• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kimpol Penentuan Mv Dan Dimensi Polimer Secara Visoimeter Laela

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kimpol Penentuan Mv Dan Dimensi Polimer Secara Visoimeter Laela"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Praktikum Nama : Laela Wulan Sari

Kimia Polimer NIM : G44096029

Hari/Tgl : Sabtu/ 4 Des 2010 Waktu : 10.00-13.00 WIB Asisten : peni

PJP : Andriawan Subekti

PENENTUAN Mv DAN DIMENSI POLIMER SECARA VISKOMETER

PENDAHULUAN

Pada praktikum ini kita mempelajari contoh polystirena dalam pelarut toluena. Polistirena merupakan salah satu polimer yang ditemukan pada sekitar tahun 1930, dibuat melalui proses polimerisasi adisi dengan cara suspensi. Stirena merupakan cairan yang tidak berwarna menyerupai minyak dengan bau seperti benzena dan memiliki rumus kimia C6H5CH=CH2 atau ditulis sebagai C8H8. Secara

laboratorium dapat dibuat melalui dehidrogenasi etil benzene, yaitu dengan melewatkan etilena melalui cairan benzena dengan tekanan yang cukup dan aluminiumklorida sebagai katalisnya. Etil benzena didehidrogenasi menjadi stirena dengan melewatkannya melalui katalis oksida aktif. Pada suhu sekitar 6000C stirena disuling dengan cara destilasi maka didapatkan polistirena.Reaksi

yang terjadi sebagai berikut : Polistirena padat murni adalah sebuah plastik tak berwarna, keras dengan fleksibilitas yang terbatas yang dapat dibentuk menjadi berbagai macam produk dengan detil yang bagus. Penambahan karet pada saat polimerisasi dapat meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan kejut. Polistirena jenis ini dikenal dengan nama High Impact Polystyrene (HIPS). Polistirena murni yang transparan bisa dibuat menjadi beraneka warna melalui proses compounding.

Viskositas merupakan ukuran yang menyatakan kekentalan suatu larutan polimer. Perbandingan antara viskositas larutan polimer terhadap viskositas pelarut murni dapat dipakai untuk menentukan massa molekul nisbi polimer. Keunggulan dari metode ini adalah lebih cepat, lebih mudah, alatnya murah serta perhitungannya lebih sederhana. Alat yang digunakan adalah Viskometer Ostwald. Prinsip kerjanya adalah dengan mengukur waktu yang diperlukan pelarut atau larutan polimer untuk mengalir diantara 2 tanda x dan y. Volume cair harus tetap karena ketika cairan mengalir kebawah melalui pipa kapiler A, cairan harus

(2)

mendorong cairan naik ke B. Akibatnya volume cairan berbeda masuk percobaan, maka cairan yang didorong menaiki tabung B akan berubah pula.

Dasar teori Viskositas yang digunakan untuk massa molekul polimer ialah jika viskositas larutan polimer adalan η dan viskositas pelarut murni ialah η o maka viskositas jenis η SP. Larutan polimer diabaikan oleh persamaan:

Persamaan ini menggambarkan peningkatan viskositas yang disebabkan oleh polimer. C adalah konsentrasi larutan polimer. Harga η SP disebut viskositas tereduksi dan diberi lambang [η ] untuk pelarutan terbatas.

Karena massa jenis berbagai larutan yang dipakai hampir sama dengan massa jenis pelarut maka dapat diandaikan viskositas tiap larutan hasil pengenceran berbanding lurus dengan waktu alirnya dan pesamaannya adalah:

t 2 = waktu alir untuk larutan.

t 1 = waktu alir untuk pelarut

Jika dihitung harga η SP dan η SP/c kemudian diekstrapolasi ke konsentrasi awal (Co) akan menghasilkan harga [η ]. Dengan demikian dapat dihitung massa molekul polimer dengan persamaan:

[η ] = KMv

M = Massa molekul relatif polimer

Penentuan bobot molekul yang dihasilkan menggunakan viskometer dihitung menggunakan persamaan Mark Houwink dengan membuat grafik hubungan antara konsentrasi polimer dengan ηred sehingga diperoleh persamaan garis y=a+bx. Dari persamaan

