• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dampak Pemanasan Global Terhadap Permukiman"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP

DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP

PERMUKIMAN

PERMUKIMAN

Oleh:

Oleh:

Kelompok 4/PSL

Kelompok 4/PSL

Nuraini Soleiman

Nuraini Soleiman

P062034014

P062034014

Eko D.

Eko D.

Heripoerwan

Heripoerwan

to

to

P062034104

P062034104

Rido Matari Ichwan

Rido Matari Ichwan

P062034114

P062034114

[email protected] [email protected]

Aim Abdurachim Idris

Aim Abdurachim Idris

P062034154

P062034154

Togap M. Hutagalung

Togap M. Hutagalung

P062034054

P062034054

Putut Marhayudi

Putut Marhayudi

P062034244

P062034244

(2)

 Abstrak   Abstrak   Pemanasan global merup

 Pemanasan global merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh menakan fenomena alam yang disebabkan oleh meningkatnya gasingkatnya gas rumah kaca (GRK) dan menipisnya lapisan ozon di atmosfir. Peristiwa meningkatnya suhu rumah kaca (GRK) dan menipisnya lapisan ozon di atmosfir. Peristiwa meningkatnya suhu bumi ini mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dan kenaikan muka air laut. Dampak  bumi ini mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dan kenaikan muka air laut. Dampak  kenaikan muka air

kenaikan muka air pemanasan global mengakibatkan berkurangnya kawasan pesisir Indonesia,pemanasan global mengakibatkan berkurangnya kawasan pesisir Indonesia, terja

terjadi di pengipengikisan pantai kisan pantai (abra(abrasi) si) dan dan sedimsedimentasentasi. i. TinggTingginya inya tingtingkat kat sedisedimentmentasi asi yang yang  mengg

menggangganggu u kelankelancaracaran n aliraliran an muarmuara a sungsungai ditambaai ditambah h dengadengan n curacurah h hujan yang tinggihujan yang tinggi menye

menyebabkababkan n meninmeningkatngkatnya ya frekufrekuensi ensi banjibanjir. r. BeberBeberapa apa wilaywilayah ah pantapantai i di di IndoIndonesia akannesia akan menderita akibat kejadian ini dan dampak

menderita akibat kejadian ini dan dampak yang lebih besar adalah pada kehidupan masyarakat yang lebih besar adalah pada kehidupan masyarakat  karen

karena a kegiakegiatanntannya ya dibadibanyak nyak kawaskawasan an permpermukimukiman an di di wilaywilayah/kah/kota ota pantpantai ai terstersebut ebut yang yang  terpe

terpengarngaruh uh secarsecara a langlangsung maupun tidak sung maupun tidak langlangsung oleh sung oleh fenomfenomena ena alam ini. alam ini. GambGambaranaran  Besaran dampak,

 Besaran dampak, upaya antisipasi, upaya antisipasi, dan dan bentuk adaptasi bentuk adaptasi seperti apa seperti apa yang akan yang akan meningkatkanmeningkatkan daya dukung lingkungan permukiman wilayah dan kota pantai tersebut agar terhindar dari daya dukung lingkungan permukiman wilayah dan kota pantai tersebut agar terhindar dari kerugian yang besar merupakan lingkup yang dibahas dalam

kerugian yang besar merupakan lingkup yang dibahas dalam makalah ini.makalah ini.

I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN

Kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh manusia pada hakekatnya bertujuan Kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh manusia pada hakekatnya bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan manusia. Namun, meningkatnya populasi manusia untuk mensejahterakan kehidupan manusia. Namun, meningkatnya populasi manusia

(3)

 Abstrak   Abstrak   Pemanasan global merup

 Pemanasan global merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh menakan fenomena alam yang disebabkan oleh meningkatnya gasingkatnya gas rumah kaca (GRK) dan menipisnya lapisan ozon di atmosfir. Peristiwa meningkatnya suhu rumah kaca (GRK) dan menipisnya lapisan ozon di atmosfir. Peristiwa meningkatnya suhu bumi ini mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dan kenaikan muka air laut. Dampak  bumi ini mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dan kenaikan muka air laut. Dampak  kenaikan muka air

kenaikan muka air pemanasan global mengakibatkan berkurangnya kawasan pesisir Indonesia,pemanasan global mengakibatkan berkurangnya kawasan pesisir Indonesia, terja

terjadi di pengipengikisan pantai kisan pantai (abra(abrasi) si) dan dan sedimsedimentasentasi. i. TinggTingginya inya tingtingkat kat sedisedimentmentasi asi yang yang  mengg

menggangganggu u kelankelancaracaran n aliraliran an muarmuara a sungsungai ditambaai ditambah h dengadengan n curacurah h hujan yang tinggihujan yang tinggi menye

menyebabkababkan n meninmeningkatngkatnya ya frekufrekuensi ensi banjibanjir. r. BeberBeberapa apa wilaywilayah ah pantapantai i di di IndoIndonesia akannesia akan menderita akibat kejadian ini dan dampak

menderita akibat kejadian ini dan dampak yang lebih besar adalah pada kehidupan masyarakat yang lebih besar adalah pada kehidupan masyarakat  karen

karena a kegiakegiatanntannya ya dibadibanyak nyak kawaskawasan an permpermukimukiman an di di wilaywilayah/kah/kota ota pantpantai ai terstersebut ebut yang yang  terpe

terpengarngaruh uh secarsecara a langlangsung maupun tidak sung maupun tidak langlangsung oleh sung oleh fenomfenomena ena alam ini. alam ini. GambGambaranaran  Besaran dampak,

 Besaran dampak, upaya antisipasi, upaya antisipasi, dan dan bentuk adaptasi bentuk adaptasi seperti apa seperti apa yang akan yang akan meningkatkanmeningkatkan daya dukung lingkungan permukiman wilayah dan kota pantai tersebut agar terhindar dari daya dukung lingkungan permukiman wilayah dan kota pantai tersebut agar terhindar dari kerugian yang besar merupakan lingkup yang dibahas dalam

kerugian yang besar merupakan lingkup yang dibahas dalam makalah ini.makalah ini.

I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN

Kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh manusia pada hakekatnya bertujuan Kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh manusia pada hakekatnya bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan manusia. Namun, meningkatnya populasi manusia untuk mensejahterakan kehidupan manusia. Namun, meningkatnya populasi manusia

(4)

se

secacara ra tatajajam, m, memenyenyebababkbkan an pepeniningngkatkatan an kekebutbutuhuhan an mamanunusisia a ununtutuk k memememenunuhihi kebutuhan hidupnya baik dari segi kuantitas maupun dari sisi kualitas, sehingga faktor  kebutuhan hidupnya baik dari segi kuantitas maupun dari sisi kualitas, sehingga faktor   pertambahan

 pertambahan penduduk penduduk ini ini mempengaruhi mempengaruhi perubahan perubahan yang yang besar besar dalam dalam lingkunganlingkungan hidup (Soemarwoto, 2001).

hidup (Soemarwoto, 2001). Dis

Disampamping ing ititu u menmeningingkatkatnya nya kegkegiatiatan an perperekonekonomiomian, an, dan dan polpola a konskonsumsumsii manusia yang berlebihan terhadap penggunaan energi dan peningkatan pembangunan manusia yang berlebihan terhadap penggunaan energi dan peningkatan pembangunan lainnya, mengakibatkan penggunaan bahan bakar fosil seperti, minyak, batubara, dan lainnya, mengakibatkan penggunaan bahan bakar fosil seperti, minyak, batubara, dan gas, sebagai sumber energi, meningkat dengan tajam. Peningkatan penggunaan bahan gas, sebagai sumber energi, meningkat dengan tajam. Peningkatan penggunaan bahan  bakar

 bakar fosil fosil ini ini mengakibatkan mengakibatkan meningkatnya meningkatnya gas gas buangan buangan seperti seperti COCO22, , CHCH44, , HH22S yangS yang

disebut gas-gas rumah kaca (GRK). Keberadaan gas-gas tersebut telah mencapai kadar  disebut gas-gas rumah kaca (GRK). Keberadaan gas-gas tersebut telah mencapai kadar  yang berlebiha

yang berlebihan, n, sehingsehingga menahan ga menahan panas akibat radiasi balik dari bumi, panas akibat radiasi balik dari bumi, yang disebutyang disebut efek rumah kaca (ERK).

efek rumah kaca (ERK). MeningMeningkatnya ERK ini mengakikatnya ERK ini mengakibatkan kenaikbatkan kenaikan dari suhuan dari suhu  bumi.

 bumi.

Faktor lain yang menyebabkan kenaikan suhu bumi adalah akibat menipisnya Faktor lain yang menyebabkan kenaikan suhu bumi adalah akibat menipisnya lapisan ozon di atmosfer terutama di wilayah kutub (Bratasida, 2002). Lapisan ozon lapisan ozon di atmosfer terutama di wilayah kutub (Bratasida, 2002). Lapisan ozon  berfungsi

 berfungsi sebagai sebagai pelindung pelindung radiasi radiasi langsung langsung dari dari sinar sinar matahari matahari ke ke bumi bumi sehinggasehingga kehidupan di bumi dapat berlangsung. Keberadaan bahan-bahan kimia khususnya yang kehidupan di bumi dapat berlangsung. Keberadaan bahan-bahan kimia khususnya yang di

dibubuat at ololeh eh mamanusnusia ia sesepepertrti i ChChloloro ro FlFluoruoro o CaCarbrbon on (C(CFCFC), ), HaHalolon, n, dldll l teternrnyayatata merupakan penyebab rusaknya lapisan ozon di atmosfer. Dengan menipisnya lapisan merupakan penyebab rusaknya lapisan ozon di atmosfer. Dengan menipisnya lapisan ozon, maka radiasi gelombang pendek matahari akan lolos ke lapisan atmosfir bumi, ozon, maka radiasi gelombang pendek matahari akan lolos ke lapisan atmosfir bumi, sehingga mengakibatkan meningkatnya suhu bumi.

sehingga mengakibatkan meningkatnya suhu bumi. Gej

Gejala ala menmeningingkatkatnya nya suhsuhu u bumbumi i akiakibat bat penpeningingkatkatan an intintensensitaitas s ERK ERK dandan menipisnya lapisan ozon di atmosfer, disebut pemanasan global. Beberapa pengamatan menipisnya lapisan ozon di atmosfer, disebut pemanasan global. Beberapa pengamatan yang dilakukan di beberapa belahan dunia, menunjukkan bahwa indikasi terjadinya yang dilakukan di beberapa belahan dunia, menunjukkan bahwa indikasi terjadinya  pemanasan

 pemanasan global global sudah sudah semakin semakin signifikan, signifikan, antara antara lain lain dengan dengan menipisnya menipisnya ketebalanketebalan es di kutub utara dan selatan, naiknya permukaan air laut, dan meningkatnya suhu di es di kutub utara dan selatan, naiknya permukaan air laut, dan meningkatnya suhu di kota-kota besar.

