9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku sebagai hasil usaha individu berdasarkan pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Slameto, 1988:2). Pengertian tersebut menunjukkan, bahwa individu yang belajar pada akhirnya menyadari atau merasakan terjadinya suatu perubahan pada dirinya. Menurut Good dan Brophi dalam Uno (2006:15) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses atau interaksi yang dilakukan seseorang dalam memperoleh sesuatu yang baru dalam bentuk perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman itu sendiri (belajar). Perubahan perilaku yang nampak akibat belajar adalah perubahan: (1) Kebiasaan; (2) Keterampilan; (3) Pengamatan; (4) Berpikir asosiatif dan daya ingat; (5) berpikir rasional; (6) Sikap; (7) Inhibisi; (8) Persepsi; (9) Tingkah laku afektif.
Dalam kaitannya dengan pelajaran kimia, perlu dikemukakan mengenai jenis-jenis belajar, sehingga akan dapat diperoleh suatu gambaran mengenai definisi belajar dalam konteks pembelajaran kimia, yaitu:
a. Belajar abstrak, yaitu belajar dengan menggunakan cara-cara berpikir abstrak yang bertujuan untuk memecahkan masalah dan memperoleh pemahaman dan
pemecahan masalah-masalah abstrak, sehingga peranan akal atau rasio sangat penting di samping penguasaan konsep, prinsip, dan generalisasi.
b. Belajar rasional, yaitu dengan menggunakan kemampuan berpikir secara rasional. Tujuan dari jenis belajar ini adalah kemampuan menggunakan konsep dan prinsip. c. Belajar pemecahan masalah, yaitu bertujuan untuk memperoleh kemampuan atau keterampilan memecahkan berbagai masalah secara rasional. Dalam belajar ini, penguasaan konsep, prinsip, dan generalisasi dapat dilakukan melalui eksperimen/ pengamatan.
Belajar merupakan psikologi dasar pada diri individu dalam mencapai perkembangan hidupnya. Melalui belajar, individu memperoleh perubahan-perubahan dalam dirinya atau kematangan kepribadiannya, baik yang menyangkut aspek-aspek intelektual, emosional, moral spiritual, dan sosial. Dengan berkembangnya aspek-aspek tersebut, individu dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya (terutama yang tidak terpenuhi melalui refleksi/ instink, dan kebiasaan) dalam arti dia mampu mencari dan menemukan kesejahteraan hidupnya.
Belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku sebagai hasil usaha individu berdasarkan pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Pengertian tersebut menunjukkan, bahwa individu yang belajar pada akhirnya menyadari atau merasakan terjadinya suatu perubahan pada dirinya.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar
Secara garis besar faktor-faktor yang mempunyai proses belajar dikelompokkan dalam dua golongna yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal ialah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, yang mencakup aspek fisik dan aspek psikis. Aspek fisik diantaranya keadaan alat indera dan keadaan anggota tubuhnya dan aspek psikis diantaranya intelegensi (kecerdasan), bakat, minat dan motivasi. Secara psikologis, motivasi adalah suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari (Syamsudin, 2000).
Menurut John Keller (1987), strategi untuk membangkitkan motivasi terdiri dari empat kategori yaitu perhatian (attention), relevansi (relevance), percaya diri (confidence) dan kepuasan (satisfaction). Teori motivasi dari John Keller disebut juga teori motivasi ARCS.
Faktor eksternal ialah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yang berasal dari luar siswa, diantaranya keadaan lingkungan alam, budaya, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
3. Siklus Belajar dalam Pembelajaran
Pembelajaran merupakan kegiatan proses belajar mengajar dimana guru terlibat aktif dengan siswa. Sehingga, dalam pembelajaran terdapat beberapa siklus belajar yaitu:
a. Tahap eksplorasi, yaitu tahap dimana siswa memperoleh pengetahuan melalui pengalaman mereka sendiri.
b. Tahap pengenalan konsep, yaitu tahap dimana siswa diperkenalkan dengan konsep terkait pada fenomena yang diperoleh dalam tahap eksplorasi.
c. Tahap aplikasi, yaitu tahap dimana siswa diberi kesempatan untuk mengaplikasikan konsep yang diperoleh dalam situasi yang lain, dengan cara memberikan aktivitas tambahan.
