• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: WOWO WAHYU PERMANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: WOWO WAHYU PERMANA"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

Kokoh dalam IMTAQ

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PENGARUH PERMAINAN BONEKA TANGAN DALAM

MENGURANGI KECEMASAN PRE OPERATIF PADA ANAK USIA

PRASEKOLAH DI RUMAH SAKIT JANTUNG DAN

PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA

TAHUN 2013

Oleh:

WOWO WAHYU PERMANA

20117271188

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTASA KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

TAHUN 2013

(2)
(3)
(4)

i

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Penelitian 2013

Wowo Wahyu Permana

PENGARUH PERMAINAN BONEKA TANGAN DALAM MENGURANGI KECEMASAN PRE OPERATIF PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH

Abstrak

Memperhatikan dampak kecemasan preoperatif pada anak usia prasekolah, merupakan sesuatu yang sangat penting, karena hali ini bisa menjadi pengalaman buruk bagi sebagian besar anak. Dampak negatif akan timbul pada pemulihan pasca operasi mereka dan mungkin bisa berlangsung dalam waktu yang lama . Penelitian permainan boneka tangan dilakukan untuk mengetahui hubungan permainan permainan tersebut dengan tingkat kecemasan preoperatif pada anak usia prasekolah. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan desain purposive sampling dan teknik pengumpulan data kuantitatif pada keseluruhan populasi yang masuk kriteria inklusi(total sampling). Dalam penelitian ini juga ditampilkan karakteristik anak usia prasekolah, serta variabel lain yang mempengaruhi kecemasan , diantaranya : usia, temperamen . bagaimana anak dapat bekerjasama selama masa pra operasi, khususnya selama induksi anestesi. Diharapkan permainan boneka tangan ini bisa menjadi salah satu rujukan dalam menurunkan kecemasan pada anak, akhirnya kita bisa melakukan suatu inovasi terkini dalam pendekatan yang kita lakukan.

(5)

ii

Alhamdulillah. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini, sekaligus mendapat persetujuan untuk diajukan dalam sidang. Adapun judul karya tulis adalah “PENGARUH PERMAINAN BONEKA TANGAN DALAM MENGURANGI

KECEMASAN PRE OPERATIF PADA ANAK USIA PRASEKOLAH di Rumah Sakit

Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita”. Karya tulis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Bersama dengan ini pula perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Muhamad Hadi SKM, M.Kes, selaku Ketua Program Studi PSIK FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta

2. Bapak dr. Hananto Adriantoro, SpJP (K), selaku Direktur Utama Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta

3. Ibu Miciko Umeda, S.Kp., M.Biomed pembimbing I dalam pembuatan laporan penelitian ini, yang terus memberikan support dan saran agar penulis tidak berhenti berlari

4 Ibu Nyimas Heni P .M.Kep.,SpKep.An, untuk sara dan masukannya, sehingg karya tulis ini lebih fokus bermakna

5 Ibu Anita Apriliawati, Skep.,Skep .An yang telah mengoreksi penulisan serta menambahkan ide-ide agak karya tulis ini enak dibaca.

(6)

iii dan ketiga anaku

7 Sahabatku satu kelas Program B yang senantiasa berbagi semangat dan keceriaan

8 Sahabat keperawatan dan dokter di Instalasi Bedah dan ICU Pediatrik Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, yang telah memberikan kemudahan selama mengikuti kegiatan perkuliahan

Dan semua pihak yang tidak tersebut namanya , ikut membantu penyelesaian karya tulis ini. Tak ada gading yang tak retak, sungguh tak pernah ada kesempurnaan , penulis hanya berusaha dan terus mencoba hal baru yang Insya Allah bermanfaat . Semoga Allah SWT senantiasa memudahkan setiap langkah-langkah kecil kita menuju kebaikan . Amin.

Jakarta, Maret 2013

Penulis

(7)

ABSTRAK LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN………... 1 A. Latar Belakang………... 1 B. Masalah Penelitian………...…... 6 C. Tujuan Penelitian………...…... 6 D. Manfaat Penelitian………...……... 7

BAB II A. TINJAUAN PUSTAKA………... 9

1. Konsep kecemasan………... . 9

2. Pengertian Kecemasan………... 11

3. Ciri-ciri Kecemasan…………... 12

4. Tingkat Kecemasan………...……….... 13

5. Rentang Respon Kecemasan………...……….. 14

(8)

1. Pertumbuhan dan perkembangan pada usia

pra sekolah………... 17

2. Teori –teori Perkembangan anak pra sekolah…....….. 19

C. KONSEP BERMAIN...……….. 21

1. Sejarah Permainan………... 21

2. Teori Bermain... 22

3. Karateristik Permainan... 23

D. PENELITIAN TERKAIT…….…………...…... 26

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL... . 27

A. Kerangka Konsep…….…....……….. 27

B. Hipotesa Penelitian….……… 28

C. Variabel dan definisi Operasional…...…... 29

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN……… 31

A. Desain Penelitian………... 31

B. Waktu dan Tempat Penelitian……….... 32

C. Populasi dan Sampel………... 32

F. Etika Penelitian………... 34

(9)

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian... 39

B. Karakteristik Responden... ... 40 C. Analisa Univariat... 41 D. Analisa Bivariat... 43 BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian... 46 B. Analisa Univariat... 46 C. Analisa Bivariat... 47