(5)

Iklim merupakan salah satu dari komponen ekosistem, dengan variabel suhu, angin, dan curah hujan. Perubahan iklim terjadi karena terjadinya perubahan pada variabel dari iklim tersebut (Kwik Kian Gie, 2002). Sehingga meningkatnya suhu bumi atau terjadinya pemanasan secara global akan mengakibatkan terjadinya perubahan iklim secara global.

Perubahan iklim akibat pemanasan global ini menyebabkan terjadinya  perubahan curah hujan atau perubahan distribusi curah hujan. Sehingga beberapa wilayah akan mengalami kekurangan curah hujan dan di wilayah lain akan mengalami kelebihan curah hujan atau banjir. Disamping itu dengan mencairnya es di kedua kutub dan pemuaian massa air laut, berakibat kepada meningkatnya volume air laut. Kenaikan volume air laut ini menyebabkan tergenangnya daerah pantai yang rendah dan akan meningkatkan laju erosi pantai.

Perubahan iklim dan bencana alam sangat berkaitan. Pemanasan global, yang diperkirakan akan menaikkan muka air laut setinggi 0.8 m abad ini, sangat mengancam kota pesisir- dimana sebagian besar kota berukuran mega di negara sedang berkembang terletak pada tahun 2025 (WB, 2003).

Kenaikan muka air laut dan perubahan iklim global yang disebabkan oleh  pemanasan global akan mempengaruhi kota-kota di kawasan pantai. Dampak yang ditimbulkan secara umum pada permukiman secara nasional serta kerugian yang terjadi dan daya adaptasi serta antisipasi yang perlu dilakukan menjadi fokus bahasan dalam tulisan ini.

II. GAMBARAN UMUM DAMPAK PEMANASAN GLOBAL 2.1 Pengertian

(6)

Sebelum membahas lebih jauh tentang dampak pemanasan global pada  permukiman, disampaikan terlebih dahulu pengertian beberapa istilah yang sering

digunakan dalam tulisan ini, sebagai berikut:

Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga, sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang  berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No 4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman). Dengan pengertian seperti ini, maka dampak pemanasan global terhadap permukiman berarti pula dampak terhadap kota dan desa secara umum termasuk lingkungan permukiman, prasarana dan sarana permukiman, serta fasilitas umum yang melengkapinya.

Gas rumah kaca (GRK) adalah adalah gas-gas yang dapat meneruskan radiasi gelombang pendek (ultraviolet) yang tidak bersifat panas, tetapi menahan radiasi gelombang panjang (inframerah) yang bersifat panas (Soedjito, 2002).

Lapisan ozon merupakan kumpulan molekul O3 yang bersifat sangat labil karena bertangan ikatan bebas, yang terdapat di lapisan stratosfir. Penipisan lapisan ozon terjadi karena molekul ozon bertemu dengan molekul lain dari permukaan bumi seperti CO dan CFCs yang kemudian akan bereaksi menghasilkan molekul yang stabil, seperti CO2. Karena stabil, molekul CO2 akan turun ke lapisan troposfir sehingga molekul ozon akan berkurang, mengakibatkan menipisnya lapisan ozon (Mustain, 2002).

Efek rumah kaca (ERK) adalah fenomena alam yang terjadi dengan meningkatnya suhu bumi yang disebabkan oleh 2 hal (Bratasida, 2002), yaitu: i) Meningkatnya gas buangan (GRK) di lapisan troposfir, sehingga radiasi gelombang inframerah dari bumi tertahan di lapisan troposfir dan (ii) Meningkatnya gas buangan di

(7)

lapisan stratosfir yang mengakibatkan menipisnya lapisan ozon, sehingga meningkatkan intensitas gelombang ultra-violet (UV) ke bumi.

Pemanasan global pada hakekatnya adalah perubahan variabel iklim global, khususnya suhu dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu antara 50-100 tahun (Soedjito, 2002).

2.2 Pro dan kontra Pemanasan Global

Dampak kenaikan permukaan air laut dan banjir sesungguhnya “masih menjadi debat dalam dunia riset”, tiga skenario yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel  on Climate change (IPCC) pada tahun 1990 digunakan sebagai pijakan beberapa studi yang dilakukan di Indonesia dengan menggunakan skenario moderat IPCC Skenario A yakni kenaikan kira-kira sebesar 60 cm hingga akhir abad 21(Direktur Jenderal Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002).

Pemanasan global merupakan fenomena alam yang diakibatkan oleh meningkatnya ERK, “masih merupakan perdebatan akhli-akhli”, menyatakan bahwa penyebab  pemanasan global tidak mudah untuk diketahui secara pasti, karena selain pengaruh GRK di atmosfir juga dipengaruhi oleh faktor geologi seperti meningkatnya intensitas radiasi, perubahan sumbu bumi dan berkurangnya ketinggian daratan. Walaupun kaitan langsung antara ERK dengan kenaikan muka air laut masih dalam perdebatan, tetapi  pemanasan global mempengaruhi kerusakan kawasan pantai telah menjadi isu dunia.

Sehingga perlu kerjasama seluruh dunia dengan peran yang seimbang supaya di masa depan manusia dapat hidup dengan sehat dan aman. (Sampurno, 2001)

Selama 100 tahun terakhir telah diakui secara luas telah terjadi kenaikan temperatur rata-rata global bumi pada 0,3-0,6 °C, juga adanya tercatat pengurangan

(8)

salju yang menutupi permukaan bumi, yang ditandai dengan kenaikan tinggi permukaan air laut global sekitar 1-2mm pertahun. Karena besarnya variasi perubahan temperatur  yang pernah terjadi sebelumnya (1550-1850) maka belum dapat diyakini apakah  pemanasan global "terjadi secara alamiah atau akibat ulah manusia" karena memang

sebelum revolusi Industri (1750) konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfir berada dalam keadaan relatif konstan dan setelah periode tersebut konsentrasi gas CO2

 bertambah hampir 26%, gas metana menjadi 2 kali dan konsentrasi nitrogen (N2O)

 bertambah mendekati 8%. Perubahan konsentrasi tersebut disebabkan oleh pembakaran  bahan bakar fosil, seperti batubara, minyak, dan gas bumi; Penggundulan hutan yang mengubah daya pantul dan mengurangi penyerapan; pengkonservasian CO2,

 penambahan hasil pertanian, peningkatan peternakan, pembakaran biomasa, dan CFC (UNEP 1992)

Peningkatan CO2 di atmosfir disebabkan oleh anthropogenetic yaitu: dari hasil  pembakaran bahan bakar fosil yang memperlihatkan keadaan komposisi kandungan karbon di atmosfir terdapat sedikit konsentrasi 14 C dan banyaknya konsentrasi 13 C sesuai dengan karakteristik isotop C dari hasil pembakaran bahan bakar fosil. Demikian  pula, peningkatan CO2 dibelahan bumi sebelah utara lebih cepat karena pembakaran  bahan bakar fosil terjadi paling tinggi. (Materi kuliah Tania June, 2004)

Presiden Bush di AS memandang perubahan cuaca global akan berlangsung tanpa dapat dielakkan dan mengedepankan strategi adaptasi sebagai langkah utama guna menghadapinya. Dengan kata lain AS meragukan bahwa ketentuan Kyoto Protokol yang jika diberlakukanpun hanya akan menimbulkan pengaruh positif  yang tidak cukup berarti terhadap efek pemanasan global (Rangkuman jurnal science dan infolainnya SI-IPTEKnet 27/06/02).

Sikap dan pernyataan Presiden Bush di AS sangat tidak menguntungkan bagi usaha mengurangi  green houses gasses (gas rumah kaca), secara ilmiah

(9)

 pernyataan tersebut berarti kurang respect terhadap hasil dunia scientifik, yang jelas menyatakan dan membuktikan bahwa green house gases menjadi penyebab utama  pemanasan global, sikap seperti ini yang berarti kurang profesional (Mahmud Mustain)

Apabila seluruh emisi CO2 akibat ulah manusia berhenti pada tahun 1990 maka

setengah beban CO2 atmosfir yang dihasilkan oleh kegiatan manusia akan tetap ada

hingga tahun 2100.

Pengetahuan tentang bagaimana daratan, lautan, dan atmosfir berinteraksi merespon peningkatan konsentrasi gas rumah kaca tidaklah lengkap, akan tetapi Model-model komputer dapat menstimulasikan hubungan kompleks ini pada tahapan tertentu dan pengaruhnya terhadap iklim

Sekalipun penyebab pemanasan global belum diketahui dengan pasti namun kecenderungan naiknya muka air laut telah terjadi di beberapa kawasan pantai Indonesia. Hasil pengamatan beberapa peneliti pada tahun 1990 dan 1991 di beberapa wilayah menunjukkan adanya variasi kenaikan muka air laut di Belawan setinggi 7,38 mm, Jakarta 4,38 mm, Semarang 9,27 mm, Surabaya 5,47 mm, di Panjang Lampung 4,15 mm (Siti Zubaidah Kurdi, 2002).

2.3 Dampak terhadap Wilayah/Kota Pantai

Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa pemanasan global adalah fenomena alam yang terjadi akibat perubahan variabel iklim secara global dan iklim mikro, terutama peningkatan suhu dan perubahan pola distribusi hujan. Akibat dari  perubahan iklim ini adalah:

(1) Mencairnya es di kutub utara dan selatan serta memuainya massa air laut, yang mengakibatkan kenaikan muka air laut.

