• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Pestisida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Pestisida"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Pestisida

Pestisida merupakan serangkaian senyawa alamiah maupun sintetis berbagai unsur kimia yang memiliki kemampuan untuk membunuh organisme pengganggu, terutama ditujukan untuk jenis-jenis tertentu. Penggunaan pestisida di bidang pertanian, terutama di negara-negara berkembang mencakup lebih dari 90 % konsumsi pestisida domestik (Kusno, 1995).

Menurut Lodang (1994), penggunaan pestisida disamping dapat memberikan keuntungan juga dapat menimbulkan kerugian. Keuntungan yang didapat antara lain: 1) dapat meningkatkan produksi pertanian dan hasil yang cepat; 2) aplikasi di lapangan relatif mudah; 3) dapat digunakan pada areal yang luas dalam waktu yang relatif singkat; 4) dapat diaplikasikan setiap waktu, dengan memperhatikan keadaan cuaca; 5) dapat diperoleh dengan mudah; 6) harga relatif murah dan memberikan keuntungan ekonomi. Kerugian yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida adalah:1) mempertinggi resistensi hama; 2) membunuh makhluk lain yang bukan sasaran; 3) gangguan toksik pada manusia bertambah sehubungan dengan bertambahnya volume dan intensitas penggunaan; 4) produk pertanian akan mengandung residu pestisida yang akan mengancam kesehatan para konsumen, terutama petani dan keluarganya; 5) kontaminasi global akibat mobilitas yang tingi, terutama oleh pestisida yang persisten; 6) mengganggu keseimbangan dalam rantai makanan sehingga akan menganggu ekosistem secara keseluruhan; 7) bertambahnya resiko efek sinergik interaksi antara bermacam-macam pestisida; 8) kemungkinan akan terjadi efek genetik jangka panjang akibat dosis subletal pestisida persisten.

Connel dan Miller (1995) menyatakan dampak penggunaan pestisida berkaitan erat dengan sifat dasar yang penting terhadap efektifitas pestisida, yaitu: 1)

(2)

pestisida cukup beracun untuk mempengaruhi seluruh kelompok taksonomi biota, termasuk makhluk bukan sasaran, sampai batas tertentu bergantung pada faktor fisiologi dan ekologi: 2) banyak pestisida yang dapat bertahan terhadap degradasi lingkungan akibatnya dapat bertahan dalam suatu daerah yang diberi perlakuan, sehingga keefektifannya dapat diperkuat. Sifat ini memberikan pengaruh jangka panjang dalam ekosistem alamiah.

Pestisida Dalam Lingkungan Perairan

Perairan adalah sebagai suatu tempat penampungan utama bagi residu pestisida yang persisten. Pencemaran pestisida terhadap sumberdaya dan lingkungan perairan mengakibatkan kematian hewan dan biota akuatik lainnya, penurunan produktifitas, penurunan kualitas lingkungan dan kualitas ikan.

Masuknya pestisida ke dalam perairan melalui berbagai jalur, antara lain: pemakaian langsung untuk membasmi hama tanaman, buangan limbah perkotaan dan industri, limpasan dari areal persawahan, pencucian melalui tanah, penimbunan aerosol dan partikulat, curah hujan dan penyerapan fase uap pada antar fase udara-air (Connel dan Miller, 1995). Di dalam lingkungan, pestisida diserap oleh berbagai komponen lingkungan kemudian berpindah tempat (Tarumingkeng, 1992). Komponen lingkungan seperti unsur-unsur hayati, suhu, air atau udara kemudian mengubah bahan aktif pestisida melalui proses kimia dan biokimia menjadi bahan lain yang masih beracun atau bahan yang toksisitasnya telah hilang sama sekali.

Aliran pembuangan pestisida beragam menurut laju arus air permukaan dan jenis tanah, sedangkan pencucian mula-mula bergantung pada adsorbsi/desorbsi antara konstituen tanah dan pergolakan air yang melaluinya (Robinson, 1973). Kelarutan suatu bahan aktif pestisida di dalam air merupakan faktor penting yang akan menetukan persistensinya di lingkungan perairan. Pengaruh langsung pestisida dapat terjadi pada jaringan tubuh ikan, sedangkan pengaruh tidak langsung dapat terjadi dengan berkurangnya organisme pakan ikan sehingga menghambat pertumbuhan ikan.

