BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD
RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
PRESENTASI KASUS
Edema Serebri Pada Ketoasidosis Diabetikum
Selasa, 23 Juni 2009
Oleh dr. Ronald David Martua Nababan
Pembimbing : dr. Januar Wibawa Martha, SpPD SpJP
Pendahuluan
Laporan kasus ini mengenai seorang wanita usia 18 tahun yang datang dengan keluhan sesak nafas, kemudian mengalami penurunan kesadaran saat perawatan di rumah sakit dr. Hasan Sadikin (RSHS), dengan diagnosa Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 dengan komplikasi ketoasidosis diabetikum (KAD) dan edema cerebri. Kasus ini membahas kemungkinan suatu edema cerebri pada kasus KAD dan penatalaksanaan yang seharusnya.
Laporan kasus
Seorang wanita, 18 tahun, belum menikah datang ke unit gawat darurat (UGD) RSHS dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari sebelum masuk ke rumah sakit. Tidak ada batuk-batuk. Keluhan diawali oleh panas badan tidak terlalu tinggi sejak satu minggu sebelumnya disertai pegal-pegal di sekujur tubuh, dan mual-mual tanpa muntah. Penderita berobat ke dokter umum dan dikatakan radang saluran pencernaan, diberikan obat primadex forte, metoklopramide, dan sakaneuron. Setelah minum obat tersebut penderita mengeluh sesak nafas, lalu keesokan harinya berobat lagi ke dokter umum yang berbeda dikatakan radang pencernaan dan disarankan agar obat dihentikan dan diganti ranitidin, spasminal dan grafalin, namun keluhan tidak berkurang sehingga penderita kemudian ke RSHS.
Tidak ada keluhan cepat haus banyak minum, banyak kencing, banyak makan namun berat badan makin menurun. Kedua orang tua penderita ini menderita diabetes.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, status gizi lebih dan body mass indeks (BMI) : 24.97 kg/m2 (berat badan 60 kg tinggi badan 155 cm). Saat datang kesadaran
compos mentis dengan tanda vital : tekanan darah 140/100 mmHg dengan mean arterial pressure MAP 113, nadi 124 x/menit regular equal isi cukup, pernafasan 36 x/menit dalam dan suhu 36,3 0C.
bening tidak teraba. Pada dada bentuk dan gerak simetris, batas jantung normal dengan bunyi jantung S1-S2 normal tidak ada bunyi S3 gallop. Pada paru vocal fremitus, vocal resonance, vesicular breathing sound kanan sama dengan kiri, tidak ada ronchi, tidak ada wheezing Abdomen: datar lembut, hati tidak teraba, limpa tidak teraba, ruang traube kosong. Pada ekstremitas tidak terdapat edema.
Pemeriksaan Penunjang
Saat di Emergensi RSHS pada penderita dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
• Laboratorium didapatkan hasil Hemoglobin (Hb) : 15.5 g/dl (nilai normal 12-16), Hematokrit (Ht) : 47% (35-47), Leukosit (L) : 17.000/mm3 (3.800-10.600), Trombosit (tr): 300.000/mm3 (150.000-440.000), Ureum (Ur) : 18 mg/dL(15-50), Kreatinin (Kr) : 0.39 mg/dL (0.5-0.9), Gula darah (GD) : 412 mg/dL (< 140), Natrium (Na) : 130 mEq/L (135-145), Kalium (K) : 4.4 mEq/L(3.6-5.5), Amilase 54 U/L (28-100), Lipase 80.9 U/L (13-60) Osmolaritas plasma : 282
• Pemeriksaan urine : BJ: 1.025 pH: 5.0 Nitrit : negatif, Protein : negatif Glukosa : 1000/+++ +, Keton : 50/++++, Eri : 2-4, leuko 1-3 epitel : 0-2
• Analisa gas darah pH 7,017 pCO2: 12.9 pO2 :194.4 HCO3: 3.2 TCO2: 3.5 BE: -25.5 SatO2: 98.8 %
• Ro thoraks : Suspek bronkopneumonia kanan dan kardiomegali dd/ posisi
• Diagnosa EKG : sinus takikardi Diagnosa kerja dan diagnosa banding
- DM tipe 1 dd/ DM tipe lain dengan komplikasi KAD. Penatalaksanaan
Saat di emergensi penderita mendapatkan terapi O2 lembab 3 liter/menit, Infus NaCl 0.9% 1 liter pertama dalam ½ dilanjutkan, 1 liter kedua dalam 1, 1 liter ketida dalam 2 jam III selanjutnya 1 liter ketiga dalam 3 jam. Diberikan bolus insulin 0.1 u/kgBB yaitu sebanyak 12 unit, setelah dilakukan rehidrasi sebanyak 2000 cc, dilanjutkan dengan insulin drip mulai 0.1 u/jam (6 unit) dosis titrasi sampai tercapai GD 200-250 mg/dl dengan target penurunan gula darah 50-75 mg/dl/jam, bicnat 50 meq drip habis dalam 2 jam, drip substitusi KCl 25 meq dalam NaCl 0,9% 500 cc dalam 6 jam dan pemantauan gula darah tiap jam, kalium tiap 4 jam, dan analisa gas darah tiap 12 jam.
