• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I

Pendahuluan

I. 1 Latar Belakang

Hukum tanah adat merupakan hukum tidak tertulis yang mengurusi masalah pertanahan adat yang dipegang teguh dan dilaksanakan oleh komunitas atau masyarakat adat. Hukum tanah adat tersebut mempunyai sifat yang khas, dimana hak-hak perorangan atas tanah merupakan hak pribadi akan tetapi di dalamnya mengandung unsur kebersamaan (tanah ulayat), yang dalam istilah modern disebut “fungsi sosial tanah”, seperti yang dijelaskan dalam undang-undang pokok agraria pasal 6 yaitu “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Hukum adat merupakan sumber utama hukum undang-undang pokok agraria atau hukum pertanahan Indonesia. Walaupun hukum adat merupakan dasar dari Undang-undang pokok agraria tetapi permasalahan terhadap hak kepemilikan atas tanah dalam masyarakat adat di Indonesia belum dapat diselesaikan dengan tuntas hingga saat ini. Di Indonesia banyak sekali daerah atau perkampungan yang masih memegang teguh hukum adat sebagai sumber hukumnya, salah satunya yaitu Kasepuhan Ciptagelar.

Ciptagelar merupakan suatu kasepuhan yang masyarakatnya masih memegang teguh hukum adat dan kepercayaan terhadap leluhur mereka. Bisa dikatakan bahwa masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar menggunakan hukum adat dan religinya sebagai pengatur atau sumber hukum yang wajib mereka patuhi. Bila salah satu dari masyarakat tersebut melanggarnya, tidak ada hukuman yang diberikan melainkan hanya sebuah teguran saja. Selain itu mereka juga meyakini bahwa jika ada yang melanggar hukum adat maka mereka akan merasakan sendiri akibatnya, maksudnya hukuman pada si pelanggar biasa terwujud dalam bentuk walatan atau kualat.

(2)

Kasepuhan Ciptagelar tepatnya berada di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Sebuah desa seluas sekitar enam hektar di tengah kawasan Taman Nasional Gunung Halimun, dengan bangunan khas, semi-panggung, berdinding bambu, dan beratap ijuk. Selama lima tahun terakhir, desa hijau dan sejuk itu dihuni masyarakat adat Kasepuhan Banten Kidul. Ciptagelar berdiri tegak di leher Gunung Halimun pada ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut. Untuk menuju lokasi Kasepuhan Ciptagelar selain berjalan kaki untuk mencapai "negeri di awan" yang terletak sekitar 50 kilometer dari Pelabuhan Ratu itu, bisa juga dengan off-road atau ojek. Jalan menuju pucuk bukit adalah barisan bebatuan yang hanya sedikit lebih lebar dari jalan setapak.

Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar memiliki kebiasaan yaitu melakukan perpindahan lokasi tempat tinggal. Ciptagelar merupakan lokasi kepindahan yang ke-11 selama kurun waktu kira-kira 1.387 tahun (Kuntari dan Badil, 2005). Lokasi terakhir sebelum mereka pidah ke Ciptagelar yaitu Kampung Ciptarasa. Hal itu dilakukan karena Ketua Adat yaitu pemimpin mereka di kasepuhan tersebut mendapatkan wangsit yang dijadikan sebagai keputusan yang harus dijalankan, mengingat mereka merupakan masyarakat adat yang sangat percaya akan hal-hal yang berbau magis. Bila ditinjau secara logika, hal itu merupakan keputusan yang sulit untuk diterima.

Unsur tanah adalah urusan "hidup-mati" warga kasepuhan yang menyebut dirinya sebagai keturunan langsung pancer pangawinan. Secara harfiah, pancer berarti sumber, sedangkan pangawinan adalah tempat mengawinkan atau tempat mempertemukan dua insan yang berbeda. Dalam konteks kehidupan nyata kasepuhan, hal itu berarti mempersatukan "Dewi Sri atau dalam bahasa setempat,

Nyi Pohaci, yaitu dewi padi dengan tanah", mempersatukan "bumi dengan langit",

dan mempersatukan "manusia dengan kemanusiaannya". Dalam pengertian lain, konsep itu juga bermakna mempersatukan "makro dengan mikro kosmos" untuk mencapai kesatuan dan keseimbangan hidup (Kuntari dan Badil, 2005). Dengan kata lain, mereka memberi penghargaan yang tinggi terhadap tanah.

(3)

Merupakan suatu hal yang menarik untuk mengungkap bagaimana mereka memperlakukan tanah sebagai alas tempat tinggal dimana mereka hidup. Awal kepindahan mereka dari Ciptarasa ke Ciptagelar, tempat tinggal atau lokasi tanah untuk mendirikan rumah dan lokasi untuk menggarap sawah pasti menjadi hal yang utama, mengingat mereka akan tinggal di tempat/daerah baru yang belum ada kepemilikan atas tanah pada tempat baru tersebut. Bagaimanakah mereka mambagi/mengkapling tanahnya untuk dijadikan tempat tinggal mereka? Dan apakah ada hukum adat yang mengatur tentang pembagian/pengkaplingan tanah tersebut? Itu merupakan suatu pertanyaan yang saya pikir sangat menarik untuk diketahui.

I.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penulisan tugas akhir ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar peran hukum adat dalam mengatur sistem pertanahan khususnya dalam hal pembagian atau pengkaplingan tanah di Kasepuhan Ciptagelar.