(3)

Penyerapan residu pestisida yang terdapat dalam perairan oleh hewan air dapat terjadi melalui berbagai cara, seperti mengkonsumsi makanan yang telah terkontaminasi, pengambilan dari air melalui membran insang, difusi kultikular serta penyerapan langsung dari sedimen (Livingstone, 1977). Penyerapan residu pestisida bergantung pada besarnya residu, sifat fisika-kimia, sifat bioakumulatif dan toksisitasnya, maka keracunan yang ditimbulkannya dapat bersifat letal maupun subletal (Kusno, 1995).

Berkaitan dengan bahaya yang ditimbulkan oleh pestisida terhadap ikan, Komisi Pestisida (1983) dan Koesoemadinata, (2003) mengklasifikasikan pestisida berdasarkan pada nilai LC50-96 jam seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi pestisida berdasarkan toksisitasnya terhadap ikan

Tingkat LC50-96 jam (ppm) Evaluasi toksisitas

A B C D < 1 1 – 10 10 – 100 > 100 Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah

Komisi pestisida (1983) dan Koesoemadinata, (2003)

Niklosamida

Moluskisida niklosamida dengan nama kimia 2′,5- dichloro-′4 nitrosalicylanilide (UPAC), rumus empiris C13H8Cl2N2O4 dan rumus bangun seperti

pada Gambar 2. Niklosamida adalah berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan, berwarna bening kecoklatan titik didih 230 0C : titik uap < 1 mPa (20 0C); kelarutan dalam air 5-8 mg/l pada suhu ruangan, stabil terhadap kondisi panas serta dapat terurai dalam air pada konsentrasi asam dan alkalis (Worthing, 1987). Moluskisida niklosamida berdasarkan cara kerja termasuk racun kontak dan pernafasan (Sekretariat Jenderal Deptan. 2007).

(4)

Gambar 1. Rumus bangun niklosamida (Worthing, 1987) Toksisitas subletal

Pengaruh toksisitas subletal pestisida secara tidak langsung dapat menyebabkan penurunan kesempatan untuk menyelamatkan diri atau perkembang biakan dalam populasi alamiah. Pengaruh yang spesifik adalah banyak dan beragam, serta berhubungan dengan spektrum yang luas tanggapan fisiologis dan perilaku, seperti perubahan dalam produksi enzim, laju pertumbuhan, perkembang biakan (Hurlbert, 1975; McEwen dan Stephenson, 1975 dalam Connel dan Miller, 1995). Menurut Schmittou (1991), tekanan lingkungan yang disebabkan oleh pengaruh pestisida yang bersifat subletal juga merupakan faktor eksternal yang akan menyebabkan direduksinya pertumbuhan ikan.

Pengaruh toksisitas subletal suatu toksikan terhadap organisme yang daya racunnya tidak menyebabkan kematian secara langsung pada organisme, tetapi menyebabkan gangguan pertumbuhan, reproduksi, kebiasaan makan (Abel, 1989). Pengamatan yang dapat dilakukan antara lain pertumbuhan, hematologi (kadar hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit) dan histopatologi (insang, hati dan ginjal) (Heat, 1987).

Pertumbuhan

Aziz (1989) menyatakan pertumbuhan ikan merupakan suatu pola kejadian yang kompleks dan melibatkan banyak faktor yang berbeda. Selanjutnya menurut Effendi (1979) pertumbuhan adalah perubahan ukuran, baik panjang, berat maupun volume, sehubungan dengan perubahan waktu.

Proses pertumbuhan pada ikan mulanya berlangsung lambat, kemudian cepat, dan akhirnya lambat kembali. Pertumbuhan yang demikian disebut autocatalytic.