Pada pukul 23.30 penderita masuk keruangan intermediate health care (IHC) dengan keadaan umum sakit berat dan kesadaran kompos mentis. Selama perawatan hari pertama penderita mendapat rehidrasi total 5350 cc dengan balance + 2000 cc/24 jam. GDS terakhir 162 dengan actrapid drip 2 unit/jam. Penurunan gula darah tidak lebih dari 50-75 mg/dl per jam Hari rawat ke-2 (IHC), Tanggal 17 Mei 2009
Pada perawatan hari ke-2 keadaan umum sakit berat kesadaran kompos mentis, tekanan darah 122/83 mmHg, Respirasi : 42 x/menit dalam, Heart Rate (HR) : 148 x/menit. Total Intake : 5371cc output : 6301cc dan balance cairan -1030 cc/24 jam. Gula darah berkisar antara 127-255 mg/dl dengan insulin 1 unit/jam, dan kadar kalium antara 3.3 - 4.5 meq/L.
Pada pukul 04.00 setelah pemasangan central venous catheter (CVC) terbaca 9 cm H2O, penderita dilaporkan mengalami penurunan kesadaran, tiba-tiba menjadi gelisah, dan tidak ada respon saat diajak bicara atau saat badannya digoyang-goyang, tidak diawali kejang ataupun kelemahan tubuh sebelah, tidak ada keluhan sakit kepala ataupun muntah-muntah sebelumnya. Hari rawat ke-3 (IHC) tanggal 18 Mei 2009
Pasien dalam keadaan sakit berat kesadaran sopor (GCS E1M3V2), tekanan darah 103/63 mmHg (MAP: 70), Respirasi : 42 x/menit dalam, HR : 146 x/menit, Suhu 36.3 oC. Total Intake : 5230 cc output : 4510 cc dan balance cairan +720 cc/24 jam. Central venous pressure (CVP) terbaca 10. Pada pemasangan Nasogastric tube (NGT) cairan dalan urine bag tampung tampak kehitaman dengan jumlah 300 cc. Gula darah penderita berkisar antara 87-257 mg/dl dengan insulin 2 unit/jam. Penderita masih asidosis berat dengan pH 7.094, HCO3 4.6 dan PCO2 15.5. osmolaritas plasma 285, dengan high anion gap 23 (Na : 140, Cl- : 112 HCO3- : 4.6).
Diagnosa kerja saat ini adalah DM tipe 1 dd/ DM tipe lain (masih curiga lipid toxicity) dengan pankreatitis, dengan komplikasi KAD, Community Acquired Pneumonia (CAP) dan Stress ulcer. Penderita masih dipuasakan, dilakukan rehidrasi sesuai panduan CVP dengan balance cairan 0 s.d (+)1000 cc, actrapid drip dilanjutkan dengan dosis 2 u/jam. Penderita dikonsulkan ke sub bagian gastroenterohepatologi dan pulmonologi. Jawaban dari sub bagian Pulmonologi DK/ Bronkhitis akut dengan saran levofloxacin 1x750 mg p.o, sedangkan jawaban dari sub bagian gastroenterohepatologi DK/ Stress ulcer dan tidak jelas ada tanda-tanda pankreatitis akut dengan saran pemberian omeprazole 1x40 mg i.v, sucralfat 3x500 mg p.o, periksa amilase lipase ulang. Penderita kemudian keperiksa kadar trigliseridanya ternyata normal 162, amilase 69, lipase 76.5 dan kalsium bebas 4.90
Penurunan kesadaran diduga karena KAD, mengingat adanya asidosis metabolik dengan high anion gap.
Hari ke-4 dan 5 IHC Tanggal 19 Mei 2009
Keadaan umum sakit berat kesadaran sopor (GCS E1M3V1), tekanan darah 107/55 mmHg (MAP: 71), Respirasi : 32 x/menit dalam, HR : 131 x/menit, Suhu 36.4 0C. Total Intake : 6419 cc output : 5074 cc dan balance cairan +545 cc/24 jam. CVP terbaca 18 cm H2O dengan undulasi (+). Hb 9.7 g/dl, leukosit 6.800/mm3 Tr : 293.000/mm3. Penderita masih dipuasakan karena NGT masih tampak kotor. Nutrisi parenteral belum diberikan. Gula darah penderita berkisar antara 235-321 mg/dl dengan insulin 2 unit/jam. Penderita masih asidosis berat dengan pH 7.097, HCO3 5.7 dan PCO2 17.3. Hasil analisis urine didapatkan ketonuria (++).
