• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDUGAAN KORELASI ANTARA KARAKTERISTIK TANAH TERHADAP CADANGAN KARBON (CARBON STOCK) PADA HUTAN SEKUNDER RINAL SYAHPUTRA LUBIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDUGAAN KORELASI ANTARA KARAKTERISTIK TANAH TERHADAP CADANGAN KARBON (CARBON STOCK) PADA HUTAN SEKUNDER RINAL SYAHPUTRA LUBIS"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENDUGAAN KORELASI ANTARA KARAKTERISTIK TANAH TERHADAP CADANGAN KARBON (CARBON STOCK) PADA

HUTAN SEKUNDER

RINAL SYAHPUTRA LUBIS

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

PENDUGAAN KORELASI ANTARA KARAKTERISTIK TANAH TERHADAP CADANGAN KARBON (CARBON STOCK) PADA

HUTAN SEKUNDER

RINAL SYAHPUTRA LUBIS

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

iii

RINGKASAN

RINAL SYAHPUTRA LUBIS. Pendugaan Korelasi antara Karakteristik Tanah terhadap Cadangan Karbon (Carbon Stock) pada Hutan Sekunder. Dibimbing oleh OMO RUSDIANA

Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem yang erat kaitannya dengan proses alam yang memiliki peranan kompleks dalam menjaga stabilitas terhadap komponen-komponen penyusun ekosistem. Peranan kompleks hutan diantaranya adalah menjaga stabilitas iklim global dan proteksi lapisan tanah. Berkaitan dengan stabilitas iklim global dan isu internasional yaitu perubahan iklim, hutan mempunyai peranan penting yaitu sebagai sumber emisi karbon (source) dan penyerap karbon dan menyimpannya (sink). Berkaitan dengan stabilitas dan proteksi lapisan tanah, tanah memiliki karakteristik yang dapat membantu pertumbuhan vegetasi. Semakin besar kesuburan tanah maka semakin besar pertumbuhan vegetasi sehingga diduga akan semakin besar karbon yang akan tersimpan pada tegakan maupun tumbuhan bawah atau serasah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui simpanan karbon dan karakteristik atau kualitas tempat tumbuh yang terkandung pada hutan sekunder, menduga dan mengetahui apakah karakteristik tanah memiliki korelasi terhadap tinggi rendahnya karbon tersimpan pada hutan sekunder.

Karbon tersimpan pada hutan sekunder sebesar 41948,75 kg/ha dimana 91,36% atau setara dengan 38326 kg/ha karbon tersimpan pada tegakan dan 8,64% atau setara dengan 3622,75 kg/ha karbon tersimpan pada tumbuhan bawah dan serasah. Kemudian hasil dari karakteristik tanah yang diperoleh diantaranya adalah pH = 4,22, KTK = 17,05 me/100gr, C-organik = 2,86 %, bahan organik = 4,97 %, N-total = 0,27 %, C/N rasio = 10,73 %, P-total = 2,22 ppm, K-total = 0,34 me/100gr, bobot isi = 1,1 gr/cm3, dan porositas tanah = 57,96 %. Jika dilihat keseluruhan baik sifat kimia dan kandungan hara tanahnya, maka status kesuburan tanah termasuk ke dalam kategori rendah. Hal ini dikarenakan kandungan unsur P di dalam tanah sangat rendah sehingga kesuburan tanahnya rendah.

Setelah dilakukan uji korelasi antara karakteristik tanah terhadap karbon tersimpan (C-stock) diperoleh bahwa pH, C-organik, bahan organik, N-total, dan K tanah yang memiliki korelasi atau pengaruh terhadap karbon tersimpan pada hutan sekunder tersebut.

(4)

iv

SUMMARY

RINAL SYAHPUTRA LUBIS. Estimation Correlation between Soil Characteristics Toward Reserved Carbon (Carbon Stock) in the Secondary Forest. Supervised by OMO RUSDIANA

Forest ecosystem is a unity which is closely related to the natural processes that have a complex role in maintaining the stability of constituent components of the ecosystem. The complex role of the forest is to maintain the stability of the global climate and soil protection. Related to global climate stability and international issues of climate change, forests have an important role as a source of carbon emissions (source) and carbon sinks and stores (sink). Related to the stability and the protection of soil, soil has characteristics that can help the growth of vegetation. The greater fertility of the soil, the greater expected growth of vegetation, it can be implied that the greater the carbon stored on the forest stand as well as on the under plants or litter. Therefore, this study aims to determine carbon deposits and the characteristics or site qualities in secondary forests, suspect and find out whether the characteristics of the soil has a high or low correlation to the carbon stored in secondary forest.

Carbon stored in secondary forests of 41948,75 kg/ha of which 91,36%, equivalent to 38326 kg/ha of carbon stored in standing and 8,64%, equivalent to 3622,75 kg/ha of carbon stored in plants and litter below. Then the results obtained from soil characteristics include pH = 4,22, CEC = 17,05 me/100gr, C-organic = 2,86 %, C-organic matter = 4,97 %, N-total = 0,27 %, C/N ratio = 10,73 %, P-total = 2,22 ppm, K-total = 0,34 me/100gr, bulk density = 1,1 gr/cm3, and soil porosity = 57,96 %. When viewed overall, whether chemical composition and nutrient content of soil, conclude that the soil fertility status fall into the low category. This is because the content of the element P in the soil is so low that indicates a low soil fertility.

After tested the correlation between soil characteristics and stored carbon (C-stock) is obtained that the pH, the C-organic, organic matter, total N, and K soil has a correlation or effect of carbon stored in the secondary forest.

(5)

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pendugaan Korelasi antara Karakteristik Tanah terhadap Cadangan Karbon (Carbon Stock) pada Hutan Sekunder” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebut dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

Rinal Syahputra Lubis NRP. E44070008

(6)

vi

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pendugaan Korelasi antara Karakteristik Tanah terhadap Cadangan Karbon (Carbon Stock) pada Hutan Sekunder

Nama Mahasiswa : Rinal Syahputra Lubis Nomor Induk Mahasiswa : E44070008

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Omo Rusdiana, M. Sc NIP. 19630119 198903 1 003

Diketahui :

Ketua Departemen Silvikultur

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS. NIP. 19601024 198403 1 009

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pendugaan Korelasi antara Karakteristik Tanah terhadap Cadangan Karbon (Carbon Stock) pada Hutan Sekunder”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik pada saat penyusunan proposal, pelaksanaan kegiatan penelitian, dan pada saat penyelesaian skripsi. Dengan menyadari ketidaksempurnaan diri sebagai manusia, penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Desember 2011

(8)

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis dengan kerendahan hati ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan ilmu kepada penulis.

2. Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, M.Si dan Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku dosen yang telah memberikan bimbingan, arahan dan ilmu kepada penulis.

3. Seluruh dosen pengajar di Departemen Silvikultur yang telah memberikan bimbingan, arahan dan ilmu kepada penulis.

4. Ahmad Husin dan keluarga yang telah memberikan motivasi dan dorongan baik moral maupun materiil sehingga dapat menjalankan perkuliahan sampai tugas akhir ini.

5. Dinas Kehutanan Kabupaten Tabalong yang telah membantu dan memfasilitasi dalam pengambilan data penelitian.

6. Arifudin yang telah membantu dan memfasilitasi dalam pengambilan data penelitian.

7. Keluarga (Ir. Amir Hud Lubis, Hj. Ischairina Lubis, abang Ahmad Fauzi Lubis, Abang Syahrin Azmir Lubis, kakak Ulfa Izmi Lubis, adik Muhammad Rizki Ramadhan Lubis, dan saudara lainnya) yang telah memberikan motivasi dan semangat sehingga dapat menjalankan perkuliahan sampai tugas akhir ini. 8. Keluarga besar Fosma IPB, Fosma Bogor, FKA ESQ 165 yang telah

memberikan motivasi, semangat dalam menjalankan kehidupan ini sehingga berdampak positif terhadap perkuliahan sampai tugas akhir ini.

9. Keluarga besar Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB tahun 2009 dan 2010 yang telah memberikan banyak pengalaman berorganisasi sehingga berdampak positif terhadap perkuliahan dan kehidupan sehari-hari. 10. Keluarga besar Tata Usaha Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB

yang telah membantu dan memudahkan dalam hal administrasi perkuliahan dan tugas akhir ini.

11. Keluarga besar Laboratorium Pengaruh Hutan yang telah memberikan fasilitas dalam proses penelitian ini.

(9)

ix 12. Teman-teman mahasiswa Silvikultur 44 dan semua pihak yang telah

memberikan bantuan dalam proses penelitian.

Bogor, Desember 2011

(10)

x

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, 28 Agustus 1989, sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Ir. Amir Hud Lubis dan Hj. Ischairina Lubis. Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 060847 Medan tamat pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 16 Medan dan tamat pada tahun 2004, selanjutnya meneruskan pendidikan di SMA Swasta Kartika I-2 Medan dan berhasil tamat pada tahun 2007. Sejak di SMA, penulis sudah mulai aktif di Organisasi antara lain Organisasi Intra Sekolah (OSIS) pada tahun 2006 sebagai wakil ketua II, Rohis pada tahun 2006 sebagai wakil ketua, pramuka pada tahun 2006 sebagai kabid. Teknisi Kepramukaan.

