat cukup patuh pada perintah Presiden Soekarno

Dari Gambar 4 menunjukkan bahwa suhu optimum degradasi paraquat adalah 40±1 O C dimana disonolisis selama 30 menit mengahsilkan persen degradasi sebesar 10,35%, sedangkan

MpM dari warna karang Wt mempunyai kapsul-kapsul yang lebih kecil dan tangkai-tangkai yang lebih pendek dibandingkan dengan kapsul-kapsul dan tangkai-tangkai yang