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 50

B. Saran... 50 DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

boleh

A. LATAR BELAKANG

“UUD 1945 Pasal 28B ayat 2: Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,

tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. “Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial”. ( Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak)

Penduduk Indonesia menurut kelompok umur, tercatat anak dengan usia 0 – 14 tahun sebanyak 71,17 juta, sekitar 30 % dari jumlah seluruh penduduk Indonesia (Sumber: Pusdatin, Kemenkes RI (Badan Pusat Statistik, hasil SP 2010) ). jumlah anak yang dirawat inap dengan sepuluh besar penyakit di RS tahun 2010 sekitar 333.000. Jumlah ini akan meningkat/lebih tinggi jika di kalkulasi dengan data anak yang di rawat dengan penyakit non infeksi seperti penyakit kardiovaskuler ataupun penyakit kongenital lain yang membutuhkan tindakan pembedahan. ( Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, 2012)

Dirawat merupakan pengalaman yang bagi sebagian besar orang tidak menyenangkan, karena hal ini akan membatasi aktivitas, produktivitas serta akan menimbulkan respon emosional yang berbeda. Kondisi seperti ini membutuhkan pendekatan tersendiri bagi semua petugas kesehatan, terutama perawat yang memiliki kontak waktu terbesar selama masa perawatan. Seorang anak bukanlah

(11)

miniatur orang dewasa, karena mereka akan mengalami proses tumbuh kembang. Anak secara emosional dan kognitif immature, dimana ini akan berpengaruh secara komprehensif sebagai respon terhadap penyakit. Karena kemampuan komunikasi anak tidak lancar, sehingga perawat harus mengantisipasi kebutuhan anak dan sensitif terhadap komunikasi non verbal anak.

Setiap tahap perkembangan anak memiliki ciri-ciri yang spesifik . Bayi normal akan memperlihatkan kontak mata yang baik, orientasi yang tepat terhadap wajah, mencari sumber objek warna/sesuatu yang terang. Bayi sehat akan menggerakan seluruh ektremitas secara spontan. Pada anak usia toddler yang normal akan protes keras jika dipisahkan dengan orang tua, akan memperlihatkan kecemasan terhadap orang asing. Toddler akan lekas marah pada saat sakit, dan merasa nyaman hanya dengan orang tua.

Di usia Preschool yang normal, anak akan curiga atau takut terhadap staff rumah sakit, tetapi memiliki rasa ingin tahu tentang peralatan dan tugas-tugas yang dilakukan oleh perawat atau dokter. Setelah mencapai School age anak mampu untuk bekerjasama saat prosedur dan menjawab pertanyaan tentang kesehatan, gejala-gejala, dan aktivitas kehidupan sehari-hari. Adolesence secara normal akan sadar selama pameriksaan fisik. Pada umumnya anak yang normal di beberapa usia memiliki respon terhadap stimulus nyeri dan sebagian besar anak akan berusaha menarik diri dari stimulus. Prosedur bedah ataupun pemisahan dengan orang tua merupakan salah satu stimulus yang bisa menimbulkan respon kecemasan pada anak.

(12)

Kecemasan itu sendiri merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Tekanan akibat mempersepsikan sakit sebagai suatu hukuman untuk perilaku buruk yang pernah ia lakukan, Hal ini terjadi karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang dunia di sekitar mereka. Anak mempunyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit sehingga mereka tidak bisa bermain dengan temannya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga membuat mereka harus pergi ke rumah sakit menjalani prosedur pengobatan. Untuk itu peran perawat sangat dibutuhkan dalam menjelaskan dan memberi informasi pada keluarga dan anak (Supartini, 2004).

Menurut Long (1996), kecemasan (ansietas) adalah respon psikologik terhadap stres yang mengandung komponen fisiologik dan psikologik. Reaksi fisiologis terhadap kecemasan merupakan reaksi yang pertama timbul pada sistem saraf otonom, meliputi peningkatan frekuensi nadi dan respirasi, pergeseran tekanan darah dan suhu, relaksasi otot polos pada kandung kemih dan usus, kulit dingin dan lembab. Manifestasi yang khas pada pasien pre operatif tergantung pada setiap individu dan dapat meliputi menarik diri, membisu, mengumpat, mengeluh dan menangis. Hal ini ditegaskan oleh Carpenito (1999), yang meneliti bahwa 90% pasien pre operatif berpotensi mengalami kecemasan.

Berdasar data di Unit Bedah Pediatrik RS Jantung Harapan Kita tahun 2012 anak yang dilakukan operasi jantung dari Januari sampai awal Desember 2012 berjumlah 927 anak. Jumlah ini semakin meningkat dalam 3 tahun terakhir . Berdasarkan kelompok usia, kelompok usia infant (>1 bulan - < 1 tahun) merupakan kelompok usia terbesar yang menjalani operasi, dengan jumlah 271

(13)

(29 %) . Kelompok usia prasekolah berada pada urutan ke-tiga terbesar yaitu 144 anak, sekitar 16% dari jumlah pembedahan anak secara keseluruhan.

