• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA A. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Berdasarkan pendapat Megginson (1981) dalam Mangkunegara (2000) istilah keselamatan mencakup dua istilah, yaitu resiko keselamatan dan resiko kesehatan. Keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakkan atau kerugian di tempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, terpotong anggota tubuh, luka memar, keseleo, patah tulang, penglihatan, dan pendengaran. Semua itu sering dihubungkan dengan perlengkapam perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan latihan, sedangkan kesehatan kerja menunjukkan kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.

Kesehatan kerja adalah usaha untuk menciptakan keadaan lingkungan kerja yang aman dan sehat dari bahaya kecelakaan. Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang berhubungan dengan mesin, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja, serta kondisi lingkungannya. Keselamatan kerja menurut American Society of Safety Engineers (ASSE) diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditunjukkan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja (Silalahi, 1995).

Keselamatan dan kesehatan kerja menunjukkan kondisi fisiologis, fisik, dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Kondisi fisiologis dan fisik meliputi penyakit-penyakit dan kecelakaan kerja seperti cedera, kehilangan nyawa, atau anggota badan. Kondisi psikologis diakibatkan oleh stress karena bekerja dan kehidupan kerja yang berkualitas rendah (Heriyanto, 2008). Suardi (2005) menyatakan bahwa tujuan keselamatan kerja adalah :

1. Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi.

(2)

2. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja.

3. Sumber-sumber produksi terpelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Tujuan utama kesehatan kerja ada dua, yaitu sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya untuk kesejahteraan tenaga kerja dan sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang berlandaskan kepada tingginya efisiensi dan daya produktifitas faktor manusia dalam produksi.

B. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)

Menurut PERMENAKER 05/MEN/1996, definisi dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, untuk terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

Menurut Santoso (2004), pentingnya menerapkan SMK3 pada perusahaan, dikarenakan:

- Kecelakaan yang terjadi selama ini sebagian besar disebabkan oleh adanya kesalahan faktor manajemen, manusia, dan teknis.

- Tuntutan produk berkuaitas tidak terlepas dari permasalahan K3, dikaitkan dengan hambatan teknis dalam era globalisasi perdagangan.

- Perlunya peningkatan penerapan K3.

Dalam menerapkan SMK3 pada suatu perusahaan, terlebih dahulu harus menerapkan prinsip-prinsip yang ada pada SMK3 sesuai PERMENKER 05/MEN/1996. Prinsip tersebut menjadi dasar dalam menerapkan SMK3, sehingga setiap prinsipnya dapat digambarkan sebagai satu siklus yang saling berhubungan. Kaitan antara setiap prinsip dapat dilihat pada Gambar 1 dan lima prinsip penerapan SMK3 tersebut, yaitu :

(3)

2. Perencanaan penerapan K3. 3. Penerapan K3.

4. Pengukuran, pemantauan, dan evaluasi kinerja K3.

5. Peninjauan secara teratur untuk meningkatkan kinerja K3 secara

berkesinambungan.

Gambar 1 dibawah ini menujukkan lima prinsip dasar dalam menerapkan program

K3 yang dapat digambarkan sebagai satu siklus yang berhubungan erat.

Gambar 1. Lima Prinsip Dasar SMK3 berdasarkan Permenker No. 05/Men/1996

Sumber : Workshop SMK3 SUCOFINDO

Menurut Suardi (2005) ada dua jenis SMK3, yaitu :

a. Sistem manajemen K3 menurut ILCI

International Loss Control Institute (ILCI) yang bertempat di Atlanta,

Amerika Serikat dengan tokohnya Frank Bird mengembangkan pendekatan

Loss Control Management. Pada pendekatan ini dijelaskan bahwa kecelakaan

tidak saja mengakibatkan kerugian (loss). Bird juga mengungkapkan rasio antara kecelakaan yang menimbulkan cedera atau kejadian yang tidak

menimbulkan cedera atau hanya mengakibatkan kerusakaan (damage

(4)

b. Sistem Manajemen K3 British Safety Council

Tokoh pada sistem manajemen ini yaitu James Tye yang mengeluarkan konsep K3 yang disebut Five Star Rating System. Unsur – unsur dalam pendekatan sistem ini adalah :

1) Kebijakan (policy)

2) Pengorganisasian (organizing)