Permasalahan penderita sampai hari perawatan ke-4 adalah masih adanya asidosis yang memberat dengan ketosis, walaupun gula darah sudah terkontrol dan tidak ada dehidrasi, nilai ureum dan kreatinin normal (ureum 46 mg/dL kreatinin 0.92 mg/dL), produksi urin yang banyak. Penderita kemudian dilakukan koreksi asidosis metabolik sesuai dengan perhitungan base excess pada pukul 15.00 dengan Bicnat 220 meq habis dalam 2 jam pertama dilanjutkan 220 meq habis dalam 22 jam selanjutnya.
Pada keesokan harinya asidosis metabolik mulai membaik dengan ph 7.288, HCO3 11.9 19.0 PCO2 25.343.9. Permasalahan adalah tetap ada penurunan kesadaran, penderita mulai febris, asidosis metabolik mulai membaik namun PCO2 semakin naik, didapatkan hipernatremi yang kemungkinan disebabkan faktor sentral ataupun akibat koreksi bicnat dalam jumlah besar.
Pada perawatan hari ini mulai diberikan nutrisi parenteral, nutrisi enteral belum diberikan karena terdapat illeus paralitik. Diberikan nutrisi dengan aminofuschin L-600, D5% dan larutan 2A.
Hasil follow up bagian neurologi mendapatkan adanya defisit neurologi global dan tidak terdapat defisit neurologik fokal, penurunan kesadaran akibat metabolik encephalopati ec asidosis metabolik. Dari Sub Bagian Ginjal hipertensi membuat diagnosa DM tipe 1 dengan komplikasi KAD, Hipernatremia ec overhidrasi, Asidosis metabolik pada penderita ini merupakan bagian dari KAD.
Hari ke-6-7 MIC-CICU, 21-22 Mei 2009
Perawatan hari ke-6 keadaan umum pasien masih sakit berat kesadaran sopor (GCS E1M3V1), tekanan darah 115/75 mmHg (MAP: 92) kemudian turun menjadi 90/47 mmHg (MAP:
56), Respirasi : 40x/menit dangkal, HR : 136 x/menit, Suhu 38,9 C. CVP terbaca 17 cm H2O. Total Intake : 4580 cc output : 4537 cc dan balance cairan + 43 cc/24 jam.
Hasil pemeriksaaan AGD didapatkan pH : 7.252 HCO3 19 namun PO2 turun menjadi 57.4 dengan perbandingan PaO2 : FiO2 = 173. (<200). Hasil lab lain Hb: 9.5 g/dl; Ht : 29 L : 6.200/mm3 Tr : 289.000/mm3 Ureum : 41 mg/dl Kreat : 0.90 mg/dl. Gula darah penderita berkisar antara 138-382 mg/dl dengan insulin 4 unit/jam.
Penderita dibuat diagnosa baru dengan DM tipe 1 komplikasi KAD dengan sepsis ec CAP dd/ intra abdominal dengan syok sepsis, respiratory failure dan asidosis laktat, suspek edema cerebri dan stress ulcer. Penderita kemudian diberikan vasopressor dopamine mulai 10u/kgBB/menit dosis titrasi dengan target MAP 70, dilakukan pemasangan sungkup O2, pemeriksaan laktat, pemeriksaan bulyon kultur dan urine rutin.
Keesokan harinya keadaan umum sakit berat kesadaran sopor (GCS E1M2V1), tekanan darah 90/47 mmHg (MAP: 56), Respirasi : 38x/menit dalam, HR : 140 x/menit, Suhu 39.7 C. CVP terbaca 17. Total Intake : 3215 output : 1905 dan balance cairan +1310 cc/24 jam.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan bunyi nafas tambahan berupa slem dikedua lapang paru, AGD menunjukkan respiratory failure type 2 dengan PCO2 111.7, penderita kemudian dibuat diagnosa tambahan suspek aspirasi pneumonia dengan respiratory failure tipe 2 lalu dilakukan intubasi, dan dipindahkan ke Intensive care unit (ICU), sementara dititipkan di Cardiac Intensive Care Unit (CICU) untuk pemasangan ventilator. Antibiotika ditambah dengan ceftazidime 3x1 gr, metronidazole 3x500 mg i.v dan levofloxacin 1x750 mg i.v.
