• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI. Gambar 9. Wilayah studi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODOLOGI. Gambar 9. Wilayah studi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2005 sampai April 2008 termasuk untuk persiapan, perijinan dan penyusunan proposal. Penelitian dilakukan di Kota Cilegon Provinsi Banten. Wilayah kajian melingkupi kawasan industri, dan perumahan atau pemukiman Kota Cilegon dengan Kabupaten Serang, seperti terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Wilayah studi

Cilegon dikenal sebagai kota baja, karena di kota ini berdiri perusahaan pengolah baja terbesar di Indonesia. Berdirinya perusahaan ini, diikuti oleh perusahaan lain sebagai penunjang, sehingga membutuhkan lahan yang cukup luas. Lahan yang digunakan untuk industri menurut penggunaan tanah seluas 2.846,89 ha (BPN Kota Cilegon, 2004). Industri tersebut menyebar di tiga kecamatan yakni: kecamatan Ciwandan, Citangkil dan Pulomerak.

3.2 Prosedur Penelitian

Proses pendugaan dan analisis dispersi pada penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahap kegiatan. Tahapan tersebut mencakup kegiatan pengumpulan data, pembuatan model prediksi serta aplikasi model pada studi kasus, hingga pemetaan penyebaran pencemar udara di Kota Cilegon. Tahapan pengolahan dan analisis data penelitian, selengkapnya disajikan pada Gambar 10.

(2)

Gambar 10. Diagram alir prosedur penelitian

Pada tahap satu kegiatan difokuskan di kawasan industri dan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Pengkajian di kawasan industri mencakup bahan bakar dan tingi cerobong, kemudian diinventarisasi yang didasarkan pada jenis bahan bakar dan tinggi cerobong yang digunakan. Output pada tahap ini didapatkan karakteristik udara lokal Kota Cilegon.

Pada tahap dua pengkajian di fokuskan di kawasan industri, untuk menganalisis pencemar udara yang diemisikan dari pabrik didasarkan karakteristik udara. Analisis penyebaran menggunakan screen3 model US-EPA

Environmental Protection Agency, Amerika Serikat. Output pada tahap ini

didapatkan konsentrasi maksimum di permukaan tanah (ground level

concentration) dan jarak sebaran polutan yang diemisikan dari pabrik. Polutan

(3)

mengevaluasi kehandalan model, dilakukan pengukuran emisi polutan di kawasan industri.

Pada tahap tiga yang merupakan tahap akhir kegiatan penelitian, menganalisis sebaran polutan di Kota Cilegon. Analisis penyebaran polutan menggunakan persamaan umum transpor untuk aliran unsteady. Input untuk model ini adalah hasil running screen3 dan difusivitas pencemar udara. Output pada tahap ini didapatkan sebaran polutan di Kota Cilegon. Agar model yang dikembangkan dapat digunakan, maka dilakukan validasi. Untuk memvalidasi kehandalan model, dilakukan pengukuran sebaran polutan pada 24 titik sampel di Kota Cilegon. Studi kasus ini dilakukan untuk memahami lebih jauh aplikasi model pada kondisi tertentu. Analisis model dibuat dalam periode tiga bulanan, hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran sebaran konsentrasi polutan pada suatu wilayah di Kota Cilegon.

3.3 Data dan Peralatan 3.3.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil survey lapang, maupun dari instansi-instansi terkait yang ada di wilayah Kota Cilegon. Jenis dan macam data yang diperlukan ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9. Jenis dan macam data yang diperlukan

Jenis Macam Sumber Peta Kota Cilegon geografi, topografi Bapeda Kota Cilegon

Potensi polutan jumlah, lokasi, kapasitas emisi Industri dan DLHPE Kota Cilegon

Cuaca dan iklim suhu, angin, awan, hujan Stasiun Meteorologi

Kondisi atmosfer stabilitas, mixing height Stasiun Meteorologi 3.3.2 Data dan Software

Data yang digunakan untuk membangun model prediksi, terdiri dari jenis polutan yang diemisikan masing-masing pabrik. Adapun data yang berhubungan dengan meteorologi diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Untuk aplikasi pada studi kasus, digunakan data, alat dan software penunjang sebagai berikut:

(4)

2. Data pengukur kualitas udara ambien 3. Alat penunjuk arah angin

4. Software Wrplot untuk mendapatkan arah dan kecepatan angin rata-rata

5. Software Screen3 untuk menganalisis pola sebaran polutan dari masing-masing pabrik di kawasan industri

6. Software Matlab R2006b versi 7.3 untuk menganalisis distribusi laju sebaran polutan di Kota Cilegon

7. Software ArcView untuk memetakan penyebaran zat pencemar di Kota Cilegon

3.3.3 Data dan informasi pendukung

Untuk mendukung analisis dan evaluasi dalam penelitian ini, diperlukan beberapa data dan informasi, yaitu:

1. Data pabrik di kawasan industri, yakni jumlah pabrik di zona KS, zona Ciwandan, dan zona Pulomerak

2. Penggunaan bahan bakar masing-masing pabrik 3. Penggunaan cerobong masing-masing pabrik

4. Data unsur cuaca atau iklim yang diperoleh dari stasiun Klimatologi Serang

3.4 Analisis Data

3.4.1 Analisis karakteristik cuaca di Kota Cilegon

Analisis faktor-faktor meteorologi antara lain meliputi mawar angin (wind

rose), analisis stabilitas atmosfer, analisis ketinggian pencampuran polutan, dan

analisis profil kecepatan angin pada level ketinggian.

Metode analisis penentuan stabilitas atmosfer berdasarkan model persamaan menurut Turner dalam Cooper dan Alley (1994) atau lebih dikenal dengan Pasquill-Gifford-Turner (PGT). Kategori PGT dihitung dari kecepatan angin (10 meter di atas permukaan) dan mendatangkan insolasi sebagai parameter pengembangan, dengan kategori (A = sangat tidak stabil, B = tidak stabil menengah, C = sedikit tidak stabil, D = netral, E = agak stabil, F = stabil) yang berhubungan dengan kurva σy (kualitas plume lateral) dan σz (kualitas plume

(5)

vertical) untuk difusi waktu rata-rata. Adapun kategori penentuan stabilitas

tersebut disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Kondisi atmosfer dalam berbagai stablitas

Radiasi matahari siang hari Keawanan malam harie Kecepatan

angin permukaan

(m/det)a Kuat

b Sedangc Redupd Berawan (≥ 4/8) (≤ 3/8) Cerah < 2 2 – 3 3 – 5 5 – 6 > 6 A A – B B C C A – B B B – C C – D D B C C D D E E D D D F F E D D Sumber: Turner (1970) dalam Cooper dan Alley (1994)

Keterangan:

a. Kecepatan angin permukaan diukur pada ketinggian 10 meter di atas permukaan

b. Siang hari pada musim panas yang cerah dengan ketinggian matahari > 60o di atas garis horison

c. Siang hari musim panas sedikit gumpalan awan, atau siang hari cerah dengan ketinggian matahari 35o – 60o di atas horison

d. Siang hari menjelang sore, atau siang hari musim panas yang berawan, atau siang hari musim panas dengan sudut ketinggian matahari 15o – 35o

e. Keawanan didefinisikan sebagai fraksi dari penutupan langit oleh awan.

Metode perhitungan tinggi lapisan pencampuran polutan di atmosfer (mixing height) dilakukan dengan menggunakan persamaan Randerson (1984):

0,3 * m u z f = ……. 3.1

Perhitungan nilai u* dapat dihitung dari kecepatan angin pada 10 meter (u10),

dalam hal ini : u* 0,1= u10, dengan : u* adalah kecepatan friksi (ms-1), dan f adalah parameter coriolis (9,374 10-5 pada 40o). Metode perhitungan profil kecepatan angin pada lapisan ketinggian, menggunakan persamaan 2.4 dengan formula: n z o o u z u z ⎛ ⎞ = ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ……. 3.2

dengan : uz = kecepatan angin pada ketinggian z (meter)

uo = kecepatan angin pada ketinggian zo (meter), umumnya dipakai angin permukaan pada ketinggian 10 (sepuluh) meter

n = konstanta, tergantung pada kondisi stabilitas, antara 0,20 – 0,50

(6)