3) Perencanaan dan penerapan (planning and implementation) 4) Pengukuran kinerja (measuring performance)

5) Peninjauan hasil (reviewing performance) 6) Audit (auditing)

C. SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI INDONESIA

Menurut PERMENKER 05/MEN/1996 ada lima prinsip dan dua belas elemen yang menjadi pedoman untuk penerapan SMK3. Lima prinsip ini merupakan siklus yang berkesinambungan, sedangkan dua belas elemen SMK3 diterapkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

1. Komitmen dan kebijaksanaan

Salah satu bentuk komitmen sebuah perusahaan menerapkan SMK3 adalah dengan menyediakan sumber daya yang memadai.

2. Perencanaan

Perusahaan diharuskan merencanakan untuk memenuhi kibijakan, sasaran dan tujuan K3 yang telah ditetapkan. Perencanaan yang baik harus memiliki kedua hal yang penting diterapkan yaitu manajemen resiko yang baik dan pemenuhan peraturan standar yang ada.

3. Penerapan SMK3

- Kemampuan menyiapkan sumber daya yang andal dan professional.

- Integrasi SMK3 ke dalam sistem manajemen perusahaan sehingga dapat berjalan secara selaras dan seimbang.

(5)

4. Pengukuran dan evaluasi

Perusahaan perlu mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3. Adapun pelaksanaannya meliputi inspeksi dan pengujian peralatan, metode, dan temuan yang terdapat pada pekerjaan.

5. Peninjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen

Tinjauan berkala berguna untuk meningkatkan SMK3 dengan tujuan meningkatkan kinerja K3 secara keseluruhan.

6. Evaluasi penerapan SMK3

- Melihat kembali tujuan, sasaran dan kinerja K3. - Memaparkan hasil temuan audit SMK3.

- Evaluasi kebutuhan dan peningkatan SMK3.

Menurut Suardi (2005) tahapan dan langkah-langkah penerapan SMK3 dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu :

1. Tahapan Persiapan

a. Komitmen manajemen puncak

b. Menentukan ruang lingkup c. Menetapkan cara penerapan

d. Membentuk kelompok penerapan

e. Menetapkan sumber daya yang diperlukan

2. Tahapan Pengembangan dan Penerapan

a. Menyatakan komitmen

b. Menetapkan cara penerapan

c. Membentuk kelompok kerja penerapan

d. Menetapkan sumber daya yang diperlukan e. Kegiatan penyuluhan

f. Peninjauan sistem

g. Penyusunan jadwal kegiatan

h. Pengembangan sistem manajemen K3

i. Penerapan sistem j. Sertifikasi

(6)

D. STANDAR PERUNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Peraturan-peraturan dan Undang-Undang pemerintah dalam mengatur praktek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah keperluan mutlak yang harus ada khususnya untuk suatu perusahaan. Peraturan dan undang-undang pemerintah ini, dapat menjadi pedoman dan alat kontrol untuk menentukan sistem manajemen K3 pada suatu perusahaan serta kebijakan-kebjakan lain dalam ruang lingkup K3. Perundangan nasional tentang K3 dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Perundangan Keselamatan Kerja

a. UU No. 1. tahun 1970 tentang keselamatan kerja

b. UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan Bab X (Pasal 86 dan 87 yang mengatur tentang K3)

c. Keputusan Presiden RI No. 51 Tahun 1989 tentang besarnya jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian asuransi sosial tenaga kerja.

d. Keputusan Mentri Tenaga kerja dan Transportasi No. 234/MEN/2003

tentang waktu kerja dan waktu istirahat sektor usaha energi dan sumber daya mineral pada daerah tertentu.

e. Keputusan Mentri Tenaga kerja dan Transportasi No. 235/MEN/2003

tentang jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan keselamatan atau moral pekerja.

f. Keputusan Mentri Tenaga kerja dan Transportasi No. 186/MEN/2003 tentang unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja.

g. Keputusan Mentri Tenaga kerja dan Transportasi No. 75/MEN/2003 tentang

pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor SNI-04-0225-2000 mengenai persyaratan umum instalasi listrik 2000 (PUIL) di tempat kerja. h. Peraturan Menteri No.4 tahun 1993 tentang jaminan kecelakaan kerja. 2. Perundangan Kesehatan Kerja

a. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang

persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri.

b. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1407/Menkes/SK XI/2002 tentang

(7)

Selain itu, peraturan tentang K3 di internasional antara lain :

a. OSHAS 18001 : 1999 – Amandement 1 : 2002

(Ocupational Safety and Health Management System- specification British

Standard Institusion).

b. OSHAct (Ocupational Safety and Health Act) badan K3 AS membentuk standar :

- Standar OSHA (Ocupational Safety and Health Administration) merupakan bagian dari Departement of Labor (tentang kesehatan kerja).

