Achmad Sofian NIM 106150101111001 PSLP PPSUB
Wilayah ini memiliki peranan yang sangat
penting. Sumberdaya di wilayah ini selain
menyediakan barang dan jasa, juga menjadi
tulang punggung (
backbone
) dari
pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir dan
sumber penghasilan masyarakat serta sebagai
asset
bangsa yang penting. Wilayah ini juga
memiliki peranan penting dilihat dari segi
ekologis, diantaranya sebagai penyeimbang
ekosistem dan penyedia berbagai kebutuhan
hidup bagi hewan dan sebagainya (Fauzi
Interaksi manusia yang tak seimbang
terhadap wilayah pesisir ini, jika terjadi
terus-menerus akan menyebabkan penurunan
potensi sumberdaya alam seperti mencegah
banjir, akibat pasang laut, penurunan stok
produksi ikan, dan penurunan produksi udang
yang pada akhirnya merugikan masyarakat
aingkumaha.blogspot.com
burung-nusantara.org
konservasi adalah pengelolaan
sumber daya alam untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana
serta kesinambungan
ketersediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan
kualitas nilai serta
keanekaragamannya
konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil adalah upaya perlindungan,
pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta
ekosistemnya untuk menjamin
keberadaan, ketersediaan, dan
kesinambungan Sumber Daya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas
nilai dan keanekaragamannya.
Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang
dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil secara
berkelanjutan.
Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang
tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk
dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus)
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Rehabilitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil adalah proses pemulihan dan perbaikan
kondisi Ekosistem atau populasi yang telah rusak
walaupun hasilnya berbeda dari kondisi semula.
konservasi mengandung 2 hal :
Konservasi berarti menjamin kelestarian
pemanfaatan untuk generasi kini maupun
generasi mendatang
Konservasi berarti memelihara potensi
agar kebutuhan dan aspirasi generasi
mendatang dapat tercukupi
CONTOH DAERAH YANG CUKUP BERHASIL DALAM
KONSERVASI DI WILAYAH PESISIR
orang dari luar desa diizinkan menangkap ikan di perairan
desa ini jika membayar kepada pemerintah desa sejumlah
tertentu setiap kali operasi penangkapan atau setiap trip.
Jika nelayan pendatang menetap selama beberapa lama di
desa ini dengan tujuan untuk menangkap ikan, mereka
harus membayar kepada pemerintah desa sejumlah uang
setiap bulan.
Bahan peledak dan racun ikan tidak boleh digunakan
siapapun.
kayu kokor (mangrove) boleh ditebang untuk keperluan
rumah tangga sendiri.
Untuk keperluan komersial dalam bentuk usaha bersama
dengan orang dari luar desa, aturannya untuk setiap
penebangan satu kubik kayu harus membayar kepada
pemerintah desa sejumlah yang ditentukan. Separuh dari
pembayaran itu harus ditanggung orang desa yang
mengadakan kerjasama tersebut yang tidak lain adalah
pemegang hak ulayat terhadap hutan mangrove itu.
Separuhnya lagi dibayar mitranya yang berasal dari luar
desa.
Jika ada pelanggaran penangkapan ikan oleh
orang luar desa, tindakan awal masyarakat
dan pemerintah desa terhadap pelanggar
adalah teguran yang disertai dengan surat
pemberitahuan tentang pelanggaran itu
kepada pemerintah desa asal yang
bersangkutan, camat, dan polisi kecamatan.
Jika pelangggaran terjadi lagi untuk kedua
kalinya, alat tangkap ikan yang digunakan
akan disita untuk desa. Jika terjadi
pelanggaran yang ketiga kalinya,
penyelesaian melalui pengadilan sipil.
Nikijuluw, 2002
Hutan Mangrove Desa Penunggul Kecamatan Nguling Kabupaten
Pasuruan merupakan wilayah Kecamatan di sebelah timur Kabupaten Pasuruan yang berbatasan Langsung dengan Kabupaten Probolinggo.
Wilayah pesisir Kecamatan Nguling sebelumnya merupakan areal
pertambakan hasil konversi kawasan mangrove dan jarang sekali ditumbuhi tanaman, bahkan terjadi abrasi yang tiap tahun
semakin mendekati pemukiman.