Melihat jumlah Anak pra sekolah yang ada, jelaslah ini merupakan tantangan dalam melakukan asuhan keperawatan, karena pada usia ini, anak memiliki proses pemikiran yang pra-konseptual, pra-logis, dan ditandai dengan banyak fantasi. Anak membutuhkan informasi lengkap tentang operasi yang akan dilakukan (1) apa yang akan terjadi, (2) apa yang diharapkan dari tindakan tersebut, (3) bahwa ia tidak akan dipersalahkan atas sakit atau cedera, dan (4) di mana bagian yang akan dihilangkan atau diperbaiki dan bahwa tidak ada bagian tubuh lain yang akan terpengaruh dengan tindakan tersebut

Bermain adalah salah satu aktifitas ya diharapkan bisa membantu anak dalam menghadapi hari-hari yang paling menakutkan , karena kesenangan bermain selalu ada pada setiap orang. Fertobhades (2006 tanpa memandang usia baik tua maupun muda. Siapapun bisa bermain dengan fasilitas dan alat sederhana ataupun dengan alat yang komplit dan lengkap.) mengemukakan, bermain merupakan upaya manusia untuk mengeluarkan ekspresi dalam dirinya dengan cara membuat dirinya senang, nyaman tanpa terbebani oleh masalah.

Bermain diyakini mampu menghilangkan berbagai batasan, hambatan dalam diri, stress, frustasi, bahkan dapat dipakai untuk terapi dalam bentuk terapi bermain. Terapi bermain digunakan bagi anak yang mempunyai masalah emosi dengan tujuan mengubah tingkah laku anak yang tidak sesuai menjadi tingkah laku yang diharapkan Namun bagaimanapun harus ada batasan dan aturan. Nurjaman

(14)

prinsip-prinsip bermain dan permainan yang sesuai dengan usia atau tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga tujuan bermain yaitu untuk mempertahankan proses tumbuh kembang, dapat dicapai secara optimal. Disamping itu keterlibatan orang tua dalam aktifitas bermain sangat penting karena anak akan merasa aman, sehingga mampu mengekspresikan perasaannya secara bebas dan terbuka. (Wong&Whally, 2004).

Bermain boneka tangan bisa dijadikan metode yang efektif untuk memberikan informasi nyata tentang pengalaman bedah dan sekaligus mengurangi bayangan anak dan ketakutan tentang operasi. Permainan ini merupakan salah satu jembatan kegiatan yang penting dalam mempersiapkan kesehatan mental, emosional dan sosial menjelang operasi. Apapun alasannya, pada dasarnya setiap aktivitas bermain selalu didasarkan pada perolehan kesenangan dan kepuasan, sesuai fungsi utama bermain adalah untuk relaksasi dan menyegarkan kembali kondisi fisik dan mental yang berada pada ambang ketegangan (Andang, 2009).

Dari uraian diatas inilah salah satu alasan mengapa penulis mengambil judul penelitian tersebut, karena dalam praktik masih ada hak-hak anak yang terabaikan khususnya ketika diputuskan bahwa anak harus melalui tahapan operasi. Hal ini bisa menimbulkan pengalaman buruk, karena kata operasi pun merupakan momok bagi anak maupun keluarganya., kondisi ini ditunjang karena pada phase inilah anak membutuhkan kedekatan fisik dengan orang tua (Coles,2003) mulai tumbuh pola pikir negativism, anak protes bila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginannya dan mereka belajar mengenal benar salah . karena proses psikologi itulah pengalaman yang dialami saat ini, bukan tidak

(15)

mungkin akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak dimasa mendatang.

B. MASALAH PENELITIAN.

Serah terima anak usia pra sekolah diruang persiapan operasi seringkali mengalami kesulitan. Hal ini terjadi karena sebagian besar anak-anak prasekolah menolak ketika anak dipisahkan dari orangtuanya. Penatalaksanaan yang dilakukan selama ini adalah pemberian premedikasi dengan menggunakan inhalasi melalui face mask. Penatalaksanaan ini akan menimbulkan ketidak nyamanan bagi anak itu sendiri. Anak akan meronta, menangis walaupun pada akhirnya anak bisa diam. Bila hal ini terus dipaksakan, tidak mustahil akan membuat anak cemas, yang pada akhirnya dapat menciptakan suatu pengalaman buruk. Dengan melihat kondisi tersebut, peneliti menilai harus ada pendekatan lain yang lebih baik dan manusiawi untuk menghindari (seolah-olah) terjadi pemaksaan pada anak.

Penatalaksanaan kecemasan non farmakologis pada beberapa kasus dan penelitian pernah dilakukan, namun masih banyak hal yang belum tersentuh dan ini sangat memungkinkan untuk diteliti. Hal inilah yang mendorong penulis untuk mengembangkan program inovasi ini, sehingga dampak negatif pre operatif bisa dihindari dan tidak muncul setelah tindakan dilaksanakan. Selain itu keluarga merasa tenang saat menyerahkan anaknya untuk tindakan operasi.

(16)

C. TUJUAN PENELITIAN

Peneliti ingin mengetahui efektifitas penatalaksanaan non farmakologis (menggunakan metode permainan boneka tangan) dalam menurunkan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah yang akan dilakukan tindakan operasi.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:

1. Peneliti:

a. Peneliti dapat memperoleh gambaran tentang manfaat permainan boneka tangan dalam menurunkan kecemasan pre operatif pada anak usia prasekolah.

b. Peneliti memperoleh kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dalam penatalaksanaan klien anak dengan kecemasan

2. Tenaga Perawatan

a. Penelitian ini dapat memberikan masukan khususnya bagi staf keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan untuk menurunkan kecemasan pada anak terutama anak usia pra sekolah

b. Penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai salah satu acuan dalam berkomunikasi dengan klien anak.

c. Penelitian ini juga semoga mampu memacu inovasi dan kreasi dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya di ruang perawatan anak.