- NIOSH (National Institute for Safety and Health) merupakan bagian dari

Departement Health and Human Service (tentang keselamatan kerja).

E. KECELAKAAN KERJA

Kecelakaan kerja merupakan kejadian atau peristiwa yang tidak diharapkan atau diduga sama sekali yang terjadi di tempat kerja. Secara umum dapat dikualifikasikan bahwa kecelakaan yang disebabkan oleh kesalahan manusia (unsafe act) sebesar 78%, yang disebabkan kondisi berbahaya dari peralatan (unsafe condition) sebesar 20%, dan faktor lainnya sebesar 2%. Perilaku manusia merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan di tempat kerja. Padahal, kecelakaan kerja yang terjadi dapat mengakibatkan korban jiwa, cacat, kerusakan peralatan, menurunnya kualitas dan produktifitas, terhentinya proses produksi, kerusakan lingkungan, yang pada akhirnya akan merugikan semua pihak. Dalam skala besar, akibat kecelakaan kerja yang banyak terjadi dan besarnya jumlah kerugian yang diderita perusahaan, secara kumulatif akan pula merugikan perekonomian sosial.

Hal ini menunjukkan bahwa masalah K3 adalah masalah yang strategis, yang tidak lepas dari kegiatan dalam suatu industri secara keseluruhan, sehingga pola yang harus diseimbangkan di dalam penanganan K3 dan pengendalian potensi bahaya memerlukan pendekatan kesisteman antara lain dilakukan dengan menerapkan SMK3. Untuk mengetahui efektivitas penerapan SMK3 dan

(8)

mengukur kinerja pelaksanaan SMK3, serta untuk membuat perbaikan-perbaikan, dalam pelaksanaannya, dilakukan dengan penilaian hasil kegiatan atau audit.

Melalui audit SMK3 akan dapat diketahui sampai sejauh mana program K3 telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan K3 yang telah ditetapkan di dalam suatu perusahaan. Dalam pelaksanaannya audit dilakukan oleh auditor, sebagai

Profesional Judgement. Untuk memelihara kompetensinya dan melakukan

penyamanan persepsi tentang penilaian obyek yang diaudit, auditor menggunakan suatu standar untuk melakukan pengukuran melalui suatu proses sertifikasi terhadap kompetensinya (Syamsudin, 2004).

Menurut Mangkunegara (2000), terjadinya masalah-masalah kecelakaan kerja pada suatu perusahaan dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti :

1. Kondisi dan Situasi Lapangan

Bekerja pada tempat yang sama terus-menerus (monoton) dan heat stress dari waktu ke waktu yang dapat menyebabkan gangguan psikologis pada pekerja, mempengaruhi ketenangan kerja, keselamatan kerja, dan produktifitas.

2. Faktor Manusia (unsafe Act)

Faktor manusia (pekerja) merupakan hal yang paling mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Dalam hal ini, seperti ketidaktahuan, kecerobohan, membuka alat pelindung mesin, bekerja sambil bersenda gurau, semua hal ini termasuk penyebab yang paling sering mendatangkan kecelakaan kerja.

3. Faktor Fisik

Contoh dari faktor fisik adalah bunyi yang berasal dari mesin-mesin yang menimbulkan getaran dan bising. Hal ini dapat menimbulkan gangguan pendengaran, ketulian, serta efek psikologis yang dapat mengakibatkan pusing, stress, cepat lelah, dan susah tidur.

(9)

4. Faktor Peralatan dan Mesin-Mesin (unsafe condition)

Mesin – mesin tanpa alat pelindung, alat kerja yang rusak dan instalasi yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Oleh sebab itu, sangat diperlukan pemeriksaan secara berkala untuk segala macam peralatan yang digunakan demi untuk menghindari kecelakaan kerja.

