• Tidak ada hasil yang ditemukan

asuhan keperawatan pada pasien dengan PPOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "asuhan keperawatan pada pasien dengan PPOK"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan : PPOK di Ruang 4 Paru RSPAD Gatot Soebroto

Semester 1 /Profesi Ners

Disusun oleh:

1. Fonie Widyowati

2. Muhammad Abdul Qodir

3. Rizky Witama

4. Titi Handayani

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JAYAKARTA PKP Jalan Raya PKP Kelapa Dua Wetan Jakarta Timur

Telp. (021) 22852216 Periode 2015/201

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Shalawat beserta salam dilimpahkan kepada Junjungan besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari alam Jahiliyah dengan tuntunannya menuju masyarakat baldatun thoyibal warobbul ghofur.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah dengan materi: “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan : PPOK di Ruang 4 Paru RSPAD Gatot Soebroto”.

Dalam makalah ini menjelaskan tentang, pengertian penyakit PPOK, klasifikasi PPOK, etiologi PPOK, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan penunjang, pencegahan, penatalaksanaan penyakit PPOK dan asuhan keperawatan penyakit PPOK.

Disadari bahwa makalah ini masih banyak yang perlu disempurnakan, dengan harapan penyusun mudah-mudahan makalah ini dapat bermaanfaat khususnya untuk penyusun dan umumnya bagi orang lain. Tidak lupa penyusun sampaikan terima kasih kepada Dosen Ns,Dwi Agustina, S.Kep., Sp.Kep.MBsebagai koordinator mata ajar keperawatan Medikal Bedah dan Dosen Lusianah, S.KepM.Kep sebagai pembimbing materi asuhan keperawatan Medikal Bedah, yang telah berbagi ilmunya untuk kalangan mahasiswa STIKES JAYAKARTA.

Jakarta, Oktober 2015 Penyusun

(3)

DARTAR ISI

KATAPENGANTAR ... 2 DAFTAR ISI ... 3 BAB I PENDAHULUAN ... 4 1.1 Latar Belakang ... 5 1.2 Rumusan Masalah ... 5 1.3 Tujuan Penulisan ... 5 1.3.1 Tujuan Umum ... 5 1.3.2 Tujuan Khusus ... 5 1.4 Metode Penulisan ... 5 1.5 Manfaat Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN TEORI ... 7

2.1 Definisi ... 7 2.2 Etiologi ... 7 2.3 Manifestasi ... 8 2.4 Patofisiologi ... 8 2.5 Pemeriksaan Penunjang ... 10 2.6 Komplikasi ... 11 2.7 Penatalaksanaan ... 13 2.8 Asuhan Keperawatan ... 16 2.8.1 Pengkajian ... 16 2.8.2 Diagnosa Keperawatan ... 19 2.8.3 Intervensi Keperawatan ... 20

BAB III TINJAUAN KASUS ... 26

3.1 Pengkajian ... 27

3.1.1 Format Analisa Data ... 27

3.2 Diagnosa Keperawatan ... 31 3.3 Intervensi Keperawatan ... 31 3.4 Impementasi ... 35 3.5 Evaluasi ... 38 BAB IV PEMBAHASAN ... 59 4.1 Pengkajian Keperawatan ... 59 4.2 Diagnosa Keperawatan ... 62 BAB V PENUTUP ... 67 5.1 Kesimpulan ... 67 5.2 Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA ... 69

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh perorangan, tetapi juga oeh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010 diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai penyebab kematian. Prevalensi terjadinya kematian akibat rokok pada penyakit penyakit paru obstruksi kronis pada tahun 2010 sebanyak 80-90 % (Kasanah, 2011).

Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat inap RS.Persahabatan Jakarta selama April 2005 sampai April 2007 menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok, hampir semua klien adalah bekas perokok yaitu 10 penderita dengan proporsi sebesar 90,83%.

Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif.

Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengangkat kasus ini dalam suatu asuhan keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronis Di Ruang 4 Paru RSPAD Gatot Soebroto”. Alasan penulis tertarik untuk mengambil kasus ini adalah karena penyakit ini memerlukan pengobatan dan perawatan yang optimal sehingga perawat memerlukan ketelatenan untuk dapat memelihara, mengembalikan fungsi paru dan kondisi pasien sebaik mungkin. Penyakit ini akan terus mengalami perkembangan yang progresif dan belum ada penyembuhan secara total. Maka dari itu, perawat terfokus untuk melakukan perawatan yang meliputi terapi obat, perubahan gaya hidup, terapi pernafasan dan juga dukungan emosional bagi penderita penyakit paru obstruksi kronis (Reeves, 2001).

(5)

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronis Di Ruang 4 Paru RSPAD Gatot Soebroto”.

1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum

Mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien dengan PPOK.

1.3.2 Tujuan Khusus

Penulisan makalah tentang Asuhan Keperawatan pada Klien dengan PPOK ini diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk:

a. Memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnosa dan penatalaksanaan pada klien PPOK.

b. Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan PPOK.

c. Mampu menganalisa dan mempraktekkan tindakan yang tepat, yang dapat dilakukan pada klien PPOK.

1.4 Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif dalam bentuk studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan yang dilakukan pada klien dengan gangguan Sistem Respirasi, sedangkan tekhnik pengumpulan data dilakukan melalui Studi Kepustakaan, yaitu studi melalui literatur dengan melihat dari buku sumber yang berkaitan dengan kasus yang diambil dalam pembuatan makalah.

1.5 Manfaat Penulisan 1.5.1 Rumah Sakit

Laporan kasus ini dapat menjadi masukan untuk meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan PPOK

1.5.2 Institusi Pendidikan

Laporan kasus ini di harapkan dapat menjadi bahan pustaka yang dapat memberikan gambaran pengetahuan mengenai PPOK.

(6)

Laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan bagi tenaga kesehatan untuk praktek asuhan keperawatan langsung kepada klien dan mengadakan penyuluhan tentang kesehatan mengenai PPOK dan bahayanya.

(7)

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan ciri-ciri adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible (Lyndon Saputra, 2010). Pada klien PPOK paru-paru klien tidak dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan adanya sumbatan dikarenakan sekret yang menumpuk pada paru-paru.

PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). Selain itu menurut Arita Murwani (2011) Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema paru, asma terutama yang menahun, bronkiektasis.

PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005). Sedangkan menurut T.M.Marrelli, Deborah S.Harper (2008), Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah suatu kondisi kronis yang berkaitan dengan sekelompok penyakit : emfisema, asma dan bronchitis.

Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit paru obstruktif kronis adalah suatu kelainan penyakit paru dengan ciri-ciri adanya keterbatasan udara yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronkhitis kronis, asma dan emfisema. 2.2 Etiologi

Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Brashers (2007) adalah :

a. Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak.

(8)

b. Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok. Pada kurang dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu antitripsin yang diturunkan yang menyebabkan awitan awal emfisema.

c. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan dengan rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin berperan dalam terjadinya PPOK.

d. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan resiko morbiditas PPOK.

2.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Reeves (2001) adalah :

Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.

Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.

Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.

2.4 Patofisiologi

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil

(9)

metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).

Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

(10)

Sumber : http://dokumen.tips/documents/patofisiologi-55cac88875ac1.html

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Doenges (2012) antara lain :

a. Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi atau bula (emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkhitis), hasil normal selama periode remisi (asma).

b. Tes fungsi paru untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi misalnya bronkodilator.

c. Peningkatan pada luasnya bronkhitis dan kadang-kadang pada asma, penurunan emfisema.

d. Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema.

(11)

f. Forced Expiratory Volume (FEV1) atau FVC. Rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronchitis dan asma.

g. Analisa Gas Darah (AGD) memperkirakan progresi proses penyakit kronis misalnya paling sering PaO2 menurun, dan PaCO2 normal atau meningkat (bronkhitis kronis dan emfisema) tetapi sering menurun pada asma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).

h. Bronkogram dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps bronkhial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkus.

i. Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).

j. Kimia darah antara lain alfa satu antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer.

k. Sputum, kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.

l. Elektrokardiogram (EKG). Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat), disritmia atrial (bronchitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronchitis, emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema).

m. Elaktrokardiogram (EKG) latihan, tes stress membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan atau evaluasi program latihan.

2.6 Komplikasi

Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah infeksi nafas yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrositosis karena keadaan hipoksia kronik, gagal nafas dan kor pulmonal.

Reeves (2001) menambahkan komplikasi pernafasan utama yang bisa terjadi pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu gagal nafas akut (Acute Respiratory Failure), pneumotoraks dan giant bullae serta ada satu komplikasi kardiak yaitu penyakit cor-pulmonale.

a. Acute Respiratory Failure (ARF).

ARF terjadi ketika ventilasi dan oksigenasi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh saat istirahat. Analisa gas darah bagi pasien penyakit paru obstruksi menahun menunjukkan tekanan oksigen arterial PaO2 sebesar 55 mm

(12)

Hg atau kurang dan tekanan karbondioksida arterial (PaCO2) sebesar 50 mm Hg atau lebih besar. Jika pasien atau keluarganya membutuhkan alat-alat bantu kehidupan maka pasien tersebut dilakukan intubasi dan diberi sebuah respirator untuk ventilasi secara mekanik.

b. Cor Pulmonale.

Cor pulmonale atau dekompensasi ventrikel kanan merupakan pembesaran ventrikel kanan yang disebabkan oleh overloading akibat dari penyakit pulmo. Komplikasi jantung ini terjadi sebagai mekanisme kompensasi sekunder bagi paru-paru yang rusak pada penderita penyakit paru obstruksi menahun.

Cor pulmonary merupakan contoh yang tepat dari sistem kerja tubuh secara menyeluruh. Apabila terjadi malfungsi pada satu sistem organ maka hal ini akan merembet ke sistem organ lainnya. Pada penderita dengan penyakit paru obstruksi menahun, hipoksemia kronis menyebabkan vasokonstriksi kapiler paru-paru yang kemudian akan meningkatkan resistensi vaskuler pulmonari. Efek domino dari perubahan ini terjadi peningkatan tekanan dalam paru-paru mengakibatkan ventrikel kanan lebih kuat dalam memompa sehingga lama-kelamaan otot ventrikel kanan menjadi hipertrofi atau membesar.

Perawatan penyakit jantung paru meliputi pemberian oksigen dosis rendah dibatasi hingga 2 liter per menit, diuretik untuk menurunkan edema perifer dan istirahat. Edema perifer merupakan efek domino yang lain karena darah balik ke jantung dari perifer atau sistemik dipengaruhi oleh hipertrofi ventrikel kanan. Digitalis hanya digunakan pada penyakit jantung paru yang juga menderita gagal jantung kiri.

c. Pneumothoraks.

Pneumotoraks merupakan komplikasi PPOM serius lainnya. Pnemo berarti udara sehingga pneumotoraks diartikan sebagai akumulasi udara dalam rongga pleural. Rongga pleural sesungguhnya merupakan rongga yang khusus yakni berupa lapisan cairan tipis antara lapisan viseral dan parietal paru-paru Fungsi cairan pleural adalah untuk membantu gerakan paru-paru menjadi lancar dan mulus selama pernafasan berlangsung. Ketika udara terakumulasi dalam rongga pleural, maka kapasitas paru-paru untuk pertukaran udara secara normal, menjadi melemah dan hal ini menyebabkan menurunnya kapasitas vital dan hipoksemia. d. Giant Bullae.

Pneumotoraks seringkali dikaitkan dengan komplikasi PPOM lainnya yaitu pembentukan giant bullae. Jika pneumotoraks adalah udara yang terakumulasi di rongga pleura. Tetapi bullae adalah timbul karena udara terperangkap di parenkim

(13)

paru-paru. Sehingga alveoli yang menjadi tempat menangkapnya udara untuk pertukaran gas menjadi benar-benar tidak efektif. Bullae dapat menyebabkan perubahan fungsi pernafasan dengan cara 2 hal yaitu dengan menekan jaringan paru-paru, mengganggu berlangsungnya pertukaran udara. Jika udara yang terperangkap dalam alveoli semakin meluas maka semakin banyak pula kerusakan yang terjadi di dinding alveolar.

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah :

1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara. 2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :

a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari. b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman

penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi beta laktamase.

c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dam membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.

d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.

e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik. f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan

adrenergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide 250 mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.

3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :

a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x 0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.

b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.

(14)

d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik. e. Mukolitik dan ekspektoran.

f. Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II dengan PaO2<7,3kPa (55 mmHg).

g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah fisioterapi, rehabilitasi psikis dan rehabilitasi pekerjaan.