Pada penderita dilakukan pemeriksaan rontgen toraks dan dari hasil ekspertise disimpulkan tidak terdapat tanda-tanda pneumonia
Hari 8-9 CICU Tanggal 23 Mei 2009
Keadaan umum sakit berat kesadaran dibawah pengaruh obat (DPO) (miloz 2mg/jam), tekanan darah 96/67 mmHg (MAP 73) dengan dopamine 15 u/kgbb/menit, Respirasi : on ventilator SIMV 14 PS PEEP 6 FiO2 50% sat O2 100%, HR : 164 x/menit, Suhu 40.2 C. CVP terbaca 17. Total Intake : 2113 cc output : 2558 cc dan balance cairan -445 cc/24 jam.
Data lab menunjukkan elektrolit dalam batas normal, gula darah menjadi tidak stabil antara 86-374 mg/dl. AGD menunjukkan pH 7.337 PCO2 48.5 dan HCO3 24.6, sempat terdapat hipokalsemia Ca : 4.06 koreksi dengan Ca glukonas 4 gr, ulang menjadi 4.95, Mg : 2.36 , Na : 140, Kalium 4.2, Ureum : 69, Kreatinin : 0.92. Kepada Bagian neurologi ditanyakan kemungkinan edema cerebri dengan hasil pemeriksaan fundoskopi didapatkan papil batas tegas,
namun sulit untuk menilai adanya edema cerebri karena penderita dibawah pengaruh obat, disarankan untuk melakukan CT scan.
Penderita kemudian mengalami penurunan fungsi dari jantung dan paru dan meninggal dengan penyebab kematian multi organ failure (MOF).
RESUME
Wanita, 19 tahun yang belum pernah diketahui menderita DM sebelumnya datang dengan keluhan sesak nafas, kesadaran saat datang kompos mentis. Diagnosa awal: DM tipe 1 dengan komplikasi KAD, telah dilakukan penanganan sesuai panduan KAD dengan penurunan Gula darah tidak melebihi 75 mg/jam.
Dalam perjalanan penyakitnya penderita :
• Penurunan kesadaran mendadak pada hari perawatan ke 2 (post pemasangan CVP), dan kesadaran tidak pernah membaik.
• Asidosis metabolik yang refrakter, walaupun telah terehidrasi dan gula darah stabil
• Timbul panas badan (38,5) pada hari perawatan ke-5 yang semakin meningkat sampai pada kematiannya
• Hari perawatan ke-5 timbul hipernatremi (Na : 160 mg/dl)
• Hari perawatan ke-6 pernafasan menjadi cepat dan dangkal (awalnya cepat dan dalam) AGD PCO2 meningkat dan terjadi asidosis respiratori
• Penderita masuk ventilator pada hari rawat-7
• Penderita meninggal hari ke-9 dengan penyebab MOF (fatique dari kardiak) • Diagnosa akhir:
• DM tipe 1 dengan komplikasi KAD • Suspek Edema cerebri
• Sepsis dengan sumber yang belum diketahui dengan MOF respiratory failure, syok septic dan stress ulcer
Pembahasan dan diskusi
1. Bagaimana sebaiknya pendekatan diagnosa pada penderita ini? 2. Bagaimana mendiagnosa edema cerebri pada penderita ini? 3. Bagaimana terapi yang sebaiknya diberikan?
1. Bagaimana pendekatan diagnosa pada penderita ini?
Penderita adalah seorang wanita muda dengan tidak ada riwayat diabetes sebelumnya, datang dengan permasalahan asidosis metabolik. Pendekatan pada penderita ini berdasarkan permasalahan asidosis metabolik yang dialami oleh penderita. Menurut literatur asidosis metabolik dapat dibedakan menjadi tipe high anion gap maupun normal anion gap1.