5. Faktor Biologis

Ruang akomodasi yang terbatas dan dihuni oleh banyak orang, menyebabkan penyakit – penyakit seperti infeksi dengan mudah dapat menular, misalnya penyakit mata, penyakit kulit, penyakit saluran pernafasan, dan pencernaan. Dapat pula penyakit yang ditimbulkan oleh binatang tertentu seperti nyamuk. 6. Faktor Psikologi

Lingkungan pekerjaan yang banyak mengandung bahaya, rasa jenuh, tidak serasi dengan perasaan tuntutan karier, dan gannguan pencernaan.

F. FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN KERJA

Kondisi lingkungan kerja pada suatu perusahaan merupakan hal yang paling berpengaruh dalam produktifitas kerja para karyawan. Kondisi lingkungan yang aman dan nyaman dapat mencegah timbulnya penyakit serta mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Aman dalam konteks ini adalah hal yang berkaitan dengan keselamatan kerja atau dengan kata lain mengurangi potensi bahaya sehingga mengurangi resiko kecelakaan kerja. Nyaman dalam konteks ini adalah hal yang berkaitan dengan kesehatan perusahaan atau dengan kata lain mengurangi resiko timbulnya penyakit kerja.

Kondisi lingkungan perusahaan dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis, faktor fisiologis, dan faktor psikologis. Faktor-faktor ini dalam jumlah tertentu dapat mengganggu daya kerja seseorang ketika bekerja, misalnya suhu ruangan kerja yang sangat panas dapat mengganggu konsentrasi kerja karyawan sehingga berpotensi terjadinya kecelakaan kerja (Suardi, 2005). Faktor fisik hal paling utama yang mempengaruhi kondisi kerja. Faktor fisik meliputi kebisingan, penerangan, suhu, dan kelembaban.

(10)

1. Kebisingan

Kebisingan diartikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki, jika bunyi-bunyian tersebut dapat memberikan pengaruh yang buruk. Menurut Syamsudin (2004) secara umum tingkat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kebisingan bagi pekerja dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :

a. Intensitas dan frekuensi kebisingan.

b. Jenis kebisingan (steady atau non steady noise).

c. Waktu kontak harian dan tahunan (exposure duration). d. Umur pekerja.

e. Penyakit-penyakit / ketidaksempurnaan sistem pendengaran bagi pekerja (yang bukan disebabkan oleh kebisingan).

f. Kondisi lingkungan (kecepatan angin, suhu, kelembaban udara, dan sebaliknya) dimana bahaya kebisingan tersebut sudah berada.

g. Jarak antara pekerja dengan sumber kebisingan. h. Posisi telinga dengan gelombang suara.

Lingkungan kerja, khususnya di pabrik dengan berbagai macam kegiatan sangat mempengaruhi tingkat kebisingan yang ditimbulkan. Pada umumnya kebisingan sangat mengganggu dan mempengaruhi kinerja operator (pekerja), yang mengakibatkan kurangnya pendengaran, mengganggu tenaga kerja, dan menimbulkan kesalahan dalam berkomunikasi dan bahkan pada taraf yang sangat buruk dapat menimbulkan ketulian, atau dapat menimbulkan reaksi protes dari masyarakat sekitar pabrik.

Kebisingan dari mesin dapat dikurangi dengan diberi penutup fiber

glass atau ditempatkan di atas bahan yang lunak seperti karet, plastik, asbes

dan lain-lain. Pada industri yang bersih, penggunaan karpet dapat mengurangi kebisingan. Namun jika kebisingan masih belum dapat diatasi, maka pekerja harus memakai pelindung telinga (ear protection). Macam-macam pelindung telinga antara lain cotton balls, swedish wool, earplugs, molded ear caps,

(11)

2. Penerangan

Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja melihat pekerjaannya dengan teliti, cepat, dan tanpa usaha yang keras, serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan. Sebaliknya penerangan yang kurang baik akan menimbulkan kesalahan, kelelahan dan keterlambatan dalam melakukan pekerjaan. Hal ini disebabkan karena pekerja harus bekerja keras untuk memastikan hal yang dikerjakannya benar dalam kondisi penerangan yang kurang baik. Bahkan mata yang bekerja keras terus-menerus dan kelelahan pada akhirnya akan menimbulkan kelelahan mental. Gejala-gejala yang ditimbulkan antara lain adalah sakit kepala, penurunan kemampuan intelektual, daya konsentrasi, dan kecepatan. Penerangan yang baik akan sangat dipengaruhi ukuran obyek, derajat kontras, luminasi dan lamanya melihat. Pada prinsipnya semakin teliti suatu pekerjaan diperlukan tingkat penerangan yang lebih baik pula.