(10)

(2) Perubahan siklus dan besaran curah hujan di seluruh permukaan bumi, sehingga mengakibatan terjadinya banjir dan kekeringan.

Skenario kenaikan muka air laut yang dikeluarkan oleh IPCC tahun 1990 yang menyebutkan adanya 3 skenario kenaikan muka air laut ( sea level rise). Adapun skenario tersebut selengkapnya pada tabel 1 berikut:

Tabel 1: Perkiraan Kenaikan Permukaan Air Laut (dalam cm) Skenario Kenaikan

Muka Air Laut 1990 2030 2070 2100

Rendah(low) 0 8 21 31

Rata-Rata (averange) 0 18 44 66

Tinggi(high) 0 29 71 110

Sumber : IPCC Skenario-A (1990)

2.4 Dampak terhadap Permukiman

Hampir sebagian besar kota besar di Indonesia berada di wilayah pesisir, yang  berfungsi menjadi lokasi permukiman, perdagangan, perhubungan, pengembangan

industri dan berbagai sektor lainnya. Sehingga terganggunya kota-kota pantai akan  berdampak serius terhadap perekonomian Indonesia, diluar dari kerugian

(11)

III. ANALISIS

Pemanasan global mengakibatkan kenaikan tinggi muka air laut sebagai konsekuensi mencairnya es di kutub utara dan selatan serta pemuaian muka air laut. Beberapa studi yang telah dilakukan oleh IPCC ( Internatinal Panel on Climate Change) memperlihatkan bahwa telah terjadi kenaikan muka air laut sebesar 1-2 meter dalam 100 tahun terakhir. Dengan asumsi bahwa manusia tetap melakukan aktivitas tanpa memikirkan daya dukung lingkungan, maka IPCC memperkirakan bahwa pada tahun 2030 permukaan air laut akan bertambah 8-29 cm dari permukaan air laut saat ini (Tabel 1).

Kenaikan muka air laut dan banjir mengakibatkan terjadinya genangan di kota-kota pantai. Hal ini dirasakan oleh penduduk yang bermukim di kawasan pantai Kecamatan Semarang Utara, yang dari tahun ke tahun tinggi genangan semakin  bertambah, terjadinya genangan semakin sering, dan waktu genangan semakin lama (Suhaeni, 2002). Sarana sanitasi dan air bersih terganggu, sehingga kegiatan dalam rumah tangga terhenti dengan sendirinya.

Jalan lingkungan yang memberi akses penduduk untuk melaksanakan aktivitas di kawasan tersebut pun terganggu dan terhenti dengan sendirinya. Kerugian sosial yang terjadi tidak hanya dialami oleh penduduk, tetapi juga oleh pengelola kota. Biaya  pengelolaan kota akan bertambah sejalan dengan bertambahnya kenaikan muka air laut.

Gangguan atau kerugian yang terjadi tergantung kepada tinggi, lama, dan frekuensi terjadinya genangan. Sebagai gambaran ketika Jakarta mengalami genangan  banjir yang cukup signifikan, pada titik-titik tertentu lampu dimatikan, komunikasi dan transportasi terputus, sehingga kegiatan distribusi barang dan jasa terhenti, dan  pendudukpun tidak dapat menjalankan aktifitasnya.

Untuk kota Semarang, kenaikan muka air laut sampai 50 cm, listrik untuk   penduduk pemukiman Tambak Lorok misalnya, dimatikan demi keamanan. Dengan

tidak tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang aktifitas penduduk akan mengakibatkan terhentinya semua kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, seperti

(12)

kegiatan rumah tangga yang meliputi memasak, mencuci, makan, dan minum; kegiatan  produktif seperti berangkat ke tempa kerja atau tempat usaha dan ke sekolah; dan

kegiatan rekreatif, seperti bermain anak, tidur, dan bahkan kegiatan ibadah, dll.

Lebih jauh lagi, hasil pengamatan beberapa peneliti pada tahun 1990 dan 1991 di beberapa wilayah menunjukkan adanya variasi kenaikan muka air laut sebagai  berikut: Belawan (setinggi 7,38 mm), Jakarta (4,38 mm), Semarang (9,27 mm),

Surabaya (5,47 mm), di Panjang Lampung (4,15 mm) (Kurdi, 2002).

Pengamatan pada tahun 2001 di kawasan pantai Bali menunjukkan bahwa 20% dari 430 km panjang pantai di Bali mengalami kerusakan. Di kawasan Pontianak, Bengkayang dan Sambas kerusakan pantai mencapai 14 km sementara perbaikan yang  baru dilakukan sepanjang 5,1 km. Kerusakan di beberapa kawasan pantai Jawa antara lain di Teluk Jakarta, pantai Eretan, pantai Mauk dan beberapa kawasan di Sumatera dan Sulawesi. Selain itu, masyarakat nelayan yang bertempat tinggal di sepanjang  pantai akan terdesak, bahkan akan kehilangan tempat tinggal serta infrastruktur   pendukungnya yang telah terbangun.

Indonesia merupakan negara kepulauan, dimana lebih dari separuhnya merupakan pantai landai. Tidak kurang dari 100 juta jiwa atau 60% penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai.

Apabila skenario yang diberikan oleh IPCC benar, maka Indonesia akan kehilangan sekitar 4.000 pulau (Kompas, Senin, 05 Agustus, 2002). Sementara itu jika ditarik garis batas 2 mil laut, maka luas wilayah Indonesia akan berkurang karena menyusutnya panjang pantai di seluruh Indonesia.

Adapun Kota-kota yang diperkirakan terkena dampak Kenaikan Muka Air Laut dapat dilihat pada tabel berikut 2. Dilihat dari segi pengembangan ekonomi ancaman terendamnya sebagian dari dataran rendah akibat Meningkatnya permukaan air laut mengakibatkan mundurnya garis pantai (Pratiko, 2002). Apabila ditinjau panjang garis  pantai total yang dimiliki Indonesia adalah 81.000 km dan dengan mengasumsikan  bahwa genangan pantai rerata adalah satu meter, maka berarti lahan pesisir termasuk 

(13)

 pulau-pulau kecil yang hilang dalam 100 tahun mendatang mencapai 405.000 Ha atau 4.050 Ha per tahun.

Tabel 2: Kota-Kota Yang Diperkirakan Terkena Dampak Kenaikan Muka Air Laut Dan Banjir

NO PROPINSI

KOTA

PKN PKW PKL

KOTA PANTAI

1 Naggroe Aceh Lhokseumawe

2 Sumatra Utara Tebing Tinggi Lubuk Pakam

Belawan

3 Riau Batam Dumai Bagan Siapiapi

Batam

Tanjung Pinang

4 DKI Jakarta Jakarta Jakarta

5 Jawa Barat Bekasi Cirebon Tangerang Indramayu

6 Jawa Tengah Semarang

7 Jawa Timur   Surabaya Bangkalan Lamongan Gresik   Sidoarjo

Surabaya

8 Kal. Barat Pontianak Singkawang

9 Kal. Tengah Sampit

10 Sul.Selatan Makassar Pare-pare Sungguminasa Takalar Maros

Parepare Sinjai

(14)

Dilihat dari segi perekonomian, ancaman ini akan berakibat sangat serius mengingat sebagian besar kota besar di Indonesia berada di wilayah pesisir, yang  berfungsi menjadi lokasi permukiman, perdagangan, perhubungan, pengembangan industri dan berbagai sektor lainnya. Diperkirakan 60% dari populasi penduduk  Indonesia, dan 80% dari lokasi industri berada di wilayah pesisir (Pratiko, 2002).

Di Indonesia, Kenaikan muka air laut secara umum berdampak pada (BKTRN, 2002):

(1) Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, yang disebabkan oleh terjadinya  pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi. Kemungkinan lain adalah terjadinya backwater  dari wilayah  pesisir ke darat. Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjadi 9 kali lebih  besar pada dekade mendatang dimana 80% peningkatan banjir tersebut terjadi di

Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan banjir  mencapai 2 juta mil persegi. Peningkatan volume air pada kawasan pesisir akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi pada kurun waktu yang bersamaan.

(2) Perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove. Rusaknya ekosistem mangrove, luas hutan mangrove di Indonesia terus mengalami penurunan dari 5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menurun hingga 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (1982-1993) telah terjadi  penurunan hutan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi maka : abrasi pantai akan kerap terjadi tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan dan zona budidaya aquaculture akan terancam dengan sendirinya.

(3) Meluasnya intrusi air laut, oleh diakibatkan terjadinya kenaikan muka air laut  juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara  berlebihan. Contoh : diperkirakan pada periode antar 2050 hingga 2070, intrusi

(15)

(4) Gangguan kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, diantaranya adalah: (a) gangguan terhadap jaringan jalan lintas dan kereta api di Pantura Jawa dan Timur-Selatan Sumatera; (b) genangan terhadap permukiman penduduk pada kota-kota pesisir yang berada di wilayah Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa kawasan  pesisir di Papua; (c) hilangnya lahan-lahan budidaya seperti sawah, payau, kolam ikan, dan mangrove; (d) penurunan produktivitas lahan pada sentra-sentra  pangan, seperti DAS Citarum, Brantas, dan Saddang.

(5) Berkurangnya luas daratan dan hilangnya pulau-pulau kecil, tergantung dari tingginya kenaikan muka air laut yang terjadi. Dengan asumsi kemunduran garis  pantai sejauh 25 meter, pada akhir abad 21 lahan pesisir yang hilang akan

mencapai 202.500 ha (Diposaptono, S. 2002)

Sebagian besar kota-kota penting Indonesia terletak di kawasan pantai, dengan karakteristik laju pertumbuhan yang tinggi. Pertumbuhan kota-kota pantai di akhir abad 20 yang cenderung mengabaikan daya dukung lingkungan di sekelilingnya serta ancaman bencana yang berpotensi merusak. Meningkatnya jumlah penduduk dan keterbatasan ruang yang layak dikembangkan menyebabkan perluasan merambah lingkungan yang seharusnya dipertahankan sebagai penyangga, antara lain yang berada di hulu, hilir, pantai dan perairan dengan pulau-pulau didepannya (Hantoro, 2002).