B. Pendekatan Pembelajaran Pemecahan Masalah
Pendekatan pembelajaran pemecahan masalah merupakan salah satu strategi pembelajaran yang berlandaskan paradigma konstruktivisme. Pada pembelajaran pemecahan masalah aktivitasnya bertumpu kepada masalah dengan penyelesaiannya dilandaskan atas konsep-konsep generik atau konsep dasar bidang ilmu.
Menurut Isaken dan Treffinger (1985) dalam Rosbiono (2007) pembelajaran pemecahan masalah sangat potensial di dalam pembentukan berpikir kreatif dan kritis. Demikian menurut Calvin Taylor (1986) dalam Rosbiono (2007) pemecahan masalah sangat potensial di dalam membentuk berpikir produktif.
Pemecahan masalah (problem Solving) memiliki banyak definisi diantaranya menurut Ratna Wilis (1988) dalam M. Arifin (2003), pemecahan masalah adalah merupakan kegiatan yang melibatkan pembentukkan aturan-aturan tingkat tinggi. Sedangkan menurut Mayer (1983) dalam Rosbiono (2007), pemecahan masalah adalah proses yang memiliki berbagai tahapan dimana pemecahan masalah harus menemukan hubungan diantara pengalaman masa lalu dengan permasalahan yang dihadapi kemudian ditindaklanjuti melalui suatu penyelesaian.
Terdapat tiga ciri pemecahan masalah yaitu:
1. Pemecahan masalah merupakan aktivitas kognitif yang disimpulkan dari perilaku. 2. Pemecahan masalah mewujudkan suatu perilaku yang mengarah pada suatu
penyelesaian.
3. Pemecahan masalah merupakan suatu proses yang memberdayakan pengetahuan sebelumnya.
C. Peranan Pemecahan Masalah Terhadap Pembelajaran Kimia
Dalam pembelajaran kimia pemecahan masalah memilki peranan, yaitu: pemecahan masalah sebagai konteks, sebagai keterampilan, dan sebagai seni (stanic dan Kilpatrick, 1997 dalam McIntoch, 2000).
Pemecahan masalah sebagai konteks dimaknai menjadi beberapa kategori, yaitu pemecahan masalah digunakan sebagai alat justifikasi (pembenaran) terhadap pembelajaran sains. Untuk meyakinkan siswa terhadap nilai dan konten sains yang berkaitan dengan pengalaman pemecahan masalah dunia nyata. Pemecahan masalah juga digunakan sebagai alat memotivasi siswa, sebagai pembangkit minat siswa dalam mempelajari konsep-konsep sains melalui contoh-contoh yang ditemukan dalam dunia nyata. Pemecahan masalah digunakan juga sebagai media rekreasi, yakni melibatkan siswa pada aktivitas-aktivitas yang menyenangkan yakni aktivitas yang dapat mengurangi kejenuhan belajar secara rutin. Pemecahan masalah juga digunakan sebagai media praktis, yakni meningkatkan keterampilan dan pemahaman apa yang telah dipelajarinya. Jadi, ketika pemecahan masalah digunakan sebagai konteks, maka
fokus yang harus menjadi perhatian adalah menemukan permasalahan yang dapat menarik minat dan menggali tugas-tugas yang membantu memperjelas konsep maupun prosedur; mengandung tujuan-tujuan ganda yang memberi kesempatan bagi siswa untuk membuat penemuan-penemuan konsep sains melalui media yang dikenalnya (memotivasi), membantu siswa agar konsep-konsep sains lebih konkrit (sifat praktis), dan mengupayakan adanya rasionalisasi tentang apa yang dipelajari (justifikasi).
Pemecahan masalah sebagai suatu keterampilan (skills) dimaknai keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam memecahkan permasalahan seperti keterampilan menyusun prosedur kerja, melakukan eksperimen, mengoperasikan peralatan, mengobservasi, mengolah data dalam bentuk verbal, grafik, tabel, menyimpulkan dan mengabstraksi temuan.