Asih (2003) menambahkan penatalaksanaan medis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah

a. Penatalaksanaan medis untuk asma adalah penyingkiran agen penyebab dan edukasi atau penyuluhan kesehatan. Sasaran dari penatalaksanaan medis asma adalah untuk meningkatkan fungsi normal individu, mencegah gejala kekambuhan, mencegah serangan hebat, dan mencegah efek samping obat. Tujuan utama dari berbagai medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah untuk membuat klien mencapai relaksasi bronkial dengan cepat, progresif dan berkelanjutan. Karena diperkirakan bahwa inflamasi adalah merupakan proses fundamental dalam asma, maka inhalasi steroid bersamaan preparat inhalasi beta dua adrenergik lebih sering diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid memastikan bahwa obat mencapai lebih dalam ke dalam paru dan tidak menyebabkan efek samping yang berkaitan dengan steroid oral. Direkomendasikan bahwa inhalasi beta dua adrenergik diberikan terlebih dahulu untuk membuka jalan nafas, kemudian inhalasi steroid akan menjadi lebih berguna.

b. Penatalaksanaan medis untuk bronkhitis kronis didasarkan pada pemeriksaan fisik, radiogram dada, uji fungsi pulmonari, dan analisis gas darah. Pemeriksaan ini mencerminkan sifat progresif dari penyakit. Pengobatan terbaik untuk bronkitis kronis adalah pencegahan, karena perubahan patologis yang terjadi pada penyakit ini bersifat tidak dapat pulih (irreversible). Ketika individu mencari bantuan medis untuk mengatasi gejala, kerusakan jalan nafas sudah terjadi sedemikian besar.

Jika individu berhenti merokok, progresi penyakit dapat ditahan. Jika merokok dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat menurun dan pada akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok. Bronkodilator, ekspektoran, dan terapi fisik dada diterapkan sesuai yang dibutuhkan. Penyuluhan kesehatan untuk individu termasuk konseling nutrisi, hygiene respiratory, pengenalan tanda-tanda dini

(15)

infeksi, dan teknik yang meredakan dispnea, seperti bernafas dengan bibir dimonyongkan, beberapa individu mendapat terapi antibiotik profilaktik, terutama selama musim dingin. Pemberian steroid sering diberikan pada proses penyakit tahap lanjut.

Penatalaksanaan medis bronkhiektasis termasuk pemberian antibiotik, drainase postural untuk membantu mengeluarkan sekresi dan mencegah batuk, dan bronkoskopi untuk mengeluarkan sekresi yang mengental. Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menegakkan diagnosa. Terkadang diperlukan tindakan pembedahan bagi klien yang terus mengalami tanda dan gejala meski telah mendapat terapi medis. Tujuan utama dari pembedahan ini adalah untuk memulihkan sebanyak mungkin fungsi paru. Biasanya dilakukan segmentektomi atau lubektomi. Beberapa klien mengalami penyakit dikedua sisi parunya, dalam kondisi seperti ini, tindakan pembedahan pertama-tama dilakukan pada bagian paru yang banyak terkena untuk melihat seberapa jauh perbaikan yang terjadi sebelum mengatasi sisi lainnya.

Penatalaksanaan medis emfisema adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, memperlambat progresi penyakit, dan mengatasi obstruksi jalan nafas untuk menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik menurut Asih (2003) mencakup tindakan pengobatan dimaksudkan untuk mengobati ventilasi dan menurunkan upaya bernafas, pencegahan dan pengobatan cepat infeksi, terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonal, memelihara kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernafasan dan dukungan psikologis serta penyuluhan rehabilitasi yang berkesinambungan.

2.8 Asuhan Keperawatan 2.8.1 Pengkajian

Menurut Doenges (2012) pengkajian pada pasien dengan PPOK ialah : 1. Aktivitas dan istirahat :

Gejala :

a. Keletihan, kelemahan, malaise.

b. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas. c. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.

d. Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan. Tanda :

a. Keletihan.

b. Gelisah, insomnia.

c. Kelemahan umum atau kehilangan masa otot. 2. Sirkulasi

(16)

a. Pembengkakan pada ekstrimitas bawah. Tanda :

a. Peningkatan tekanan darah.

b. Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau disritmia. c. Distensi vena leher atau penyakit berat.

d. Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung. e. Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP dada)

f. Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau sianosis, kuku tabuh dan sianosis perifer.

g. Pucat dapat menunjukkan anemia. 3. Integritas Ego

Gejala :

a. Peningkatan faktor resiko. b. Perubahan pola hidup. Tanda

a. Ansietas, ketakutan, peka rangsang 4. Makanan atau Cairan Gejala :

a. Mual atau muntah.

b. Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).

c. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.

d. Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronchitis).

Tanda :

a. Mual atau muntah.

b. Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).

c. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.

d. Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronchitis).

5. Hygiene

Gejala :

a. Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehai-hari.

Tanda :

a. Kebersihan buruk, bau badan. 6. Pernafasan

(17)

a. Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma). b. Lapar udara kronis.

c. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun selama minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronkhitis kronis). d. Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini

meskipun dapat menjadi produktif (emfisema).

e. Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan pernafasan dalam jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu atau asap misalnya asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji.

f. Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin (emfisema). g. Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.

7. Penggunaan oksigen pada malam hari terus menerus Tanda :

a. Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema).

b. Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas khususnya dengan eksasebrasi akut (bronchitis kronis).

c. Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya meninggikan bahu, retraksi fosa supraklavikula, melebarkan hidung.

d. Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk barrel chest), gerakan diafragma minimal.

e. Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), menyebar, lembut, atau krekels lembab kasar (bronkhitis), ronki, mengi, sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi nafas (asma).

f. Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya jebakan udara dengan emfisema, bunyi pekak pada area paru misalnya konsolidasi, cairan, mukosa.

g. Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata sekaligus. h. Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-abuan

keseluruhan, warna merah (bronkhitis kronis, biru menggembung). Pasien dengan emfisema sedang sering disebut pink puffer karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.

(18)

8. Keamanan Gejala :

a. Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.

b. Adanya atau berulangnya infeksi. c. Kemerahan atau berkeringan (asma) 9. Seksualitas Gejala : a. Penurunan libido. 10. Interaksi Sosial Gejala : a. Hubungan ketergantungan. b. Kurang sistem pendukung.

c. Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang terdekat.

d. Penyakit lama atau kemampuan membaik. Tanda :

a. Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan suara karena distress pernafasan.

b. Keterbatasan mobilitas fisik.

c. Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain. 11. Penyuluhan atau pembelajaran

Gejala :

a. Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan. b. Kesulitan menghentikan merokok.

c. Penggunaan alkohol secara teratur. d. Kegagalan untuk membaik

1.8.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Doenges (2012) adalah :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi atau kelemahan.

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan oksigenasi (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,

kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah. d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan

utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit kronis, malnutrisi.

(19)

1.8.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Doenges (2012) adalah :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi atau kelemahan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien akan mempertahankan jalan nafas yang paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas dengan kriteria hasil pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret.

Intervensi : Mandiri :

1. Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronkhi.