Pelestarian ini dilatarbelakangi adanya kepedulian masyarakat
dengan tokohnya Pak Mukarim dalam menjaga kelestarian lingkungan khususnya hutan mangrove.
Pada tahun 1982 Pak Mukarim berinisiatif menanam, pohon bakau
di sepanjang bibir pantai desanya. Berkat kerja keras, saat ini hutan mangrove yang ada sudah mencapai 105 ha dan panjang kurang lebih 2 Km di bibir pantai Desa Penunggul,
ada 4 jenis tanaman bakau yang terdapat di hutan mangrove ini,
diantaranya Rhyzophora mucronata, Rhyzaphora apiculata,
Susanto dan murwani, 2006
Sumber daya alam hutan bakau merupakan potensi
yang sangat besar jika dikelola dengan baik dan
benar.
kenyataannya akibat adanya alih lahan dari sebagian
besar kawasan bakau tersebut untuk lahan tambak,
berdampak pada menurunnya produktivitas perairan
pada kawasan bakau tersebut baik secara kualitas
maupun kuantitas.
dapat dilihat dengan semakin menurunnya hasil usaha
perikanan dari para petambak dan semakin
menurunnya kualitas perairan secara ekologis pada
kawasan tersebut.
Banyak sekali tambak-tambak yang menjadi tidak
produktif dan dibiarkan terbengkelai tanpa bisa
dimanfaatkan kembali.
nilai tambah ekonomis dapat diperoleh apabila
dapat memanfaatkan kembali lahan tambak yang
rusak tersebut dengan perbaikan secara ekologis.
Perbaikan perlu dilakukan untuk mengembalikan
fungsi utama dari lahan tambak sebagai habitat
bagi kehidupan berbagai biota didalamnya.
Melalui perbaikan secara fisik, kimia dan biologis
diharapkan lahan tambak yang rusak akan
berfungsi kembali dan menjadi ekosistem
perairan yang berguna.
tambak-tambak dari hasil konversi/ alih lahan
kawasan bakau ini semakin luas dan banyak yang
tidak berfungsi, sehingga perlu usaha rehabilitasi
untuk mengembalikan fungsinya.
untuk mengembalikan kawasan bakau ini
memerlukan biaya yang sangat besar dan waktu
yang lama
Pendekatan terpadu terhadap konservasi dan
pemanfaatan sumbedaya hutan bakau memberikan
kesempatan untuk mempertahankan kondisi kawasan
hutan bakau tetap bagus sementara budidaya perairan
payau dapat menghasilkan keuntungan ekonomis.
Silvofishery adalah suatu bentuk usaha terpadu antara
budidaya pohon bakau dan budidaya perikanan air
payau. Sistem ini merupakan budidaya perairan yang
biayanya relatif rendah. Pendekatan terpadu terhadap
konservasi dan pemanfaatan sumbedaya hutan bakau
memberikan kesempatan untuk mempertahankan kondisi
kawasan hutan bakau tetap bagus sementara budidaya
perairan payau dapat menghasilkan keuntungan
ekonomis.
Faktor penting lainnya adalah teknologi ini menawarkan
alternatif yang praktis untuk tambak yang lain dari yang
ada, yang seringkali tidak berkelanjutan (
un
sustainable
). Silvofishery menganekaragaman produk
dari daratan dan perairan dalam kerangka kerja yang
ramah lingkungan dalam ekosistem hutan bakau
Pemanfaatan mangrove secara lestari melalui pola
silvofishery
memberikan dampak ekologis yang baik:
Kesuburan substrat (kandungan N, P, K) tambak s
ilvofishery
model empang parit (masih ada mangrove) yang relatif
lebih tinggi dibandingkan tambak biasa (tanpa mangrove)
Dalam substrat tambak biasa mengandung bahan pencemar
berbahaya merkuri 16 kali lebih besar dibandingkan
substrat mangrove dan 14 kali lebih besar dari tambak
empang parit
Dari aspek keanekaragaman makhluk hidupnya, tambak
empang parit
(silvofishery)
memiliki kemiripan komunitas
phytoplankton dan benthos yang lebih tinggi dengan
mangrove asli dibandingkan tambak biasa
(non
silvofishery)
Dengan demikian pemanfaatan mangrove dengan pola
silvofishery
menampakkan keragaan (performa) ekologis
yang lebih baik.