(3)

garis terebut diperoleh nilai viskositas instinsik dari nilai intersepnya yang dapat digunakan untuk menentukan bobot molekul dari suatu polimer

Gambar 2. Viskometer Ostwald

Berdasarkan nilali Mv dalam pelarut Φ, dimensi rantai polimer dapat digambarkan lewat nilai ro2 sebagai kwadrat dari harga jarak rata-rata antara kedua ujung rantai dan so2

sebagai kwadrat dari jari-jari garis rata-rata. Nilai-nilai tersebut dipengaruhi oleh nilai viskositas, panjang sudut ikatan dari suatu polimer, dan efek sterik terhadap putaran bebas ikatan tunggal. Dalam pelarut yang baik, rantai makromolekul akan membuka, akibatnya pelarut mudah berinteraksi. Sedangkan dalam pelarut yang buruk, makromolekul cenderung untuk mempertahankan dimensinya yang semula. Hal inilah yang melatarbelakangi bahwa pelarut akan memberikan efek dari nilai Mv suatu polimer.

METODE PERCOBAAN Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan yaitu polistirena, toluena, metanol, dan aseton. Alat-alat yang digunakan yaitu peralatan gelas, hot plate, neraca analitik, viskometer Oswaltd, dan termometer.

Prosedur percobaan

Pengukuran dalam Pelarut murni

Ditimbang sebanyak 1 gram polistirena, dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Dilarutkan sedikit demi sedikit dengan toluena, diberi label larutan induk 2C. Kemudian

(4)

dimasukkan 15 mL pelarut murni (toluena) dalam viskometer Oswald, diukur laju alirnya berkali-kali (4-5 kali) sampai diperoleh nilai konstan. Kemudian dibuat larutan dengan konsentrasi 3C/4, C/2, C/4, 3C/8 dari larutan induk 2C dalam labu takar 25 mL. Kemudian sebanyak 15 mL diukur laju alirnya dalam viskometer Oswald, dimulai dari larutan yang paling encer.

Pengukuran dalam pelarut teta (φ)

Dimasukkan 10 mL larutan induk poistirena dalam labu Erlenmeyer, kemudian dititrasi sedikit demi sedikit dengan metanol sambil diaduk-aduk sampai larutan menjadi keruh. Volume methanol yang terpakai dicatat untuk digunakan dalam penentuan komposisi pelarut teta (φ). Sebanyak 1 gram polistirena dilarutkan dengan sedikit pelarut toluena dalam labu ukur 100 mL, sesudah pelarutan sempurna, ditambahkan sejumlah volume metanol yang tercatat, kemudian ditambahkan kembali toluena sampai tanda tera. diberi label sebagai larutan induk teta (2C). Kemudian dibuat larutan dengan konsentrasi 3C/4, C/2, C/4, 3C/8 dari larutan induk 2C dalam labu takar 25 mL. Kemudian sebanyak 15 mL diukur laju alirnya dalam viskometer Oswald, dimulai dari larutan yang paling encer. Kemudian ditentukan nilai β, ro2, r2, So2, S2, dan K

DATA DAN HASIL PERCOBAAN

Tabel 1 Pengukuran waktu alir pelarut toluena Ulangan Waktu Alir (detik)

1 8.50 2 8.60 3 8.50 4 8.70 5 8.60 Rerata 8.58

Tabel 2 Pengukuran waktu alir polistirena + toluena Ulangan Waktu Alir (menit) [Polistirena]

C/4 3C/8 C/2 3C/4 2C

1 8.80 9.60 9.70 10.20 13.50

2 8.90 9.50 9.70 10.30 13.30

(5)

4 8.70 9.50 9.60 10.30 13.30

5 8.80 9.50 9.60 10.30 13.40

Tabel 3 Pengukuran massa molekul nisbi polistirena

[Polistirena] Rerata waktu alir (detik)