Pada tahun 2007, penulis diterima di Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Selama kuliah penulis aktif juga dalam organisasi kemahasiswaan, seperti DKM Al-Hurriyah sebagai anggota Divisi Pengembangan Umat (2008-2009), Forum Silahturahmi Mahasiswa Alumni (FOSMA) ESQ Komisariat IPB sebagai anggota Divisi Informasi dan Komunikasi (2008-2009), FOSMA ESQ daerah Bogor sebagai anggota Divisi Sosial dan Kemasyarakatan (2008-2009), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan IPB sebagai kepala Divisi Kemahasiswaan, Kesejahteraan Sosial Lingkungan (2009), BEM Fakultas Kehutanan IPB sebagai kepala Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (2010).

Selain itu, penulis juga aktif dalam kepanitiaan, seperti Bina Corps Rimbawan sebagai Logistik dan Transportasi (2009), Training ESQ di IPB sebagai penanggungjawab kegiatan (2010), dan lainnya. Penulis juga pernah mengikuti pelatihan seperti Training ESQ Basic tahun 2007, Training Lanjutan

ESQ Mission and Character Building tahun 2008, Training Lanjutan ESQ Self Controlled and Collaboration tahun 2010, Training Green Earth Indonesia “Soil Amendment for Improving Degraded Mine Site After Mining and Oil/Gas Operations”. Semasa perkuliahan penulis juga dipercaya untuk menjadi asisten praktikum pengaruh hutan semester ganjil tahun ajaran 2010-2011 dan dendrologi tahun 2011.

(11)

xi Kegiatan praktek yang telah dilakukan oleh penulis dibidang kehutanan yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Papandayan dan Sancang Timur pada tahun 2009, kemudian Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) pada tahun 2010 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi, Cianjur, Bandung dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNHS). Pada tahun 2011, penulis melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di PT Riau Andalan Pulp And Paper, Estate Cerenti-Riau Fiber.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pendugaan Korelasi antara Karakteristik Tanah terhadap Cadangan Karbon (Carbon Stock) pada Hutan Sekunder” dibawah bimbingan dan arahan Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc.

Bogor, Desember 2011

(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

1.3. Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Peranan Hutan dan Perubahan Iklim ... 3

2.2. Ekosistem Hutan ... 4

2.3. Potensi Biomassa dan Simpanan Karbon ... 6

2.4. Kualitas Tempat Tumbuh ... 9

III. METODOLOGI ... 16

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 16

3.2. Alat dan Bahan ... 17

3.3. Metode Pengambilan Data ... 17

a. Jenis Data ... 17

b. Metode Pengumpulan Data ... 18

3.4. Analisis Data ... 20

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 23

4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah ... 23

4.2. Kondisi Topografi ... 25

4.3. Tanah dan Geologi ... 26

4.4. Iklim ... 27

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

5.1. Karakteristik Vegetasi ... 29

5.2. Simpanan Karbon ... 31

5.3. Kualitas Tempat Tumbuh ... 35

(13)

xiii

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

6.1. Kesimpulan ... 44

6.2. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karbon tersimpan di setiap tipe ekosistem... 7

2 Persamaan allometrik berdasarkan penelitian terdahulu ... 20

3 Metode analisis... 21

4 Penutupan lahan wilayah kabupaten Tabalong ... 23

5 Data iklim wilayah kabupaten Tabalong rata-rata tahun 1979 -1989 ... 28

6 Vegetasi pada hutan sekunder di desa Santu’un kecamatan Muara Uya kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan ... 29

7 Simpanan karbon tiap jenis vegetasi ... 31

8 Simpanan karbon pada petak penelitian ... 32

9 Nilai derajat kemasaman ... 35

10 Nilai kapasitas tukar kation (KTK) ... 36

11 Data hasil analisis C-organik, N, C/N, P, K ... 37

12 Nilai pengukuran sifat fisik tanah ... 39

13 Karakteristik tempat tumbuh dan simpanan karbon pada hutan sekunder di desa Santu’un kecamatan Muara Uya kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan ... 40

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Peta lokasi pengambilan data ... 16

2 Petak penelitian ... 18

3 Peta administrasi kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan ... 24

4 Lokasi penelitian ... 25

5 Peta kelas lereng kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan ... 25

6 Peta tanah kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan ... 26

7 Peta geologi kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan ... 27

8 Peta iklim kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan ... 28

9 Karbon tersimpan pada tegakan di setiap petak penelitian ... 33

10 Diagram biomassa-karbon tumbuhan bawah dan serasah ... 34

11 Total karbon tersimpan di setiap petak penelitian... 35

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Data vegetasi pada hutan sekunder di desa Santu'un kecamatan Muara Uya

kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan ... 49

2 Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah (Pusat Penelitan Tanah 1983)... 57

3 Nilai statistika variabel uji ... 58

(17)
(18)
(19)

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem yang erat kaitannya dengan proses alam yang memiliki peranan kompleks dalam menjaga stabilitas terhadap komponen-komponen penyusun ekosistemnya. Komponen ekosistem yang dimaksud terdiri atas komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik adalah komponen makhluk hidup, misalnya binatang, tetumbuhan, dan mikroba. Sedangkan komponen abiotik adalah komponen benda mati atau fisik dan kimia yang terdiri atas tanah, air, udara, sinar matahari, dan lain sebagainya yang berupa medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan. Oleh karena daya dukung dari komponen-komponen tersebut terhadap hutan, maka hutan memiliki peranan dan fungsi dalam menjaga stabilitas baik mikro maupun global.

Banyak peranan dan fungsi terhadap hutan, diantaranya adalah stabilitas iklim global dan proteksi lapisan tanah. Berkaitan dengan stabilitas iklim global dan perubahan iklim, hutan dapat berperan sebagai sumber emisi karbon (source) dan penyerap karbon dan menyimpannya (sink). Berkaitan dengan stabilitas dan proteksi lapisan tanah, hutan berperan dalam menjaga kesuburan tanah baik terhadap sifat fisik, kimia, maupun biologi tanahnya.

Karbon tersimpan (C-stock) disetiap penggunaan lahan berbeda-beda. Hal ini dikarenakan faktor biotik yaitu vegetasi dan faktor abiotik yaitu tanah, suhu, curah hujan, dan sebagainya. Sebagian besar karbon terserap atau tersimpan pada hutan baik hutan alam maupun hutan sekunder. Berdasarkan perhitungan karbon dan laju kerusakan hutan yang terjadi, banyak peneliti baik dari luar maupun dalam negeri yang menelaah simpanan karbon baik hutan alam maupun hutan sekunder di Indonesia. Akan tetapi, tingkat keakurasian belum dapat dipastikan bahwa hutan tersebut penyimpan dan penyumbang emisi karbon terbesar. Berdasarkan data FWI/GFW (2002), laju kerusakan hutan kurun waktu 1980-1990 mencapai 1,7 ha per tahun yang kemudian meningkat menjadi 2 juta hektar per tahun setelah tahun 1996. Dari data tersebut, maka Indonesia dijadikan negara penyumbang emisi karbon terbesar di dunia. Hal ini merupakan hal buruk bagi Indonesia. Akan tetapi, hal tersebut masih bisa diatasi dengan salah satu cara yaitu

(20)

perhitungan karbon sehingga dapat mengetahui potensi karbon pada hutan tersebut.

Selain perhitungan karbon, dilakukan juga analisis mengenai karakteristik tanah. Hal ini dikarenakan bahwa tanah memiliki pengaruh terhadap besar kecilnya kemampuan tumbuhan baik tegakan pohon maupun tumbuhan bawah atau serasah dalam penyerapan gas-gas emisi seperti CO2, NO2, dan CH4 di atmosfer. Setelah diketahui karakteristik atau parameter tanah, maka dapat dikorelasikan dengan perhitungan karbonnya. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan untuk mengetahui karakteristik tanah dominan yang mempengaruhi penyerapan karbon.

1.2.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Mengetahui simpanan karbon yang terkandung pada hutan sekunder b. Mengetahui karakteristik atau kualitas tempat tumbuh.

c. Menduga dan mengetahui apakah karakteristik tanah memiliki korelasi terhadap tinggi rendahnya karbon tersimpan pada hutan sekunder tersebut.

1.3.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain dapat memberikan gambaran dan informasi mengenai kandungan karbon dan korelasinya terhadap karakteristik tanah pada hutan sekunder.

(21)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Peranan Hutan dan Perubahan Iklim

Berdasarkan Undang-undang RI No. 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Menurut Arief (1994) dalam Indriyanto (2006), hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan binatang yang hidup dalam lapisan dan di permukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berbeda dalam kesinambungan dinamis. Dengan kata lain, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem yang erat kaitannya dengan proses alam yang memiliki peranan kompleks dalam menjaga stabilitas terhadap komponen-komponen penyusun ekosistem.