Tabel 1. Penyebab dari asidosis metabolik
Cause Examples
High anion gap
Ketoacidosis Diabetes
Chronic alcoholism Undernutrition Fasting Lactic acidosis (from physiologic
processes)
Shock
Primary hypoxia due to lung disorders Seizures
Lactic acidosis (from exogenous toxins) Carbon monoxide, Cyanide, Iron
Isoniazid Some Trade Names (INH, NYDRAZID) Toluene (initially high gap; subsequent excretion of metabolites normalizes gap)
Renal failure —
Toxins metabolized to acids Alcohol, Methanol (formate), Ethylene glycol (oxalate) Paraldehyde (acetate, chloracetate), Salicylates
Rhabdomyolysis (rare) —
Normal anion gap (hyperchloremic acidosis)
GI HCO3− loss Colostomy, Diarrhea, Enteric fistulas Ileostomy, Use of ion-exchange resins Urologic procedures Ureterosigmoidostomy, Ureteroileal conduit Renal HCO3− loss Tubulointerstitial renal disease
Renal tubular acidosis, types 1, 2, and 4 Hyperparathyroidism
Ingestions Acetazolamide Some Trade Names
DIAMOX, CaCl2 , Mg sulfate (MgSO4)
Parenteral infusion Arginine Some Trade Names
R-GENE, Lysine, Ammonium Cl (NH4Cl) Rapid NaCl infusion
Other Hypoaldosteronism, Hyperkalemia
Toluene (late)
Pada penderita ini terdapat asidosis metabolik dengan high anion gap yaitu 23. Sehingga yang memungkinkan adalah suatu ketoasidosis, gagal ginjal, asidosis laktat, dan rabdomiolisis. Namun berdasarkan data laboratorium lebih mendukung kearah suatu ketoasidosis. Lebih jauh lagi dikatakan bahwa penyebab ketoasidosis yang paling sering adalah diabetes, chronic malnutrition, alkoholisme dan puasa. Untuk dugaan malnutrisi dapat disingkirkan mengingat penderita bertubuh gemuk dengan BMI 24.97. Dugaan alkoholik pada penderita ini juga dapat disingkirkan karena tidak didapatkan anamnesa intake alkohol pada penderita ini. Dari anamnesa belum tergali puasa sebagai penyebab asidosis metabolik, mengingat penderita adalah wanita muda bertubuh gemuk sehingga puasa berlebihan sebagai penyebab ketoasidosis, namun melihat klinis penderita yang sangat berat paling memungkinkan adalah diabetes sebagai penyebab keadaan asidosis metabolik pada penderita ini. Walaupun demikian pemberian nutrisi yang terlambat pada penderita ini juga memungkinkan menetapnya KAD2. Oleh karena itu pemberian nutrisi sesegera mungkin akan banyak membantu penderita dalam memperbaiki KAD-nya2.
Diabetik ketoasidodis adalah suatu keadaan dekompensasi atau kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemi, asidosis dan ketosis yang terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolute atau relatif dan adanya peningkatan hormon kontra regulator seperti glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan3,4,5,6,7. Pada penderita diabetes mellitus tipe 1 sering kali KAD merupakan gejala awal dari suatu DM (tidak diketahui riwayat DM sebelumnya), mekanismenya belum banyak diketahui5,7.
Tabel 2 standar diagnostik ketoasidosis
Standar diagnosis Pada penderita ini
Diabetic – glucose >250 mg/dL GDS 425
Keto – ketones produced Ketone uri ++++
Acidosis – anion gap metabolic acidosis;
HCO3- <15, pH<7.30
pH 7.017 ; HCO3 : 4.2 Anion Gap : 23
Diabetes mellitus adalah kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Klasifikasi :
• Type 1 : Defisiensi insulin absolut
• Type 2 : Resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif
• Type 3 : Defek genetik sel beta, defek insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, infeksi (virus yang merusak sel B pankreas) coxsackievirus B, cytomegalovirus, adenovirus, dan mumps3,4,5.
Pada penderita ini secara klinis tidak jelas adanya suatu Dibetes Mellitus, tidak ada keluhan khas DM. Petunjuk yang ada adalah hiperglisemia pada penderita ini. Baik tipe 1, 2 maupun tipe lain masih memungkinkan pada penderita ini mengingat kurangnya data yang mendukung, berdasarkan keseringannya menimbulkan komplikasi KAD maka diambil DM tipe 1 sebagai diagnosa pada penderita ini.
Tabel 3 Kemungkinan tipe DM pada penderita ini
Tipe 1
Yang mendukung - Usia Muda
- Komplikasi KAD sering pada penderita DM tipe 1 yang belum pernah diketahui DM
Yang tidak mendukung - Badan gemuk
Tipe 2
Yang mendukung - Kemungkinan resistensi insulin pada penderita ini
- Usia DM tipe 2 mulai bergeser
Yang tidak mendukung - Usia terlalu muda
Tipe lain Yang mendukungYang tidak mendukung -- Ada riwayat febris 1 minggu sebelum timbul keluhanKejadian KAD lebih jarang
2. Bagaimana mendiagnosa suatu edema cerebri pada penderita ini
Edema cerebri merupakan suatu kelainan yang jarang namun sangat berat pada suatu kejadian ketoasidosis metabolik (KAD). Kejadian edema cerebri pada DKA memang lebih sering pada usia muda walaupun kejadian ini pertama kali diketahui pada orang dewasa.
Mekanisme terjadinya suatu KAD bisa belum diketahui secara pasti. Berbagai teori menyatakan bahawa kejadian edema cerebri terjadi pada faktor resiko usia muda, PCO2 yang sangat rendah, peningkatan kadar ureum, tingginya kadar gula darah tidak berhubungan dengan kejadian edema cerebri8,9,10.