Pembangunan kota yang dilakukan pada kawasan pantai seperti yang diberikan di atas mengakibatkan terjadinya banjir pada kawasan tersebut. Frekuensi tejadinya  banjir, serta tinggi dan lamanya genangan air di kota-kota tersebut sangat mempengaruhi kerusakan fisik dan menimbulkan gangguan sosial bagi masyarakat kawasan tersebut.

(16)

3.1 Eliminasi Dampak Pemanasan Global pada

Wilayah dan Kota

Perhatian yang lebih besar perlu diberikan untuk kota-kota pantai yang memiliki  peran strategis bagi kawasan pesisir, yakni sebagai pusat pertumbuhan kawasan yang memberikan pelayanan ekonomi, sosial, dan pemerintahan bagi kawasan tersebut. Kota-kota pantai yang diperkirakan mengalami ancaman dari kenaikan muka air laut dan  banjir telah diberikan pada Tabel 2 di depan.

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa setidaknya akan ada 14 propinsi di Indonesia yang memiliki kawasan dan kota yang akan terpengaruh langsung oleh dampak pemanas global. Kawasan/kota tersebut sangat strategis dipandang dari kacamata nasional, karena memainkan peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Kawasan/kota tersebut juga merupakan domisili para nelayan tradisional yang dalam struktur masyarakat Indonesia sangat rentan terhadap issue kemiskinan. Oleh karena itu, perhatian terhadap pencegahan dampak/penyelamatan yang perlu diprioritaskan adalah kepada kawasan/kota di 14 propinsi tersebut di atas, khususnya lagi yang memang memainkan peranan strategis dalam perekonomian Indonesia dan lebih khusus lagi kawasan permukiman nelayan (yang sering digambarkan secara umum: kumuh, becek, dan tidak sehat). Dengan demikian  perencanaan permukiman nelayan dan kota-kota pantai harus sejak dini menghindari

wilayah pengaruh dampak pemanasan global.

3.2 Besaran Gangguan Dampak Kenaikan Muka Air Laut Pada Kegiatan Masyarakat

Hasil penelitian yang pernah dilakukan terhadap beberapa kota pantai disajikan dalam  bentuk matrik pada Tabel 3 berikut:

(17)

Tabel 3: Frekuensi, Lama, Dan Tinggi Genangan Air Pada Saat

Terjadinya Banjir

Frekuensi, lama dan tinggi Genangan

Banjarmasin Jakarta Makassar Semarang Surabaya Frek.Genangan

(kali/thn)

7-12 3 6 80 7-12

Lama Genangan 1–12 jam 1–3 hari 1–2 jam 1 hari s/d 3 hari Tinggi Genangan (cm) 50 100 50 50 70

Sumber: Kurdi, 2002

Dari data yang ditunjukkan pada Tabel 3 ini dapat disimpulkan bahwa Semarang memiliki frekuensi genangan tertinggi diantara kota-kota lainnya. Dengan lama genangan 1 hari maka Semarang mengalami genangan 80 hari dari 365 hari dalam 1 tahunnya. Berikutnya Surabaya dengan frekuensi dan waktu genangan seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas, maka dalam 1 tahun Surabaya akan tergenang antara 21 hari sampai 36 hari.

Jakarta akan tergenang antara 3 sampai 9 hari dalam 1 tahun. Banjarmasin akan tergenang minimum 7 jam dan maksimum 124 jam, sedangkan Makassar akan tergenang antara 6 jam sampai 12 jam dalam satu tahun.

Dengan tingginya frekuensi dan lamanya genangan yang terjadi di kawasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Semarang memiliki resiko tertinggi atau memiliki dampak terbesar akibat kenaikan muka air laut. Kemudian diikuti oleh Surabaya, Jakarta, Banjarmasin, dan Makassar, secara berurutan.

Tabel 3 juga memberikan informasi bahwa tingginya genangan air di Jakarta dan Surabaya, cukup merisaukan. Tingginya genangan yang terjadi akibat kenaikan muka air laut dan banjir yang dialami oleh kedua kota ini menyatakan bahwa, muara sungai di Jakarta dan Surabaya mempunyai tingkat sedimentasi yang tinggi, sehingga  pada saat kenaikan muka air laut dan hujan daya tampung sungai terlampaui oleh  besarnya debit air.

(18)

Dengan tingginya frekuensi dan waktu genangan seperti yang diberikan oleh tabel diatas, maka genangan yang terjadi akan mempengaruhi kegiatan masyarakat. Kegiatan rutin masyarakat seperti pekerjaan rutin di rumah, kegiatan produksi, serta kegiatan lain akan terganggu akibat genangan tersebut (lihat Tabel 4).

Tingginya frekuensi terjadinya genangan menyebabkan terhentinya kegiatan rumah tangga di kota Semarang, sedangkan Makassar kegiatan rumah tangga masih dapat berjalan namun tingkat gangguan genangan sudah sangat besar. Di kota-kota lain kegiatan tersebut masih dapat berjalan.

Pada kegiatan produksi, Jakarta merupakan kota yang sangat terpukul akibat tingginya frekuensi terjadinya genangan, yang diikuti oleh Semarang, dan Makassar. Sekalipun Surabaya memiliki frekuensi terjadinya genangan cukup tinggi, namun kegiatan produksi tidak mengalami gangguan yang berarti. Hal ini mungkin disebabkan oleh daya adaptasi masyarakat Surabaya terhadap kejadian genangan ini cukup baik.

Kecuali Jakarta dan Makassar, semua masyarakat pada kota-kota yang diamati terganggu kegiatan tidurnya. Hal ini mungkin terjadi karena masyarakat Jakarta dan Makassar sudah terlebih dahulu mengantisipasi akan terjadinya banjir, dibandingkan kota lainnya. Atau dapat pula terjadi, bahwa terjadinya kenaikan muka air laut dan  banjir bersamaan waktunya, dengan tingkat curah hujan yang tinggi, sehingga

masyarakat kota Semarang, Surabaya, dan Banjarmasin tidak dapat melakukan kegiatan  preventif.

Interaksi sosial di Semarang tidak dapat terlaksana sama sekali, sedangkan di Banjarmasin akibat genangan ini sangat mengganggu. Untuk kota-kota lainnya kegiatan interaksi sosial masih dapat berjalan, sekalipun tidak dapat terlaksana secara keseluruhan.

Kecuali Surabaya, kegiatan ibadah pada kota-kota tersebut sangat terganggu, malah di Jakarta kegiatan ini sama sekali tidak dapat dilaksanakan. Sedangkan kegiatan  bermain di Jakarta dan Banjarmasin mengalami gangguan yang paling akibat tergenangnya wilayah permukiman tersebut. Semarang, Surabaya, dan Makassar 

(19)

merupakan kota-kota yang sangat terganggu kegiatan bermainnya akibat terjadinya genangan.

Tabel 4: Hubungan Antara Frekuensi Genangan Dengan Kegiatan Sosial Masyarakat

Jenis

Kegiatan

Frekuensi Genangan per tahun

Banjarmasin Jakarta Makassar Semarang Surabaya f = 7-12 f = 3 f = 6 f = 80 f = 7-12 Pekerjaan rumah Masak 8,4 22,2 80 100 24,4 Makan 20,4 26,7 52 100 24,4 Minum 3,6 24,4 52 100 15,6 Mencuci 20,4 24,4 56 100 24,4 Kegiatan produksi Bekerja 23 100 65 77,1 15,6 Belajar 0 91,1 70 80 11,1 Kegiatan Non Kurikuler Tidur 100 24,4 43 100 100 Interaksi sosial 77,8 22,2 22,2 100 22,2 Beribadah 86,7 100 52 85,1 13,3 Bermain 22,2 15,6 47 97,3 95,7 Sumber: Kurdi, 2002

3.3 Adaptasi Terhadap Dampak Pemanasan Global

Secara umum beberapa kerugian kawasan pantai akibat kenaikan muka air laut telah diidentifikasi di bagian sebelumnya. Di sini akan ditambahkan kerugian bangunan rumah di pantai akibat kenaikan muka air laut (Wuryani, 2002). Kerugian bangunan

(20)

rumah akibat kenaikan muka air laut dapat ditinjau berdasarkan fungsi fisik bangunan rumah dan kerugian akibat hilangnya biaya investasi rumah, kedua jenis kerugian ini selanjutnya dapat diakumulasikan terhadap kerugian total yang terjadi pada suatu kawasan tertentu. Dalam perhitungan kerugian akibat kenaikan muka air laut, walaupun fenomenanya tidak sama seperti kerugian yang diakibatkan oleh banjir, tetapi jenis-jenis kerusakan maupun kerugian yang ditimbulkannya adalah sama.

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Wuryani tersebut dapat dikemukakan  bahwa kerugian fisik maupun kerugian biaya yang ditimbulkan akibat genangan air 

dapat diminimumkan bila masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan perubahan alam yang terjadi, seperti pembuatan tanggul pada pintu masuk maupun meninggik1an lantai dapat mengurangi tingkat kerugian yang ditimbulkan.

Selanjutnya, kerugian biaya investasi yang terjadi dari hasil survey di Surabaya adalah berkisar dari 2,3% sampai 38% dari total nilai bangunan standar. Sementara kerugian fungsi fisik bangunan adalah 8,87% sampai 21,44% dari fungsi fisik bangunan secara utuh. Besarnya prosentasi ini sangat tergantung pada adaptasi yang dilakukan oleh masing-masing penghuni. Kerugian yang terjadi di kota Semarang jauh melebihi kerugian yang terjadi di Surabaya. Hal ini karena terjadi rob di Semarang semakin menambah parah kerusakan fisik bangunan akibat terjadinya settlement yang berlebihan  pada pondasi dan lantai.

Sekalipun kerugian yang dialami oleh masyarakat setempat, tidak semua  penduduk berkeinginan untuk pindah ke tempat baru. Untuk itu dibutuhkan adaptasi yang dilakukan oleh penduduk yang memutuskan untuk menetap di kawasan tempat mereka tinggal walaupun terganggu banjir. Adaptasi ini dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan merubah lingkungannya atau merubah dirinya untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan perlakuan fisik yang dilakukan oleh pemilik   bangunan dan perlakuan kawasan yang dilakukan oleh pemerintah setempat.