Tabel 11. Hubungan antara kondisi stabilitas dan nilai konstanta n

Kondisi stabilitas Nilai konstanta

Large lapse rate

Zero or small lapse rate Moderate inversion Large inversion 0,20 0,25 0,33 0,50

Sumber: Wark dan Warner (1981)

3.4.2 Analisis sebaran polutan di Kawasan Industri

Analisis sebaran polutan di kawasan industri, dilakukan dengan beberapa tahap, sebagai berikut:

1) Inventarisasi Emisi

Kegiatan inventarisasi emisi dilakukan untuk memperoleh gambaran secara rinci dan lengkap mengenai jenis dan sumber pencemar di wilayah studi. Hal ini dilakukan, agar dapat mendukung dalam analisis pola sebaran. Salah satu dasar batasan yang dipakai untuk menentukan sumber polutan adalah ketinggian cerobong. Inventarisasi emisi yang dilakukan dalam penelitian ini hanya dibatasi pada sumber pencemar dari kegiatan industri dengan ketinggian cerobong di atas 40 (empat puluh) meter, karena hal ini dianggap dapat memberikan kontribusi sebaran polutan pada daerah yang cukup luas, yang meliputi seluruh wilayah Kota Cilegon. Sementara itu jenis dan sumber polutan dengan ketinggian di bawah 40 meter, termasuk sumber transportasi maupun sumber domestik diabaikan dalam penelitian ini, karena pola sebarannya lebih bersifat lokal atau mikro dengan sebaran polutan pada luas wilayah yang relatif lebih kecil.

2) Verifikasi Pabrik

Jumlah pabrik di Kota Cilegon sebanyak 104 dengan pelbagai produksi dan bahan bakar yang digunakan berbeda. Pabrik tersebut menyebar di tiga zona kawasan industri. Untuk menganalisis sebaran polutan yang diemisikan, dilakukan verifikasi yang didasarkan pada tinggi cerobong yang digunakan. Dalam penelitian ini, diambil pabrik dari masing-masing zona (sesuai kriteria pada bagian 1), selengkapnya ditampilkan pada Tabel 12.

(7)

Tabel 12. Nama pabrik yang menyebarkan polutan di kawasan industri

No Nama Pabrik Zona Bahan Bakar Jumlah Cerobong 1 2 3 4 5 PT. Indonesia Power (PLTU Suralaya) PT. Chandra Asri

Pembangkit Listrik (Cigading) PT. Krakatau Steel

PT. Krakatau Daya Listrik

Pulomerak Ciwandan Ciwandan KS KS Batu bara, HSD dan MFO

Solar, PFO dan MFO Residu dan BBG HSD dan MFO Residu 7 10 5 25 4 Keterangan : HSD = High Speed Diesel

MFO = Marine Fuel Oil PFO = Pyrolisis Fuel Oil

3) Analisis sebaran polutan di kawasan industri

Besarnya kapasitas emisi yang dipancarkan dari setiap kegiatan industri sangat tergantung pada jenis dan jumlah bahan bakar yang digunakan dalam setiap proses produksi. Umumnya bahan bakar batubara akan memberikan kontribusi emisi polutan yang lebih besar dibandingkan dengan bahan bakar minyak dan gas bumi. Akan tetapi ada beberapa faktor yang dapat menurunkan kadar emisi ke udara yaitu faktor penggunaan teknologi pengendalian emisi dan kadar polutan dalam bahan bakar yang digunakan.

Industri yang menggunakan teknologi pengendalian emisi akan memberikan kontribusi emisi polutan yang lebih kecil dibandingkan dengan industri yang sama sekali tidak menggunakan teknologi pengendalian. Demikian juga dengan penggunaan bahan bakar, industri yang menggunakan bahan bakar yang kandungan polutannya lebih rendah akan memberikan emisi yang lebih kecil.