Tekanan CO2 yang rendah (PCO2) sendiri biasanya dibuat sebagai tindakan medis untuk menanggulangi adanya edema cerebri, tampak seperti kontradiksi, sebuah penelitian menyatakan bahwa hipoksia berat yang lama justru akan menimbulkan vasokonstriksi sehingga menimbulkan iskemia di otak, akan meningkatkan kebutuhan oksigen di otak, dan lebih lanjut akan menyebabkan eksitabilitas sel otak dan pelepasan exitotoksin seperti glutamate15.
Kecurigaan akan adanya komplikasi edema cerebri pada penderita ini baru timbul setelah adanya penurunan kesadaran yang menetap, febris tinggi, keadaan hipernatremia pada kondisi euvolemia.
Penurunan kesadaran pada penderita ini tidak berlangsung gradual, tapi mendadak saat perawatan hari ke-3, berdasarkan data ini ditambah adanya hipernatremi dan hipertermi makin
memperkuat dugaan penurunan kesadaran dengan penyebab sentral, walaupun tidak didahului sakit kepala hebat, muntah muntah dan tidak ada kejang atau kelemahan anggota gerak8,9,10,11. Tabel 4. Kemungkinan penyebab hipernatremi pada penderita ini.
Sentral
Sentral IatrogenikIatrogenik
Yang mendukung :
Yang mendukung :
-- Produksi urine yang banyak >3000 cc, namun Produksi urine yang banyak >3000 cc, namun tubuh tidak mampu mengeluarkan garam
tubuh tidak mampu mengeluarkan garam
(diabetes insipidus sentral)
(diabetes insipidus sentral)
-- Status hidrasi euvolemiStatus hidrasi euvolemi
-- Sesuai setting klinis yang lainSesuai setting klinis yang lain
-Yang mendukung
Yang mendukung
-- Terdapat pemberian NaHCO3 dalam jumlah 440 Terdapat pemberian NaHCO3 dalam jumlah 440 meq
meq
-- Penderita diinfus NaCl 0.9% dalam jumlah yang Penderita diinfus NaCl 0.9% dalam jumlah yang besar
besar
-- Komplikasi hipernatremi sering timbul pada Komplikasi hipernatremi sering timbul pada KAD dengan infus NaCl dan bicna t dalam
KAD dengan infus NaCl dan bicna t dalam
jumlah besar
jumlah besar
Yang tidak mendukung :
Yang tidak mendukung :
- Tidak ada alat bukti obyektif- Tidak ada alat bukti obyektif Yang tidak mendukung Yang tidak mendukung
-- Produksi urin sangat banyakProduksi urin sangat banyak
Hipernatremi sendiri secara umum dibagi atas hipernatremi dengan kondisi hipovolemia, euvolemia atau hipervolemia16. Penderita ini digolongkan dalam keadaan euvolemia, ditunjukkan dengan klinis yang tidak dehidrasi dan tidak bengkak, monitoring intake output dalam kondisi balance 0-500 cc, dengan produksi urine yang banyak dan CVP antara 16-17 cm H2O. Lebih lanjut kondisi hipernatremi dengan euvolemia yang paling memungkinkan pada penderita ini adalah suatu sentral diabetes insipidus, diperkuat juga dengan adanya produksi urine yang banyak sampai >5.000 cc, dan tidak terdapat bukti gangguan ginjal.12,13,17
Hypernatremia with hypovolemia (decreased TBW and Na; relatively greater decrease in TBW)
Extrarenal losses GI: Vomiting, diarrhea
Skin: Burns, excessive sweating Renal losses
Intrinsic renal disease Loop diuretics
Osmotic diuresis (glucose, urea, mannitol Some Trade Names Osmitrol, Resectisol
Hypernatremia with euvolemia (decreased TBW; near-normal total body Na)
Extrarenal losses Respiratory: Tachypnea Skin: Fever, excessive sweating Renal losses
Central diabetes insipidus Nephrogenic diabetes insipidus Other
Inability to access water Primary hypodipsia Reset osmostat
Hypernatremia with hypervolemia (increased Na; normal or increased TBW)
Hypertonic fluid administration (hypertonic saline, NaHCO3, total parenteral nutrition)
Mineralocorticoid excess
Adrenal tumors secreting deoxycorticosterone
Congenital adrenal hyperplasia (caused by 11-hydroxylase defect) Iatrogenic
Diambil dari merck manual Hypernatremia:Fluid and electrolyte imbalance, 2007
Yang juga membuat dugaan kearah gangguan sentral lainnya adalah adanya hipertermi pada penderita ini. Panas badan baru timbul setelah penderita mengalami penurunan kesadaran, tidak membaik walaupun telah diberi obat penurun panas maupun terapi antimikroba (atas dugaan infeksi), hal ini makin memperkuat dugan kearah gangguan sentral sebagi penyebab hipertermi walaupun terdapat riwayat panas badan sebelum penderita ke RS. Namun dengan tidak didapatkannya bukti infeksi maka penyebab panas oleh karena sepsis dapat dibuat diurutan kedua.