Kemampuan lingkungan kota pantai dalam mendukung kehidupan penduduknya akan terpengaruh apabila sebagian wilayahnya tergenang. Hal tersebut dikarenakan

(21)

 perumahan dan prasarana dan sarana fasilitas perekonomian kota lainnya tidak dapat  berfungsi sebagaimana yang direncanakan (Pamekas, 2002).

Hasil penelitian terhadap daya dukung pasca kenaikan muka air, terhadap upaya adaptasi yang dilakukan dapat dikemukan beberapa hal berikut:

1. Daya dukung di semua kota studi menurun akibat genangan pasang naik yang disertai hujan dalam kota. Daya dukung lingkungan semakin menurun apabila terjadi kenaikan muka air yang bersamaan waktunya dengan hujan dalam kota dan  pasang naik. Pengaruh upaya adaptasi terhadap perubahan fisik tidak sama dari kota ke kota, sehingga kondisi adaptasi optimum tidak selalu identik dengan besarnya upaya adaptasi.

2. Adaptasi yang telah dilakukan masyarakat dan pemerintah berpengaruh terhadap peningkatan daya dukung lingkungan di semua kota studi.

3. Apabila ditingkatkan adaptasi masyarakat terhadap kemungkinan naiknya muka air laut dinilai melalui bantuan pemerintah seperti membangun sistem drainase ataupun pemecah gelombang, ternyata nilai daya dukung kota Banjarmasin dan kota Semarang tidak mengalami peningkatan, bahkan cenderung menurun. Hal ini berarti  bahwa kondisi daya dukung yang optimum untuk kedua kota tersebut telah tercapai  pada upaya adaptasi tingkat sebelumnya. Namun daya dukung kota Makassar 

mengalami peningkatan yang lebih tinggi dari pada sebelumnya.

4. Apabila upaya adaptasi ditingkatkan lagi dengan melibatkan swasta dan  stakeholder  dengan memasukkan kegiatan penataan kembali kawasan pantai, ternyata daya dukung yang diperoleh tercapai apabila ada upaya yang lebih komprehensif dan dan disertai dukungan teknologi yang memadai.

Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah upaya adaptasi yang selama ini dilakukan masyarakat ini merupakan upaya yang memadai untuk menghadapi dampak pemanasan global seabad mendatang. Berdasarkan gambaran dampak yang telah disajikan di depan dan juga keadaan sebagian besar kawasan pesisir yang

(22)

 berpotensi menerima dampak besar, tampaknya adaptasi konvensional yang dilakukan oleh masyarakat tidak akan memadai untuk menghindari diri dari kenaikan muka air. Alasan mengapa demikian adalah sebagian besar daya dukung kota sudah melewati titik optimumnya untuk dapat menyelamatkan masyarakat dan lingkungannya dari  pengaruh kenaikan muka air laut. Ini dapat ditunjukkan dengan telah banyaknya konflik 

di kawasan pesisir sebagai cermin dari kompetisi penggunaan tanah yang berakibat kepada marginalisasi penghuni pantai lama oleh berbagai kegiatan ekonomi baru, kejadian banjir yang semakin lama semakin meluas, sering, dan memakan waktu semakin lama.

Dengan demikian antisipasi yang diperlukan untuk menghadapi dampak   pemanasan global ini adalah sesuatu yang bersifat komprehensif-sistemik, semisal

melakukan perencanaan pengelolaan lingkungan kawasan pantai secara komprehensif.

IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Pemanasan global merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh meningkatnya gas rumah kaca (GRK) dan menipisnya lapisan ozon di atmosfir. Dari  pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya terlihat bahwa pemanasan global ini

diperkirakan akan berdampak kepada hampir semua aspek kehidupan manusia di Indonesia, yaitu terutama: hilangnya 2.000-4.000 pulau, berkurangnya garis pantai,  berkurangnya daya dukung kota/wilayah di 14 propinsi, meningkatnya kejadian dan lamanya banjir, berkurangnya lahan untuk kegiatan ekonomi-sosial (termasuk   permukiman, pelabuhan), dan berkurangnya fungsi perlindungan pantai (hutan bakau,  bangunan penahan gelombang).

Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia, terbukti bahwa hampir  semua kota pesisir yang diteliti terkena dampak kenaikan muka air laut, yaitu misalnya: Jakarta (utamanya akibat meningkatnya sedimentasi dan intrusi air laut serta

(23)

menurunnya kualitas air), Semarang (dampak pasang surut, abrasi, akresi, dan erosi), Surabaya, dan Banjarmasin.

Kerugian yang diderita oleh bangunan rumah pantai akibat kenaikan muka air  laut dapat berupa hilangnya fungsi fisik dan investasi rumah. Bila dampak kenaikan muka air kecil, maka kerugian dapat dicegah dengan melakukan adaptasi terhadap  perubahan alam yang berlangsung lambat tersebut dengan cara, misalnya, pembuatan

tanggul dan peninggian lantai dasar bangunan

Adaptasi terhadap perubahan iklim bisa menjadi lebih sulit, karena terjadinya resiko berlangsung secara pelan-pelan dan kurang kasat mata. Kota-kota pantai dan  pusat konsentrasi penduduk tampaknya perlu melakukan investasi pada bangunan  pelindung dan melakukan relokasi hunian dan fasilitas publik penting secara terencana.

Prioritas adaptasi harus diberikan kepada area terbangun dan prasarana yang

memerlukan perhatian, semisal permukiman informal yang rentan dan sistem saluran drainase dan sanitasi.

4.2 Rekomendasi

Menyadari bahwa penyebab pemanasan global harus dicegah secara bersama-sama oleh seluruh negara dan warga dunia dan Indonesia sendiri memiliki kewajiban terhadap perlindungan masyarakat, maka direkomendasikan hal-hal berikut:

Penanganan skala makro-global

Mendorong Pemerintah Indonesia untuk meratifikasi kesepakatan-kesepakatan

internasional seperti Kyoto Protokol serta melaksanakan CDM (makro-global). Dengan meratifikasi Protokol Kyoto, selain Indonesia mempunyai kewajiban untuk mencegah  bertambahnya pemanasan global, Indonesia juga dapat memanfaatkan bantuan

internasional yang dapat dimanfaatkan bagi perbaikan lahan di hulu sehingga mengurangi terjadinya erosi.

Penanganan skala mikro-lokal

 Melakukan penanganan khusus, dalam bentuk penyelamatan kepada

kawasan/kota di 14 propinsi dengan misalnya menerapkan garis pantai aman  bencana global tahun 2100, dengan sedini mungkin melakukan penataan

terhadap permukiman pantai, khususnya nelayan dan warga miskin.

 Melakukan perencanaan pengelolaan lingkungan regional yang komprehensif 

(24)
(25)

DAFTAR PUSTAKA

Akil, S, Antisipasi Dampak Pemanasan Global dari Aspek Teknis Penataan Ruang , 12-13 Maret 2002, Bandung.

Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN),  Pengaruh Global Warming  Terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau kecil: Ditinjau Dari Kenaikan Permukaan Air  laut dan Banjir, Proceeding Seminar Nasional, Jakarta, 30-31 oktober 2002

Catatan Kuliah Perubahan Lingkungan Global, 2004

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah , Rencana Induk Penanganan Masalah  Banjir DKI Jakarta dan Sekitarnya, Ringkasan, Juli 2002

Hantoro, W.S.,  Pengaruh Karakteristik Laut dan Pantai terhadap Perkembangan  Kawasan Kota Pantai, 12-13 Maret 2002, Bandung.

Irianto, Gatot, PhD,  Banjir dan Kekeringan: Penyebab, Antisipasi dan Solusinya, Oktober 2003, Bogor, CV. Universal Pustaka Media.

Kurdi, S.T,  Dampak Kenaikan Muka Air Laut Terhadap Kawasan Permukiman, Seminar Nasional Pengaruh Global Warming terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau kecil ditinjau dari kenaikan Permukaan Air Laut dan Banjir, 30-31 Oktober 2002, Jakarta.

 ________, Identifikasi Kerugian Kawasan Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut , 12-13 Maret 2002, Bandung.

Kwik Kian Gie, Pengaruh Pemanasan Global terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil , Seminar Nasional Pengaruh Global Warming terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau kecil ditinjau dari kenaikan Permukaan Air Laut dan Banjir, 30-31 Oktober 2002, Jakarta.

Pamekas, R, Dampak Perubahan Fisik Kawasan Terhadap Daya Dukung Lingkungan  Permukiman Kota Pantai, 12-13 Maret 2002, Bandung.

Pratikto,W.A,Tinjauan Dampak Global Warming Terhadap Lingkungan Pesisir dan  Pulau-Pulau Kecil di Indonesia, 12-13 Maret 2002, Bandung.

Soehoed A.R.,  Banjir Ibukota: Tinjauan Historis & Pandangan Kedepan, 2002, Penerbit Djambatan, Jakarta

(26)

Soemarwoto, O,  Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, 2001, Jakarta.

Wuryani, W., Identifikasi Kerugian Bangunan Rumah di Pantai Akibat Kenaikan Muka  Air Laut , 12-13 Maret 2002, Bandung.

World Bank. World Development Report: Sustainable Development in a Dynamic World: Transforming Institution, Growth, and Quality of Life. Washington, D.C: Oxford Univesity Press, 2003

This Blog

Linked From Here The Web

This Blog

Linked From Here

The Web

Sunday, January 24, 2010

DAMPAK GLOBAL CLIMATE CHANGE TERHADAP

KEBERLANJUTAN EKOSISTEM PESISIR DAN LAUTAN

(27)

Latar belakang

Iklim sangat mempengaruhi dari persebaran flora dan fauna di suatu negara, perubahan iklim akan mempengaruhi keberadaan flora dan fauna baik dari segi jumlah maupun persebaran yang semakin berkurang. Iklim sendiri adalah keadaan rata-rata cuaca pada suatu daerah dalam kurun waktu yang relatif lama. Sedangkan wilayah Indonesia, memiliki iklim tropis yang sangat dikenali melalui tumbuhan yang sangat besar dan selalu hijau sepanjang tahun.