(17)

3. Klien

a. Klien dapat lebih nyaman dan tenang selama perawatan dan menjelang tindakan/operasi.

b. Klien lebih kooperatif ketika masuk ruang operasi c. Klien mampu melewati fase ini dengan baik.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP KECEMASAN

1. Teori Kecemasan

Teori kecemasan oleh Freud pertama kali diungkapkan tahun 1890, berawal dari sebuah pemikiran bahwa kecemasan merupakan libido yang mengendap. Selanjutnya Freud setuju dengan koleganya Otto Rank bahwa asal mula kecemasan berawal dari trauma masa lahir. Berbeda dengan rasa takut yang jelas objeknya. Kecemasan berhubungan dengan sesuatu yang dirasa mengancam, kecemasan terkadang tidak jelas objek mengapa seseorang menjadi cemas. Bahkan jika seseorang sering cemas terhadap sesuatu, bisa mengembangkan kepribadian cemas.

Menurut Nevid (2005), Kecemasan dapat menjadi reaksi emosional yang normal dibeberapa situasi, tetapi tidak disituasi lain. Sumadinata (2004) mengatakan bahwa seseorang yang merasa khawatir karena menghadapi situasi yang tidak bisa memberikan jawaban yang jelas, tidak bisa mengharapkan sesuatu pertolongan, dan tidak ada harapan yang jelas akan mendapatkan hasil. Kecemasan dan kekhawatiran yang ringan dan menjadi sebuah motivasi. Sedangkan kecemasan dan kekhawatiran yang kuat dan negatif dapat menimbulkan gangguan fisik maupun psikis.

Kecemasan merupakan sebuah fenomena kognitif, dimana seseorang merasa sesuatu akan terjadi diluar kehendak dan tidak bisa diprediksi.

(19)

Kecemasan akan diperparah jika seseorang merasa tidak sanggup menghadapinya, karena meragukan kemampuan diri sendiri

Kerangka teori

Potter&Perry,2006:Nursalam dkk,2005:Hawari,2001;dan Hidayat 2005 Faktor-faktor yang berhubungan

dengan kecemasan pada anak:  Kepribadian anak  Posisi anak dalam

keluarga

 Kelas rumah sakit

 Pendampingan orang tua

Karakteristik Anak Prasekolah  Egosentris

 Perkembangan verbal meningkat secara progresif

 Fase inisiatif versus rasa bersalah

 Fase falik

Hospitalisasi

Respon anak cemas karena:  Perpisahan

 Kehilangan kontrol  Luka pada tubuh dan luka

nyeri i

Diukur dengan modifikasi dari

Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) Kecemasan anak  Ringan  Sedang  Berat  panik

(20)

2. Pengertian Kecemasan

Banyak ahli psikologi yang berbicara mengenai kecemasan:

a. Kecemasan sebagai keadaan yang emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan yang tegang yang tidak menyenangkan dan perasaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi (Nevid dkk, 2003).

b. Kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang memotivasi individu untuk berbuat sesuatu. Fungsinya adalah untuk memperingatkan adanya ancaman bahaya, yakni sinyal bagi ego yang akan terus meningkat jika tindakan-tindakan yang layak untuk mengatasi ancaman tidak diambil. Apabila tidak bisa mengendalikan kecemasan melalui cara-cara yang rasional dan langsung, maka ego akan mengandalkan cara-cara yang tidak realistis yakni tingkah laku yang berorientasi pada pertahanan ego/defend mechanism (Freud dalam Corey, 2005).

c. Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan yang disertai dengan meningkatnya ketegangan fisiologis. Dalam teori pembelajaran dianggap sebaga suatu dorongan yang menjadi perantara antara suatu situasi yag mengancam dan perilaku menghindar. Kecemasan dapat diukur denga self report, dengan mengukur ketegangan fisiologis, dengan mengamati perilaku yang tampak (Davison dkk, 2006).

(21)

3. Ciri-ciri Kecemasan

Ciri-ciri kecemasan (Nevid, 2003) adalah berupa:

a. Secara fisik meliputi kegelisahan, kegugupan, tangan dan anggota tubuh yang bergetar atau gemetar, banyak berkeringat, mulut atau kerongkongan terasa kering, sulit berbicara, sulit bernafas, jantung berdetak kencang dan berdebar, pusing ,merasa lemas atau mati rasa, sering buang air kecil, merasa sensitif, atau mudah marah.

b. Cara behavioral meliputi perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen, perilaku terguncang.

c. Secara kognitif meliputi khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu ketakutan atau aphensi terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi tanpa penjelasan yang jelas, ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, berpikir bahwa semuanya tidak bisa lagi dikendalikan, merasa sulit memfokuskan pikiran dan berkonsentrasi.

Ciri kecemasan/ manifestasi klinik yang lain menurut Carpenito (2001), dalam www.mitrariset.com ada beberapa tanda dan gejala cemas antara lain :

a. Fisiologis

Peningkatan frekuensi nadi, peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi nafas, diaforesis, suara bergetar/perubahan tinggi nada, gemetar, palpitasi, mual/muntah, sering berkemih, diare, ketakutan insomnia, kelelahan dan kelemahan, kemarahan/pucat pada wajah, mulut kering, sakit badan dan nyeri, Gelisah, pingsan/pusing, rasa panas dan dingin.