Sedangkan tujuan dari penulisan tugas akhir ini yaitu :

a) Untuk mengetahui tata cara atau hukum adat yang digunakan untuk melakukan pembagian atau pengkaplingan tanah di Kasepuhan Ciptagelar b) Untuk mengetahui cara pembagian atau pengkaplingan tanah di

Kasepuhan Ciptagelar

c) Untuk mengetahui batas antar satu kapling tanah dengan tanah yang lainnya

I. 3 Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dari penulisan tugas akhir ini yaitu :

a) Hukum adat di Kasepuhan Ciptagelar khususnya mengenai masalah pertanahan

b) Tata cara pembagian atau pengkaplingan tanah di Kasepuhan Ciptagelar c) Penelusuran batas suatu kapling tanah yang ada di Kasepuhan Ciptagelar

(4)

I.4 Perumusan Masalah

1. Apakah ada hukum adat yang mengatur tentang pembagian atau pengkaplingan tanah di Kasepuhan Ciptagelar?

2. Bagaimana cara mereka melakukan proses pembagian atau pengkaplingan tanahnya?

3. Apakah ada suatu bentuk batas yang membagi suatu bidang tanah dengan bidang tanah yang lainnya?

I. 5 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang dipakai dalam penulisan tugas akhir ini dibagi menjadi lima tahap yaitu:

a) Persiapan, yaitu dengan melakukan studi literatur mengenai:

- Hukum adat

- Konsep pertanahan Adat - Konsep batas

b) Pengumpulan data yang didapatkan langsung dari Kasepuhan Ciptagelar berupa:

- Identifikasi batas sebidang tanah

- Aturan/hukum adat yang mengatur masalah pembagian tanah - Penentuan batas kepemilikan tanah

- Status sebidang tanah

c) Pengolahan data, bertujuan untuk memperoleh informasi yang didapatkan dari data pengamatan untuk dianalisis selanjutnya.

d) Analisis, yaitu dengan melakukan perbandingan antara informasi yang diperoleh dengan konsep yang ada yang berkaitan dengan pembagian tanah yaitu:

- Analisis tanda batas dikaitkan dengan konsep batas - Analisis aspek teknis penentuan batas sebidang tanah

- Analisis status tanah garapan dikaitkan dengan konsep mengenai hak

kepemilikan tanah adat

e) Kesimpulan, merupakan hasil yang diperoleh dari proses analisis yang telah dilakukan yaitu mengenai pembagian tanah di Kasepuhan Ciptagelar.

(5)

Diagram metodologi penelitian digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.1 Metodologi penelitian

I.6 Sistematika Pembahasan Bab I Pendahuluan

Pada bab I ini dikemukakan apa yang menjadi latar belakang masalah, maksud penulisan tugas akhir, tujuan yang ingin dicapai, ruang lingkup penelitian, perumusan masalah, metodelogi yang dipakai dalam penelitian,

Pengambilan data

Status tanah

Identifikasi dan

Penentuan Batas adat pembagian Aturan/hukum tanah Persiapan (Studi Literatur) Konsep Batas Konsep Pertanahan adat Hukum Adat

Analisis Pembagian tanah dikaitkan dengan: - Konsep batas

- Aspek teknis penentuan batas - Status tanah garapan

(6)

Bab II Dasar Teori

Pada bagian ini akan diuraikan tentang penjelasan hukum adat, hukum tanah adat yang terdiri dari hak ulayat dan tanah perseoarangan juga transaksi-transaksi dalam tanah adat. Selain itu dijelaskan juga mengenai konsep batas, dan pengukuran atas sebidang tanah secara umum.

Bab III Studi Kasus

Pada bab ini akan diuraikan sekilas Kasepuhan Ciptagelar megenai bentang alam dan karakteristik warga dan Ketua Adatnya. Selain itu dibahas juga mengenai karakteristik pertanahan adat Kasepuhan Ciptagelar yang meliputi aturan-aturan yang ada, peran Ketua Adat dalam pembagian tanah, identifikasi batas, pengukuran batas tanah, status tanah dari pembagian/pengkaplingan tanah adat.

BAB IV Analisis

Pada bab ini akan dianalisis tentang batas suatu garapan tanah dikaitkan dengan konsep batas, analisis status tanah garapan dikaitkan dengan konsep hak kepemilikan tanah ada, analisis aspek teknis pengukuran batas, analisis pembagian tanah ulayat Kasepuhan Ciptagelar dikaitkan dengan penggunaan lahan, dan yang terakhir yaitu analisis tata cara perolehan atas sebidang tanah garapan.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini adalah bagian akhir dari penulisan tugas akhir. Pada bagian ini akan ditarik suatu kesimpulan dan saran-saran yang diperlukan berdasarkan pembahasan sebelumnya yang disesuaikan dengan kebutuhan pada saat ini.

Gambar

Diagram metodologi penelitian digambarkan sebagai berikut :

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi.. 3) PNS yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat. 4)

terlibat melakukan transaksi tidak harus bertemu atau berhadapan secara langsung. Bisa saja para pihak yang telah melakukan transaksi tersebut berada pada tempat atau.

Untuk mengevaluasi kinerja suatu simpang bersinyal dapat dilakukan dengan memperhitungkan kapasitas (C) pada tiap pendekatan dengan seperti persamaan 1, arus

FAKTJ'-TAS PtrTERNAI'{N UNIVERSITAS

Metode Pengambilan data pohon contoh untuk penyusunan kurva tinggi dilakukan secara purposive sampling atas dasar jumlah pohon pada masing- masing jenis (alpukat,