Perubahan Iklim sendiri berpengaruh terhadap flora dan fauna di daerah Indonesia. Akibatnya ada jenis-jenis flora dan fauna tertentu yang dapat hidup dengan jenis iklim tertentu. Faktor-faktor pembentuk iklim diantaranya: temperatur udara, angin dan curah hujan secara  bersama-sama mempengaruhi persebaran flora dan fauna

Lautan menghasilkan kekayaan ekonomi yang secara signifikan cukup besar. Berdasarkan hasil perhitungan di negara Australia tercatat bahwasanya sekitar 8% dari produk  domestik mereka senilai sekitar $ 52 miliar per tahun dihasilkan dari kegiatan seperti perikanan,  pariwisata dan rekreasi, perkapalan dan lepas pantai ekstraksi minyak bumi dan gas bumi. Jika

dikelola dengan lebih baik, negara Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, serta sumberdaya kelautan yang lebih besar, tentunya mampu menghasilkan pendapatan lebih.

Kehidupan laut dan ekosistem menyediakan layanan tak ternilai ekosistem seperti daur ulang nutrien, mengatur gas rumah kaca, dan penyangga daerah pantai terhadap gelombang dan badai. Fungsi ekologis yang diberikan ekosistem laut akan berjalan dengan baik jika kondisi lingkungan dan faktor-faktor yang mengancam keberlanjutan dapat diatasi dengan baik. Salah satu faktor yang mengancam keberlanjutan fungsi ekosistem dan biota di laut adalah terjadinya fenomena global warming.

(28)

Fenomena global warming terjadi akibat naiknya suhu bumi akibat kenaikan konsentrasi carbondioksida di atmosfer. Kondisi ini memicu terjadinya green house effect

Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak  (BBM), batubara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.

Akibat nyata dampak perubahan iklim terhadap spesies sebagai komponen keanekaragaman hayati adalah berupa perubahan dalam kisaran penyebaran, meningkatnya tingkat kelangkaan, perubahan waktu reproduksi, dan perubahan dalam lamanya suatu musim tanam. Hal ini didukung oleh Laporan IPCC (International Panel on Climate Chiange) pada April 2007 tentang dampak, kerentanan, dan adaptasi pada perubahan iklim mengemukakan bahwa kurang lebih 20-30% tumbuhan dan hewan diperkirakan akan meningkat risiko kepunahannya  jika kenaikan temperatur global rata-rata di atas 1,5 – 2,5 derajat celsius.

Solusi untuk meredam atau mengurangi dampak buruk dari pemanasan global dan  perubahan iklim menjadi sesuatu yang segera harus dipikirkan, direncanakan dan dilaksanakan. Mengingat kedua hal ini terkait berbagai pihak, maka kerjasama dalam penanggulangan dampak  negatif harus dikerjakan secara bersama-sama, sehingga keberadaan ekosistem di wilayah pesisir  dan laut akan terus lestari dan berkelanjutan.

Tujuan

Menganalisa dampak global warming terhadap keberlanjutan ekosistem di wilayah pesisir dan lautan Menganalisa bentuk pengaruh global warming terhadap hewan laut

Merencanakan upaya pengendalian dampak global warming di wilayah pesisir dan lautan

klim dan cuaca merupakan faktor penentu utama bagi pertumbuhan dan produktifitas tanaman pangan. Sistem produksi pertanian dunia saat ini mendasarkan pada kebutuhan akan tanaman setahun, kecuali beberapa tanaman seperti pisang, kelapa, buah-buahan, anggur, kacang-kacangan, beberapa sayuran seperti asparagus, rhubarb, dan lain-lain. Tanaman-tanaman tersebut dikembangbiakan dalam kondisi pertanaman tertentu.

Produktifitas pertanian berubah-ubah secara nyata dari tahun ke tahun. Perubahan drastis cuaca, lebih berpengaruh terhadap pertanian dibanding perubahan rata-rata. Tanaman dan ternak sangat peka terhadap perubahan cuaca yang sifatnya sementara dan drastis.

(29)

Perbedaan cuaca antar tahun lebih berpengaruh dibanding dengan perubahan iklim yang diproyeksikan. Dan tak terdapat bukti bahwa perubahan iklim akan mempengaruhi  perubahan cuaca tahunan.

Petani selalu berhadapan dengan perubahan iklim. Besaran perbedaan antar tahun telah melampaui prakiraan perubahan iklim. Fluktuasi iklim tahunan, dalam beberapa urutan  besaran lebih tinggi dibanding dengan besar prediksi perubahan pelan-pelan iklim yang

diajukan para ahli ekologi. Hal ini digambarkan pada Musim panas daerah pertanian Jagung Amerika serikat, antara tahun 1988 (kering dan panas) dan 1992 (basah dan dingin). Suhu selama Juli dan Agustus berbeda 80F dalam dua tahun dibeberapa negara  bagian. Hal paling kritis yang belum diketahui adalah pola frekuensi kemarau. Kemarau

terjadi dibeberapa tempat didunia setiap tahun. Kemarau tahunan juga lumrah terjadi di area pertanian India, China, Rusia dan beberapa negara Afrika.

Makalah ini akan membahas implikasi dari effek rumah kaca, atau khusunya, perubahan iklim yang diakibatkan meningkatnya kandungan CO2 atmosfir dan gas rumah kaca lainnya terhadap produktifitas tanaman pangan. Juga mempertimbangkan efek langsung maupun biologis dari peningkatan kadar CO2 tersebut. Dan interaksi Biologi dan Iklim terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman pangan.

Pengaruh Iklim terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman

Variabel menonjol yang diperkirakan akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman pangan akibat terjadinya peningkatan kadar CO2 adalah bumi yang memanas. Berdasarkan pengamatan obyektif di lapangan, diperkirakan akan lebih rendah dibanding permodelan iklim yang lemah dan kasar menggunakan komputer. Berdasarkan permodelan komputer, muka bumi rata-rata akan memanas sebesar 1,5-4,5OC jika kadar CO2 meningkat duakali. Secara keseluruhan iklim akan memanas 3 kali 1,5OC pada akhir abad nanti, dan pemanasaan terbesar terjadi dikutub, dan lebih rendah dikhatulistiwa.

Kedua, kenaikan suhu dapat diperkirakan dan akan berpengaruh terhadap pola hujan. Untuk kebanyakan tanaman pangan dan serat dan beberapa spesies lain perubahan dalam ketersediaan air memiliki akibat yang lebih besar dibanding kenaikan suhu. Permodelan iklim secara regional telah dimodelkan dalam tingkat yang lebih kurang meyakinkan dibanding model untuk iklim global.

Perubahan yang diperkirakan, jika terjadi dalam pola hujan dan suhu dengan kadar CO2 yang tinggi akan menguntungkan produksi tanaman pangan beririgasi. Pertambahan areal  pertanian beririgasi di Amerika terjadi di delta misisipi dan dataran utara. Hal serupa

terjadi di India, China dan Rusia bagian selatan. Di USA, area tanam jagung dan gandum musim dingin akan bergeser ke utara dan akan digantikan sorgum dan padi-padian.

Ketiga, pemanasan global mempengaruhi variabel yang berpengaruh terhadap

 produktifitas pertanian. Hal ini akan sangat penting bagi pertanian yang terkait zona suhu,  baik bagi pertambahan maupun intensitas masa tanam atau satuan tingkat pertumbuhan.

(30)

Perhatian petani akan tertuju pada perbedaan musiman dan antar tahun pada curah hujan, salju, lama musim tanam, dan beda suhu dalam hari-hari yang berpengaruh pada tahap  pertumbuhan. Stabilitas dan keandalan produksi adalah sama pentingnya dengan besaran  jumlah produksi itu sendiri.

Keprihatinan akan perubahan iklim dimasa depan dan perubahan yang lebih besar lagi akan diimbangi dengan penelitian mengenai manfaat peningkatan CO2 bagi fotosintesis dan berkurangnya kebutuhan tanaman akan air, dan tetap meningkatnya hasil. Selama 70 tahuan, perubahan cuaca, mencerminkan bahwa hasil tanam di USA, Rusia, India, China, Argentina, Canada dan Australia, memungkinkan negara dengan cuaca baik dapat

menjaga keamanan pangan negara dari cuaca yang buruk. Kekeringan secara menyeluruh di dunia hampir tak pernah terjadi saat ini.

Walau ada kepastian bahwa pertanian dunia dapat mengantisipasi perubahan iklim,  perubahan itu akan menambah masalah yang harus ditangani dalam dasa warsa kedepan.

Masalah lain adalah Kelangkaan air dan kualitas air, tanah yang menjadi gersang,  pengadaan energi dari bahan bakar fosil serta kelangsungan praktek pertanian yang

sekarang ada. Beberapa praktek yang membahayakan kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan harus diubah bersamaan dengan tingkat produksi yang aman dan dapat

diandalkan juga harus terus ditingkatkan. Prakiraan terjadinya perubahan iklim membuat  penelitian pertanian yang komprehensif menjadi sangat penting dalam menghadapi

 perubahan itu secara efektif.

Penelitian mengenai perubahan iklim, akan melengkapi usaha peningkatan produktivitas tanaman, yang dipengaruhi oleh tekanan lingkungan, yang kini tengah dilakukan melalui rekayasa genetik, perlakuan kimiawi dan pola pengolahan. Ini akan memberi dua manfaat sekaligus, baik sebagai pelindung mengahadapi perubahan jangka pendek lingkungan, seperti kemarau dan juga membantu menghadapi perubahan iklim dalam jangka panjang, dan untuk mengkapitalisasi sumberdaya hayati bagi peningkatan produksi.

Pandangan yang berbeda mengenai pemanasan global yang memiliki bobot ilmiah yang  baik muncul, mendukung penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sekarang telah

disimpulkan oleh beberapa ilmuwan bahwa model prakiraan iklim yang dibuat

merupakan penyederhanaan yang sangat simplistis dari proses atmosfir dan lautan yang sangat kompleks. Dan tak dapat dibuktikan bahwa pengeluaran gas rumah kaca akan  berpengaruh signifikan terhadap iklim dunia, sebab-sebab pemanasan global juga lebih

tidak dapat lagi dipastikan.