(5)

Dengan demikian ikan muda akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan tua. Ikan tua tetap mengalami pertumbuhan, walaupun berlangsung secara lambat (Effendi, 1979). Selanjutnya dikatakan bawa pertumbuhan ikan dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang meliputi: genetik, seks, umur, daya tahan terhadap penyakit dan parasit. Faktor eksternal meliputi: kompetisi pada populasi, makanan, tingkatan trofik, energi matahari dan keadaan fisika-kima lingkungan.

Hematologi

Darah pada ikan berfungsi membawa ion-ion anorganik (Na+, Mg+2, Cl-) dan senyawa organik seperti hormon, vitamin, dan beberapa protein plasma. Protein plasma berperan dalam respon kekebalan tubuh, penyangga perubahan pH darah dan pengaturan tekanan osmotik (Bond, 1979).

Fungsi darah pada ikan untuk mengedarkan zat makanan hasil pencernaan dan oksigen ke sel-sel tubuh serta membawa hormon dan enzim ke organ yang memerlukannya. Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan pada darah adalah kadar hematokrit (Ht), kadar hemoglobin (Hb), jumlah sel darah merah (leukosit) dan jumlah sel darah putih (leukosit)) (Lagler et al., 1977).

Hematokrit

Hematokrit (Ht) merupakan perbandingan antara volume sel darah merah dengan plasma darah (Bond, 1979). Menurunnya kadar hematokrit dapat sebagai indikasi rendahnya protein dalam pakan, defisiensi vitamin atau ikan dapat infeksi, sedangkan meningkatnya kadar hematokrit menunjukkan ikan dalam keadaan stress (Wedemeyer & Yasutake, 1977 dan Anderson & Siwick, 1983). Hematokrit dalam darah ikan mas pada kondisi normal adalah sebanyak 27,1% (Peter dan Cech, 1990 dalam Affandi dan Tang, 2002)

Hemoglobin (Hb)

Sel darah merah mengandung hemoglobin yang merupakan suatu protein dalam eritrosit. Hemoglobin berperan dalam proses pengangkutan oksigen dalam darah dan kadar hemoglobin dalam darah ikan berkaitan dengan jumlah eritrosit (Lagler et al., 1977).

(6)

Hemoglobin berkaitan dengan eritrosit yaitu kadar atau kandungan eritrosit matang dalam aliran darah. Rendahnya Hb menunjukkan ikan anemia, sedangkan tingginya Hb berkaitan dengan kondisi stres (Blaxhall, 1972)

Kadar hemoglobin dalam darah ikan teleostei berkisar antara 37-100% Hb setara dengan 14 gram dalam 100 ml darah dan dalam keadaan sakit akut kadar Hb pada ikan akan turun hingga 27 % (Lucky, 1977). Angka (1983), kadar hemoglobin pada ikan mas dewasa adalah 8,61 ± 0,43 - 10,86 ± 48 (gram per 100 cc volume darah), sedangkan menurut Peter dan Cech, (1990) dalam Affandi dan Tang (2002) kadar Hb dalam darah ikan mas 6,40.

Eritrosit

Warna eritrosit merah kekuningan, bentuk lonjong, kecil dan berukuran 7-36 mikron (Lagler et al., 1977). Darah ikan sebagian besar terdiri dari sel-sel darah merah yang jumlahnya diperkirakan mencapai 4 juta sel/mm3. Sel darah merah ikan memiliki inti sel yang ukurannya bervariasi antar spesies. Sel darah merah tersebut mengandung hemoglobin dan berfungsi membawa oksigen dari insang ke berbagai jaringan (Moyle dan Cech, 1981).

Menurut Angka (1990) volume sel darah merah 100cc volume darah pada ikan mas dewasa berkisar 30,92 ± 0,43% dan 37,4 ± 1,67% dan jumlah sel darah merah per 1cc darah ikan mas (1,61 ± 0,06) x 106 sel sampai (2,04 ± 0,09) x 106 sel. Eritrosit yang terdapat dalam darah ikan mas dalam kondisi normal adalah 1,43 sel x 106/mm3 (Peter dan Cech, 1990 dalam Affandi dan Tang 2002).