Untuk menganalisis konsentrasi pencemar udara yang keluar dari cerobong pabrik menggunakan persamaan model dispersi Gauss. Model untuk menganalisis penyebaran pencemar udara dari setiap cerobong pabrik menggunakan screen3. Dalam publikasi World Bank (1997) diungkapkan bahwa screen models dapat digunakan untuk menentukan dispersi pencemar udara

dengan lebih cepat karena prosesnya yang tidak terlalu kompleks. Output dari

model screen3 akan didapat konsentrasi maksimum dan jarak polutan yang

(8)

3.4.3 Prediksi Sebaran Polutan pada suatu Wilayah

Dalam memprediksi distribusi laju penyebaran pencemar udara di Kota Cilegon, dilakukan dengan beberapa batasan sebagai berikut:

1) Perlakuan

Penyebaran polutan di Kota Cilegon, akan dikaji melalui dua perlakuan; pertama penyebaran pencemar dengan ada sumber pencemar, kedua penyebaran pencemar dengan tidak ada sumber pencemar. Kedua skenario tersebut, dibuat secara periodik dalam periode tiga bulanan. Output

nya didapatkan perbedaan konsentrasi sebaran pencemar udara pada setiap stabilitas atmosfer pada suatu wilayah yang diemisikan dari industri pada waktu tertentu.

2) Persamaan yang digunakan

Penyebaran pencemar udara selain berlangsung melalui proses difusi, juga dipengaruhi oleh aliran atau gesekan udara yang disebut proses konveksi. Untuk mengkaji aliran penyebaran pencemar udara menggunakan model Euler, yakni suatu kajian model aliran pencemar dalam bentuk paket atau kotak. Persamaan model yang dibangun merupakan gabungan persamaan kontinuitas dan persamaan gerak.

Model yang digunakan untuk memprediksi sebaran polutan dikembangkan dari persamaan 2.15 dengan memperhitungkan sumber emisi. Untuk itu, model yang digunakan diturunkan dari hukum konservasi persamaan umum transpor untuk aliran unsteady (Versteeg, 1995), sebagai

berikut:

( )

(

)

(

)

d

div u div grad S

dt ρφ + ρφ = Γ φ + φ ……. 3.3

keterangan: ρ = Kerapatan udara [kg/m3]

Г = Difusivitas pencemar [kg/m.s] u = Kecepatan angin [m/s]

S = Sumber (source)

φ = Properti (pencemar udara) [μg/m3]

Difusivitas antar pencemar udara (Г), menurut Bird (1960) dihitung dengan menggunakan persamaan:

(9)

( ) (1/ 3 )5 /12 1 1 1/ 2 b AB cA cB cA cB cA cB A B p T a T T p p T T M M ⎛ ⎞ Γ = ⎜ ⎜ ⎟ ⎛ ⎞ + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ ……. 3.4

dengan : Γ = difusivitas antar pencemar [kg/m.s] AB

p = tekanan di suatu tempat [atm]

pc = tekanan kritis pencemar [atm]

Tc = temperatur kritis [oK]

T = temperatur di suatu tempat [oK]

MA dan MB = massa masing-masing pencemar

a dan b adalah konstanta, dengan a=2.745 10x −4 dan b = 1,823 3) Tahapan pemecahan model

Aplikasi matematik untuk memecahkan persamaan model, menggunakan solusi persamaan difernsial parsial. Cara umum untuk menyelesaikan persamaan difernsial parsial dilakukan dengan membagi daerah (domain) ke dalam kisi-kisi dengan jarak berhingga dalam arah koordinat (Rice, 1983). Pada studi ini, model matematik yang dibangun dipecahkan dengan metode finite volum. Menurut Burden dan Douglas (1989) metode finite volum digunakan untuk menyelesaikan masalah nilai-batas untuk setiap turunan pada persamaan difernsial. Metode finite volum digunakan untuk menyelesaikan suatu persamaan umum secara numerik dengan teknik integral (Rice, 1983). Metode numerik tersebut dipilih karena cukup baik dan sederhana dalam pemecahan persoalan aliran atau transpor. Penyelesaiannya menggunakan teorema Green, solusinya berbentuk node dan titik sekitarnya (Hoffmann dan Steve, 1993). Tahapan pemecahan model tersebut adalah sebagai berikut:

a) pembentukan grid, membagi domain menjadi volume kontrol b) diskretisasi

Untuk pemecahan model, dilakukan analisis terhadap model penyebaran pencemar udara sebagai fungsi waktu. Persamaan 3.3 didiskretisasi dengan mengintegrasi pada volume kontrol dengan interval waktu dari t ke t + Δt. Aliran ini harus memenuhi aturan kontinuitas berikut:

(

)

0

d u

dx

ρφ

= ……. 3.5

(10)

( ) ( ) o p p e E P w P W PE WP x t x x φ φ φ φ φ φ ρ θ δ δ ⎛ − ⎞ ⎡Γ − Γ − ⎤ Δ = − ⎜ ⎟ ⎢ ⎥ ⎜ Δ ⎝ ⎠ ( )

(

)

(

)

1 o o o o e E P w P W PE WP S x x x φ φ φ φ θ δ δ ⎡Γ − Γ − ⎤ ⎢ ⎥ + − − + Δ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦ …. 3.6 dengan θ adalah parameter yang digunakan untuk mengevaluasi integral φP,

E φ , dan φW. Diskretisasi adalah: (1 ) o (1 ) o P P W W W E E E aφ =a ⎡θφ + −θ φ ⎤+aθφ + −θ φ ⎤ o (1 ) (1 ) o P W E P a θ a θ a φ b ⎡ ⎤ + + − − − + …. 3.7 dengan :

(

)

o P W E P aa +a +a dan o P x a t ρΔ = Δ

Scheme yang digunakan untuk penelitian ini adalah scheme implisit dengan parameter θ = 1 pada kasus dua dimensi, maka diskretisasi aliran penyebaran pencemar: o o P P W W E E S S N N P P u aφ =a φ +a φ +aφ +a φ +a φ + S ……. 3.8 dengan : 0 P W E S N P P a =a +a +a +a +a + Δ −F S dan o p o p x y a t ρ Δ Δ = Δ

Setelah terbentuk persamaan-persamaan pada volume kontrol, hasil analisis persamaan 3.8 disusun ke dalam suatu matriks. Selanjutnya dilakukan eleminasi, sehingga distribusi penyebaran konsentrasi pencemar dapat diperoleh.

4) Langkah pembuatan model

a) Pemantauan konsentrasi polutan di Kota Cilegon, data ini digunakan sebagai nilai kondisi awal (initial conditions) di suatu tempat

b) Pemantauan udara di perbatasan Kota Cilegon, digunakan sebagai nilai pada kondisi batas (boundary conditions)

c) Untuk memprediksi distribusi laju penyebaran pencemar udara di Kota Cilegon, menggunakan persamaan 3.8

d) Sebaran konsentasi pencemar udara pada setiap titik di Kota Cilegon, menggunakan software Matlab

e) Analisis distribusi laju penyebaran pencemar udara di Kota Cilegon, menggunakan tri-diagonal matrix algorithm (TDMA). Persamaannya

(11)

didapat berdasarkan ukuran grid dari peta Kota Cilegon yang sudah di digitasi

f) Validasi model 5) Pemetaaan

Sebaran konsentrasi zat pencemar yang dihasilkan oleh program model meliputi seluruh titik pada rentang grid daerah penerima di Kota Cilegon. Langkah pemetaan distribusi pencemar dilakukan sebagai berikut:

a) penyediaan peta dasar yaitu peta Kota Cilegon diperoleh dari Badan Perencanaan Kota Cilegon;

b) digitasi peta dasar yang diperoleh dari Badan Perencanaan Kota Cilegon; c) selanjunya peta penyebaran pencemar udara, ditumpangtindihkan dengan

peta Kota Cilegon, sehingga dapat diketahui wilayah yang menjadi arah atau terkena penyebaran pencemar udara. Penumpangtindihan (overlaping)

dilakukan dengan program ArcView 3.3.