Pengaruh Biologis Langsung:

Pertumbuhan Tanaman dalam rumah Kaca

Penelitian mengenai manfaat pengayaan CO2 dimulai abad lalu. Awal 1888, manfaat  pemupukan dengan CO2 telah dilakukan pada tanaman di dalam rumah kaca di Jerman,

(31)

menguntungkan pertama kali dilaporkan terjadi pada tanaman pangan seperti letuce, tomat, mentimun, dan kemudian bunga dan tanaman hias.

Banyak catatan dan pernyataan yang disusun mengenai pertumbuhan tanaman yang  berada dalam lingkungan yang dikontrol dan diberi pengayaan CO2. Wittwer dan Robb

membuat catatan menyeluruh mengenai data-data sebelumnya dan ditambah hasil  penelitiannya sendiri bahwa tanaman tomat mencapai usia dewasa dan hasil produksi

yang menguntungkan dalam rumah kaca yang diperkaya CO2. Sementara Strain dan Cure menyusun Bibliographi literature mengenai pengayaan CO2 dan efeknya terhadap

lingkungan dan tanaman yang lengkap. Kimball dkk. pada tahun 1983, 1985 dan 1996 mengumpulkan 770 penelitian mengenai hasil tanaman dalam rumah kaca dengan  pengayaan CO2, dan terbukti hasil tanaman tersebut meningkat 32%.

Pada tahun 1982 diselenggarakan Konferensi Internasional yang bertujuan

mengidentifikasi makalah yang terkait dengan pengaruh biologis langsung dari pengaruh  peningkatan CO2 pada produktifitas tanaman, sebagai sesuatu yang tak terpisahkan

dengan efisiensi photositensis, efisiensi penggunaan air, Penyerapan Nitrogen biologis terkait dengan sumberdaya iklim seperti cahaya, suhu dan kelembaban. Fokus makalah ini dibuat dengan mengacu kepada tindak konferensi tersebut. Dokumentasi yang lebih lengkap mengenai efek langsung CO2 terhadap produkstifitas tanaman diterbitkan Departemen Energi USA pada Tahun 1985-1987 secara berseri, makalah Wittwer tahun 1985 dan 1992. Itu semua dilengkapi oleh materi yang diedit oleh Enoch dan Kimball  pada 1968 mengenai Pengayaan Karbondioksida Pada Tanaman Rumah Kaca meliputi

status dan sumber CO2, physiologi, hasil daan ekonomi. Juga telah dilakukan riset

selama 35 tahun oleh sebuah grup dalam Komisi Tanaman Terlindung pada International Society for Holticultural Science, yang membuktikan bahwa pengayaan CO2 menambah hasil sebesar 12-13 %, dibanding pada kadar atmosfir biasa sebesar 335 ppm.

Pengaruh paling mencolok dari pengayaan tersebut dalah efisiensi fotosintesis dan Penggunaan Air yang lebih efisien.

Efisiensi Fotosintesis

Hanya sedikit keraguan bahwa kadar CO2 dalam atmosfir adalah kurang optimal bagi fototosintesis ketika faktor lain yang berpengaruh terhadap tanaman (cahaya, air, suhu dan unsur hara) mencukupi. Fotosintesa Netto adalah jumlah fotosintesa brutto minus fotorespirasi, dan fotorespirasi setidaknya memiliki besaran mengubah 50% karbohidrat hasil fotosintesa kembali menjadi CO2, dengan peningkatan CO2 fotorespirasi

diperkirakan akan menurun. Peningkatan Biomassa terbukti terjadi ketika dilakukan  pengayaan CO2. Ini tak selalu muncul dari fotosintesa netto. Kadar CO2 yang tinggi

memicu penggunaan air yang efisian dalam tanaman C4 seperti jagung. Peningkatan efisiensi air ini merangsang pertumbuhan tanaman.

Dampak langsung yang dapat dijejaki dari peningkatan CO2 adalah peningkatan tingkat fotosintesa daun dan kanopi. Peningkatan fotosintesis akan meningkat sampai kadar CO2 mendekati 1000 ppm. Hasil paling pasti adalah tanaman tumbuh cepat dan lebih besar.

(32)

Ada perbedaan antara spesies. Spesies C3 lebih peka terhadap peningkatan kadar CO2 dibanding C4. Terjadi juga pertambahan luas dan tebal daun, berat per luas, tinggi tunas,  percabangan, bibit dan jumlah dan berat buah. Ukuran Tubuh meningkat seiring rasio

akar-batang. Rasio C:N bertambah. Lebih dari itu semua hasil panen meningkat.

Terutama pada Kentang, Ubi Jalar, Kedelai. Dengan meningkatnya kadar CO2 menjadi dua kali sekarang secara global, hasil pertanian diperkirakan akan meningkat sampai 32% dari sekarang. Perkiraan sementara saat ini sekitar 5%-10% dari kenaikan produksi

 pertanian adalah akibat kenaikan kadar CO2. Manfaat pengayaan CO2 terhadap

 pertumbuhan dan produktifitas tanaman saat ini telah dikenal telah dikenal luas. Banyak   pengujian yang dilakukan dalam lingkungan terkontrol secara penuh atau sebagian,

terhadap beberapa tanaman komersial (padi, Jagung, gandum, kedelai, kapas, kentang, tomat, ubi jalar, dan beberapa tanaman hutan), yang membuktikannya.

Efisiensi Penggunaan Air

Kebutuhan utama tanaman yang lainnya adalah air, baik secara kualitas maupun

kuantitas. Air kini telah menjadi permasalahan penting bagi lima negara dengan jumlah  penduduk terbesar di dunia (China, India, USA, Sovyet, Indonesia). Juga tentu

dinegara-negara temur tengah, afrika utara dan sub sahara. Satu faktor penting yang berpengaruh terhadap produksi tanaman namun masih merupakan misteri adalah pola musim kering yang terjadi. Kekeringan adalah hal yang paling ditakuti oleh para petani diberbagai negara produsen pangan. Kebutuhan akan air menjadi semakin penting dan kritis, di

USA, 80–85 % konsumsi air bersih adalah untuk pertanian. Sepertiga persediaan tanaman  pangan sekarang tumbuh padi 18% lahan beririgasi.

Aspek penting dari peningkatan kadar CO2 dalam atmosfir adalah kecenderungan tanaman untuk menutup sebagian dari stomata pada daunnya. Dengan tertutupnya stomata ini penguapan air akan menjadi perkurang, dan dengan itu berarti efisiensi  penggunaan air meningkat. Kekurangan air adalah faktor pembatas utama dari  produktifitas tanaman. Bukti yang selama ini dikumpulkan menunjukan bahwa  peningkatan CO2 di atmosfir meningkatkan efisiensi penggunaan air. Hal ini adalah  penemuan yang penting bagi bidang pertanian dan juga bagi ekologi. Implikasi dari hal

itu bermacam-macam, salah satunya adalah peningkatan daya tahan terhadap kekeringan dan berkurangnya kebutuhan air untuk pertanian.

Efek langsung dari kadar CO2 dalam atmosfir terhadap fotosintesis tanaman C4 adalah meningkatkan efisiensi air dalam fotosintesa. Dan pada tanaman C4 dan C3 mengurangi membukanya stomata, hal ini ditunjukan oleh Roger et al. pada tanaman kedelai.

Tanaman dengan cara fotosintesa C3 mendapat keuntungan dengan 3 cara. Pertama meluasnya ukuran daun, kedua peningkatan tingkat fotosintesis perunit luas daun, dan terakhir efisiensi penggunaan air.

Produksi Tanaman Pangan Beririgasi

Perubahan yang telah diperkirakan mengenai penguapan dan suhu akibat efek rumah kaca dan pemanasan global sepertinya akan menguntungkan lahan pertanian beririgasi.

(33)

Di USA, luas areal pertanian beririgasi akan meluas sampai dataran utara dan delta Missisipi, hal ini juga berlaku untuk Cina, India dan negara lain. Dimana lingkungan lebih lembab dan diperuntukkan untuk tanaman biji-bijian dan kacang-kacangan. Kecenderungan ini telah terjadi di USA, China, dan India. Jagung dan Gandum kini  bergeser mendekati daerah yang dingin dan lebih lembab. Produksi Sorgum dan padi- padian akan menggeser posisi areal gandum dan jagung tersebut. Diharapkan juga,

dimasa mendatang model dari atmosfir dan iklim akan lebih berkembang dan

melengakapi dari apa yang sekarang telah dikembangkan, sehingga sensitivitas tanaman terhadap perubahan iklim lebih dapat diketahui.

Pertumbuhan dan Produkstifitas Tanaman: Kemampuan Adaptasi terhadap Suberdaya Iklim di Bumi

Banyak tanaman pangan mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim. Di bumi padi, ubikayu, ubijalar dan jagung dapat tumbuh dimana saja kelembaban dan suhu sesuai. Jagung mampu tumbuh di areal yang beraneka ragam kelembaban, suhu, dan ketinggian dibumi ini. Areal produksinya di USA telah meluas ke utara sampai 800 km selam lima  puluh tahun ini. Kedelai dan Kacang tanah dapat tumbuh di daerah tropik sampai lintang

450 LU dan 400 LS. Gandum musim dingin yang lebih produktif dari gandum musim semi areal tanamnya telah meluas keutara sejauh 360 km. Ditambah dengan kemampuan rekayasa genetik yang kita miliki perluasan areal tanam akan semakin mungkin dan cepat terealisasi.

Diperkirakan penggandaan kadar CO2 akan meningkatkan produktivitas tanaman di Amerika Utara, hal serupa juga terjadi di Sovyet, Eropa dan propinsi bagian utara China. Tanaman hortikultura dapat berkembang bebearapa musim diseluruh negara bagian USA. Tanaman seperti Tebu dan Kapas semakin meluas areal tanamnya dengan

dimanfaatkannya mulsa dan pelindung plastik. Pemanasan global akan lebih

menguntungkan dibanding dengan kembalinya era es sebagaimana diprediksi beberapa dekade yang lalu. Terlebih dimana produksi tanaman pangan terpusat di Lintang 300 LU sampai 500 LS.