Peranan kompleks terhadap hutan tidak hanya skala mikro, akan tetapi sudah menjadi skala makro atau isu internasional. Peranan hutan menyangkut fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial. Menurut Daniel et al. (1992) dalam Bakri (2009), peranan dan fungsi hutan antara lain sebagai pengembangan dan penyediaan atmosfir yang baik dengan komponen oksigen yang stabil, produksi bahan bakar fosil (batubara), pengembangan dan proteksi lapisan tanah, produksi air bersih dan proteksi daerah aliran sungai terhadap sungai, penyediaan habitat dan makanan untuk binatang, serangga, ikan, dan burung, penyediaan material bangunan, bahan bakar dan hasil hutan, dan manfaat penting lainnya seperti nilai estetis, rekreasi, kondisi alam asli, dan taman. Selain itu, peranan hutan lainnya yang harus diperhatikan adalah stabilitas iklim global. Hutan dengan manajemen pengelolaan baik, maka stabilitas iklim akan baik juga. Begitu sebaliknya, jika hutan tidak diurus dengan baik maka stabilitas iklim tidak baik atau yang sering dikatakan dengan perubahan iklim global.

Berkaitan dengan perubahan iklim ini, kehutanan juga mempunyai peranan penting karena hutan dapat menjadi sumber emisi karbon (source) dan juga dapat menjadi penyerap karbon dan menyimpannya (sink). Hutan melalui proses fotosintesis mengabsorbsi CO2 dan menyimpannya sebagai materi organik dalam biomassa tanaman. Ketika terjadi kebakaran hutan, penebangan liar, dan

(22)

konversi hutan telah menyebabkan kerusakan hutan yang berakibat karbon tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan berkurang sehingga terjadi gangguan keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan gas-gas rumah kaca seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen oksida (N2O).

Untuk menurunkan dampak dari pemanasan atau perubahan iklim global diperlukan sebuah upaya mitigasi berupa upaya untuk menstabilkan konsentrasi CO di atmosfer. Upaya tersebut dilakukan dengan cara melakukan penanaman jenis tanaman berkayu pada areal-areal hutan dan lahan yang terdegradasi. Selain itu, diperlukan kegiatan yang dapat mengkuantifikasi pertumbuhan tegakan dan simpanan karbon dalam hutan maupun lahan yang terdegradasi tersebut dimana hasilnya dapat menjadi pertimbangan dalam kebijakan manajemen pengelolaan hutan. Salah satu cara adalah dengan melakukan pengukuran karbon yang tersimpan pada tanaman untuk mengetahui kemampuan tanaman dalam menyerap CO dan menyimpannya ke dalam organ-organ pohon (daun, cabang, batang, dan akar).

2.2.Ekosistem Hutan

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan komponen-komponen lingkungannya seperti komponen biotik yaitu binatang, tetumbuhan, dan mikroba dan komponen abiotik yaitu tanah, air, udara, sinar matahari, dan lain sebagainya yang berupa medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan. Menurut Setiadi (1983), komponen biotik dari suatu ekosistem dapat meliputi senyawa dari elemen inorganik misalnya tanah, air, kalsium, oksigen, karbonat, fosfat, dan berbagai ikatan senyawa organik. Dengan kata lain, ekosistem hutan sangat penting bagi makhluk hidup baik di dalam maupun di luar hutan. Karena keterikatan dan kesinambungan antara komponen yang satu dengan komponen lainnya dalam keberlangsungan hidupnya. Untuk itu, Salah satu cara untuk menjaga stabilitas ekosistem hutan adalah dengan mengukur setiap komponen lingkungan sehingga dapat mengetahui perkembangan dari ekosistem hutan tersebut. Jika data yang diperoleh setiap komponen kriterianya baik, maka ekosistem hutan tersebut baik.

(23)

Sebaliknya, jika data yang diperoleh setiap komponen kriterianya buruk, maka ekosistem hutan tersebut buruk. Oleh karena itu, dengan data tersebut nantinya diperlukan upaya pengelolaan hutan yang lestari.

Berdasarkan keadaan tumbuhan hutan, ekosistem hutan terbagi atas 4 (empat) yaitu:

a. Hutan lebat atau hutan rapat (closed forest)

Menurut Bruenig (1996) dalam Suhendang (2002), hutan lebat merupakan sebidang lahan yang tertutup oleh pohon-pohon yang membentuk total penutupan tajuk pohon lebih dari 10% dari total luas permukaan tanah, biasanya diukur oleh rasio antara luas total proyeksi tajuk tehadap luas permukaan tanahnya.

b. Hutan terbuka atau hutan jarang (open forest)

Menurut Bruenig (1996) dalam Suhendang (2002), hutan terbuka merupakan sebidang lahan yang tertutup oleh pohon-pohon yang membentuk hutan dengan penutupan tajuk pohon secara keseluruhan kurang dari 10% dari total luas permukaan tanah, biasanya diukur oleh rasio antara luas total proyeksi tajuk terhadap luas permukaan tanahnya.

c. Hutan primer (primary forest)

Menurut Bruenig (1996) dalam Suhendang (2002), hutan primer merupakan hutan yang belum pernah mendapatkan gangguan manusia, atau telah mendapatkan sedikit gangguan untuk keperluan berburu, berkumpul, dan penebangan pohon secara individu, bukan tegakan, untuk mengambil buah atau kemenyan yang dampak kerusakannya tidak cukup berarti, sehingga hutan tersebut, secara alami, mampu kembali kepada keadaan mula-mula dalam hal struktur, fungsi dan dinamikanya.

d. Hutan sekunder (secondary forest)

Menurut Bruenig (1996) dalam Suhendang (2002), hutan sekunder merupakan hutan yang tumbuh melalui suksesi sekunder alami pada lahan hutan yang telah mengalami gangguan yang berat, seperti lahan bekas perladangan berpindah atau untuk pertanian menetap, peternakan dan pertambangan.

Hutan sekunder terdapat dimana-mana. Hal ini dikarenakan banyaknya izin usaha untuk mengelola hutan baik Hutan Tanaman Industri (HTI), Hak Pengelolaan Hutan (HPH), pertambangan, peternakan, dan lainnya. Tidak hanya

(24)

itu, hutan sekunder juga bisa terbentuk karena bencana alam, seperti letusan gunung berapi.

2.3.Potensi Biomassa dan Simpanan Karbon

a. Potensi Biomassa dan Karbon pada Tipe Ekosistem

Karbon adalah bahan penyusun dasar semua senyawa organik. Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), pada ekosistem daratan, C tersimpan dalam 3 (tiga) komponen pokok, antara lain:

1. Biomassa, yaitu total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown 1997).

2. Nekromassa, yaitu massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan atau telah tumbang di permukaan tanah, serta tonggak atau ranting dan serasah yang belum lapuk.

3. Bahan organik tanah yaitu sisa makhluk hidup yang telah mengalami pelapukan, baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah.

Pada ekosistem darat atau penggunaan lahan, nilai biomassa dan karbon tersimpannya berbeda-beda. Adapun ekosistem yang memiliki atau penyimpan karbon tertinggi adalah hutan alam. Hutan alam merupakan tempat penyimpan karbon (C) tertinggi dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan pertanian karena hutan alam memiliki keanekaragaman jenis pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak. Jika hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian, perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah C tersimpan akan menurun. Hal ini dikarenakan biomassa hutan menyediakan penaksiran simpanan karbon pada tumbuhan hutan sekitar 50%.

Pada permukaan bumi terdapat kurang lebih 90% biomassa yang terdapat dalam hutan tersimpan di dalam pokok kayu, dahan, daun, akar, serasah, hewan, dan jasad renik. Biomassa tersebut merupakan hasil dari fotosintesis yang berupa selulosa, lignin, gula bersama dengan lemak, pati, protein, dammar, fenol, dan berbagai senyawa lainnya. Berikut ini merupakan tabel karbon tersimpan di setiap tipe ekosistem yang pernah diteliti sebelumnya antara lain yaitu sebagai berikut.

(25)

Tabel 1 Karbon tersimpan di setiap ekosistem (Badan Litbang Kehutanan 2010)

No Tipe Hutan Cadangan Karbon Di Atas

Permukaan Tanah (ton c/ha)

1 Hutan alam dipterokarpa 204,92 – 264,70

2 Hutan lindung 211,86

3 Hutan sekunder bekas kebakaran hutan 7,50 – 55,30

4 Hutan mangrove sekunder 54,10 – 182,50

5 Hutan sekunder bekas tebangan 171,80 – 249,10

6 Hutan alam primer dataran rendah 230,10 - 264,70

7 Hutan alam primer dataran tinggi 103,16

8 Hutan sekunder dataran tinggi 113,20

9 Hutan sekunder dataran tinggi 39,48

10 Hutan gambut 200

11 Hutan alam gambut bekas tebangan dan

sekunder

Bekas tebangan (126,01) Sekunder (83,49)

Untuk menentukan atau mendapatkan nilai karbon tersimpan seperti yang tertera di atas, diperlukan metode pendugaan karbon. Menurut Chapman (1976) dalam Novita (2010), dalam penentuan atau pendugaan biomassa di atas tanah dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu:

1. Metode pemanenan

a. Metode pemanenan individu tanaman

Metode ini diterapkan pada kondisi tingkat kerapatan pohon cukup rendah dengan komunitas jenis sedikit. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam suatu unit area contoh. b. Metode pemanenan kuadrat

Metode mengharuskan memanen semua individu pohon dalam suatu unit area contoh dan menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan mengkonversi berat bahan organik yang dipanen di dalam suatu unit area tertentu.

c. Metode pemanenan individu pohon yang memenuhi luas bidang dasar rata-rata. Metode ini cocok diterapkan pada tegakan dengan ukuran individu yang seragam. Pohon yang ditebang ditentukan berdasarkan rata-rata diameternya dan kemudian ditimbang. Nilai total biomassa diperoleh dengan menggandakan nilai berat rata-rata dari pohon contoh yang ditebang dengan jumlah individu pohon dalam suatu unit area tertentu.