Leukosit

Menurut Angka (1990), jumlah sel leukosit dalam 1cc darah merah ikan berkisar antara (14,70 ± 0,32) x 103 sel – (19,35 ± 0,42) x 103 sel. Affandi dan Tang (2002), sel darah putih pada ikan tidak berwarna dengan jumlah berkisar 20.000 – 150.000 butir, dan dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: agranulosit dan granulosit. agranulosit digolongkan menjadi limfosit, monosit dan trombosit, seangkan granulosit dibagi menjadi basofil, eoseonofil dan neutrofil.

(7)

Histopatologi adalah metode yang sensitif dan secara biologis bernilai untuk mengukur efek stres lingkungan terhadap hewan (jaringan), Perubahan histopatologi ini sebagai indikator penting faktor stres lingkungan yang dialami sebelumya dimana perubahannya secara biokimia dan fisiologi. Perubahan ini bisa digunakan untuk meramal efek yang mungkin terjadi seperti pertumbuhan, reproduksi, menghindarkn diri dari predator, dan stabilisasi populasi yang terjadi pada tingkat yang lebih tinggi (MacKim, 1985; Meyer dan Hendricks 1985 dalam Hinton dan Laurtn, 1990)

Insang merupakan organ osmoregulasi, yaitu melakukan berbagai fungsi fisiologis, meliputi peredaran gas, regulasi ion, mempertahankan keseimbangan asam basa, dan ekskresi bahan buangan senyawa nitrogen, selain itu insang terus menerus berhadapan polutan di lingkungan medium (Hinton and Laurtn, 1990).

Hati penting dalam nutrisi dan pertahanan tubuh sebagai respon terhadap toksikan asal luar tubuh, selain itu merupakan aspek penting bagi nutrisi meliputi simpanan lemak dan karbohidrat (Hinton and Laurtn, 1990).

Ginjal berfungsi untuk filtrasi dan mengekskresikan bahan yang tidak dibutuhkan termasuk polutan (niklosamida). Ginjal merupakan organ osmoregulasi, walaupun ginjal juga berfungsi dalam immunitas sel. Ginjal ikan menerima sebagian besar darah postbranchial, dan luka ginjal sebagai indikator polusi lingkungan (Hinton and Laurtn, 1990).

Kualitas air

Suhu berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung seperti terhadap aktifitas enzim, tingkat metabolisme maupun kadar oksigen. Tingkat penyerapan racun dapat lebih tingi dengan adanya kenaikan suhu (Macek et al., dalam Arianti, 2002). Bahan polutan cenderung lebih beracun pada air dengan tingkat kesadahan rendah dan nilai pH yang stabil, sedangkan pada kesadahan tingi cenderung menurunkan toksisitas dari polutan.

Toksisitas pestisida dalam air akan meningkat dengan berkurangnya konsentrasi oksigen. Hal ini terjadi karena peningkatan tingkat respirasi, sehingga racun yang terpapar pada tubuh ikan akan semakin besar (Mason, 1992). Penurunan konsentrasi oksigen dan peningkatan konsentrasi karbondioksida dapat menyebabkan

(8)

stres pada ikan sehingga ketahanan ikan terhadap pestisida akan menurun, akibatnya kan mempengaruhi toksisitas pestisida terhadap ikan (Arianti, 2002) Rendahnya oksigen terlarut dalam tubuh ikan akan meningkatkan toksisitas pestisida terhadap ikan. Boyd (1990) mengemukakan bahwa keberadaan amonia akan mereduksi masuknya oksigen ke dalam tubuh ikan, hal ini disebabkan insangnya yang rusak.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan dari bulan Maret hingga Agustus 2008, bertempat di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung-Bogor. Analisis hematologi dan histopatologi di Laboratorium Kesehatan Ikan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang dipergunakan selama penelitian adalah sebagai berikut:

a. Benih ikan mas yang berasal Desa Ciherang, dengan bobot 2,5-3,0 gram. b. Molusikisida Snaildown produksi Agricon dengan kandungan bahan aktif niklosamida 250 EC.