Setelah dipaparkan berbagai alasan mengapa kelainan sentral yang diduga kuat sebagai penyebab gangguan pada penderita ini. Berikut dipaparkan beberapa alasan menjadikan edema cerebri sebagai kelainan sentralnya.
Edema cerebri
Edema cerebri Pseudo tumorPseudo tumor
Yang mendukung
Yang mendukung
•
• Merupakan komplikasi KADMerupakan komplikasi KAD
•
• KAD pada usia < 20 tahunKAD pada usia < 20 tahun
•
• PCO2 sangat rendahPCO2 sangat rendah
Yang mendukung :
Yang mendukung :
•
• Gejala TTIKGejala TTIK Yang tidak mendukung
Yang tidak mendukung
•
• Pemeriksaan kearah edema cerebri tidak Pemeriksaan kearah edema cerebri tidak
dilakukan
dilakukan
Yang tidak mendukung :
Yang tidak mendukung :
•
• Sulit diterangkan melalui perjalanan Sulit diterangkan melalui perjalanan penyakitnya
penyakitnya
3 . Penatalaksanaan
Kejadian edema serebri memang jarang namun memiliki angka kematian yang tinggi, Dalam beberapa laporan kasus dikatakan 95% kejadian terdapat pada penderita dibawah usia 20 tahun, dan 1/3 nya terjadi pada penderita dibawah 5 tahun13,14,15. Kejadian cerebral edema serebri pada penderita dibawah 20 tahun sekitar 1%, dan lebih banyak terjadi pada orang yang belum pernah diketahui sebagai penderita diabetes, dan merupakan penyebab kematian utama pada anak-anak dengan ketoasidosis. Angka kematian berkisar dari 24%-90%. Klinis dari suatu edema serebri bisa diawali penurunan kesadaran, kelemahan badan, dan sakit kepala. Awitan kejadian bervariasi, paling sering adalah 4-12 jam setelah pemberian terapi, nemun terdapat beberapa laporan kasus kejadian edema serebri sebelum mulainya terapi. Patofisiologi kejadian edema cerebri belum sepenuhnya diketahui. Beberapa mekanisme telah dipaparkan seperti
1. Hipoksia
2. Penurunan osmolaritas plasma yang terlalu cepat saat treatment DKA 3. Efek dari insulin pada membran sel yang menyebabkan edema.
Yang juga penting adalah mengetahui faktor resiko seseorang akan menderita edema serebri sebagai komplikasi dari suatu KAD. Glaser N telah meneliti 61 anak yang menderita ketoasidosis metabolik dengan edema serebri, ternyata angka kejadian berbanding lurus secra bermakan dengan rendahnya kadar PCO2, tingginya kadar ureum sedangkan untuk terpeutik, ternyata hanya tindakan pemberian bicarbonat yang meningkatkan kejadian edema serebri., kecepatan pemberian resusitasi cairan, kecepatan penurunan gula darah dan pemberian insulin ternyata tidak berhubungan bermakan dengan kejadian edema serebri pada penelitian ini12,13,14,15.
VARIABLE RELATIVE RISK
(95% CI) P VALUE
Male sex 0.6 (0.3–1.4) 0.27
Age (per 1-yr increase) 0.9 (0.6–1.3) 0.53
Initial serum sodium concentration (per increase of 5.8
mmol/liter) 0.7 (0.5–1.02) 0.06
Initial serum glucose concentration (per increase of 244 mg/dl) 1.4 (0.5–3.9) 0.58
Initial serum urea nitrogen concentration (per increase of 9 mg/dl)
1.8 (1.2–2.7) 0.008
Initial serum bicarbonate concentration (per increase of 3.6
mmol/liter) 1.2 (0.5–2.6) 0.73
Initial partial pressure of arterial carbon dioxide (per decrease of 7.8 mm Hg)
2.7 (1.4–5.1) 0.002
Rate of increase in serum sodium concentration during therapy (per increase of 5.8 mmol/liter/hr)
0.6 (0.4–0.9) 0.01
Rate of decrease in serum glucose concentration during therapy (per decrease of190 mg/dl/hr)
0.8 (0.5–1.4) 0.41
Rate of increase in serum bicarbonate concentration during therapy (per increaseof 3 mmol/liter/hr)
0.8 (0.5–1.1) 0.15
Administration of insulin bolus 0.8 (0.3–2.2) 0.62
Treatment with bicarbonate 4.2 (1.5–12.1) 0.008
Rate of infusion of intravenous fluid (per increase of 5 ml/kg of
body weight/hr) 1.1 (0.4–3.0) 0.91
Rate of infusion of sodium (per increase of 0.6 mmol/kg/hr) 1.2 (0.6–2.7) 0.59
Rate of infusion of insulin (per increase of 0.04 unit/kg/hr) 1.2 (0.8–1.8) 0.30
Diambil dari New England Journal of Medicine, 2001; 344:264-269.