(26)

2. Metode pendugaan tidak langsung a. Metode hubungan allometrik

Persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dengan biomassanya. Untuk membuat persamaan ini, pohon-pohon yang mewakili sebaran kelas diameter ditebang dan ditimbang. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat individu pohon dalam suatu unit area contoh tertentu.

b. Crop meter

Pendugaan biomassa dengan metode ini dilakukan dengan cara menggunakan seperangkat elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu. Biomassa tumbuhan antara dua elektroda dipantau dengan memperhatikan electrical capacitance yang dihasilkan.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biomassa dan Karbon

Biomassa suatu tanaman meliputi semua bahan tanaman yang secara kasar berasal dari hasil fotosintesis, serapan unsur hara dan air yang diolah melalui proses biosintesis. Produksi biomassa tersebut mengakibatkan pertambahan berat dapat diikuti dengan pertambahan ukuran lain yang dapat dinyatakan secara kuantitatif. Tetapi tidak semua bagian tanaman mengalami pertambahan yang sama pada waktu yang sama pula. Bagian terbesar dari biomassa hutan adalah berupa batang-batang pohon yang menyusun tegakan sebagai hasil akumulasi produksi bahan organik selama bertahun-tahun. Adanya hubungan yang sangat erat antara jumlah biomassa tegakan dengan umur tegekan akan diperoleh apabila tegakan tersebut tumbuh pada suatu kondisi pertumbuhan yang sama. Biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh kerapatan tegakan dan kualitas tempat tumbuh. Tegakan yang makin rapat jarak tanamnya akan mempunyai jumlah biomassa yang semakin besar walaupun belum tentu dapat menjamin kualitas produksi.

Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi biomassa tegakan hutan antara lain seperti perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan hutan, suhu dan curah hujan. Suhu dan curah hujan merupakan faktor penunjang agar vegetasi atau tegakan dapat tumbuh dengan baik. Suhu yang optimal dan ketersediaan air yang cukup akan mempercepat pertumbuhan vegetasi atau tegakan itu sendiri

(27)

sehingga jika dilihat perkembangan vegetasinya maka akan mengalami peningkatan dimensi baik diameter, tinggi, volume, dan lainnya. Dengan peningkatan dimensi tersebut maka biomassa vegetasi atau tegakan pun akan semakin besar.

Jika dilihat dari segi komposisi dan struktur tegakan hutannya, semakin banyak komposisi jenis dan struktur tegakan hutannya maka akan semakin besar biomassa yang terkandung. Akan tetapi, hal tersebut harus ditunjang dengan pertumbuhan vegetasi atau tegakan hutannya dan kualita tempat tumbuh.

2.4.Kualitas Tempat Tumbuh

Faktor pendukung atau parameter untuk menilai kondisi hutan adalah kualitas tempat tumbuh. Jika kualitas tempat tumbuh baik maka akan berbanding lurus dengan kondisi hutannya sehingga memiliki sifat-sifat tanah yang baik seperti fisika tanah, kimia tanah, dan biologi tanahnya. Tidak hanya itu, kemampuan hutan seperti penyerapan karbon, siklus hidrologi, dan lainnya akan baik juga. Menurut Hardjowigeno (2007), tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman. Selain itu ada beberapa karakteristik tanah yang menentukan kemampuan kesuburan tanah, antara lain:

a. Bobot Isi

Bobot isi (bulk density) menunjukan perbandingan antara bobot tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Satuan bobot isi biasanya ditunjukkan dalam satuan gram/cm3. Bobot isi pada tanah dengan tekstur halus berkisar 1.0-1.3 gram/cm3, sedangkan pada tanah dengan tekstur kasar berkisar antara 1.3-1.8 gram/cm3 (Soekardi 1984). Secara umum, tanah-tanah bertekstur halus mempunyai bobot isi lebih rendah daripada tanah bertekstur kasar (Soepardi 1983). Bobot isi menjadi suatu petunjuk tidak langsung terhadap struktur, kepadatan tanah, udara, air, bahan organik, dan penerobosan akar tumbuhan ke dalam tubuh tanah. Tanah yang padat dapat mengganggu pertumbuhan tanaman karena akar-akarnya tidak berkembang dengan baik (Baver

(28)

Besaran bobot isi tanah dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu ataupun dari lapisan ke lapisan, sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah. Keragaman tersebut menunjukkan derajat kepadatan tanah, karena tanah dengan ruang pori berkurang dan berat tanah setiap satuan bertambah menyebabkan meningkatnya bobot isi tanah.

b. Porositas Tanah

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poros berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara keluar-masuk tanah secara leluasa. Berdasarkan diameter ruangnya, pori-pori tanah dibagi menjadi tiga kelas, yaitu makropori apabila berdiameter ≥ 90µm, mesopori 90-30 µm, dan mikropori < 30µm. Dominasi fraksi pasir akan menyebabkan terbentuknya sedikit pori-pori makro sehingga luas permukaan menjadi sangat sempit daya pegangnya terhadap air sangat lemah. Tanah dengan dominasi liat akan terbentuk pori-pori mikro sehingga permukaannya menjadi sangat luas dan daya pegang terhadap air sangat kuat. Sedangkan dominasi fraksi debu akan menyebabkan terbentuknya pori-pori meso dalam jumlah sedang sehingga luas permukaannya menjadi cukup luas dan daya pegang terhadap air cukup kuat. c. Derajat Kemasaman Tanah (pH)

Derajat kemasaman tanah (pH) adalah tingkat keasaman atau kebasaan suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai pH 7 hingga 14. Sedangkan untuk nilai pH 7 adalah netral. Nilai pH sangat penting karena larutan tanah mengandung unsur hara seperti Nitrogen (N), Potassium/kalium (K), dan Pospor (P) dimana tanaman membutuhkan dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan terhadap penyakit. Jika pH larutan tanah meningkat hingga > 5,5, maka Nitrogen (dalam bentuk nitrat) menjadi tersedia bagi tanaman. Fospor akan tersedia bagi tanaman pada pH 6-7. Tidak hanya itu, pH yang sesuai terhadap bakteri akan membantu tanaman dalam

(29)

mendapatkan N di atmosfer sehingga nantinya N tersebut dapat digunakan oleh tanaman.

Jika larutan tanah terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang dibutuhkan. Pada tanah masam, tanaman mempunyai kemungkinan yang besar untuk teracuni logam berat sehingga nantinya tanaman akan mati. Reaksi larutan tanah ditentukan oleh kadar H+ dan OH¯. Oleh karena itu, pH tanah sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pada reaksi tanah yang netral, yaitu pH 6.5 – 7.5, unsur hara tersedia dalam jumlah yang optimal. Pada pH tanah < 6, ketersediaan unsur-unsur fosfor, kalium, belerang, kalsium, magnesium, dan molibdinum menurun dengan cepat. Sedangkan pH tanah > 8, akan menyebabkan unsur-unsur nitrogen, besi, mangan, borium, tembaga, dan seng menjadi relatif lebih sedikit.

d. Kapasitas tukar kation (KTK)

Kapasitas Tukar Kation didefisinikan sebagai kemampuan permukaan koloid tanah dalam menjerap dan mempertukarkan kation, yang dinyatakan dalam milligram dalam 100 gram tanah kering oven. Besar kecilnya KTK tanah ditentukan oleh jumlah dan jenis mineral liat, jumlah bahan organik, dan pH tanah. Tanah bertekstur halus yang mengandung lebih banyak liat dan humus akan memiliki KTK yang lebih tinggi (Soepardi 1983). Semakin tinggi kadar liat, maka semakin tinggi KTK.

e. Bahan Organik

Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3-5 persen. Akan tetapi, pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut.

- Sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah. - Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain. - Menambah kemampuan tanah untuk menahan air.

- Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (KTK tanah menjadi tinggi)

(30)

Bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan bahan organik halus atau humus. Humus terdiri dari bahan organik halus yang berasal dari hancuran bahan organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah. Humus merupakan senyawa yang resisten (tidak mudah hancur) berwarna hitam atau coklat dan mempunyai daya menahan air dan unsur hara yang tinggi. Tanah yang banyak mengandung humus atau bahan organik adalah tanah-tanah lapisan atas atau topsoil. Kandungan bahan organik tanah itu sendiri dapat dihitung dari C-organik dengan rumus :

Bahan organik (%) = 1,74 × C-organik (%) f. Nisbah C/N

Nisbah C/N (C/N rasio) dalam bahan organik yang terdapat dalam topsoil

biasanya berkisar antara 8:1 dan 15:1 dengan nilai rata-rata 10:1 sampai dengan 12:1. C/N rasio berbeda-beda pada suatu daerah dengan daerah lainnya tergantung iklim daerah tersebut sehingga C/N rasio dari tanah ke tanah lain juga berbeda. Perbedaan ini berkaitan dengan dengan suhu dan curah hujan. C/N rasio memiliki arti penting bagi tanah, yaitu persaingan yang terjadi jika bahan organik mempunyai C/N rasio yang tinggi dimasukkan ke dalam tanah dan sifat kestabilan nisbah ini dalam tanah. Dengan berlangsungnya pelapukan, karbon dan nitrogen dapat hilang melalui penguapan sedangkan nitrat hilang melalui pencucian atau diserap tanaman. Pada suatu saat kecepatan hilangnya kedua unsur ini akan berbanding lurus (sama). Pada saat ini apapun yang terjadi nisbah karbon dan nitrogen menjadi mantab (Soepardi 1983).