η

r

η

sp

η

red

0.2500 8.82 1.0280 0.0280 0.1120 0.3750 9.52 1.1096 0.1096 0.2923 0.5000 9.66 1.1259 0.1259 0.2518 0.7500 10.28 1.1981 0.1981 0.2641 2.0000 13.34 1.5548 0.5548 0.2774 Contoh Perhitungan: 112 . 0 25 . 0 0280 . 0 C 0280 . 0 1 0280 . 1 1 0280 . 1 detik 8.58 detik 82 . 8 t t 82 . 8 5 8 . 8 7 . 8 9 . 8 9 . 8 8 . 8 5 t Rerata sp reduktif relatif spesifik o relatif 1 = = = = − = − = = = = = + + + + = =

= η η η η η n xi

Gambar 1 Kurva hubungan viskositas reduktif dan konsentrasi polistirena pada pelarut toluena.

Persamaan garis: y=0.205+0.043x ≈ R2=0.182

[ ]

[ ]

[ ]

4525 . 54 Mv Mv log 71 . 0 10 . 12 205 . 0 log Mv 10 . 12 205 . 0 a KMv K 3 0.71 3 2 l = = = = + = − − x C red η η η η

(6)

Tabel 4 Pengukuran waktu alir pelarut Φ Ulangan Waktu Alir (detik)

1 53.40 2 53.44 3 53.42 4 53.38 5 53.52 Rerata 53.43

Tabel 5 Pengukuran waktu alir polistirena + pelarut Φ Ulangan Waktu Alir (detik) [Polistirena]

C/4 3C/8 C/2 3C/4 1 56.76 59.15 59.98 60.95 2 56.95 58.57 59.83 60.52 3 56.71 58.15 58.97 60.95 4 56.62 58.25 59.80 60.52 5 56.91 58.05 59.76 60.99

Tabel 6 Pengukuran massa molekul nisbi polistirena pada pelarut Φ

[Polistirena] Rerata waktu alir (detik)

η

r

η

sp

η

red

0.2500 56.79 1.0629 0.0629 0.2515 0.3750 58.43 1.0936 0.0936 0.2495 0.5000 59.67 1.1168 0.1168 0.2336 0.7500 60.79 1.1378 0.1378 0.1837 Perhitungan: 2515 . 0 25 . 0 0629 . 0 C 0629 . 0 1 0629 . 1 1 0629 . 1 detik 53.43 detik 79 . 56 t t 79 . 56 5 91 . 56 62 . 56 71 . 56 95 . 56 76 . 56 5 t Rerata sp reduktif relatif spesifik o relatif 1 = = = = − = − = = = = = + + + + = =

= η η η η η n xi

(7)

Gambar 2 Kurva hubungan viskositas reduktif dan konsentrasi polistirena pada pelarut Φ Persamaan garis: y=0.296-0.142x ≈ R2=0.922

[ ]

[ ]

[ ]

3522 . 91 Mv Mv log 71 . 0 10 . 12 296 . 0 log Mv 10 . 12 296 . 0 a KMv K 3 0.71 3 2 l = = = = + = − − x C red η η η η • Penentuan β

[ ]

[ ]

[ ]

8 3 3 23 3 2 1 3 2 3 o 2 1 3 2 3 o 3 2 3 o 2 1 3 3

10

.

4535

.

3

9.5578

x

1

x

10

.

86

.

2

380.394

x

296

.

0

M

M

x

M

M

x

M

M

=

=

=

=

=

β

φ α

η

β

φ α

η

β

β

φ α

η

• Penentuan

r

o2

(

8

)

2 15 o 2 2 o 2.0753.10 5 . 52 3522 . 91 10 . 4535 . 3 M M r =β == − • Penentuan

r

2

(

15

)

2 30 2 2 o 2 2

r

1

x

2

.

0753

.

10

4

.

3071

.

10

r

=

α

=

=

− • Penentuan So2

(

)

2

(

8

)

2

(

)

16 o 2 2 2 o 3.4588.10 5 . 52 6 3522 . 91 x 10 . 4535 . 3 x 1 6M M S =α β = = − • Penentuan S2

(8)

( )

1 6

2

3 1

2

2

o

2

2

S

1

x

.3

4 5 8 8

.

1 0

.1

1 9 6 3

.