(22)

b. Emosional

Individu merasakan : Ketakutan, tidak berdaya, gugup, kehilangan percaya diri, kehilangan kontrol, tegang, tidak dapat rileks, antisipasi ketegangan individu memperlihatkan: Peka rangsang/tidak sabar, marah meledak, menangis, cenderung, menyalahkan orang lain, reaksi terkejut, mengkritik diri sendiri/orang lain, menarik diri, dan kurang inisiatif mengutuk diri sendiri. c. Kognitif

Tidak mampu berkonsentrasi, kurangnya orientasi lingkungan, pelupa, termenung, orientasi pada masa lalu dari pada saat ini dan akan datang, memblok pikiran, dan perhatian yang berlebihan.

4. Tingkat Kecemasan

Peplau (1963) dikutip oleh Stuart (2001), mengidentifikasi kecemasan dalam empat tingkatan dan menggambarkan efek dari tiap tingkatan.

a. Cemas Ringan

Cemas ringan merupakan cemas yang normal yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya, seperti melihat, mendengar dan gerakan menggenggam lebih kuat. Kecemasan tingkat ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. b. Cemas Sedang

Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

(23)

Kecemasan ini mempersempit lapang presepsi individu, seperti penglihatan, pendengaran, dan gerakan menggenggam berkurang.

c. Cemas Berat

Cemas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.

d. Panik

Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, anak yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik menyebabkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian. \

5. Rentang Respon Kecemasan

Menurut Stuart (2001), rentang respon induvidu terhadap cemas berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif. Rentang respon yang paling adaptif adalah antisipasi dimana individu siap siaga untuk beradaptasi dengan cemas yang mungkin muncul. Sedangkan rentang yang paling maladaptif adalah panik dimana

(24)

individu sudah tidak mampu lagi berespon terhadap cemas yang dihadapi sehingga mengalami ganguan fisik dan psikososial.

Rentang Respon Kecemasan 2.2

Stuart dan Laraia. 2010

6. Faktor Presipitasi

Stuart (2001) mengatakan bahwa faktor presipitasi/ stressor pencetus dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu :

a. Ancaman terhadap integritas fisik

Ancaman terhadap integritas fisik seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Kejadian ini menyebabkan kecemasan, dimana timbul akibat kekhawatiran terhadap tindakan pemasangan infus yang mempengaruhi integritas tubuh secara keseluruhan. Pada anak yang dirawat di rumah sakit timbul kecemasan karena ketidakmampuan fisiologis dan menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti bermain, belajar bagi anak usia sekolah, dan lain sebagainya.

(25)

b. Ancaman terhadap rasa aman

Ancaman ini terkait terhadap rasa aman yang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan, seperti ancaman terhadap sistem diri seseorang yang dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial seseorang. Ancaman ini dapat terjadi pada anak yang akan yang akan dilakukan tindakan pemasangan infus dan bisa juga terjadi pada orang tua. Ancaman yang terjadi pada orang tua dapat disebabkan karena orang tua merasa bahwa anak mereka akan menerima pengobatan yang membuat anak bertambah sakit atau nyeri. Orang tua cemas dan takut jika prosedur invasif pemasangan infus yang dilakukan akan memberikan efek yang membuat anak merasa semakin sakit atau nyeri (Sulistiyani, 2009). Sedangkan pada anak, tindakan pemasangan infus mengakibatkan nyeri yang dirasakan anak tersebut.

Berdasarkan hasil pengamatan selama praktek klinik beberapa anak meningkat kecemasannya jika didekati oleh perawat. sering menolak makan, banyak bertanya, menangis , tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan, anak merasa cemas, ketakutan, tidak yakin, kurang percaya diri, atau merasa tidak cukup terlindungi dan merasa tidak aman. Bila hal ini tidak cepat diatasi akan menjadi masalah yang akan memperburuk kondisi anak tersebut.

B. KONSEP TUMBUH KEMBANG

Sistem Pendidikan Nasional berkaitan dengan Pendidikan anak usia dini, pasal 28 ayat 1 berbunyi ”Pendidikan Anak Usia Dini diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun dan bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti

(26)

pendidikan dasar”. Anak pra sekolah adalah anak usia 3-6 tahun yang belum menempuh sekolah dasar (Depkes RI, 2007).

1. Pertumbuhan dan Perkembangan Pada Usia Pra Sekolah

Dalam tahap pencapaian pertumbuhan dan perkembangan, anak dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yakni kelompok usia 0-6 tahun yang terbagi dalam tahap pranatal yang terdiri dari masa embrio (mulai konsepsi-8 minggu) dan masa fetus (9 minggu sampai lahir), tahap post natal yang terdiri dari masa neonatus (0-28 hari) dan masa bayi (29 hari-1 tahun), tahap pra sekolah (3-6 tahun). Dan kelompok usia 6 tahun keatas yang terbagi dalam masa pra remaja (6-10 tahun) dan masa remaja ((6-10-18/20 tahun) (Hidayat, Aziz Alimul, 2005). a. Fase pertumbuhan anak usia pra sekolah