C/N rasio merupakan indikator yang menunjukkan proses mineralisasi dan immobilisasi N oleh mikroba dekomposer bahan organik. Apabila C/N rasio < 20 menunjukkan terjadinya mineralisasi N, apabila C/N rasio > 30 artinya terjadi immobilisasi N, sedangkan jika di antara 20-30 berarti mineralisasi seimbang dengan immobilisasi.

g. Nitrogen Tanah

Menurut Munawar (2011), Nitrogen merupakan bagian dari semua sel hidup. Di dalam tanaman, N berfungsi sebagai komponen utama protein, hormon,

(31)

klorofil, vitamin, dan enzim-enzim esensial untuk kehidupan tanaman. Nitrogen ini menyusun 40% - 50% bobot kering protoplasma, bahan hidup sel tanaman. Oleh karena itu, N diperlukan dalam jumlah besar untuk seluruh proses pertumbuhan di dalam tanaman. Metabolisme N merupakan faktor utama pertumbuhan vegetatif, batang, dan daun. Tanaman yang mendapatkan pasokan N cukup, pertumbuhan vegetatifnya baik dengan ciri-ciri warna hijau tua, sebagai akibatnya fotosintesis lebih banyak. Pasokan N yang terlalu banyak dapat menunda pembungaan, pembentukan buah, menipisnya bahan dinding sel sehingga dengan mudah diserang oleh hama dan penyakit, dan mudah terpengaruh oleh kekeringan dan kedinginan. Sebaliknya, kekurangan pasokan N menyebabkan daun menguning, pertumbuhan kerdil, dan gagal panen. Ketersediaan N tanah itu sendiri dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti iklim dan macam vegetasi yang dipengaruhi oleh keadaan setempat seperti topografi, batuan induk, kegiatan manusia, dan waktu.

Sekitar 98% total N dunia berasal dari litosfer dalam bentuk mineral dan amonium terfiksasi dalam mineral liat. Sekitar 2% total N tanah berasal dari atmosfer yang konsentrasinya 78% N2 sebagai bentuk yang tidak dapat langsung diserap oleh tanaman karena mempunyai ikatan rangkap tiga yang sangat kuat. Oleh karena itu, N2 atmosfer harus diubah menjadi tersedia bagi tanaman agar dapat digunakan oleh tanaman. Menurut Tisdale et al. (1990) dalam Munawar (2011), ada beberapa mekanisme perubahan bentuk N2 di udara menjadi bentuk yang dapat digunakan tanaman, yaitu:

- Penambatan N oleh bakteri Rhizobia dan jasad renik lain secara simbiosis pada akar tanaman legum dan bukan legum.

- Penambatan N oleh jasad renik hidup bebas dan yang hidup pada berbagai daun tanaman.

- Penambatan N lewat petir.

- Penambatan sebagai amoniak, NO3¯, atau CN2¯ melalui proses industri pupuk N.

Bentuk N-tanah dibedakan menjadi N inorganik dan organik. Menurut Tisdale et al. (1990) dalam Havlin et al. (2005), sekitar 95% atau lebih N di tanah permukaan berada dalam bentuk organik. Dari segi kesuburan tanah dan nutrisi

(32)

tanaman, N-inorganik di dalam tanah yang paling penting adalah NH4+, NO2-, dan NO3-, yang konsentrasinya sekitar 2-5% N total tanah. Sedangkan untuk N organik di dalam lapisan permukaan tanah terdapat sekitar lebih dari 90% dari N total. Bentuk N organik dalam tanah berada sebagai asam-asam amino atau protein (20%-40%), gula-gula amino seperti heksosamin (5%-10%), derivatif purin dan pirimidin (1% - atau kurang), dan senyawa-senyawa kompleks yang belum teridentifikasi.

h. Fosforus Tanah

Fosfor (P) adalah unsur hara esensial penyusun beberapa senyawa kunci dan sebagai katalis reaksi-reaksi biokimia penting di dalam tanaman. Unsur ini berperan dalam menangkap dan mengubah energi matahari menjadi senyawa-senyawa yang sangat berguna bagi tanaman. Inilah peran vital P di dalam nutrisi tanaman agar tanaman dapat tumbuh, berkembang, dan berproduksi dengan normal. Meskipun perannya begitu penting untuk tanaman, jumlah yang dapat dipasok oleh tanah pada umumnya terbatas. Kandungan P di dalam tanah sendiri sangat beragam, yaitu 0,02% - 0,5%, dengan rata-rata 0,05% (Munawar 2011). P di dalam tanah berasal terutama dari hasil desintegrasi dan dekomposisi batuan yang mengandung mineral apatit. Menurut Barber (1995) di dalam Munawar (2011), di alam dikenal ada 3 (tiga) macam mineral apatit, yakni fluor (F) apatit, khlor (Cl) apatit, dan hidroksi (OH) apatit.

Fosfor (P) di dalam tanah dapat diklasifikasikan menjadi P organik dan P inorganik. P-organik terdapat dalam sisa-sisa tanaman, hewan, dan jaringan jasad renik, sedangkan P-inorganik tanah terdiri dari mineral apatit, kompleks fosfat Fe, dan Al, dan P terjerap pada partikel liat. Kelarutan senyawa P-organik maupun inorganik di dalam tanah pada umumnya sangat rendah, sehingga hanya sebagian kecil P tanah yang berada dalam larutan tanah. Kemudian kadar P juga berhubungan erat dengan ukuran fraksi tanah. Kadar P akan semakin tinggi bila ukuran partikel tanah semakin halus. Faktor yang mempengaruhi ketersediaan P tanah adalah tipe liat, pH tanah, waktu reaksi, suhu, dan bahan organik tanah.

(33)

i. Kalium Tanah

Kalium (K) sangat penting dalam setiap proses metabolisme dalam tanaman, yaitu dalam sintesis dari asam amino dan protein dari ion-ion amonium. Unsur ini diserap oleh tanaman dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan unsur-unsur hara lainnya, kecuali N. Meskipun kandungan total K di dalam tanah biasanya beberapa kali lebih tinggi daripada yang diserap oleh tanaman selama musim tanam, seringkali hanya sebagian kecil K tanah yang tersedia bagi tanaman. Kalium diserap oleh tanaman dalam bentuk K+, dan dijumlahkan dalam berbagai kadar di dalam tanah.

Bentuk K di dalam tanah merupakan inorganik (mineral) dimana biasanya tersedia bagi tanaman dalam bentuk pupuk K yang larut dalam air, KCl, K2SO4, KNO3, K-MG-Sulfat, dan pupuk-pupuk majemuk lainnya. Kebutuhan tanaman akan K cukup tinggi dan akan menunjukkan gejala kekurangan apabila kebutuhannya tidak tercukupi. Dalam keadaan demikian maka akan terjadi translokasi K dari bagian-bagian yang tua ke bagian-bagian yang muda.

Ketersediaan kalium dalam tanah dipengaruhi oleh tipe koloid tanah, suhu, pembasahan dan pengeringan, pH tanah, dan pelapukan. Kehilangan K dari tanah dapat melalui terangkut tanaman, tercuci, dan tererosi. Kehilangan K dipengaruhi oleh tekstur, KTK, tanah organik, dan pH tanah. Kehilangan K semakin besar bila tekstur kasar, KTK rendah, pada tanah organik dan pH rendah.

(34)

III.

METODOLOGI

3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu:

a. Pengambilan data dilakukan pada hutan sekunder di Desa Santu’un, Kecamatan Muara Uya, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan dan Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB pada bulan Januari 2011-Februari 2011. Adapun lokasi pengambilan data di lapangan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan data

b. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juli 2011.

(35)

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain seperangkat komputer dengan sistem operasi Microsoft Windows 7 Ultimate yang dilengkapi beberapa perangkat lunak (software) untuk analisis, alat tulis, dan alat penunjang lainnya seperti GPS, meteran 30m, pita jahit, higrometer, kompas, ring tanah, bor tanah, alat ukur suhu tanah, oven, timbangan, air, tallysheet, kertas label, kantong plastik, amplop coklat, kalkulator, golok, dan pisau. Beberapa perangkat lunak yang digunakan yaitu:

a. Microsoft Office Excel 2007 untuk perhitungan dan tabulasi

b. Statistical Package for the Social Sciences 16 (SPSS 16) untuk analisis korelasi antara karakteristik tanah yang diteliti dengan karbon tersimpan. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel-sampel tanah, data pengukuran diameter yang diambil di lapangan dan diteliti di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Selain itu, bahan yang digunakan adalah peta-peta penggunaan lahan (land use) baik geologi, iklim, kelas lereng, tanah, dan topografi.