Menurut Suma‟mur (1980), usaha yang harus dilakukan untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan nyaman adalah :

a. Mencegah cahaya yang berlebihan b. Warna yang tepat pada lingkungan kerja c. Panas yang tidak berlebihan pada tempat kerja d. Pembagian cahaya / luminasi yang tepat

Satuan-satuan yang berhubungan dengan penerangan antara lain adalah lumen dan lux. Lumen adalah arus cahaya yang ditimbulkan oleh sumber cahaya ke semua arah dan lux adalah satuan penerangan dimana tiap m2 jatuh arus cahaya 1 lumen. Konversi lux ke lumen adalah 1 lux = 1 lumen/m2.

3. Suhu

Pengaturan suhu yang tepat akan dapat meningkatkan produktifitas dan efisiensi kerja. Suhu udara yang terlalu tinggi akan mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi, mengganggu kecermatan kerja otak, dan mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris. Sedangkan suhu udara yang terlalu dingin akan mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya

(12)

koordinasi otot. Menurut Suma‟mur (1980), suhu udara kerja yang terlalu tinggi dapat menyebabkan :

a. Heat Cramps, yaitu proses kehilangan garam tubuh akibat pengeluaran

keringat yang berlebihan. Gejala-gejala yang ditimbulkan seperti kejang-kejang otot tubuh dan perut.

b. Heat Exhaustion, biasanya timbul akibat kurang adanya aklimitasi. Gejala

yang ditimbulkan adalah keringat banyak keluar sedangkan suhu tubuh relatif normal.

c. Heat Stroke, yaitu dengan gejala suhu badan naik sedangkan kulit kering

dan panas.

d. Millairia, yaitu kelainan kulit sebagai akibat keluarnya keringat yang

berlebihan.

4. Kelembaban (Humidity)

Kelembaban dalam hal ini adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara (dinyatakan dalam %). Kelembaban ini sangat berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara sekitar. Suatu keadaan dimana udara sangat panas dan kelembaban tinggi akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran karena sistem penguapan. Pengaruh lainnya adalah semakin cepatnya denyut jantung karena semakin aktif peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen.

Gambar

Gambar 1 dibawah ini menujukkan lima prinsip dasar dalam menerapkan program

Referensi

Dokumen terkait

Selain 3 tugas pokok tersebut, masing-masing pengelola taman nasional juga wajib melaksanakan tugas-tugas lain yang merupakan prasyarat ( prerequisite ) agar 3

Perjanjian Pembiayaan Al-Murabahah adalah bentuk perjanjian jual beli barang antara pihak Bank dalam hal ini adalah penjual dan pihak pembeli dalam hal ini adalah Nasabah,

banyak akan menyebabkan material yang dihasilkan oleh aktivitas gunung berapi seperti sedimen vulkanik yang terdiri dari pasir, abu, kerikil dan material lain akan tertransportsikan

Alfina Susanti warga kelurahan Mattoangin mengatakan bahwa, penyampaian informasi dari pemerintah terkait dengan pelaksanaan program Lorong Garden sangat baik, hal

Dan menurutnya lagi, sejalan dengan apa yang telah diatur dalam Q.S an-Nisa’: 25 adalah merupakan suatu tindakan yang baik dan amat bijak untuk tetap menghadirkan seorang wali

1) Mengetahui valueapa yang akan ditawarkan kepada pelanggan dan konsisten dalam penciptaan value tersebut. Sebisa mungkin, ciptakan value yang berbeda

Penelitian yang dilakukan oleh Sugianto Arifin mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang berjudul “Perbandingan Hasil Belajar Siswa Antara Siswa Yang Mengikuti Bimbingan

Berdasarkan hasil olahan optimal pada Tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sumberdaya yang menjadi pembatas (kendala aktif) adalah Lahan Green House dengan nilai dual price