Perencanaan Tata Ruang Kawasan pantai
(garis pantai) merupakan batas di daratan
yang berbatasan langsung dengan kawasan
perairan. Pemanfaatan ruang diutamakan
bagi kegiatan yang berhubungan dengan
kawasan perairan. Pemanfatan ruang
diutamakan bagi kegiatan yang berhubungan
dengan aktivitas di perairan, seperti
pertambakan, pelabuhan, industri kelautan
dan lain-lainnya.
Kemampuan daya dukung ruang, kemampuan daya dukung yang
dimaksud adalah seberapa besar ruang tersebut dapat
berproduksi secara optimal dengan tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, sehingga kelestarian produksi tetap terjamin.
Lokasi pertambakan sebaiknya jauh dari pengaruh limbah indutri,
pertanian, pelabuhan, pertambangan dan sebagainya.
Terletak pada kawasan yang mudah memperoleh air bersih dan
arus yang kuat untuk memperlancar/pengenceran pembuangan limbah.
Faktor-faktor fisik dan hidro-oceanografi sangat mempengaruhi
terhadap budidaya tambak, antara lain : topografi, kualitas tanah, subtrat, klimatologi, faktor hidro oceanografi
(temperatur, salinitas, kadar oksigen terlarut, kadar nitrat dan nitrit. pola arus, arus pasang surut, derajat keasaman,
kecerahan). Pemilihan lokasi pada kawasan mangrove dapat
ditempatklan sebagai kawasan jalur hijau (green belt) dan harus
diapit oleh aliran air yang masuk (river inflow) dan aliran air
yang keluar (river outflow). Dengan demikian kawasan mangrove
Penetapan kawasan pertambakan harus
mempertimbangkan perbedaan pasang surut air laut
yang ideal.
Kawasan pantai yang memiliki stok kekayaan ikan
yang tinggi hendaknya dijaga dan dipertahankan
sehingga fungsinya sebagai areal perikanan dapat
dikembangkan secara penuh.
Perencanaan areal pertambakan hendaknya tidak
mengganggu saluran drainase dan tidak menimbulkan
dampak yang merugikan seperti perembesan air asin
kearah pedalaman.
Pelaksanaan pembangunan pertambakan harus
mampu mencegah terbentuknya sarang penyakit
seperti malaria dan filariasis.
Perencanaan areal pertambakan diarahkan pada
lokasi yang hanya mengalami sedikit tekanan
perubahan lingkungan dan harus diproteksi dari
usaha-usaha lain selain pertambakan.
Kelas Daya Dukung Definisi dan Rekomendasi
Daya Dukung Tinggi (Skor 734 ≥ n ≥ 510)
Yaitu apabila lahan tidak mempunyai pembatas yang berarti untuk mempertahankan tingkat pemanfaatan yang harus diterapkan, juga tidak berarti terhadap produksinya. Arahan teknologi yang dianjurkan : a. Teknologi sederhana harus diprioritaskan dengan besar prosentase tidak kurang dari 50 % dari areal pertambakan yang tercover
b. 50 % areal lebihnya adalah pembagian secara bebas antara teknologi maju dan madya
Daya Dukung Sedang (Skor 509 ≥ n ≥ 393)
Yaitu apabila lahan mempunyai pembatas yang agak berarti untuk
mempertahankan tingkat pemanfaatan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan meningkatkan masukan yang diperlukan. Arahan teknologi yang dianjurkan :
a. 20 – 75 % dari areal pertambakan menggunakan teknologi sederhana b.25 – 80 % dari areal pertambakan menggunakan teknologi madya, dan c. 0 % dari areal pertambakan menggunakan teknologi maju.
Daya Dukung Rendah (Skor 392 ≥ n ≥ 285)
Yaitu apabila lahan mempunyai pembatas yang berarti atau serius untuk mempertahankan tingkat pemanfaatan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan lebih meningkatkan masukan yang
diperlukan.
Arahan teknologi yang dianjurkan :
Upaya pengembangan sebagai daerah penyangga ataupun upaya konservasi.