3.3. Metode Pengambilan Data a. Jenis Data

Jenis-jenis data yang diambil untuk kegiatan penelitian ini dibagi 2, yaitu: 1. Data primer

Data primer adalah data yang secara langsung diambil dari lapangan maupun laboratorium. Data dari lapangan berupa diameter tegakan pohon 1,3 m dari atas tanah, berat basah tumbuhan bawah dan serasah, berat basah sampel tanah pada setiap petak penelitian. Data dari laboratorium berupa karbon, N-tanah, P-tanah, K-tanah, KTK, pH, berat kering tumbuhan bawah dan serasah, berat kering sampel tanah, bobot isi tanah, dan porositas tanah.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data penunjang penelitian berupa kondisi umum lokasi penelitian, dan data lain yang diperlukan.

(36)

3 2

1 4 5

b. Metode Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan baik primer maupun sekunder diambil dan dikumpulkan untuk diolah sehingga mengeluarkan hasil yang diharapkan. Langkah-langkah dalam upaya pengumpulan data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.

Penentuan dan Pembuatan Petak Penelitian

Petak ditentukan dan dibuat berukuran 20 m x 20 m pada hutan sekunder. Petak tersebut dibuat sebanyak 5 (lima) petak sepanjang jalur dengan menggunakan kompas sebagai penunjuk arah dan tali/meteran sebagai penanda petak pada tegakan yang dianggap mewakili lokasi penelitian. Petak tersebut digunakan untuk pengukuran vegetasi seperti pancang, tiang, pohon, dan sampel tanah. Sedangkan untuk pengambilan sampel tumbuhan bawah dan semai dibuatkan subpetak yang berukuran 1 m x 1 m sebanyak 10 (sepuluh) subpetak sepanjang jalur tiap 10 m dimana tiap 2 subpetak dirata-ratakan untuk mewakili 1 petak contoh. Petak penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Petak penelitian ( = Pengambilan semai, tumbuhan bawah dan serasah, = Pengukuran tingkat pancang, tiang, pohon, dan pengambilan sampel tanah

Pengukuran Vegetasi

Vegetasi di dalam petak diukur secara keseluruhan atau sensus baik pancang, tiang, dan pohon. Dimensi yang diukur adalah diameter setinggi dada (DBH = 1,3 m dari atas tanah), tinggi total, dan tinggi bebas cabang.

Pengambilan Contoh Tumbuhan Bawah dan Serasah

Tumbuhan bawah dan serasah di atas permukaan tanah yang ada di dalam subpetak 1 m x 1 m diambil dan ditimbang untuk mengetahui berat basah (BB). Setelah itu, tumbuhan bawah dan serasah dimasukkan ke dalam amplop coklat

(37)

yang nantinya akan dioven untuk mengetahui berat kering (BK) dan kadar air (KA).

Pengambilan Contoh Tanah

Contoh tanah yang diambil menggunakan 2 (dua) metode yaitu:

1. Contoh tanah terusik (komposit). Cara ini dilakukan dengan menggunakan bor tanah sehingga menyebabkan perubahan/kerusakan pada bentuk alaminya, terutama ruang/pori tanah. Tiap petak di ambil 5 (lima) contoh tanah kemudian dicampurkan dan diambil 200 gr. Begitu juga dilakukan pada petak selanjutnya dengan cara yang sama.

2. Contoh tanah tidak terusik (utuh). Cara ini dilakukan dengan menggunakan ring tanah yang dimasukkan ke dalam tanah sehingga hal ini meminimumkan perubahan/kerusakan pada bentuk alaminya, terutama ruang/pori tanah. Tiap petak diambil 2 (dua) contoh ring tanah.

Pengovenan

Pengovenan dilakukan untuk mencari berat kering (BK) dan kadar air (KA) tumbuhan bawah dan serasah pada suhu 80 0C selama 48 jam (Hairiah dan Rahayu 2007). Jika berat basah contoh yang akan di oven kurang dari 200 gram maka berat tersebut adalah berat basahnya. Dan jika berat basahnya lebih dari 200 gram maka berat basah yang diambil adalah sebanyak 200 gram. Tidak hanya tumbuhan bawah dan serasah di oven, tetapi contoh tanah tidak terusik juga di oven. Contoh tanah tidak terusik ini dilakukan untuk mendapatkan berat kering, bobot isi, dan porositas tanah. Contoh tanah tidak terusik di oven pada suhu 105 0

C selama 24 jam. Kemudian ditimbang contoh tersebut sebagai berat kering (BK1) dan berat ring (BR). Data ini nantinya digunakan untuk mendapatkan bobot isi dan selanjutnya akan diperoleh porositas tanahnya.

Pendugaan Biomassa dan Karbon Tegakan

Pendugaan biomassa tegakan dilakukan dengan metode persamaan allometrik yang telah teruji berdasarkan penelitian sebelumnya. Data yang diperoleh merupakan data diameter setinggi dada (1,3 m dari permukaan tanah) tiap-tiap pohon yang terdapat pada petak secara sensus. Kemudian data diameter tersebut dimasukkan ke dalam persamaan allometrik.

(38)

Jumlah individu suatu spesies Luas petak contoh

K

Kerapatan seluruh spesies X 100% Jumlah plot ditemukan suatu spesies

Jumlah seluruh plot F

Frekuensi seluruh spesies X 100%

D

Dominansi seluruh spesies X 100% LBDS suatu spesies

Luas petak contoh 3.4.Analisis Data

a. Komposisi Jenis

Menurut Soerianegara dan Indrawan (2002), kerapatan tegakan, frekuensi, dominansi dan INP dihitung dengan menggunakan rumus:

Kerapatan suatu spesies (K) =

Kerapatan relatif suatu spesies (KR) =

Frekuensi suatu spesies (F) =

Frekuensi relatif suatu spesies (FR) =

Dominansi suatu spesies (D) =

Dominansi relatif suatu spesies (DR) =

INP = KR + FR + DR b. Pengukuran Biomassa

1. Biomassa Tegakan

Data primer berupa diameter tiap pohon dimasukkan ke dalam persamaan allometrik yang sesuai dengan jenis atau karakter pohonnya. Persamaan allometrik yang digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 2 Persamaan allometrik berdasarkan penelitian terdahulu

Jenis Pohon Estimasi Biomassa

Pohon (kg/pohon) Sumber

Gmelina BK = 0.153 D2.217 Banaticla et al. dalam Sutaryo (2009)

Pohon Bercabang BK = 0.11 ρ D2.62 Ketterings (2001) dalam Hairiah dan Rahayu (2007) Kopi dipangkas BK = 0.281 D2.06 Arifin (2001) dalam Hairiah dan Rahayu (2007) Dipterocarpaceae BK = 0.031 D2.717 Banaticla et al. dalam Sutaryo (2009)

Jenis lain BK = 0.2902 D2.313 -

(39)

2. Biomassa Tumbuhan Bawah dan Serasah

Data primer tumbuhan bawah dihitung berat basahnya dan contoh yang diambil dikeringtanurkan untuk mengetahui berat keringnya. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus:

% KA = {(BBc – BKc)/BKc}× 100% Keterangan: KA = kadar air

BBc = berat basah contoh BKc = berat kering contoh

Setelah mendapatkan kadar air, barulah diperoleh berat kering biomassa tumbuhan bawah dan serasahnya dengan rumus:

BKT = BB/{1+(% KA/100)} Keterangan: BKT = berat kering tanur/biomassa

BB = berat basah KA = kadar air c. Menghitung Potensi Karbon

Karbon tersimpan (C) baik pada tiap pohon dan tumbuhan bawah/serasah diestimasi dengan menggunakan persamaan (Hairiah dan Rahayu 2007) berikut.

C = BKT × 0,46 d. Pengukuran Tanah

Contoh tanah terusik diambil untuk menganalisis pH, C-organik, bahan organik, N-total, P, K, dan Kapasitas Tukar Kation (KTK). Metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Metode analisis

Parameter Metode Analisis

pH pH meter

C-organik Walkey & Black

N-total Kjeldhal

P-bray Bray I

K N NH4Oac pH 7.0

(40)

Setelah mendapatkan nilai C-organik, maka nilai bahan organik pun dapat diketahui dengan cara menggunakan rumus di bawah berikut.

- Bahan Organik ; BO (%) = 1,74 × C-organik (%)

Untuk contoh tanah tidak terusik, yang dianalisis adalah bobot isi dan porositas tanah. Dalam menentukan bobot isi dan porositas tanah dapat dilihat pada rumus di bawah ini.

- Bobot isi ; BI = BK/Vt

keterangan: BK = berat kering contoh tanpa ring (BK = BK1 – BR) Vt = volume tanah dalam ring (Vt = ¼πd2t)

- Porositas ; P = {1- (BI/BP)} × 100%

keterangan: BP = bobot partikel tanah sebesar 2,65 g/cm3 e. Analisis Data secara Statistik

Hasil pendugaan simpanan karbon dan karakteristik/sifat tanah yang telah diperoleh pada akhirnya akan diuji dan dikorelasikan secara statistik dengan menggunakan Statistical Package for the Social Sciences 16 (SPSS 16). Hal ini dilakukan untuk mendapatkan apakah karakteristik tanah yang diuji memiliki pengaruh terhadap simpanan karbon.