3.5 Pemantauan Kualitas Udara

Pemantauan kualitas emisi dilakukan di kawasan industri, hal ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi pencemar udara yang diemisikan dari masing-masing pabrik. Untuk aplikasi model penyebaran polutan di Kota Cilegon, dilakukan pengkuran pada beberapa titik sampel untuk mengetahui kondisi awal (initial conditions) dan kondisi batas (boundary conditions). Pengukuran

dilakukan di 24 titik sampel yang menyebar di seluruh wilayah Kota Cilegon. Sementara itu untuk mengetahui kondisi batas, dilakukan pengukuran masing-masing di 7 titik sampel di sebelah Timur dan Selatan batas antara Kota Cilegon dan Kabupaten Serang. Untuk validasi model, dilakukan pengukuran di 24 titik sampel secara periodik dalam periode tiga bulanan dari Tahun 2005 sampai Tahun 2007. Kegiatan pemantauan kualitas udara di Kota Cilegon ditampilkan pada Gambar 11.a sedangkan pengukuran di daerah perbatasan ditampilkan pada Gambar 11.b. Pengukuran dilakukan di daerah sekitar kawasan industri, daerah padat lalulintas dan daerah perumahan.

(12)

a Lokasi pemantauan kualitas udara di Kota Cilegon

b. Lokasi pengukuran di daerah perbatasan Cilegon dan Serang

(13)

3.6 Pembandingan Hasil Model dengan Hasil Pengukuran

Hasil model kemudian dibandingkan dengan hasil pengukuran kualitas udara ambien pada beberapa titik sampel. Pengukuran dilakukan di 24 titik sampel di Kota Cilegon bekerja sama dengan DLHPE Kota Cilegon. Selanjutnya guna mengetahui tingkat kepastian hasil model prediksi, Coutinho et al. (2002)

berusaha menggambarkan variabilitas hasil model dengan menghitung z-score.

R S V V z U − = ……. 3.9 dengan : 2 2 mod Sh U U n ⎤ = ⎢ − ⎥ ⎝ ⎠ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦ keterangan : z = z-score

VR = nilai referensi (hasil pengukuran langsung)

VS = nilai hasil simulasi/model

U = nilai penyimpangan yang dapat diterima

Sh = simpangan baku

n = jumlah nilai hasil simulasi/model

Umod = nilai ketidakpastian untuk model prediksi, dianggap setara dengan 2

Nilai hasil program model tersebut dihitung atau dibandingkan dengan nilai hasil pengukuran atau observasi langsung di lapang (pengukuran konsentrasi ambien). Batas z-score ditentukan dan diklasifikasikan sebagai berikut:

o z ≤ 2 dinyatakan sebagai ‘hasil dapat diterima’ (acceptable performance) o 2< z ≤ 3 dinyatakan sebagai ‘hasil yang diragukan’ (questionable

performance)

o z > 3 dinyatakan sebagai ‘hasil yang tidak dapat diterima’ (unacceptable

Gambar

Gambar 9. Wilayah studi
Gambar 10. Diagram alir prosedur penelitian
Tabel 10. Kondisi atmosfer dalam berbagai stablitas
Gambar 11. Lokasi pengkuran pencemar udara di dalam dan di perbatasan Kota Cilegon

Referensi

Dokumen terkait

JADWAL MATA KULIAH SEMESTER GANJIL PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT1. TAHUN AKADEMIK 2015/2016 SEMESTER I

Data Flow Diagram adalah diagram konteks yang lebih rinci. Berikut ini adalah Data Flow Diagram dari sistem pengarsipan yang diusulkan.. Entri Data Surat Masuk 5. Proses

Probability Sampling Techniques merupakan teknik sampling yang digunakan dalam pengambilan sample tetapi semua orang mendapatkan peluang yang sama dalam proses

Dilihat berdasarkan ketinggian wilayah kota Kendari di atas permukaan laut, kecamatan Mandonga merupakan wilayah tertinggi berada pada ketinggian 30 meter di atas

Simpulan dari penelitian ini adalah tidak terdapat pengaruh kopi robusta terhadap memori jangka pendek mahasiswi tingkat IV Fakultas Kedokteran UNISBA dan tidak

Puri merupakan tempat tinggal untuk kasta Ksatria yang memegang pemerintahan Umumnya menempati bagian kaja kangin di sudut pempatan agung di pusat desa.. Puri umumnya

Jika Kelompok Usaha menentukan tidak terdapat bukti obyektif mengenai penurunan nilai atas aset keuangan yang dinilai secara individual, terlepas aset keuangan tersebut signifikan

Setelah Presiden Hosni Mubarak jatuh, militer Mesir menghadapi tantangan serius bagaimana mereka menstranformasikan diri menjadi organisasi militer yang profesional dan