c. Pakan ikan, berupa pelet dengan kandungan protein 40 % (pakan stater udang). d. Aceton p.a sebagai pelarut dan KMnO4 (PK) 20 mg/l sebagai desifektan pada

wadah pengujian sebelum penelitian dilaksanakan. e. Bahan kimia untuk analisa kualitas air.

f. Bahan kimia untuk histopatologi dan hematologi. g. Penyiapan larutan uji dengan membuat larutan induk Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Wadah pengujian berupa akuarium kaca yang terdiri dari: 21 unit ukuran 40 x 20 x 20 cm (uji toksisitas akut) dan 16 unit berukuran 70 x 50 x 60 cm (uji toksisitas subletal) yang masing-masing dilengkapi tandon air.

(9)

b. Blower yang digunakan utuk airasi media uji.

c. Peralatan untuk pembuatan berbagai konsentrasi perlakuan, yaitu: gelas ukur, pipet, labu ukur dan bulp.

d. Peralatan untuk perhitungan dan pengamatan parameter darah, yaitu: jarum suntik, tabung dan sentrifius mikrohematokrit, skala hematokrit, hemositometer, pipet, gelas objek dan penutup, serta mikroskop.

e. Peralatan untuk histopatologi, yaitu: peralatan bedah, botol contoh, larutan fiksasi (Bouins), larutan pencuci (NaCl fisiologis),.

f. Timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram.

g. Peralatan untuk pengukuran kualitas air, yaitu: termometer, pH meter, DO meter,spektrofotometer.

Pelaksanaan Penelitian Ambang Batas

Uji ambang batas bertujuan untuk menentukan kisaran letal ambang atas (LC10024 jam) dan konsentrasi letal ambang bawah (LC0-48 jam) (Busvine, 1971).

Nilai ambang batas daya racun letal moluskisida terhadap ikan mas dengan deret konsentrasi uji: 0,00; 0,06; 0,10; 0,20; 0,25mg/L. Penghitungan konsentrasi larutan uji ditentukan dengan mengacu pada persamaan berikut:

V1.N1 = V2.N2 ………. (1)

Keterangan:

N1 = konsentrasi niklosamida dalam larutan stok

N2 = konsentrasi niklosamida yang diinginkan dalam media air

V1 = volume larutan stok yang akan dimbil

V2 = volume media air penelitian yang diinginkan

Waktu letal

Pengujian waktu letal bertujuan untuk mengetahui tingkat peluruhan konsentrasi moluskisida niklosamida dalam air berdasarkan pada kematian ikan. Prosentase penurunan kematian ikan akan dijadikan acuan untuk menentukan presentase dan interval waktu pergantian air bagi kestabilan konsentrasi perlakuan

(10)

pada tahap pengujian selanjutnya. Konsentrasi moluskisida niklosamida dianggap tidak stabil apabila kematian ikan mencapai 80% yang didentik dengan penurunan konsentrasi bahan kimia tersebut mencapai ≤ 20% dari kondisi awal (Koesoemadinata, 2003).

Pengujian dilakukan dengan mengaplikasikan tingkat konsentrasi nilai LC100

-24 jam dengan 3 kali ulangan untuk waktu pengamatan 0; 12; -24; 36; 48 jam. Penentuan konsentrasi larutan uji ditentukan dengan mengacu pada persamaan 1. Larutan niklosamida 0,25 mg/L disebar merata pada permukan air untuk ke empat wadah kemudian diaduk dengan pengaduk kaca, selanjutnya dimasukkan ikan pada waktu 0 jam, 12 jam, 24 jam, 36 jam. Pengamatan dilakukan setiap 12 jam. Selama uji stabilitas tidak dilakukan pergantian air

Toksisitas akut

Pengujian toksisitas akut untuk mencari nilai LC50 dari moluskisida

niklosamida terhadap ikan mas yang ditentukan dengan metode uji hayati (bioassay) (Busvine, 1971), untuk menentukan Median Lethal Concentration (LC50) yang

besarnya berada antara nilai ambang atas dan ambang bawah yang dapat ditentukan dengan persamaan 2 dan 3 dengan deretan konsentrasi: 0.00; 0,08; 0,10; 0,12; 0,14; 0,17; 0,20 mg/L.