Perubahan iklim secara drastis dan ekstrem sebagaimana yang selama ini dipublikasikan adalah hal yang sangat berlebihan. Pemanasan secara perlahan mungkin menguntungkan, karena memungkinkan penanaman tumbuhan tropis seperti mangga, pepaya, nanas dan  pisang , dinegara bagian selatan USA.

Prakiraan Regional: Pola Iklim dan Respons Tanaman

Sejak 1850, kadar CO2 dalam atmosfir telah meningkat sebesar 25 % akibat pembakaran  bahan bakar fosil dan penggundulan hutan tak ada yang menentangnya. Kadar gas rumah

kaca selain CO2 juga telah meningkat melebih prosentase CO2 dan dengan efek pemanas yang setara CO2. Namun terdapat kontrovesi mengenai kapan pemanasan global pertama kali muncul, juga terdapat kontroversi mengenai besaran perubahan suhu yang terjadi,  jika terjadi pada masa yang akan datang. Perkiraan yang ada berkisar antara minus 1,50C

(34)

sampai 60C. Prakiraan iklim dan cuaca regional dengan sebaran variabel seperti awan, kelembaban, dan angin lebih tidak pasti lagi.

Efek langsung dari meningkatnya CO2, berdampak positif terhadap tumbuhan,

sebagaimana dibahas diatas, namun bila terjadi kekeringan sebagaimana ramalan hasil  permodelan iklim yang sekarang, hasil pertanian tak dapat dipastikan. Namun secara

garis besar dampak yang terjadi masih dapat kita kendalikan. Tindakan dari petani,

ilmuwan dan kebijkan pemerintah lebih diperlukan dibandingkan dengan perubahan pola hidup kita.

Prakiraan pengaruh CO2 terhadap iklim menimbulkan banyak spekulasi, dan beberapa riset telah dimulai untuk meneliti dampaknya terhadap hubungan hama dan tanaman dan strategi perlindungan tanaman. Gulma, Serangga, nematoda dan wabah berdampak  sangat merugikan bagi pertanian. Perubahan Iklim yang mungkin akan berdampak pada hubungan tumbuhan – hasil panen – hama, dan ekosistem lain. Peningkatan kandungan karbohidrat dan akumulasi nitrogen akan berpengaruh terhadap pola makan serangga, ini telah ditunjukan dalam beberapa eksperimen. Pengendalian hama memasuki era baru, dengan pengintegrasian penanganan hama.

Kesimpulan

Efek langsung dari meningkatnya CO2, berdampak positif terhadap tumbuhan dan  produksi tanaman. Pengaruh peningkatan CO2 adalah peningkatan tingkat fotosintesa

daun dan kanopi. Peningkatan fotosintesis akan meningkat sampai kadar CO2 mendekati 1000 ppm. Efek langsung dari kadar CO2 dalam atmosfir terhadap fotosintesis tanaman C4 adalah meningkatkan efisiensi air dalam fotosintesa. Pada tanaman C4 dan C3 mengurangi membukanya stomata. Perubahan yang telah diperkirakan mengenai

 penguapan dan suhu akibat efek rumah kaca dan pemanasan global akan menguntungkan lahan pertanian beririgasi, seperti tanaman biji-bijian dan kacang-kacang an.

Efisiensi Fotosintesis

Hanya sedikit keraguan bahwa kadar CO2 dalam atmosfir adalah kurang optimal bagi fototosintesis ketika faktor lain yang berpengaruh terhadap tanaman (cahaya, air, suhu dan unsur hara) mencukupi. Fotosintesa Netto adalah jumlah fotosintesa brutto minus fotorespirasi, dan fotorespirasi setidaknya memiliki besaran mengubah 50% karbohidrat hasil fotosintesa kembali menjadi CO2, dengan peningkatan CO2 fotorespirasi

diperkirakan akan menurun. Peningkatan Biomassa terbukti terjadi ketika dilakukan  pengayaan CO2. Ini tak selalu muncul dari fotosintesa netto. Kadar CO2 yang tinggi

memicu penggunaan air yang efisian dalam tanaman C4 seperti jagung. Peningkatan efisiensi air ini merangsang pertumbuhan tanaman.

Dampak langsung yang dapat dijejaki dari peningkatan CO2 adalah peningkatan tingkat fotosintesa daun dan kanopi. Peningkatan fotosintesis akan meningkat sampai kadar CO2 mendekati 1000 ppm. Hasil paling pasti adalah tanaman tumbuh cepat dan lebih besar. Ada perbedaan antara spesies. Spesies C3 lebih peka terhadap peningkatan kadar CO2 dibanding C4. Terjadi juga pertambahan luas dan tebal daun, berat per luas, tinggi tunas,

(35)

 percabangan, bibit dan jumlah dan berat buah. Ukuran Tubuh meningkat seiring rasio akar-batang. Rasio C:N bertambah. Lebih dari itu semua hasil panen meningkat.

Terutama pada Kentang, Ubi Jalar, Kedelai. Dengan meningkatnya kadar CO2 menjadi dua kali sekarang secara global, hasil pertanian diperkirakan akan meningkat sampai 32% dari sekarang. Perkiraan sementara saat ini sekitar 5%-10% dari k enaikan produksi

 pertanian adalah akibat kenaikan kadar CO2. Manfaat pengayaan CO2 terhadap

 pertumbuhan dan produktifitas tanaman saat ini telah dikenal telah dikenal luas. Banyak   pengujian yang dilakukan dalam lingkungan terkontrol secara penuh atau sebagian,

terhadap beberapa tanaman komersial (padi, Jagung, gandum, kedelai, kapas, kentang, tomat, ubi jalar, dan beberapa tanaman hutan), yang membuktikannya.

Efisiensi Penggunaan Air 

Kebutuhan utama tanaman yang lainnya adalah air, baik secara kualitas maupun

kuantitas. Air kini telah menjadi permasalahan penting bagi lima negara dengan jumlah  penduduk terbesar di dunia (China, India, USA, Sovyet, Indonesia). Juga tentu

dinegara-negara temur tengah, afrika utara dan sub sahara. Satu faktor penting yang berpengaruh terhadap produksi tanaman namun masih merupakan misteri adalah pola musim kering yang terjadi. Kekeringan adalah hal yang paling ditakuti oleh para petani diberbagai negara produsen pangan. Kebutuhan akan air menjadi semakin penting dan kritis, di

USA, 80–85 % konsumsi air bersih adalah untuk pertanian. Sepertiga persediaan tanaman  pangan sekarang tumbuh padi 18% lahan beririgasi.

Aspek penting dari peningkatan kadar CO2 dalam atmosfir adalah kecenderungan tanaman untuk menutup sebagian dari stomata pada daunnya. Dengan tertutupnya stomata ini penguapan air akan menjadi perkurang, dan dengan itu berarti efisiensi  penggunaan air meningkat. Kekurangan air adalah faktor pembatas utama dari  produktifitas tanaman. Bukti yang selama ini dikumpulkan menunjukan bahwa  peningkatan CO2 di atmosfir meningkatkan efisiensi penggunaan air. Hal ini adalah  penemuan yang penting bagi bidang pertanian dan juga bagi ekologi. Implikasi dari hal

itu bermacam-macam, salah satunya adalah peningkatan daya tahan terhadap kekeringan dan berkurangnya kebutuhan air untuk pertanian.

Efek langsung dari kadar CO2 dalam atmosfir terhadap fotosintesis tanaman C4 adalah meningkatkan efisiensi air dalam fotosintesa. Dan pada tanaman C4 dan C3 mengurangi membukanya stomata, hal ini ditunjukan oleh Roger et al. pada tanaman kedelai.

Tanaman dengan cara fotosintesa C3 mendapat keuntungan dengan 3 cara. Pertama meluasnya ukuran daun, kedua peningkatan tingkat fotosintesis perunit luas daun, dan terakhir efisiensi penggunaan air.

Pertumbuhan dan Produkstifitas Tanaman: Kemampuan Adaptasi terhadap Suberdaya Iklim di Bumi

Banyak tanaman pangan mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim. Di bumi padi, ubikayu, ubijalar dan jagung dapat tumbuh dimana saja kelembaban dan suhu sesuai. Jagung mampu tumbuh di areal yang beraneka ragam kelembaban, suhu, dan ketinggian

Gambar

Tabel 1: Perkiraan Kenaikan Permukaan Air Laut (dalam cm) Skenario  Kenaikan
Tabel 2:  Kota-Kota Yang Diperkirakan Terkena Dampak Kenaikan Muka Air Laut Dan Banjir
Tabel 3:  Frekuensi, Lama, Dan Tinggi Genangan Air Pada Saat Terjadinya Banjir
Tabel 4: Hubungan Antara Frekuensi Genangan Dengan Kegiatan Sosial Masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “ Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Ketepatan Waktu Penyampaian

berupa pilihan dari suatu activity diagram Kamus Data () Pilihan Merupakan notasi/lambang yang menunjukkan. suatu pilihan dari sebuah

Faktor input pembentuk daya saing daerah di Kabupaten Cirebon pada level pertama berupa sasaran strategis yang terdiri dari enam faktor yaitu: Mendorong aktivitas

Penyusunan program di dalam Renop ini mengacu kepada isu-isu strategis yang diberikan pada Renstra Politeknik Negeri Lhokseumawe dimana secara garis besar menyangkut tujuh

Mata Pelajaran Akidah Akhlak dalam Kurikulum 2013 di Madrasah. Tsanawiyah Negeri Kunir

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya, sehingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Persepsi Dosen Akuntansi,

Kelompok pertama: sampel kelompok satu diminta untuk mengumpulkan saliva di dalam wadah saliva dan masing-masing wadah saliva akan diberi label lalu para sampel

Berdasarkan Tabel 1 hasil tes Anova diperoleh nilai F-hitung sebesar 4.928 dengan tingkat signifikan 0 ,004 , karens nilsi tingkat signifikansi lebih kecil dari