Pengelolaan konservasi wilayah pesisir tidak terlepas dari
pengelolaan sumberdaya pesisir secara keseluruhan.
Konservasi sumberdaya wilayah pesisir adalah upaya
melindungi melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya
untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan
kesinambungan bagi generasi sekarang maupun yang akan
datang.
Dukungan kebijakan kebijakan nasional dalam
pengembangan kawasan konservasi pesisir dibuat secara
menyeluruh dan terpadu serta mempertimbangkan
desentralisasi dalam pelaksanaannya
a.
undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Implikasi UU No. 32 Tahun 2004
implikasi UU No.32 Tahun 2004 terhadap
pengelolaan sumberdaya pesisir secara
berkelanjutan yaitu :
1.
Implikasi sinergis, apabila setiap pemerintah dan
masyarakat di wilayah otonomi menyadari arti
penting dari pengelolaan suberdaya pesisir secara
berkelanjutan, sehingga pemanfaatan sumberdaya
pesisir dilakukan secara bijaksana dengan
menerapkan kaidah-kaidah pembangunan
berkelanjutan.
2.
Implikasi negatif akan muncul apabila setiap
daerah berlomba mengeksploitasi sumberdaya
pesisir tanpa memperhatikan kaidah-kaidah
pembangunan berkelanjutan.
Pelestarian dan Perlindungan Sumberdaya Pesisir seperti hutan
mangrove
Perencanaan dan Pelaksanaan Program Sabuk Hijau Mangrove di
wilayah pesisir termasuk mengembalikan lahan-lahan pesisir yang rusak
Mengokohkan aturan-aturan di masyarakat yang mendukung
pelestarian sumberdaya pesisir
Mengembangkan dan menyebarluaskan keberhasilan
daerah-daerah yang telah berhasil menyelamatkan lingkungan pesisir ke daerah lainnya
Mensupport para tokoh penyelamat lingkungan di wilayah-wilayah
pesisir bukan hanya penghargaan tetapi juga bantuan riil baik kepada pribadinya maupun dukungan terhadap kekontinyuan kegiatan lingkungan selanjutnya
Rehabilitasi lahan tambak dengan sistem silvofishery dan
pendampingan secara berkesinambungan
Pengendalian Alih Fungsi Lahan di Wilayah Pesisir
Harmonisasi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan
upaya-upaya pengembangan pengelolaan yaitu
melalui kolaborasi antara masyarakat dengan
pemerintah atau
co-management
sehingga
kelemahan yang ada bisa diatasi dan
pengelolaan bisa lebih efektif.
Memberi pengakuan dan revitalisasi
(penghidupan kembali) praktik-praktik
pengelolaan sumberdaya pesisir yang sangat
mendukung kelestarian sumberdaya alam yang
selama ini dilakukan oleh masyarakat
Penguatan kelembagaan baik lembaga
adat maupun kelompok masyarakat untuk
memperkuat pengawasan
Biasane, 2004. Konstruksi Kearifan Tradisional Dalam Pengelolaan
Perikanan Berkelanjutan
Dahuri, et.al, 2008. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2008
Fandeli, dkk. 2006. Audit Lingkungan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta
Gunawan,H, Chairil Anwar, Reny Sawitri, dan Endang Karlina. 2007. Status
Ekologis Silvofishery Pola Empang Parit Di Bagian Pemangkuan Hutan Ciasem-Pamanukan, Kesatuan Pemangkuan Hutan Purwakarta. Jurnal Penelitian Hutan Konservasi Alam Vol. IV No. 4 : 429-439, 2007
Harahab, N. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove dan
Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir.Graha Ilmu.Yogyakarta
Nikijuluw, 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. PT Pustaka
Cidesindo. Jakarta
Saparinto, C.2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Penerbit Dahara
Prize. Semarang
Susanto dan Sri Murwani. 2006. Analisis Secara Ekologis Tambak Alih
Lahan Pada Kawasan Potensial Untuk Habitat Kepiting Bakau (Scylla sp). Seminar Nasional Limnologi 2006 Widya Graha LIPI Jakarta, 5 September 2006
UU No.27 tahun 2007 UU No.32 Tahun 2009