Log (N/n) = k log (a/n) ……… (2)

a/n=b/a=c/b=d/c=e/d=f/e ……… (3) Keterangan:

N = konsentrasi ambang atas n = konsentrasi ambang bawah K = Jumlah konsentrasi yang diuji (6)

a, b, c, d, e, f adalah konsentrasi yang diuji dengan nilai a sebagai konsentrasi terkecil

Konsentrasi bahan uji tidak diverifikasi secara analisis kimia dan nilai LC50

ditentukan berdasarkan konsentrasi nominal moluskisida niklosamida dalam wadah-wadah penelitian.Wadah yang digunakan dalam uji toksisitas berupa 21 unit

(11)

akuarium kaca yang berukuran 40 x 20 x 20 cm. Masing- masing akuarium dilengkapi saluran pemasukan dan pengeluaran serta penampungan air pengganti. Banyaknya ikan uji setiap wadah 10 ekor dengan waktu pemaparan selama 24, 48, 72, dan 96 jam dengan peubah yang diukur adalah mortalitas ikan.

Toksisistas Subletal Niklosamida Terhadap Pertumbuhan

Pengujian dilakukan dengan metode uji hayati penggantian media uji (renewal test), yaitu melakukan pergantian air pemeliharaan setiap 48 jam dengan konsentrasi niklosamida yang sama untuk masing-masing perlakuan. Sebagai perlakuan digunakan 4 konsentrasi, yaitu 0, 10, 30, dan 50 % dari nilai LC50 96 jam,

masing-masing perlakuan diulang 4 kali. Wadah yang digunakan berupa 16 unit akuarium kaca yang berukuran. 70 x 50 x 60 cm. Jumlah ikan yang diuji sebanyak 20 ekor/wadah dengan waktu pemaparan 12 minggu. Pengukuran untuk pertumbuhan adalah bobot ikan yang dilakukan minggu ke 4, 8, dan 12 untuk setiap perlakuan.

Selama penelitian ikan uji diberi pakan secara at satiation menggunakan pakan pelet komersial dengan kandungan protein 40 %. Pengukuran parameter fisika kimia air dilakukan sebelum dan sesudah ganti konsentrasi media pemeliharaan yaitu: suhu air, pH, 02 terlarut, CO dan amonia.

Toksisitas Subletal Niklosamida Terhadap Hematologi

Ikan mas yang telah dipaparkan dalam setiap perlakuan pada pengujian subletal niklosamida terhadap pertumbuhan, yang dilakukan pada 1 jam pertama (minggu ke 0), minggu ke 4, minggu ke 8, dan minggu ke 12, masing-masing diambil satu ekor untuk satu akuarium (unit penelitian). Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan jarum suntik steril pada bagian vena caudalis ikan uji. Jarum suntik tersebut sebelum digunakan terlebih dahulu dibasahi dengan Na-Sitrat 3,8% yang berfungsi sebagai antikoagulan. Sampel darah diambil untuk pengukuran parameter hematologis, yaitu kadar hematokrit, kadar hemoglobin, eritrosit dan jumlah leukosit.

(12)

Kadar hematokrit diukur dengan metode Anderson dan Siwicki (1993). Darah dihisap dengan menggunakan tabung mikrohematokrit berlapis heparin yang berfungsi mencegah pembekuan darah dalam tabung, sampai volume darah mencapai ¾ bagian tabung kemudian salah satu ujung tabung disumbat dengan critosea untuk selanjutnya disentrifius dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Pengukuran kadar hematokrit dilakukan dengan membandingkan volume benda darah terhadap volume seluruh darah dengan menggunakan skala hematokrit dan dinyatakan dalam persentase hematokrit (%Ht).

Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin diukur menurut metoda Sahli dengan Sahlinometer (Wedemeyer dan Yasutake, 1977). Darah dihisap menggunakan pipet Sahli hingga mencapai skala 20 m 3, kemudian dipindahkan kedalam tabung Hb yang berisi HCl

0,1 N sampai skala 10 (kuning). Kemudian tunggu selama 3-5 menit agar Hb bereaksi dengan HCl membentuk asam hemarin, kemudian aduk dan tambahkan akuades hingga warnanya sama dengan standar. Pembacaan skala dilakukan dengan melihat tinggi permukaaan larutan yang dikocok dengan skala lajur g% yang menunjukkan banyaknya Hb dalam gram setiap 100 ml darah dan dinyatakan dalam persentase (%Hb).

Jumlah Eritrosit

Jumlah eritrosit dihitung menurut metoda Blaxhall dan Daisley (1973).Sampel darah diencerkan dengan larutan Hayem untuk menghancurkan sel darah putih agar jumlah sel darah merah dapat dihitung. Pengenceran dilakukan dengan menggunakan pipet pencampur berskala maksimum 11 yang dilengkapi pengaduk.

Darah dihisap dengan pipet hingga skala 1, kemudian dihisap larutan Hayem hingga skala 11 menggunakan pipet yang sama. Pipet digoyang selama 15 menit agar darah tercampur secara merata, sedangkan larutan pada ujung pipet yang tidak tercampur segera dibuang. Darah yang teraduk diteteskan kedalam hemositometer

(13)

yang dilengkapi gelas penutup hingga memenuhi seluruh permukaan yang berskala, selanjutnya dilakukan penghitungan dibawah mikroskop.

Jumlah Leukosit

Jumlah leukosit dihitung dengan metoda Blaxhall dan Daisley (1973). Sampel darah diencerkan dengan larutan Turks untuk menghancurkan sel darah merah agar jumlah sel darah putih dapat dihitung. Untuk mengencerkan leukosit digunakan pipet berskala maksimal 11 yang dilengkapi pengaduk. Mula-mula darah dihisap hingga skala 1, kemudian dilanjutkan dengan menghisap larutan Turks hingga skala 11. Pencampuran dilakukan dengan mengaduk pipet selam 15 menit agar darah tercampur secara merata. Setelah pencampuran selesai, teteskan kedalam hemositometer yang dilengkapi gelas penutup hingga memenuhi seluruh permukaan yang berskala, selanjutnya dilakukan penghitungan leukosit dibawah mikroskop.

Toksisitas Subletal Niklosamida Terhadap Histopatologi

Ikan mas yang telah dipaparkan dalam setiap perlakuan pada uji subletal terhadap pertumbuhan, masing-masing diambil satu ekor per unit penelitian untuk sampel organ dalamnya, yaitu: insang, hati dan ginjal untuk pengamatan histopatologis, yang dilakukan pada minggu ke-4, minggu ke-8, dan minggu ke-12.

Pembuatan Preparat Histopatologi Fiksasi jaringan dan Parafinisasi

a. Fiksasi : untuk mencegah pembusukan jaringan, maka jaringan yang telah diambil kemudian direndam dalam larutan fiksatif selama 3 x 24 jam. Larutan fiksatif yang digunakan ialah larutan Bouins.

b. Dehidrasi : mengeluarkan cairan dari dalam sel dengan cara merendam dalam bahan kimia dimulai dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi.

Pertama-tama jaringan yang dipilih direndam Alkohol 70 % selama 2 beberapa hari, kemudian dilanjutkan direndam berturut-turut dengan alkohol 80 %, 90 %, 95 % dan 100 % masing-masing selama 2 jam.

(14)

c. Clearing : mengeluarkan alkohol dan memasukkan xylol (parafin larut dalam xylol ; tidak larut dalam alkohol)

Setelah didehidrasi jaringan tersebut direndam Alkohol xylol (1:1) ½ jam, dilanjutkan dengan xylol 3 kali masing-masing ½ jam.

d. Impregnasi ; penggantian xylol dengan paraffin

Cara direndam dalam parafin dengan titik cair 58-60oC;dalam oven yang dipanaskan pada 65-70oC, Xylol paraffin (1:1) ¾ jam.

e. Embedding : memasukan paraffin ke dalam sel

Jaringan tersebut direndam dengan parafin 3 kali masing-masing ¾ jam. f. Blocking : mencetak jaringan sehingga mudah untuk dipotong

Pemotongan jaringan

Dilakukan dengan mikrotom, ketebalan sayatan 4 mikrometer ;untuk jaringan lunak setelah dipotong dimasukan ke air suam-suam kuku (+ 400C) sehingga pita potongan jaringan mengapung dan bisa dipotong untuk selanjutnya ditata dalam gelas objek.