R/ mengetahui ada tidaknya obstruksi jalan nafas dan menjadi manifestasi adanya bunyi nafas adventisius.

2. Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi atau ekspirasi. R/ takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut.

3. Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan lapar udara, gelisah, ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu.

R/ mengetahui disfungsi pernapasan.

4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.

R/ mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi. 5. Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir.

R/ mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.

6. Observasi karakteristik batuk, misalnya batuk menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.

R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif.

7. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara sebagai pengganti makanan.

(20)

R/ hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran.

Kolaborasi :

1. Berikan obat sesuai indikasi.

a. Bronkodilator misalnya albuterol (ventolin).

b. Analgesik, penekan batuk atau antitusif misalnya dextrometorfan.

c. Berikan humidifikasi tambahan misalnya nebulizer ultranik, humidifier aerosol ruangan.

d. Bantu pengobatan pernafasan misalnya fisioterapi dada.

R/ merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan dengan kriteria hasil pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan atau situasi.

Intervensi : Mandiri :

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidakmampuan berbicara atau berbincang.

R/ berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan kronisnya proses penyakit.

2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi individu.

R/ posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.

3. Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukos.

R/ Keabu-abuan dan sianosis sentral mengidentifikasikan beratnya hipoksemia.

4. Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila di indikasikan.

R/ banyaknya sekret menjadi sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas.

(21)

R/ bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi.

6. Palpasi fremitus.

R/ penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.

7. Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan. R/ gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia.

8. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur atau istirahat di kursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.

R/ program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat. 9. Awasi tanda vital dan irama jantung.

R/ takikardia, disritmia dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

Kolaborasi :

1. Awasi dan gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.

R/ PaCO2biasanya meningkat dan PaCO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar.

2. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.

R/ dapat memperbaiki/mencegah memperburuknya hipoksia

3. Berikan penekan SSP (antiansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.

R/ digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea.

4. Bantu intubasi, berikan atau pertahankan ventilasi mekanik dan pindahkan ke ICU sesuai instruksi untuk pasien.

R/ terjadinya kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya tindakan penyelamatan hidup.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat dengan kriteria hasil pasien akan menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat.

(22)

Intervensi : Mandiri :

1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makanan.

R/ pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat.

2. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

R/ meskipun kegagalan pernapasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori.

3. Auskultasi bunyi usus.

R/ penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi.

4. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tissu.

R/ mencegah utama terhadap tidak nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.

5. Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering.

R/ membantu menurunkan kelemahan selamawaktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.

6. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.

R/ dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan gerakan diafragma, dapat meningkatkan dispnea.

7. Hindari makanan yang sangat panas atau yang sangat dingin. R/ suhu ekstrem dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk. 8. Timbang berat badan sesuai indikasi.

R/ berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

Kolaborasi :

1. Konsul ahli gizi atau nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah dicerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan oral atau selang, nutrisi parenteral.

R/ memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi.

2. Kaji pemeriksaan laboratorium misalnya glukosa, elektrolit. Berikan vitamin atau mineral atau elektrolit sesuai indikasi.

R/ mengevaluasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi. 3. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.

R/ menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan meningkatkan masukan.

(23)

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit kronis, malnutrisi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien menyatakan pemahaman penyebab atau faktor resiko individu dengan kriteria hasil pasien akan mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi dan pasien akan menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.

Intervensi : Mandiri : 1. Awasi suhu.

R/ demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.

2. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat.

R/ aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru.

3. Observasi warna, karakter, bau sputum.

R/ sekret berbau, kuning tau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru.

4. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum. Tekankan cuci tangan yang benar (perawat dan pasien) dan penggunaan sarung tangan bila memegang atau membuang tisu, wadah sputum.

R/ mencegah penyebaran patogen melalui cairan. 5. Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi.

R/ menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius. 6. Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.

R/ menurunkan kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.

7. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.

R/ malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.

Kolaborasi:

1. Dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk pewarnaan kuman gram, kultur atau sensitivitas.

R/ dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai antimikrobial.

(24)

R/ dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas, atau diberikan secara profilaktif karena resiko tinggi.

(25)

BAB III

TINJAUAN KASUS

Klien Tn. E (67 tahun) masuk RS melalui IGD pada hari kamis tanggal 01 Oktober 2015, dengan keluhan sesak nafas sudah seminggu SMRS. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 05 Oktober 2015 klien mengatakan nafas terasa berat, dada terasa sesak, batuk-batuk namun dahak tidak bisa keluar, sakit di tenggorokan dan dada, skala nyeri 5, sakit saat bernafas dan batuk, sakit di bagian dada saja, nafas terasa capek, klien mampu tidur malam 5 jam hanya terbangun bila batuk saja, klien merasa sedih akan penyakitnya dan ingin cepat sembuh. Keluarga mengatakan klien pernah dilakukan operasi dan radiasi tiroid bulan juni 2015 lalu, klien riwayat DM tipe 2 dengan sudah meminum obat DM 4 bulan lalu dan meminum obat-obatan rutin (Glimepiride, Actalipid, Metformin, LPG), saat klien ke kamar mandi klien tampak ngos-ngosan, porsi makan klien habis setengah porsi tidak ada mual atau muntah, klien nafsu makan menurun,BB menurun 2 kilo sejak sakit,BB saat ini 44 kg dengan TB 167 cm, klien tampak sulit saat bernafas dan memegangi dada saat bernafas, klien tampak cemas, klien sering memainkan kakinya ketika sulit bernafas, suara pernafasan klien wheezing, pernafasan klien dalam dan cepat, ronchi +, batuk +, TTV klien TD 140/90 mmHg, RR 27 x/menit, N 88 x/menit, S 36,80C, klien terpasang IVFD asering 20 tpm.

Terapi obat yang klien dapatkan Bricasma 2 amp, Metyl Prednisolon 3x62,5 gram, Lasal ekspektoran syrup 3x1, Cefriaxon 1x2 amp, Amlodipin 1x5 mg, Inhalasi pilmicont 2xsehari. Klien di diagnosa Medis dengan PPOK Eksaserbasi + atelektaksis lobus atas paru kanan + Ca tiroid pasca radiasi dengan suspek metastasis tumor di paru.

Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan: - Hematologi Hemoglobin 11,7 g/dL Hematokrit 37 % Eritrosit 54 juta/mL Leukosit 9160 /mL Trombosit 363 000 /mL MCV 68 /L MCH 22 pg MCHC 32 g/Dl - Kimia klinis Ureum 29 mg/dL Kreatinin 1.1 mg/dL GDS 184 mg/dL

(26)

Natrium 142 mmol/L Kalium 3,8 mmol/L Klorida 97 mmol/L - Analisa darah PH 7,362 PCO2 26,5 mmHg PO2 137,7 mmHg HCO3- 15,2 mmol/L BE -8,6 mmol/L Saturasi O2 99,1 % Hasil Rontgen AP thoraks

- Atelektaksis lobus atas paru kanan

- Penyempitan saluran pernafasan (sisa 1cm) dengan susp,metastasis tumor di paru - PPOK eksaserbasi akut

3.1 Pengkajian 3.1.1 Analisa Data

Data Fokus Problem Etiologi

DS :

- Klien mengatakan nafas terasa berat - Klien mengatakan

dada terasa sesak - Klien mengatakan

nafas terasa capek DO: - Keluarga mengatakan saat klien ke kamar mandi klien tampak ngos-ngosan

- Klien tampak sulit saat bernafas - Suara pernafasan

klien wheezing - Pernafasan klien

dalam dan cepat - Ronchi (+) - TTV klien:

TD :140/90 mmHg

Perubahan pola nafas Obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor paru

(27)

RR 27 x/menit N 88 x/menit S 36,8oC - Hasil Rontgen AP thoraks Atelektaksis lobus atas paru kanan, Penyempitan saluran pernafasan (sisa 1cm) dengan susp,metastasis tumor di paru, PPOK eksaserbasi akut DS: - Klien mengatakan batuk-batuk namun dahak tidak bisa keluar DO: - Suara pernapasan klien ronchi - Batuk (+) - TTV TD 140/90 mmHg RR 27 x/menit N 88 x/menit S 36,80C

Bersihan jalan nafas tidak efektif Peningkatan produksi sekret DS: - Klien mengatakan tenggorokan terasa sakit - Klien mengatakan sakit saat bernafas dan batuk - Klien mengatakan sakit di bagian dada saja DO: - Skala nyeri 5

Gangguan rasa nyaman: nyeri

Obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor paru

(28)

- Klien memegangi dada saat bernafas - TTV TD 140/90 mmHg RR 27 x/menit N 88 x/menit S 36,80C - Hasil Rontgen AP thoraks : Atelektaksis lobus atas paru kanan, Penyempitan saluran pernafasan (sisa 1cm) dengan susp,metastasis tumor di paru, PPOK eksaserbasi akut DS: - Klien mengatakan merasa sedih akan penyakitnya

- Klien mengatakan ingin cepat sembuh DO: - Klien tampak cemas - Klien sering memainkan kakinya ketika sulit bernafas - TTV TD 140/90 mmHg RR 27 x/menit N 88 x/menit S 36,80C

Ansietas Ketidakmampuan untuk

bernafas dengan normal : proses penyakit

DS:

- Keluarga klien mengatakan porsi makan klien habis

Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Meningkatnya kebutuhan energi metabolik : Dispnea

(29)

setengah porsi - Keluarga

mengatakan tidak ada mual dan muntah - Keluarga klien mengatakan BB menurun 2 kilo sejak sakit DO: - BB sebelum sakit = 47 kg - BB sesudah sakit = 44 kg - IMT = 15, 77 - TTV TD 140/90 mmHg RR 27 x/menit N 88 x/menit S 36,80C 3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor paru

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret c. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret

dan tumor paru

d. Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bernafas dengan normal : proses penyakit

e. Resiko perubahan nutrisi berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan energi metabolik : Dispnea

3.3 Intervensi Keperawatan No Diagnosa

Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan 1. Perubahan pola

nafas

berhubungan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah keperawatan

1. Observasi TTV klien

2. Kaji frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan

(30)

dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor paru

perubahan pola nafas sedikit teratasi.

KH :

- Klien mengatakan sesak hilang/berkurang

- Menunjukkan pola nafas normal/efektif - Pernapasan vesikuler - RR = 18-22 x/menit - Bebas sianosis dan

tanda/gejala hipoksia - GDA dalam rentang

normal - TTV normal TD : 120/80 -140/90 mmHg N : 60-100 x/menit RR :18-22 x/menit S : 36,5 -37,5oC

catat adanya bunyi napas klien

4. Bantu ubah posisi klien dan tinggikan kepala klien 450 5. Observasi pola batuk dan

karakteristik sekret

6. Lakukan kolaborasi untuk pemberian terapi oksigen 3 L/menit

7. Ajarkan klien untuk batuk efektif

8. Lakukan kolaborasi untuk dilakukan nebulizer (pulmicont 1cc )

9. Lakukan kolaborasi untuk pemberian terapi obat bricasma 2amp, ceftriaxon 1x2gr, amlodipin 1x5mg 2. Bersihan jalan

nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah keperawatan bersihan jalan nafas sedikit teratasi. KH : - Klien mengatakan sudah dapat mengeluarkan dahak - Klien mengatakan batuk berkurang

- Batuk efektif dan mengeluarkan sekret - TTV TD : 120/80 -140/90 mmHg N : 60-100 x/menit RR :18-22 x/menit S : 36,5 -37,5oC 1. Observasi TTV klien 2. Auskultasi dada untuk

karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret

3. Ajarkan klien untuk melakukan batuk efektif 4. Anjurkan klien untuk

meminum air putih hangat 5. Lakukan kolaborasi untuk dilakukan nebulizer (pulmicont 1cc) 6. Lakukan kolaborasi untuk pemberian terapi obat lasal ekspektoran syrup 3x1

3. Gangguan rasa nyaman : nyeri

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

1. Observasi TTV klien 2. Kaji karakteristik nyeri

(31)

berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor paru

masalah gangguan rasa nyaman nyeri berkurang

KH :

- Klien mengatakan nyeri berkurang

- Klien mengatakan nyeri jika batuk jarang muncul - Skala nyeri <5 - Klien tidak meringis/tenang - TTV TD : 120/80 -140/90 mmHg N : 60-100 x/menit RR :18-22 x/menit S : 36,5 -37,5oC

3. Dorong klien untuk menyatakan perasaan perasaan tentang nyeri 4. Ajarkan klien teknik

relaksasi nafas dalam. 5. Ajarkan klien teknik

distraksi.

6. Berikan tindakan kenyamanan : sokongan bantal didada klien saat batuk

7. Lakukan kolaborasi untuk pemberian terapi obat metyl prednisolon 3x62,5 gr 4. Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bernafas dengan normal : proses penyakit

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah keperawatan ansietas teratasi.