1 0

S

=

α

=

=

PEMBAHASAN

Percobaan ini dilakukan dalam dua pelarut berbeda yaitu pelarut murni toluena dan pelarut Φ(campuran toluena-metanol). Pelarut yang digunakan sangat berpengaruh terhadap dimensi polimer, karena efek interaksi pelarut dengan polimer yang akan mempengaruhi ukuran atau dimensi dari rantai makromolekul. Pelarut yang baik dapat mengadakan interaksi dengan polimer, dengan keadaan α <1 dan hal sebaliknya terjadi pada α >1. Bila suatu pelarut memiliki α =1 maka kelarutan polimer berada pada titik kritik di dalam pelarut tersebut, dan pelarut tersebut merupakan pelarut Φ. Pelarut Φ disiapkan dengan cara mencampurkan pelarut metanol dengan toluena dan untuk mengetahui jumlah komposisinya, dilakukan pengukuran awal dengan menambahkan sedikit demi sedikit pelarut metanol ke dalam toluena yang telah mengandung polistirena. Kualitas pelarut tergantung pada komposisi kimia dari polimer, molekul pelarut dan suhu larutan. Ketika suatu pelarut buruk membatalkan efek dari ekspansi volume dari rantai polimer, maka kondisi teta (Ф) terpenuhi. Untuk pasangan polimer-pelarut tertentu, kondisi teta dipenuhi pada suhu tertentu, yang disebut suhu teta (Ф) atau titik teta. Suatu pelarut pada suhu ini disebut sebagai teta pelarut. Pelarut teta merupakan pelarut yang bertindak seperti polimer yang memiliki rantai linier.Secara umum, pengukuran sifat larutan polimer bergantung pada pelarut. Namun, ketika sebuah pelarut teta digunakan, karakteristik yang diukur adalah independen dari pelarut. Mereka bergantung hanya pada sifat polimer seperti panjang ikatan, sudut ikatan, dan hambatan sterik rotasi menguntungkan

Pelarut teta dapat dibuat dengan melakukan titrasi antara polimer dengan suatu pelarut yang akan di tambahkan hingga warna campuran tersebut keruh. Volume saat terjadinya kekeruhan digunakan sebagai volume perbandingan dari pelarut teta.Jumlah metanol yang diperlukan untuk membuat 100 mL pelarut Φ yaitu sebesar 23.66 mL.. Molekul komponen-komponen larutan berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Pada proses pelarutan, tarikan antarpartikel komponen murni terpecah dan tergantikan dengan tarikan antara pelarut dengan zat terlarut. Terutama jika pelarut dan zat terlarutnya sama-sama polar, akan terbentuk suatu sruktur zat pelarut mengelilingi zat terlarut, hal ini memungkinkan interaksi antara zat terlarut dan pelarut tetap stabil. Interaksi antara segmen rantai polimer dan molekul pelarut memiliki energi yang berkaitan dengan interaksi yang dapat bernilai positif atau negatif. Untuk pelarut yang bagus akan menghasilkan interaksi yang baik antara segmen

(9)

polimer dan molekul pelarut dan akan menyebabkan rantai polimer semakin panjang. Untuk pelarut yang buruk, lebih disukai interaksi antar polimer-polimer, sehingga polimer cenderung mempertahankan dimensinya. Kualitas pelarut tergantung pada komposisi kimia dari polimer, molekul pelarut dan suhu larutan.

Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa waktu alir polistirena pada masing-masing pelarut akan semakin meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi. Sedangkan bila dibandingkan waktu alir polistirena pada pelarut toluena dan pelarut Φ sangat berbeda jauh yaitu waktu alir polistirena pada pelarut toluena lebih cepat dibandingkan dalam pelarut Φ. Hal tersebut disebabkan oleh faktor ukuran polimer pada pelarut Φ lebih besar karena berada pada titik kritik kelarutan sehingga memiliki sterik yang lebih besar. Hasil pengukuran viskositas masing-masing polimer dalam pelarut berbeda diketahui bahwa polistirena pada pelarut toluena memiliki bobot molekul polimer lebih kecil dibandingkan polistirena pada pelarut Φ yaitu masing-masing sebesar 54.4525 dan 91.3522 . Nilai Mv tersebut sebanding dengan waktu alir dari masing-masing polimer dalam pelarut berbeda karena viskositas larutan akan sebanding dengan ukuran atau dimensi dari zat terlarutnya. toluene adalah pelarut yang bagus yang dapat berinteraksi dengan baik dengan molekul polimer stirena sehingga menghasilkan rantai yang lebih panjang, yang pada akhirnya menghasilkan nilai Mv yang lebih besar. Lain halnya dengan pelarut teta yang merupakan gabungan komposisi toluene dan methanol (3 : 1), adalah pelarut yang buruk sehingga menghasilkan nilai Mv yang lebih kecil.