Pada pertumbuhan masa pra sekolah pada anak pertumbuhan fisik khususnya berat badan mengalami kenaikan rata-rata pertahunnya adalah 2 kg, kelihatan kurus akan tetapi aktivitas motorik tinggi, di mana sistem tubuh sudah mencapai kematangan seperti berjalan, melompat, dan lain-lain. Pada pertumbuhan khususnya ukuran tinggi badan anak akan bertambah rata-rata 6,75-7,5 centimeter setiap tahunnya (Hidayat, Aziz Alimul, 2005).

b. Fase perkembangan anak usia pra sekolah

Menurut Hidayat, Aziz Alimul (2005), fase perkembangan anak dibagi menjadi ;

1) Perkembangan motorik kasar, diawali dengan kemampuan untuk berdiri dengan satu kaki selama 1-5 detik, melompat dengan satu kaki, berjalan

(27)

dengan tumit kejari kaki, menjelajah, membuat posisi merangkak, dan berjalan dengan bantuan

2) Perkembangan motorik halus mulai memiliki kemampuan menggoyangkan jari-jari kaki, menggambar dua atau tiga bagian, memilih garis yang lebih panjang

3) Pada perkembangan bahasa diawali mampu menyebutkan hingga empat gambar, menyebutkan satu hingga dua warna, menyebutkan kegunaan benda, menghitung, mengartikan dua kata, memahami arti larangan, berespon terhadap panggilan dan orang-orang anggota keluarga terdekat 4) Perkembangan adaptasi sosial dapat bermain dengan permainan sederhana,

menangis jika dimarahi, membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh, mengenali anggota keluarga

2. Teori-teori Perkembangan Anak Pra Sekolah

Teori-teori perkembangan anak pra sekolah dapat dibagi menjadi : a. Perkembangan kognitif (Piaget)

1) Tahap pra oprasional (umur 2-7 tahun) dengan perkembangan kemampuan sebagai berikut anak belum mampu mengoperasionalkan apa yang dipikirkan melalui tindakan dalam pikiran anak, perkembangan anak masih bersifat egosentrik, seperti dalam penelitian Piaget anak selalu menunjukkan egosentrik seperti anak akan memilih sesuatu atau ukuran yang besar walaupun isi sedikit. Masa ini sifat pikiran bersifat transduktif menganggap semuanya sama, seperti seorang pria dikeluarga adalah ayah maka semua pria adalah ayah, pikiran yang kedua adalah

(28)

pikiran animisme selalu memperhatikan adanya benda mati, seperti apabila anak terbentur benda mati maka anak akan memukulnya kearah benda tersebut (Hidayat, Aziz Alimul, 2005).

2) Tahun ketiga berada pada fase pereptual, anak cenderung egosentrik dalam berfikir dan berperilaku, mulai memahami waktu, mengalami perbaikan konsep tentang ruang, dan mulai dapat memandang konsep dari perspektif yang berbeda.

3) Tahun keempat anak berada pada fase inisiatif, memahami waktu lebih baik, menilai sesuatu menurut dimensinya, penilaian muncul berdasarkan persepsi, egosentris mulai berkurang, kesadaran sosial lebih tinggi, mereka patuh kepada orang tua karena mempunyai batasan bukan karena memahami hal benar atau salah. Pada akhir masa prasekolah anak sudah mampu memandang perspektif orang lain dan mentoleransinya tetapi belum memahaminya, anak sangat ingin tahu tentang faktual dunia (Zae, 2000).

b. Perkembangan psikoseksual anak (Freud)

Tahap oedipal/phalik terjadi pada umur 3-5 tahun dengan perkembangan sebagai berikut kepuasan pada anak terletak pada rangsangan autoerotic yaitu meraba-raba, merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, suka pada lain jenis. Anak laki-laki cenderung suka pada ibunya dari pada ayahnya demikian sebaliknya anak perempuan senang pada ayahnya (Hidayat, Aziz Alimul, 2005).

(29)

Sedangkan menurut teori Sigmund Freud, anak mulai mengenal perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Anak juga akan mengidentifikasi figur atau perilaku orang tua sehingga mempunyai kecenderungan untuk meniru tingkah laku orang dewasa di sekitarnya (Nursalam dkk, 2005).

c. Perkembangan psikososial anak (erikson)

1) Tahap inisiatif, rasa bersalah terjadi pada umur 4-6 tahun (prasekolah) dengan perkembangan sebagai berikut anak akan memulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktivitasnya, dan apabila pada tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan tumbuh perasaan bersalah pada diri anak (Hidayat, Aziz Alimul, 2005).

2) Menurut Erikson pada usia (3-5 tahun) anak berada pada fase inisiatif vs rasa bersalah. Pada masa ini, anak berkembang rasa ingin tahu (courius) dan daya imaginasinya, sehingga anak banyak bertanya mengenai segala sesuatu disekelilingnya yang tidak diketahuinya. Apabila orang tua mematikan inisiatif anak, maka hal tersebut akan membuat anak merasa bersalah. Anak belum mampu membedakan hal yang abstrak dengan konkret, sehingga orang tua sering menganggap bahwa anak berdusta, padahal anak tidak bermaksud demikian (Nursalam dkk, 2005)

C. KONSEP BERMAIN

Bermain pada awalnya belum mendapatkan perhatian khusus dari para ahli jiwa. Hal ini dimungkinkan karena keterbatasan tentang psikologi perkembangan anak.