(41)

IV.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah

Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai wilayah seluas 394.600 hektar (10,61% dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan), terletak di bagian paling Utara Provinsi Kalimantan Selatan. Secara geografis terletak pada posisi antara 115o54’ - 115o28’ BT dan 1o11’ - 2o15’ LS. Secara administratif pemerintahan, Kabupaten Tabalong terbagi dalam 12 (dua belas) kecamatan dan 131 desa. Salah satu kecamatannya adalah Kecamatan Muara Uya. Kecamatan Muara Uya merupakan kecamatan terluas dengan luasan 92.416 ha atau 23,42% dari luas wilayah Kabupaten Tabalong dimana terdapat beberapa penggunaan lahan seperti sawah, kebun, semak belukar, pertanian campuran, hutan sekunder, dan lainnya. Secara lebih terinci gambaran keadaan penutupan lahan di wilayah Kabupaten Tabalong dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Penutupan lahan wilayah kabupaten Tabalong

No. Jenis Penutupan Lahan Luas (Ha) %

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Hutan Primer Hutan Sekunder Hutan Rawa Primer Hutan Rawa Sekunder Hutan Tanaman Perkebunan Pertanian Campuran Kebun Sawah Semak Belukar Muda Belukar Tua Landasan Udara Pertambangan Permukiman Tanah Terbuka Rawa Tubuh Air Tertutup Awan 35,38 122,55 3,59 2,05 22,76 14,67 113,66 7,41 4,37 39,03 2,54 12,47 20,00 2,42 2,58 2,20 2,68 458,00 3,73 8,97 31,06 0,91 0,52 5,77 3,72 28,81 1,88 1,11 9,89 0,64 3,16 0,01 0,61 0,65 0,56 0,68 0,12 0,95 Jumlah 394,60 100,00

Sumber : Perhitungan Komputer Hasil Analisis dan Digitasi dari Citra Landsat liputan 21 Juni 2008 dan 29 Juni 2008, serta Hasil Survey Lapangan.

(42)

Batas wilayah Kecamatan Muara Uya antara lain sebagai berikut. a. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Jaro

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Haruai

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah

Kecamatan ini memiliki 14 desa/kelurahan yaitu Desa Ribang, Kupang Nunding, Mangkupum, Kampung Baru, Palapi, Pasar Batu, Simpung Layung, Uwie, Muara Uya, Lumbang, Santu’un, Binjai, Salikung, dan Sungai Kumap. Desa yang menjadi lokasi penelitian adalah Desa Santu’un yang berada pada posisi 01047'53.3" - 01047'51.2" LS dan 115034'08.5" - 115034'12.9" BT. Di bawah ini merupakan peta administrasi Kabupaten Tabalong dan lokasi penelitian hutan sekunder di Desa Santu’un Kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.

(43)

Gambar 4 Lokasi penelitian 4.2.Kondisi Topografi

Dari kenampakan topografi, wilayah Kabupaten Tabalong dikelompokkan menjadi 3 (tiga) satuan morfologi, yaitu satuan dataran dengan ketinggian 0-10 m dpl, satuan medan bergelombang menempati bagian Selatan hingga tengah wilayah dengan ketinggian 10-50 m dpl, dan satuan medan perbukitan menempati bagian Utara hingga bagian Timur wilayah dengan ketinggian > 50 m dpl. Untuk kelas lereng, Kabupaten Tabalong terbagi atas 5 (lima) kelas lereng yaitu datar (0 - 8 %), landai (8 – 15 %), agak curam (15 – 25 %), curam (25 - 40 %), dan sangat curam (> 40 %). Desa Santu’un, Kecamatan Muara Uya termasuk ke dalam kelas lereng datar (0-8%). Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

(44)

4.3.Tanah dan Geologi

Keadaan tanah Desa Santu’un berdasarkan peta tanah Kabupaten Tabalong termasuk kelompok tanah Dystrudepts Endoaquepts (turunan dari tanah Inceptisol) berbahan induk aluvium, sub-landform dataran antara perbukitan dan memiliki relief datar. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Peta tanah Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan

Berbeda halnya dengan klasifikasi tanah, berdasarkan peta geologi Kabupaten Tabalong, Desa santu’un termasuk ke dalam formasi geologi Tet/ formasi tanjung yaitu batu pasir kuarsa dan batu lempung dengan sisipan batubara, setempat bersisipan batu gamping, mengandung fosil Palatispira provaleae (Yabe), Discocylina ompalus (Fritsch) yang menunjukkan umur Eosen yang terendapkan dalam lingkungan fliviatil sampai dengan laut dangkal, dan mempunyai ketebalan 750 m. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

(45)

Gambar 7 Peta geologi Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan 4.4.Iklim

Berdasarkan peta iklim Kabupaten Tabalong, bahwa Desa Santu’un Kecamatan Muara Uya termasuk tipe iklim B dengan nilai Q 14,3%-33,3%. Menurut data tahun 1979-1989 (Stasiun Meteorologi Kab. Tabalong), curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.502 mm dengan 99 hari hujan. Curah hujan bulanan rata-rata adalah 208 mm dengan jumlah hari hujan bulanan rata-rata sekitar 8 hari. Curah hujan relatif lebih rendah jatuh pada bulan Juni-Oktober, sedangkan curah hujan relatif tinggi antara bulan November hingga April.

Suhu udara bulanan rata-rata harian wilayah Kabupaten Tabalong berdasarkan data Stasiun Meteorologi Tabalong adalah 26,4 oC dengan fluktuasi harian maksimum 32,7 oC dan minimum 22,2 oC, sedangkan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 78% - 87% atau rata-rata 83%. Data iklim yang penting di wilayah Kabupaten Tabalong berdasarkan Stasiun Meteorologi Kabupaten Tabalong selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan peta iklim dapat dilhat pada Gambar 8.

(46)

Tabel 5 Data iklim wilayah Kabupaten Tabalong rata-rata tahun 1979 -1989 BULAN UNSUR IKLIM Curah Hujan Hari Hujan Kecepatan Angin

Suhu Udara Kelembaban Udara Max. Min. Harian

(mm) (hari) (Km/jam) ( oC ) (%) Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 274 309 276 277 184 114 108 104 144 157 238 317 11 10 9 9 8 6 5 5 6 7 10 13 0,73 0,71 0,74 0,71 0,68 0,68 0,66 0,78 0,77 0,71 0,70 0,73 31,40 31,90 32,00 32,90 32,80 32,80 32,60 33,60 34,20 34,00 32,50 31,20 22,60 22,60 22,80 23,00 22,60 21,80 21,20 21,00 21,10 22,00 22,60 22,70 26,10 26,20 26,30 26,70 26,80 26,50 26,00 26,20 26,70 26,90 26,50 26,00 87 85 86 85 85 84 82 79 78 79 84 87 JUMLAH 2.502 99 - - - - - Rata-Rata 208 8 0,72 32,70 22,20 26,40 83

Sumber: Stasiun Meteorologi Tabalong, data diolah kembali

(47)

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.Karakteristik Vegetasi

Pada hutan sekunder di Desa Santu’un kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan terdapat banyak vegetasi baik yang diketahui maupun tidak diketahui jenisnya. Vegetasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Vegetasi pada hutan sekunder di desa Santu’un kecamatan Muara Uya

Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan

No Nama Jenis Nama Latin ∑ ind K KR F FR D DR INP

1 Gmelina Gmelina arborea 46 230 31,08 1,00 9,62 1500,82 8,97 49,67

2 Sumpung Gluta renghas 2 10 1,35 0,40 3,85 212,30 1,27 6,47

3 Mahang Macaranga gigantea 25 125 16,89 1,00 9,62 1200,25 7,18 33,68

4 Meranti Shorea leprosula 10 50 6,76 0,60 5,77 1506,56 9,01 21,53

5 Layung Durio dulcis 3 15 2,03 0,60 5,77 604,63 3,62 11,41

6 Kapur/Sintok Dryobalanops aromatica 2 10 1,35 0,40 3,85 103,19 0,62 5,81 7 Kopi hutan Rothmannia grandis 3 15 2,03 0,20 1,92 184,15 1,10 5,05 8 Simpur Dillenia borneensis 2 10 1,35 0,40 3,85 1785,08 10,67 15,87 9 Binuang Duabanga moluccana 3 15 2,03 0,40 3,85 770,44 4,61 10,48

10 Nyatoh Payena leerii 7 35 4,73 0,40 3,85 692,01 4,14 12,71

11 Geronggang Cratoxylum arborescens 4 20 2,70 0,40 3,85 302,37 1,81 8,36 12 Medang Cinnamomum porrectum 14 70 9,46 1,00 9,62 659,83 3,95 23,02

13 Jelutung Dyera costulata 2 10 1,35 0,20 1,92 1306,49 7,81 11,09

14 Kecapi Sandoricum koetjape 5 25 3,38 0,60 5,77 748,75 4,48 13,62 15 Perupuk Lophopetalum javanicum 1 5 0,68 0,20 1,92 487,66 2,92 5,514 16 Terentang Campnosperma coriaceum 1 5 0,68 0,20 1,92 143,71 0,86 3,46 17 Langsat hutan Aglaia korthalsii 1 5 0,68 0,20 1,92 210,59 1,26 3,86 18 Tumih Combretocarpus rotundatus 2 10 1,35 0,20 1,92 578,42 3,46 6,73 19 Bintangur Calophyllum inophyllum 1 5 0,68 0,20 1,92 128,98 0,77 3,37

20 Punak Tetramerista glabra 4 20 2,70 0,40 3,85 270,33 1,62 8,17

21 Jaring - 4 20 2,70 0,40 3,85 770,53 4,61 11,16 22 Wayan - 1 5 0,68 0,20 1,92 312,10 1,87 4,47 23 Jenis 1 - 2 10 1,35 0,40 3,85 1234,27 7,38 12,58 24 Jenis 2 - 1 5 0,68 0,20 1,92 605,50 3,62 6,22 25 Jenis 3 - 2 10 1,35 0,20 1,92 406,45 2,43 5,71 Total 148 740 100 10,40 100 16725,41 100 300

Keterangan : K = Kerapatan (ind/ha), KR = Kerapatan relatif (%), F = Frekuensi, FR = Frekuensi relatif (%), D = Dominansi (cm2/ha), DR = Dominansi relatif (%), INP = Indeks nilai penting (%)

(48)

Hasil Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa di hutan sekunder tersebut terdapat 25 jenis pohon dengan jumlah sebanyak 148 pohon yang terbagi di dalamnya. Jenis pohon yang memiliki individu terbanyak pada petak contoh adalah gmelina sebanyak 46 pohon, mahang sebanyak 25 pohon, Medang sebanyak 14 pohon, dan meranti sebanyak 10 pohon. Sedangkan untuk jenis pohon lainnya terdapat sebanyak ≤ 7 pohon.