KH:

- Klien mengatakan dan mengakui masalah yang membuat cemas

- Klien mengatakan ansietas

hilang/menurun sampai rentang yang dapat ditangani - Klien menunjukkan rentang perasaan menerima penyakit - Klien tampak rileks/istirahat - TTV TD : 120/80 -140/90 mmHg 1. Observasi TTV klien 2. Kaji tingkat pemahaman

klien dan orang terdekat tentang

diagnosa/penyakit

3. Dorong klien untuk mengungkapkan ansietas dan mengekspresikan perasaannya

4. Berikan kesempatan klien untuk bertanya dan menjawab tentang penyakit dengan jujur 5. Berikan penguatan atau

semangat dalam

(32)

N : 60-100 x/menit RR :18-22 x/menit S : 36,5 -37,5oC 5. Resiko perubahan nutrisi berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan energi metabolik : Dispnea

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam masalah keperawatan resiko perubahan nutrisi tidak terjadi KH: - Klien mengatakan peningkatan nafsu makan - Mempertahankan/meni ngkatkan BB

- BB stabil 44 atau lebih - IMT 18,5-25

- Porsi makan habis ½ atau 1 porsi

- Tidak ada mual dan muntah

1. Observasi TTV klien

2. Kaji adanya

mual/muntah

3. Kaji masukan makan saat ini

4. Auskultasi bunyi usus 5. Berikan perawatan oral

dan buang sekret kedalam wadah khusus 6. Anjurkan klien untuk

makan porsi kecil tapi sering

7. Anjurkan klien untuk diit DM

8. Anjurkan klien untuk menghindari makanan penghasil gas

9. Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin

10. Lakukan timbang BB 3 hari sekali

11. Kaji IMT klien

12. Lakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk diit DM dan makanan yang dianjurkan

3.4 Implementasi Keperawatan

Hari/ Tanggal Implementasi Keperawatan Paraf Senin, 05

Oktober 2015

1. Mengobservasi TTV klien

2. Mengkaji frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan klien

(33)

mencatat bunyi nafas klien

4. Mengkaji tingkat pemahaman klien tentang penyakit

5. Mendorong klien untuk

mengungkapkan ansietas dan perasaannya

6. Mengkaji adanya mual/muntah 7. Mengkaji masukan makan klien saat

ini

8. Mengkaji bunyi usus klien

9. Menganjurkan klien untuk menghindari makanan penghasil gas 10. Membantu ubah posisi klien

supinasi dan meninggikan kepala klien 450

11. Mengobservasi batuk klien 12. Mengajarkan klien batuk efektif 13. Menganjurkan klien untuk

meminum air putih hangat

14. Memberikan tindakan

kenyamanan :sokongan bantal saat batuk

15. Melakukan kolaborasi untuk pemberian terapi oksigen 3 L/menit 16. Melakukan kolaborasi untuk

melakukan nebulixer dengan pulmicont 2x1 hari

17. Melakukan kolaborasi untuk pemberian terapi obat bricasma 2 amp, metyl prednisolon 3x62,5 gr, lasal ekspektoral syrup 3x1, ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5 gr Selasa, 06

Oktober 2015

1. Mengobservasi TTV klien

2. Mengobservasi frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan klien

3. Mengkaji karakteristik batuk

4. Mempertahankan oksigenasi tambahan klien

5. Mengkaji karakteristik nyeri klien (PQRST)

(34)

8. Memberikan tindakan kenyamanan : sokongan bantal didada klien saat batuk

6. Menganjurkan klien untuk perawatan oral dan membuang sekret kedalam wadah khusus

7. Mendorong klien dalam

mengungkapkan perasaannya

8. Memberi kesempatan klien untuk bertanya dan menjawab pertanyaan 9. Mengkaji pola makan klen saat ini 10. Menganjurkan klien untuk

menghindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin

11. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk diit DM dan makanan yang dianjurkan

12. Melakukan kolaborasi untuk dilakukan nebulizer (pulmicont 2x1 hari)

13. Melakukan kolaborasi untuk pemberian terapi obat bricasma 2 amp, metyl prednisolon 3x62,5 gr, lasal ekspektoral syrup 3x1, ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5 gr Rabu, 07

Oktober 2015

1. Mengobservasi TTV klien

2. Mengobservasi frekuensi, irama dan bunyi nafas klien

3. Mempertahankan oksigenasi tambahan klien

4. Mengkaji pola makan klien saat ini 5. Mengkaji karakteristik nyeri klien

(PQRST)

9. Memberikan tindakan kenyamanan : sokongan bantal didada klien saat batuk

6. Mengkaji pola batuk dan karakteristik batuk klien

(35)

perasaan klien

8. Memberikan penguatan atau semangat dalam penyembuhan 9. Melakukan kolaborasi dilakukan

nebulizer (pulmicont 2x1 hari) 10. Melakukan kolaborasi untuk

pemberian terapi obat bricasma 2 amp, metyl prednisolon 3x62,5 gr, lasal ekspektoral syrup 3x1, ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5 gr

Kamis, 08 Oktober 2015

1. Mengobservasi TTV klien

2. Mengobservasi frekuensi, irama dan bunyi nafas klien

3. Mengkaji karakteristik nyeri (PQRST)

4. Menganjurkan klien sokongan bantal didada klien saat batuk

5. Mengkaji pola makan klien saat ini 6. Melakukan timbang BB

7. Mengkaji IMT klien

8. Mengkaji ansietas dan perasaan klien

9. Menganjurkan klien untuk tetap berdoa dan beribadah

10. Melakukan kolaborasi dilakukan nebulizer (pulmicont 2x1 hari) 11. Melakukan kolaborasi untuk

pemberian terapi obat bricasma 2 amp, metyl prednisolon 3x62,5 gr, lasal ekspektoral syrup 3x1, ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5 gr 3.5 Evaluasi Keperawatan

Hari, Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi Senin, 05

Oktober 2015

Perubahan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor

paru

S :

- Klien mengatakan sesak sedikit berkurang setelah diuap

O :

(36)

- KU lemah

- Klien masih terlihat sesak

- Saat diauskultasi ronchi di bronkus masih ada

- Klien bernafas dalam dan cepat - Klien diposisikan semifowler

dengan 450

- Klien mampu mempraktekkan batuk efektif

- Sekret tidak keluar - Oksigen masuk 3L/menit

- Suara nafas whezing dan ronchi +

- Nebulizer masuk dengan pulmicont 1 cc

- Obat masuk bricasma 2 amp, ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5gr

- TTV : TD 140/80 mmHg, N 76 x/menit RR 24 x/menit, S 360C A:

- Masalah keperawatan perubahan pola nafas belum teratasi

P:

Lanjutkan intervensi - Observasi TTV klien

- 0bservasi frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan klien - Pertahankan oksigenasi

tambahan klien

- Lakukan kolaborasi untuk dilakukan nebulizer (pulmicont 2x1 hari)