(30)

Adalah Plato salah satu tokoh yang dianggap berjasa yang meletakan dasar bermain dan berpendapat tentang pentingnya nilai praktis dari permainan. Pada awalnya bermain hanyalah sekedar permainan untuk melewatkan waktu kosong dan mengatasi kejenuhan akibat kondisi dan rutinitas. Beberapa teori klasik muncul yang pada akhirnya disempurnakan dengan munculnya teori-teori modern .

Teori- Teori Klasik Yang Populer 2.3

Teori Penggagas Tujuan bermain

Surplus energi Rekresasi Rekapitulasi Praktis Schiller/Spencer Lazarus Hall Groos

Mengeluarkan energi berlebih Memulihkan tenaga/stamina

Memunculkan instink nenek moyang Menyempurnakan instink

Sumber: Johnson et al (1999) hal 6.

Teori- teori modern

tentang potensi dan manfaat bermain bagi perkembangan anak. 2.4

Teori Peran bermain pada perkembangan anak

Psikoanalitik Kognitif- Piaget

Kognitif-Vigotsky Sutton/ Smith Singer

Mengatasi pengalaman traumatik, coping terhadap frustasi

Mempraktekan dan melakukan konsolidasi konsep-konsep yang pernah dipelajari sebelumnya.

Memajukan berpikir abstrak; pengaturan diri Imajinasi dan narasi

Mengatur kecepatan stimulasi dari dalam dan dari luar Sumber: Johnson et al, (1999) halaman 9.

(31)

Permainan menjadi salah satu usaha yang bisa mengangkat motivasi anak agar nyaman saat berada dilingkungan baru luar rumah. Kondisi sepeti ini akan anak rasakan ketika harus dirawat di rumah sakit. Untuk mendapat kualitas kenyamanan yang optimal bagi anak perlu dirancang suatu kondisi yang menyenangkan tanpa harus melanggar aturan. Bermain yang baik hendaknya setiap permainan, mengacu pada prinsip bermain diantaranya:

a. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan pada anak.

b. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana.

c. Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak/infeksi silang

d. Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama.

e. Melibatkan orang tua

Karakteristik Permainan ( Whaley & Wong 2003)

a. Associative Play : dalam permainan ini, anak berinteraksi dengan teman yang lain tetapi tidak terorganisasi karena tidak ada yang memimpin permainan dan tujuan permainan tidak jelas.

b. Sense of Pleasure Play : Permainan yang dilakukan untuk mencapai suatu kesenangan

c. Dramatic Play : anak bermain peran sebagai proses identifikasi terhadap peran tertentu.

d. Skill Play : permainan yang meningkatkan ketrampilan motorik kasar dan halus. Semakin sering berlatih, anak akan semakin terampil.

(32)

Whaley & Wong pun menambahkan. Dalam bermain anak belajar memberi dan menerima, belajar hal-hal benar dari kesalahan yang dilakukan, standar tanggung jawab sosial terhadap tindakan mereka.

Dari beberapa permainan yang mungkin dilakukan , berceritera merupakan salah satu kegiatan yang sangat sesuai dengan perkembangan emosi anak-anak usia prasekolah. Secara umum anak mereka lebih menyukai cerita tentang sesuatu yang dikenalnya. Mereka menyukai karakter ini karena kualitas pribadi atau humornya. Karena mereka mampu mengidentifikasi diri dengan hewan, mereka memperoleh kegembiraan yang besar dari mendengar hal-hal yang dilakukan karakter itu (Hurlock, 2005) dan salah satu media yang bisa mendukung untuk menghidupkan ceritera itu adalah permainan boneka tangan .

Perrmainan boneka tangan merupakan salah satu permainan yang sudah tua usianya. Adapun boneka tertua yang ditemukan adalah sisa dari kebudayaan Aurignacian. Fungsi boneka pada saat itu lebih bersifat religius/dinamisme , dalam kebudayaan prasejarah Mesir dan Cina, boneka digunakan sebagai pengganti kurban. Boneka lambang kesuburan juga ditemukan, kebanyakan boneka yang ditemukan adalah perempuan dengan dada dan panggul yang sangat montok, yang diperkirakan sebagai lambang kesuburan tersebut.

Dengan pemakaian bahasa pengenalan bentuk, warna serta berbagai kosa kata yang dekat dengan anak, sistem pengulangan yang diberikan tidak membuat anak bosan sekalipun mereka sudah mengetahuinya. Penggunaan imajinasi akan

(33)

membantu anak menguasai dan mengembangkan kreativitasnya. Kini alat permainan boneka tangan ini dapat dipergunakan untuk mengungkap berbagai perasaan anak. Perasaan yang biasa dirasakan anak dalam kehidupan sehari-hari serperti kecemasan, ketakutan, perasaan senang, harapan, perasaan mencekam, kesedihan dan lain-lain teruangkap dengan penuh spontanitas sesuai dengan jiwa anak

Permainan ini bisa melibatkan anak atau kelompok pada range usia yang sama dan keluarga.Sedangkan karateristik permaianan yang menjadi acuan adalah. Sense of Pleasure Play dan Dramatic Play ( Whaley & Wong 2003). Beberapa manfaat yang bisa diperoleh anak dalam masa perawatan dengan bermain boneka tangan diantara :

a. Mengkondisikan dengan situasi yang baru

b. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol

c. Membantu untuk mengurangi stres terhadap lingkungan dan perpisahan

d. Memperkenalkan dan mempelajari tentang fungsi dan bagian tubuh

e. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan peralatan dan prosedur medis

f. Memberi peralihan dan relaksasi

g. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing

h. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan perasaan.

i. Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang

(34)

j. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat

k. Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik (Wong ,1996).