Pemecahan masalah sebagi seni (art) dimaknai sebagai suatu kreatifitas dalam melakukan tindakan penemuan yang bersifat induktif. Tujuan pembelajaran pemecahan masalah sebagai seni tidak lain adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa sebagai pemecah masalah yang terampil dan antusias serta sebagai calon-calon pemikir terhadap penyelesaian masalah.
D. Pendekatan Pembelajaran Pemecahan Masalah Model Mothes
Pendekatan pembelajaran pemecahan masalah model Mothes merupakan suatu strategi dimana proses pembelajarannya bertujuan untuk memudahkan siswa dalam mengingat, memahami, dan mengaplikasikan materi yang diajarkan.
Struktur utama pembelajaran terdiri dari atas: kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir atau kegiatan pemantapan. Struktur pembelajaran pemecahan masalah diperinci ke dalam delapan tahapan, yang diperlihatkan pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Struktur Pembelajaran Pemecahan Masalah
Langkah Pembelajaran Tujuan Langkah Pembelajaran
1. Motivasi (MO) Membangkitkan minat dan keingintahuan siswa terhadap materi pembelajaran.
2. Penjabaran Masalah (PM) Merumuskan suatu pertanyaan ilmiah. 3. Penyusunan Opini-opini
(PO)
Perumusan sejumlah hipotesis atau dugaan 4. Perencanaan dan
Konstruksi (PK)
Menyusun peralatan percobaan yang fungsional 5. Percobaan (PE) Mempertunjukkan fenomena alam
6. Kesimpulan (KE) Menyimpulkan dari aktivitas pemecahan masalah 7. Abstraksi (AB) Mengintisarikan hasil ilmiah yang sah
8. Konsolidasi pengetahuan melalui aplikasi dan praktek (KP)
Memperoleh pemahaman komprehensif dan terintegrasi
Belajar pemecahan masalah pada hakekatnya adalah belajar berpikir atau belajar menalar, yaitu berpikir, menalar mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah-masalah yang belum pernah dijumpai sebelumnya. Karena itu, pembelajaran yang bernuansa pemecahan masalah harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu merangsang siswa untuk berpikir dan mendorong siswa menggunakan pikirannya secara sadar untuk memecahkan masalah.
Berdasarkan pendapat di atas, maka pembelajaran pemecahan masalah menuntut siswa belajar aktif, bukan guru yang lebih aktif dalam menyajikan materi pelajaran. Dengan belajar aktif dapat menumbuhkan sifat kreatif. Siswa kreatif yang dimaksud adalah siswa dapat mencari sendiri, menemukan sendiri, merumuskan sendiri dan menyimpulkan sendiri.
Model pembelajaran pemecahan masalah yang dilakukan melalui eksperimental dikembangkan oleh Gallet, C. (1998). Pemecahan masalah yang dikembangkan dilakukan melalui aktivitas yaitu : (1) merumuskan masalah utama; (2) mendefinisikan masalah; (3) menganalisis masalah oleh kelompok; (4) menyajikan informasi teoritis dan teknis; (5) menelaah parameter yang dibutuhkan untuk menjawab masalah; (6) mengelaborasi alternative; (7) memilih prosedur yang akan ditempuh, (8) memilih eksperimen yang akan digunakan dalam memecahkan masalah, (9) uji pendahuluan eksperimen oleh kelompok (10) memvalidasi eksperimen oleh kelompok, (11) penilaian prosedur terbaik, (12) pengumpulan data dalam rangka memecahkan masalah, (13) pelaporan data tiap kelompok, (14) diskusi tentang laporan kelompok, (15) kesimpulan umum hasil eksperimen, (16) peninjauan ulang pemecahan masalah. Dalam bentuk diagram dinyatakan seperti pada gambar berikut:
Masalah utama Pengembangan dan validasi
prrosedur laboratorium
Mendefinisikan masalah
Keputusan kelompok
Analisis masalah oleh kelompok -Identifikasi kesulitan - Identifikasi informasi yang
diperlukan
Informasi teknis : - merangkai alat - menggunakan alat - bahan kimia berbahaya
- kondisi eksperimen - teknis menganalisis dsb. Informasi teoritis : - konsep dasar - persamaan reaksi - perhitungan dsb. Menelaah parameter yang dibutuhkan untuk