- Lakukan kolaborasi untuk pemberian terapi obat bricasma 2 amp, metyl prednisolon 3x62,6 gr, lasal ekspektoral syrup 3x1, ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5 gr

Bersihan jalan nafas tidak efektif S:

(37)

berhubungan dengan peningkatan produksi sekret

susah dikeluarkan

- Klien mengatakan masih suka batuk

O:

- Bunyi nafas klien whezing dan ronchi +

- Klien mampu mempraktekkan batuk efektif

- Sekret tidak keluar

- Nebulizer masuk dengan pulmicont 1 cc

- Obat masuk lasal ekspektoral syrup 3x1

- TTV : TD 140/80 mmHg, N 76 x/menit RR 24 x/menit, S 360C A:

- Masalah keperawatan bersihan jalan nafas belum teratasi

P:

Intervensi dilanjutkan - Observasi TTV klien

- Mengkaji karakteristik batuk - Anjurkan klien untuk melakukan

batuk efektif yang telah diajarkan - Melakukan kolaborasi untuk dilakukan nebulizer (pulmicont 2x1 hari)

- Melakukan kolaborasi untuk pemberian terapi obat bricasma 2 amp, metyl prednisolon 3x62,6 gr, lasal ekspektoral syrup 3x1, ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5 gr

Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor

paru

S:

- Klien mengatakan masih sakit ketika batuk

- Klien mengatakan sakit dibagian dada saja

O:

- Skala nyeri 5

(38)

dadanya

- Klien tampak meringis

- Obat masuk metyl prednisolon 3x62,6 gr

- TTV : TD 140/80 mmHg, N 76 x/menit RR 24 x/menit, S 360C A:

- Masalah keperawatan gangguan rasa nyaman:nyeri belum teratasi P:

Intervensi dilanjutkan - Observasi TTV

- Kaji karakteristik nyeri klien (PQRST)

- Melakukan kolaborasi untuk pemberian terapi obat metyl prednisolon 3x62,6 grm, ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5 gr

Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bernafas dengan normal : proses penyakit

S:

- Klien mengatakan cemas karna susah bernafas

- Klien mengatakan sedih karena penyakitnya dan kondisi saat ini - Keluarga mengatakan belum

paham tentang sesak klien karena penyakit yang mana

O:

- Klien tampang tegang

- Raut wajah klien tampak sedih - TTV : TD 140/80 mmHg, N 76

x/menit RR 24 x/menit, S 360C A:

- Masalah keperawatan ansietas belum teratasi

P:

Intervensi dilanjutkan - Observasi TTV

- Dorong klien dalam

mengungkapkan perasaannya - Beri kesempatan klien untuk

(39)

pertanyaan

Resiko perubahan nutrisi berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan energi

metabolik : Dispnea

S:

- Klien mengatakan malas untuk makan banyak karena capek nafas

O:

- Porsi makan klien habis ½ porsi - Tidak ada mual dan muntah - BB 44 kgbising usus klien 10

x/menit

- IMT klien 15,77 (gizi kurang) - TTV : TD 140/80 mmHg, N 76

x/menit RR 24 x/menit, S 360C A:

- Masalah keperawatan resiko perubahan nutrisi belum teratasi P:

Intervensi dilanjutkan

- Anjurkan klien untuk perawatan oral dan membuang sekret kedalam wadah khusus

- Kaji pola makan klen saat ini

- Anjurkan klien untuk

menghindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin - Lakukan kolaborasi dengan ahli

gizi untuk diit DM dan makanan yang dianjurkan

Selasa, 06 Oktober 2015

Perubahan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor

paru

S :

- Klien mengatakan sesak sedikit berkurang

- Klien mengatakan setelah diuap nafas lebih sedikit enteng

O :

- Suara nafas klien wheezing dan ronkhi +

- Saat diauskultasi sekret masih terdengar dibronkus

- Klien tampak lebih ringan bernafas

- Klien bernafas dalam dan cepat - Oksigen tambahan masuk

(40)

3L/menit

- Obat bricasma masuk 2 amp - Nebulizer masuk dengan

pulmicont 1cc - TTV TD 140/90 mmHg N 100 x/menit RR 25 x/menit S 360C A:

- Masalah keperawatan perubahan pola nafas sedikit teratasi

P:

Intervensi dilanjutkan - Observasi TTV klien

- Observasi frekuensi, irama dan bunyi nafas klien

- Pertahankan oksigenasi tambahan klien

- Lakukan kolaborasi dilakukan nebulizer (pulmicont 2x1 hari) - Lakukan kolaborasi untuk

pemberian terapi obat bricasma 2 amp, metyl prednisolon 3x62,6 gr, lasal ekspektoral syrup 3x1, ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5 gr

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret

S:

- Klien mengatakan dahak banyak keluar

- Klien mengatakan batuk sudah jarang

O:

- Batuk dengan sekret berwarna putih dan tidak berdarah

- Klien membuang sekret diwadah kusus/kom sputum

- Obat masuk lasal ekspektoran syrup 3x1

- Nebulizer masuk dengan pulmicont 2x1cc

(41)

TD 140/90 mmHg N 100 x/menit RR 25 x/menit S 360C

A:

- Masalah keperawatan bersihan jalan nafas sedikit teratasi

P:

Intervensi dilanjutkan - Observasi TTV klien

- Kaji pola batuk dan karakteristik batuk klien

- Lakukan kolaborasi dilakukan nebulizer (pulmicont 2x1 hari) - Lakukan kolaborasi untuk

pemberian terapi obat bricasma 2 amp, metyl prednisolon 3x62,6 gr, lasal ekspektoral syrup 3x1, ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5 gr

Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor

paru

S:

- Klien mengatakan nyeri masih terasa bila batuk dan bernafas kuat

- Klien mengatakan nyeri di dada dan tenggorokan

O:

- Skala nyeri 4

- Klien tampak memegangi dada dan leher saat batuk atau bernafas

- Klien tampak sedikit meringis - TTV TD 140/90 mmHg N 100 x/menit RR 25 x/menit - S 360C A:

- Masalah keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri sedikit teratasi P:

Intervensi dilanjutkan - Observasi TTV klien

(42)

- Kaji karakteristik nyeri klien (PQRST)

- Lakukan kolaborasi untuk pemberian terapi obat metyl prednisolon 3x62,6 gr

Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bernafas dengan normal : proses penyakit

S:

- Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan bernafas normal karena capek nafas seperti ini - Klien mengatakan sedih dan

takut karena untuk bernafas aja sulit

O:

- Klien mengungkapkan

perasaanya

- Klien menjawab pertanyaan yang diajukan tentang perasaannya - Klien menanyakan kenapa sulit

bernafas - TTV TD 140/90 mmHg N 100 x/menit RR 25 x/menit S 360C A:

- Masalah keperawatan ansietas sedikit teratasi

P:

Intervensi dilanjutkan - Observasi TTV klien

- Observasi ansietas dan perasaan klien

- Berikan penguatan atau semangat dalam penyembuhan

Resiko perubahan nutrisi berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan energi

metabolik : Dispnea

S:

- Klien mengatakan makan banyak - Klien mengatakan tidak mual

dan muntah

- Keluarga mengatakan klien juga makan makanan cemilan

O:

(43)

- Porsi makan klien habis 1 porsi - IMT klien 15,77 - TTV TD 140/90 mmHg N 100 x/menit RR 25 x/menit S 360C A:

- Masalah keperawatan resiko perubahan nutrisi sedikit teratasi P:

Intervensi dilanjutkan - Observasi TTV klien

- Kaji pola makan klien saat ini - Lakukan kolaborasi dengan ahli

gizi untuk nutrisi yang baik untuk klien

Rabu, 07 Oktober 2015

Perubahan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor

paru

S :

- Klien mengatakan sesak makin teratas berat hari ini

- Klien mengatakan setelah dilakukan uap masih terasa sesak dan sesak tidak berkurang

- Klien mengatakan nafas terasa berat dan susah

- Klien mengatakan dahak sudah banyak keluar tapi tetap terasa sesak

O :

- Klien bernafas dalam dan cepat - Klien bernafas wheezing - Klien tampak sulit bernafas - Oksigen masuk 3L/menit

- Nebulizer masuk masuk dengan pulmicont 1cc

- Obat bricasma masuk 2amp - TTV TD 150/80 mmHg N 96 x/menit RR 25 x/menit S 37,30C A:

- Masalah keperawatan perubahan pola nafas sedikit teratasi

(44)

P:

Intervensi dilanjutkan - Observasi TTV klien

- Observasi frekuensi, irama dan bunyi nafas klien

- Pertahankan oksigenasi tambahan klien

- Lakukan kolaborasi dilakukan nebulizer (pulmicont 2x1 hari) - Lakukan kolaborasi untuk

pemberian terapi obat bricasma 2 amp, metyl prednisolon 3x62,6 gr, lasal ekspektoral syrup 3x1, ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5 gr

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret

S:

- Klien mengatakan masih sering batuk

- Klien mengatakan sudah banyak dahak yang keluar

- Klien mengatakan setelah di nebulizer dahak mudah keluar - Klien mengatakan setelah minum

oabat lasal ekspektoran syrup 3x1 sdm batuk berkurang

O:

- Klien melakukan batuk efektif yang pernah diajarkan

- Sekret berwarna putih cair dan tidah ada darah

- Klien membuang dahak di tempat khusus

- Nebulizer masuk dengan pulmicont 1 cc

- Obat lasal ekspektoran syrup masuk 3x1 sdm - TTV TD 150/80 mmHg N 96 x/menit RR 25 x/menit S 37,30C

(45)

A:

- Masalah keperawatan bersihan jalan nafas sedikit teratasi

P:

Intervensi dilanjutkan - Observasi TTV

- Kaji karakteristik batuk klien - Lakukan kolaborasi dilakukan

nebulizer (pulmicont 2x1 hari) - Lakukan kolaborasi untuk

pemberian terapi obat bricasma 2 amp, metyl prednisolon 3x62,6 gr, lasal ekspektoral syrup 3x1, ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5 gr

Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor

paru

S:

- Klien mengatakan nyeri masih terasa di dada dan tenggorokan - Klien mengatakan nyeri seperti

tertekan O:

- Klien memeluk bantal menahan dada seperti yang pernah diajarkan

- Skala nyeri 5

- Klien tampak meringis

- Klien ketika batuk atau bernafas kuat memegangi dada

- Obat masuk metyl prednisolon 3x62,6 grm - TTV TD 150/80 mmHg N 96 x/menit RR 25 x/menit S 37,30C A:

- Masalah keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri sedikit teratasi P:

Intervensi dilanjutkan - Observasi TTV klien

- Kaji karakteristik nyeri (PQRST) - Anjurkan klien untuk memeluk

(46)

bantal didada ketika batuk dan nyeri

- Lakukan kolaborasi untuk pemberian terapi obat metyl prednisolon 3x62,5 gr

Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bernafas dengan normal : proses penyakit

S:

- Klien mengatakan masih semangat untuk ingin sembuh - Klien mengatakan minta segera

diobati agar bernafas normal O:

- Klien mengungkapkan perasaan klien

- Klien tampak cemas

- Saat diberikan penguatan dan semangat klien mendengarkan dan memperhatikan dengan baik - TTV TD 150/80 mmHg N 96 x/menit RR 25 x/menit S 37,30C A:

- Masalah keperawatan ansietas sedikit teratasi

P:

Intervensi dilanjutkan - Observasi TTV

- Kaji ansietas dan perasaan klien - Anjurkan klien untuk tetap

berdoa dan beribadah Resiko perubahan nutrisi

berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan energi

metabolik : Dispnea

S:

- Klien mengatakan hari ini makan sedikit

- Klien mengatakan tidak nafsu makan

O:

- Klien habis ½ porsi

- Tidak ada mual dan muntah - IMT klien 15,77

- TTV

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang ditemukan pada pasien maka diagnosa keperawatan yang diangkat adalah: ketidakefektifan jalan nafas, diagnosa ini penulis angkat sebagai diagnosa primer karena

Pola nafas tidak efektif b/d bronkospasme Setelah diberi tindakan perawatan selama 3x24 jam pola nafas pasien efektif, dengan KE: -Tanda-tanda vital dalam batas normal

Untuk diagnosa keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan mempertahankan bersihan jalan napas yang efektif

b. Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru. Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea. Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih c. Mengeluarkan sekret

Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 6 jam di harapakan jalan nafas pasien tidak terganggu atau kembali efektif dengan kriteria hasil menurut NOC (Nursing

 Kriteria hasil: mendemonstrasikan batuk efektif, dan suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan dispnea, menunjukan jalan nafas yang paten..

Diagnosis 1: Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hambatan upaya nafas: kelemahan otot pernafasan tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu 1 Jam 20.20 WIB mengatur posisi

Pasien pneumonia membutuhkan perawatan seperti asuhan keperawatan untuk mempertahankan bersihan jalan napas sehingga upaya yang dilakukan perawat dalam mempertahankan bersihan jalan