Jika suatu jenis memiliki banyak individu maka nilai kerapatan atau kerapatan relatifnya akan semakin tinggi dan begitu sebaliknya. Berdasarkan Tabel 5 di atas, jenis yang memiliki nilai kerapatan atau kerapatan relatif terbesar terdapat pada jenis gmelina yaitu sebesar 230 individu/ha dengan kerapatan relatif 28,75%, mahang sebesar 125 individu/ha dengan kerapatan relatif 15,66%, medang sebesar 70 individu/ha dengan kerapatan relatif 8,75%, dan meranti sebesar 50 individu/ha dengan kerapatan relatif sebesar 6,25%. Hal ini berarti gmelina merupakan jenis pohon yang paling banyak ditemukan dibandingkan jenis pohon lainnya.

Frekuensi merupakan ukuran dari uniformitas atau regularitas terdapatnya suatu jenis dimana frekuensi tersebut memberikan gambaran bagaimana pola penyebaran suatu jenis, apakah menyebar keseluruh kawasan atau kelompok. Hal ini menunjukan daya penyebaran dan adaptasi terhadap lingkungan. Berdasarkan Tabel 5 di atas, vegetasi yang memiliki frekuensi jenis atau frekuensi relatif tertinggi adalah gmelina, mahang, dan medang yaitu frekuensi sebesar 1 atau frekuensi relatif sebesar 9,09%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis gmelina, mahang, dan medang tersebar keseluruh kawasan. Sedangkan untuk jenis lainnya, pola penyebaran vegetasinya berkelompok atau tidak tersebar keseluruh kawasan.

Dominansi jenis atau dominansi relatif terbesar terdapat pada jenis simpur sebesar 1785,08 cm2/ha atau 11,03%, meranti sebesar 1506,56 cm2/ha atau 9,31%, dan gmelina sebesar 1500,82 cm2/ha atau 9,27 %. Sedangkan untuk jenis lainnya tersebar dari 1234,28 cm2/ha sampai 48,17 cm2/ha. Hal ini disebabkan oleh diameter setiap jenis bervariasi sehingga membuat nilai lbds (luas bidang dasar) bervariasi juga. Semakin besar diameter setiap jenis maka akan semakin besar lbds sehingga nilai dominansinya akan semakin besar juga.

(49)

Dengan adanya KR, FR, dan DR maka diperoleh INP (indeks nilai penting) setiap jenisnya. INP merupakan gambaran lengkap mengenai karakter sosiologi suatu spesies dalam komunitas. INP jenis tertinggi berada pada jenis gmelina sebesar 47,11%, mahang sebesar 32,13%, medang sebesar 21,92 %, dan meranti 21,01%. Dengan kata lain, jenis yang memiliki nilai INP tertinggi tersebut merupakan jenis yang memiliki karakter spesies terbesar dalam komunitas atau pada hutan sekunder tersebut.

5.2.Simpanan Karbon

Karbon tersimpan tiap jenis vegetasi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Simpanan karbon tiap jenis vegetasi

No Nama Jenis Nama Latin Karbon (kg) 1 Gmelina Gmelina arborea 2411,25 2 Sumpung Gluta renghas 13,53 3 Mahang Macaranga gigantea 1337,85 4 Meranti Shorea leprosula 639,71 5 Layung Durio dulcis 140,50 6 Kapur/Sintok Dryobalanops aromatica 5,50 7 Kopi hutan Rothmannia grandis 20,57 8 Simpur Dillenia borneensis 318,81 9 Deluang Duabanga moluccana 181,60 10 Nyatoh Payena leerii 388,71 11 Geronggang Cratoxylum arborescens 83,08 12 Medang Cinnamomum porrectum 797,81 13 Jelutung Dyera costulata 225,29 14 Kecapi Sandoricum koetjape 290,88 15 Perupuk Lophopetalum javanicum 35,28 16 Terentang Campnosperma

coriaceum 8,59

17 Langsat hutan Aglaia korthalsii 13,36 18 Tumih Combretocarpus

rotundatus 86,14

19 Bintangur Calophyllum inophyllum 7,58 20 Punak Tetramerista glabra 73,04 21 Jaring - 253,30 22 Wayan - 21,05 23 Jenis 1 - 206,99 24 Jenis 2 - 45,31 25 Jenis 3 - 59,45 Total 7665,20

(50)

Di lihat dari Tabel 7 di atas, dari 25 jenis vegetasi yang terdapat pada petak penelitian dihasilkan karbon tersimpan sebesar 7665,20 kg. Karbon tersimpan terbesar terdapat pada jenis pohon gmelina yaitu sebesar 2411,25 kg. Hal ini dikarenakan jenis gmelina memiliki nilai kerapatan tertinggi dibandingkan dengan jenis lainnya sehingga berbanding lurus dengan karbon tersimpannya. Semakin banyak gmelina yang ditemukan maka nilai kerapatan dan simpanan karbonnya akan semakin besar.

Berdasarkan Tabel 7 di atas, simpanan karbon terendah dapat terlihat pada jenis kapur/sintok yaitu 5,50 kg. Hal ini dikarenakan jenis ini memiliki jumlah pohon yang sedikit. Selain itu, kapur/sintok juga memiliki diameter setinggi dada (DBH) lebih kecil dibandingkan jenis lainnya. Oleh karena itu, jenis ini memiliki simpanan karbon terendah. Dari data di atas, dapat dikatakan bahwa kerapatan dan perkembangan vegetasi dapat mempengaruhi simpanan karbon pada vegetasi tersebut.

Hasil simpanan karbon per petak penelitian dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Simpanan karbon pada petak penelitian

Petak

Karbon Tersimpan Tegakan

(Kg)

Karbon Tersimpan Tumbuhan Bawah dan Serasah (Kg) Total Karbon Tersimpan (Kg) 1 2946,94 170,78 3117,72 2 1304,03 131,08 1435,11 3 1562,87 179,81 1742,68 4 1051,87 130,52 1182,39 5 799,49 112,36 911,85 Total (kg) 7.665,20 724,55 8389,75 Total (ton/ha) 38,33 3,62 41,95

Berdasarkan Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa karbon tersimpan pada tegakan disetiap petak penelitian berbeda-beda dimana pada petak 1 memiliki karbon tersimpan terbesar dibandingkan dengan petak lainnya yaitu 2946,94 kg. Untuk nilai karbon tersimpan terkecil terdapat pada petak 5 yaitu 799,49 kg/m2. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan komposisi dan struktur tegakan hutan di masing-masing petak penelitian. Dengan kata lain, pada petak 1 lebih banyak komposisi dan struktur tegakan hutannya dibandingkan petak lainnya. Pada petak 1 memiliki komposisi dan struktur tegakan hutan sebanyak 64 individu, petak 2

Gambar

Tabel 1  Karbon tersimpan di setiap ekosistem (Badan Litbang Kehutanan 2010)
Gambar 1  Peta lokasi pengambilan data
Tabel 2  Persamaan allometrik berdasarkan penelitian terdahulu  Jenis Pohon  Estimasi Biomassa
Tabel 4  Penutupan lahan wilayah kabupaten Tabalong
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengujian hipotesis penelitian, diperoleh hasil Subjective norms memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Willingness dalam berwakaf, karena

Keadaan ini mendorong untuk melakukan usaha pemanfaatan limbah yang ada sebagai salah satu usaha memaksimalkan penggunaan limbah industri pengergajian sebagai alternatif

sudah dimulai sejak umur 25 tahun, tetapl baru terlihat nyata setelah berumur 65 tahun keatas. Kadang-kadang terlihat pada umur 40 tahun disebut presblakusls prekoks.

Ada gereja yang dibangun dengan megah, ada yang sederhana, namun orang Kristen percaya bahwa apabila ada dua atau tiga orang berkumpul di dalam nama Yesus, maka di situlah Yesus

[r]

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan Pembangunan Gedung Pos SAR Saumlaki Nomor : BA.15/PL.004-ULP/V/SAR AMB-2015 Tanggal 22 Mei 2015, Pokja Pekerjaan

Alasan mereka yang masih tetap menggunakan jasa perbankan terutama didasarkan karena kebu- tuhan untuk mengembangkan usaha yang memerlu- kan dana yang besar dengan bunga yang