Ketika kejadian edema serebri terjadi pengobatan diarahkan untuk menurunkan tekanan intrakranial. Pemberian manitol dapat berguna untuk menurunkan tekanan intrakranial, dengan dosis 1-2 g/kg dalam 15 menit. Tekanan intrakranial dimonitoring dan hipoventilasi dilakukan secepatnya menunjukkan banyak perbaikan secara klinis. Pemberian dekasametasone dan diuretics tidak pernah diteliti. Selanjutnya unutk pencegahan edema serebri pada orang yang beresiko tinggi mengalami edema serebri adalah 13,14,15:
- Pemberian cairan dan garam secara gradual pada orang yang hiperosmolar. (maksimum penurunan 3 mOsm/kgH2O tiap jam)
- Hindari penggunaan bicarbonat kecuali pada keadaan yang sangat memaksa
Kesimpulan
Telah disampaikan sebuah laporan kasus mengenai seorang wanita muda yang belum pernah diketahui menderita DM sebelumnya, dengan diagnosa Ketoasidosis Metabolik dengan edema serebri.
Edema cerebri sebagai suatu komplikasi dari KAD merupakan hal yang jarang terjadi namun perlu dipikirkan pada:
• Usia < 20 tahun
• Tidak jelas riwayat DM sebelumnya
• PCO2 yang sangat rendah
Saran
• Pemeriksaan neurologis segera dilakukan pada penderita KAD yang kesadarannya tidak pulih dalam 24 jam pertama penanganan.
• Terapi adjuvantivus dengan manitol terbukti telah berhasil pada beberapa kasus pediatrik
• Pemberian nutrisi yang sesegera mungkin diyakini dapat memutuskan jalur lipolisis dan dapat memperbaiki kondisi asidosis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Metabolic acidosis : Acid-base regulation and disorders. Available from www.merck manualprofesional.com
2. Shah P, Isley WL. Ketoacidosis during a Low-Carbohydrate Diet. N Engl J Med 2006;354:23-26
3. Soewondo P. Ketoasidosis diabetik. In : In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PAPDI. Pusat Penerbitan FKUI. Jakarta, 2006. p.1874-1880
4. Powers AC. Diabetes Mellitus. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th edition. McGrawHill. NewYork.2008. p.2152-2182
5. Gustaviani R. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PAPDI. Pusat Penerbitan FKUI. Jakarta, 2006. p1857-1859
6. Rosenbloom AL, Hanas R. Diabetic ketoacidosis (DKA) : Treatment Guidelines. Clin Ped 1996; 332: 261-266
7. Charfen MA, Fernandez M. Diabetic Ketoacidosis. Emerg Med Clin N Am 2005;23:609– 628.
8. Muir QB, Quisling RG, Yang MC, Rosenblom AL. Cerebral edema in childhood diabetic ketocidosis. Diabetes care 2004; 27: 1541-1546.
9. Bohn D, MB, Daneman D. Diabetic ketoacidosis and cerebral edema. Curr Opin Pediatr 2002;14:287–291
10. Levin DL. Cerebral edema in diabetic ketoacidosis. Pediatr Crit Care Med 2008; 9:320-329 11. Glaser NS. Gorges SL, Marcin JP, Buonocore MH, Dicarlo J, Neely K, et al. Mechanism of
cerebral edema in children with diabetic ketoacidosis. J Pediatr 2004;145:164-171
12. Lawrence SE, Cummings EA, Gaboury I, Daneman D, Population-based study of incidence and risk factors for cerebral edema in pediatric diabetic ketoacidosis. J Pediatr 2005;146:688-692
13. Dunger DB. Predicting cerebral edema During diabetic ketoacidosis. N Eng J Med 2001; 344: 204-212
14. Glaser NS. Barnet P, McCalsin I, Marcin JP, Kaufman F, Dicarlo J, Quayle K et al. Risk factors for cerebral edema in children with diabetic ketoacidosis. N Engl J Med 2001; 344:264-269.
15. Laffey JG, Avanagh PK. Hypocapnia. N Engl J Med 2002;347:43-52
16. Hypernatremia : Fluid and electrolyte imbalance. Available from www.merck manualprofesional.com
17. Ellison DH, Berl T. The Syndrome of Inappropriate Antidiuresis. N Engl J Med 2007; 356(20) :2064-2072