Hasil pengukuran dari viskositas pada larutan diperoleh nilai Mv sebesar 91.3522, dan diketahui Mo merupakan ½ dari bobot molekul stirena yaitu sebesar 52.5, sehingga nilai β diperoleh sebesar 3.4535 .10−8. Nilai tersebut menggambarkan panjang sudut ikatan

polistirena yaitu sebesar 3.4535 .10−8. Kuadrat dari harga jarak rata-rata antara kedua ujung

rantai (ro2) yaitu sebesar 2.0753. 10-15 dengan r2 sebesar 4.3071.10-30. Nilai dari kwadrat dari

jari-jari garis rata-rata(so2) yaitu sebesar 3.4588.10-16 dan s2 sebesar 1.1963.10-31.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengukuran nilai Mv dan dimensi polimer polistirena secara viskosimeter diketahui bahwa Mv polistirena pada pelarut toluena memiliki nilai 54.4525 sedangkan pada pelarut Φ sebesar 91.3522. Dimensi rantai polimer dari polistirena pada pelarut Φ diketahui memiliki panjang sudut ikatan polistirena (β ) yaitu sebesar

8

10 . 4535 .

3 − , nilai kwadrat dari harga jarak rata-rata antara kedua ujung rantai (r

(10)

sebesar 2.0753. 10-15 dan r2 sebesar 4.3071.10-30 dan nilai dari kwadrat dari jari-jari garis

rata-rata(so2) yaitu sebesar 3.4588.10-16 dan s2 sebesar 1.1963.10-31.

DAFTAR PUSTAKA

Sidik M, Atun S, Karim. 2007. Kimia Polimer. Jakarta: Universitas Terbuka

Nababan, T. 2010. Penentuan Bobot Molekul.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789 /16864/4/Chapter%20II.pdf

Sinaga D. 2008. Penentuan viskositas pada proses pemutihan. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Gambar

Gambar 2.  Viskometer Ostwald
Tabel 1 Pengukuran waktu alir pelarut toluena Ulangan  Waktu Alir (detik)
Gambar 1 Kurva hubungan viskositas reduktif dan konsentrasi polistirena pada pelarut  toluena.
Tabel 4 Pengukuran waktu alir pelarut Φ Ulangan  Waktu Alir (detik)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Terapi gen merupakan salah satu cara penyembuhan penyakit hemofili dengan memperbaiki kerusakan genetis, yaitu melalui penggantian gen yang tidak rusak dan berfungsi

Untuk mengidentifikasi sifat larutan asam, basa, dan garam dapat menggunakan indikator.Indikator ini dapat berubah warna ketika ditetesi zat yang bersifat asam atau basa..

Berdasarkan pengamatan langsung dari daerah yang mengalami deforestasi pada koordinat 100° 7’5.484 “E 0° 11’6.274” S, tutupan lahan yang sebelumnya hutan telah berubah

Salinan SITU - HO; Program Kemitraan yang dilengkapi dengan MOU dengan UMKM yang telah disahkan oleh SKPD terkait yang membidangi; Surat Pernyataan Kesanggupan melaksanakan

Itu juga  berarti bahwa dalam meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia harus menempatkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan untuk menjadi akar atau

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa dalam proses pemotretan foto 3 Dimensi terdapat teknik-teknik dan trick yang digunakan untuk mendapatkan hasil

Menulis contoh pengalaman yang sesuai berdasarkan sila pertama Pancasila Pengalaman yang di tulis sesuai dengan pengamalan sila pertama Pancasila Cerita pengala- man