Pewarnaan jaringan

a. Hidrasi : mengeluarkan paraffin

Direndam dengan Xylol sebanyak 2 kali masing-masing 3 menit, lalu alkohol 100 % sebanyak 2 kali masing-masing 3 menit, dilanjutkan dengan alkohol 95%, 90%, 80%, 70%, 50% masing-masing 3 menit dan kemudian dicuci dengan akuades 2 kali

b. Pewarnaan H-E

Direndam dengan Hematoksilin 7 menit, dicuci dengan air 7 menit, dilanjutkan dengan Eosin 3 menit dan dicuci dengan akuades.

c. Dehidrasi: mengeluarkan air

Direndam dengan alkohol 50 % sebanyak 2 kali masing-masing 2 menit, dilanjutkan dengan alkohol 70 %, 85 %, 90 %, 100 % masing-masing 2 menit dan kemudian dengan xylol sebanyak 2 kali masing-masing 2 menit.

(15)

Lalu ditutup dengan gelas penutup yang sudah di tetesi dengan entelan, dikeringkan dalam oven pada suhu 40oC selama 24 jam.

Selanjutnya dilakukan pengamatan preparat histologis dengan mikroskop dan dianalisa secara deskriptif.

Analisis Data

Data komulatif mortalitas ikan mas pada pengujian definitif menggunakan analisis probit (Wallace, 1982) dengan bantuan program “probit analysis” untuk menentukan nilai LC 50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72, dan 96 jam, sedangkan

untuk analis data sifat fisika-kimia air (suhu, pH, oksigen terlarut, karbondioksida, amoniak) dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui kelayaknya sebagai media uji.

Pertumbuhan individu ikan mas selama waktu pemaparan dalam uji toksisitas subletal dihitung berdasarkan model laju pertumbuhan harian individu menurut rumus Ricker (1975):

SGR = (lnWt –ln Wo)/∆t x 100% ……….(4) Keterangan:

SGR = laju pertumbuhan harian individu (%)

Wt = bobot rata-rata individu pada akhir pengamatan (g) Wo = bobot rata-rata individu pada awal pengamatan (g) ∆t = waktu pemaparan

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), analisa data untuk pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan dan hematologi menggunakan analisis varian (anova) yang dilanjutkan dengan uji Tukey apabila berbeda nyata (Steel dan Torrie, 1989). Pengolahan data menggunakan program SPSS versi 13. Pengaruh perlakuan terhadap histopatologi ikan mas dilakukan secara deskiptif.

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

 Terbentuk pada bagian atas kontak intrusi atau pluton granit yang kontak dengan batuan yang impermeable sehingga.. terakumulasi mineral-mineral sebagai produk dari kristalisasi

Ketika liabilitas keuangan awal digantikan dengan liabilitas keuangan lain dari pemberi pinjaman yang sama dengan ketentuan yang berbeda secara substantial, atau

Abstrak Pada kasus-kasus aktual di lapangan, penelitian mengenai kondisi air tanah adalah sulit untuk dilakukan, sehingga untuk mempelajari lebih lanjut mengenai tinggi muka air

Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang menggunakan data yangberbentuk angka pada analisis statistik, sedangkan menurut eksplanasinya, penelitian ini merupakan

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Gubernur Nomor 43 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, sebagaimana telah diubah beberapa

Fungsi Seni Rupa Tiga Dimensi Karya seni rupa tiga dimensi pada umumnya diciptakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan karya-karya seni rupa murni patung, relief, monumen

• Pendidikan pasien dan keluarga diberikan secara kolaboratif oleh multi disiplin ilmu yang terlibat dalam perawatan pasien dimana mereka yang memberikan penyuluhan