menjawab masalah Mengelaborasi alternatif pemecahan masalah Memilih prosedur yg akan ditempuh Memilih eksperimen yang akan digunakan memecahkan masalah Uji pendahuluan
eksperimen
Uji prosedur 1 Uji prosedur 1 Uji prosedur 1
Analisis kelompok untuk memvalidasi eksperimen Pemilihan prosedur terbaik Pengumpulan data dalam rangka memecahkan masalah
Pelaporan data tiap kelompok Diskusi dalam rangka
koreksi laporan kelompok Kesimpulan umum hasil eksperimen Peninjauan ulang pemecahan masalah Diagram-2.1
Pembelajaran Pemecahan Masalah Berbasis Konsep Di Laboratorium (Model Gallet, C., 1998)
E. Metode Eksperimen
Metode eksperimen merupakan cara penyajian bahan pelajaran dimana siswa melakukan percobaan untuk membuktikan sendiri suatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari (Sagala, 2005). Kegiatan eksperimen dapat dilakukan di dalam suatu laboratorium maupun di luar laboratorium. Proses pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen memberikan kepada siswa untuk mengalami, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu proses maupun keadaan objek tertentu.
Keuntungan penggunaan metode eksperimen dalam proses pembelajaran, diantaranya adalah:
1. Dapat memberikan gambaran yang konkrit tentang suatu peristiwa, 2. Siswa dapat mengamati proses,
3. Siswa dapat mengembangkan keterampilan inkuiri, 4. Siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah,
5. Membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran lebih efektif dan efisien. (Arifin, 2003:122) Peran guru dalam pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen adalah sebagai pembimbing, mediator dan fasilitator. Proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode praktikum sebaiknya dilakukan melalui:
1. Diskusi cara mendesain praktikum, 2. Telaah peralatan yang digunakan,
3. Pengajuan pertanyaan dan hipotesis serta diskusi cara mendesain praktikum yang akan diterapkan,
4. Melakukan praktikum yang diarahkan pada pengujian hipotesis,
5. Pembimbingan dilakukan pada tiap kelompok dalam hal memberikan teknik observasi, pengukuran dan analisis,
6. Analisis data dan membuat kesimpulan,
7. Mendiskusikan temuan praktikum, dimensi diskusi harus membuahkan pertanyaan atau hipotesis baru.
(Nurlela, 2008:23) Dalam proses pembelajaran, metode eksperimen biasanya tidak berdiri sendiri. Pelaksanaan metode ini dapat digabung dengan metode ceramah, metode diskusi dan lain-lain.
F. Materi Kenaikan Titik Didih Larutan Non elektrolit
Sebelum mempelajari tentang konsep kenaikan titik didih, siswa sebaiknya telah mempelajari konsep tentang larutan nonelektrolit, komposisi larutan (dalam hal ini digunakan molalitas larutan) dan sifat koligatif larutan.
Larutan Nonelektrolit
Larutan merupakan campuran homogen dari dua zat atau lebih, dimana jumlah pelarut lebih banyak dari terlarut. Berdasarkan kemampuannya menghantarkan arus listrik larutan digolongkan ke dalam larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Larutan
nonelektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik. Contoh larutan non elektrolit seperti larutan gula, larutan urea, larutan etanol, dsb.
Molalitas
Molalitas (m) didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut dalam satu kilogram pelarut. Dalam bentuk persamaan dirumuskan sebagai berikut.
Rumusan molalitas dapat dinyatakan dalam bentuk lain, yaitu:
Molalitas larutan tidak bergantung pada suhu karena didefinisikan sebagai perbandingan jumlah mol terlarut dengan berat pelarut. Untuk alasan ini, molalitas dipilih sebagai satuan komposisi dalam kajian yang melibatkan perubahan suhu, seperti dalam sifat koligatif larutan.
Sifat Koligatif Larutan
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang bergantung pada jumlah partikel zat terlarut, tapi tidak bergantung pada jenis zat terlarut.
Kenaikan Titik Didih Larutan
Titik didih suatu cairan adalah suhu pada saat tekanan uapnya sama dengan tekanan udara luar. Adanya zat terlarut involatile (sukar menguap) akan menghalangi penguapan pelarut sehingga partikel pelarut yang menjadi uap berkurang, akibatnya
tekanan uap larutan akan lebih rendah dari pelarut murninya. Hal tersebut menyebabkan larutan akan membutuhkan energi tambahan untuk mendidih agar tekanan uap larutan sama dengan tekanan uap luar, sehingga larutan akan mendidih pada suhu yang lebih tinggi dari pelarutnya. Secara molekuler, peristiwa kenaikan titik didih dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar 2.2 sebagai berikut.
Gambar 2.2 Model Mikroskopik Pelarut dan Larutan
=
Pada gambar memperlihatkan model zat-zat partikel terlarut menyulitkan partikel-partikel pelarut untuk meninggalkan larutannya, akibatnya pada suhu yang sama tekanan uap larutan lebih rendah dari tekanan uap pelarut. Karena tekanan uap pada larutan lebih kecil, maka untuk mencapai tekanan 1 atm diperlukan energi yang lebih besar, berupa pemanasan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, titik didih larutan akan lebih tinggi daripada titik didih pelarut murninya. Hal tersebut dapat digambarkan dengan diagram P-T air dan larutan sebagai berikut:
Uap air Uap air
Partikel air Partikel air Partikel zat terlarut
Gambar 2.3 Diagram P
Pada tekanan udara luar 1 atm, air mendidih pada suhu 100 saat itu tekanan uap air ju
diperbesar sehingga titik L berpindah ke titik E. Jadi, pada titik E
dan titik didihnya adalah titik E’. Selisih dari titik didih larutan dengan titik didih pelarut disebut kenaikan titik didih (
Untuk laruatn encer, dirumuskan sebagai be
Keterangan:
∆Tb = kenaikan titik didiih larutan Tb = titik didih
Gambar 2.3 Diagram P-T air dan larutan
Pada tekanan udara luar 1 atm, air mendidih pada suhu 100
saat itu tekanan uap air juga 1 atm (titik L). Jadi, agar larutan mendidih suhu perlu diperbesar sehingga titik L berpindah ke titik E. Jadi, pada titik E
ik didihnya adalah titik E’. Selisih dari titik didih larutan dengan titik didih pelarut disebut kenaikan titik didih (∆ Tb).
∆Tb = Tb larutan– Tb pelarut
Untuk laruatn encer, kenaikan titik didih bergantung pada kemolalan larutan dan dirumuskan sebagai berikut:
∆ Tb = Kb x m
Tb = kenaikan titik didiih larutan Kb = tetapan kenaikan titik didih molal titik didih m = molalitas
Pada tekanan udara luar 1 atm, air mendidih pada suhu 100⁰ C (titik B). Pada ga 1 atm (titik L). Jadi, agar larutan mendidih suhu perlu diperbesar sehingga titik L berpindah ke titik E. Jadi, pada titik E larutan mendidih ik didihnya adalah titik E’. Selisih dari titik didih larutan dengan titik didih
kenaikan titik didih bergantung pada kemolalan larutan dan
Harga Kb bergantung pada jenis pelarut. Harga Kb dari beberapa pelarut diberikan pada tabel berikut.
Tabel 2.2 Tetapan Kenaikan Titik Didih Molal (Kb) Beberapa Pelarut
Pelarut Titik Didih (°°°°C) Kb (°°°°C m-1) Air (H2O) Benzena (C6H6) Karbon tetraklorida (CCl4) Etanol (C2H6O) Kloroform (CHCl3) Karbon disulfida (CS2) 100 80,1 76,8 78,4 61,2 46,2 0,52 2,53 5,02 1,22 3,63 2,34 Sumber: GeneralChemistry dalam (Sunarya, 2009)