D. PENELITIAN TERKAIT

Penelitian pada masalah-masalah anak usia prasekolah masih jarang dilakukan, tetapi penelitian yang terkait dengan kondisi kecemasan secara umum telah banyak dilakukan.

M Fatkhul Mubin, Dessy Maria Hanum (2007) . meneliti dengan mengunakan metode deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada anak usia prasekolah yaitu 3 - 6 tahun di Bangsal Melati RSUD Tugurejo Semarang, dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara total sampling sebanyak 39 anak. Hasil: kecemasan anak prasekolah sebagian besar mengalami kecemasan sebesar 74,4%. Sedangkan hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara posisi anak dalam keluarga dengan kecemasan anak dengan nilai p-value 0,037 . Kesimpulan: Ada hubungan yang bermakna antara posisi anak dalam keluarga dengan kecemasan anak dengan nilai p-value 0,037

Penni Imelda (2010) meneliti di BP RSUD Kraton Pekalongan. Penelitian ini menggunakan desain Quasy Experiment dengan rancangan Time Series Design. Pengambilan sampel penelitian ini dengan cara quota sampling yang berjumlah 30 responden. Hasil analisa didapatkan tingkat kecemasan sebelum diberi terapi bermain dengan bercerita 80,0% mengalami cemas sedang dan 20,0% mengalami cemas ringan. Sesudah diberi terapi bermain dengan bercerita, kecemasan menjadi

(35)

76,6% mengalami cemas ringan dan tidak cemas sebanyak 23,3%. Hasil perhitungan dengan uji Spearman Rank menunjukkan adanya penurunan tingkat kecemasan pada anak usia 4-6 tahun sesudah diberi terapi bermain dengan bercerita dengan ρ value 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa nilai ρ < 0,05 yang berarti ada pengaruh terapi bermain dengan bercerita terhadap penurunan kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia 4-6 tahun .

(36)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep pada penelitian ini akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori yang dikembangkan dan dibahas sebelumnya, sehingga mempermudah pemahaman dan sebagai landasan bagi peneliti dalam melakukan penelitian ini. Kerangka ini adalah struktur abstrak dan logis tentang pengertian yang menuntun pengembangan studi dan memungkinkan peneliti untuk menghubungkan penemunan dengan ilmu pengetahuan keperawatan (Burns & Grove,1996 dalam Hamid 2008)

Variabel 3.1

Variable Independen Variabel Dependen

Kecemasan Perubahan Kecemasan Intervensi Kelompok kontrol kontrol 1.Usia 2.Jenis kelamin Permainan boneka tangan

(37)

Dari skema diatas dapat dijelaskan bahwa permainan bisa dijadikan salah satu alternatif dalam penatalaksanaan kecemasan pada anak usia prasekolah. Penelitian ini memfokuskan pada pengaruh permainan boneka tangan dalam menurunkan kecemasan.

B. Hipotesa Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan masalah (Nursalam, 2008). Sedangkan menurut La Biondo-Wood dan Haber (1994) dalam Nursalam (2008), hipotesis adalah suatu pernyataan tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian. Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian: Apakah ada pengaruh permainan boneka tangan dalam menurunkan kecemasan pre operatif anak masa prasekolah. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. H0 : Tidak ada hubungan antara permainan boneka tangan dengan tingkat

kecemasan pasien pre operasi

2. Ha : Ada hubungan antara permainan boneka tangan dengan tingkat

kecemasan pasien pre operasi

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Menurut Burn dan grove (1995) variabel merupakan konsep berbagai tingkat abstrak yang diukur, dimanipulasi, dan dikontrol dalam suatu penelitian. Variabel

(38)

yang ada dalam penelitian ini terdiri dari : variabel bebas/independent yaitu permainan boneka tangan, variabel terikat/dependent yaitu tingkat kecemasan dan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil dari variabel terikat yaitu faktor internal dan eksternal.

Variabel-variabel yang ada pada penelitian ini akan dilakukan operasionalisasi variabel yaitu menetapkan cara pengukuran variabel agar dapat memperoleh nilai yang tepat. Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Definisi operasional dalam penelitian ini diuraikan pada tabel berikut : Definisi Operasional 3.2 N o Variabel Definisi operasional

Cara ukur Hasil ukur Skala

ukur 1 Variabel independen: Kecemasan pre operatif pada anak usia prasekolah Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan yang disertai dengan meningkatnya ketegangan fisiologis. Lembar observasi yang berisikan gejala fisik dan emosional kecemasan dari beberapa sumber Skor yang didapatkan dari hasil penjumlahan parameter kecemasan yang terdapat pada lembar observasi dengan rentang nilai 0-14 Ratio

(39)

2. Permainan boneka tangan

Suatu permainan yang menggunakan boneka tangan ber bentuk tiruan manusia atau binatang dengan karakteristik tertentu sebagai media penyampai. 1. Ya 2. Tidak Ordinal

(40)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berbentuk data kuantitatif sehingga pendekatan yang akan digunakan adalah kuantitatif. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerikal atau angka yang diolah dengan metode statistika. Pendekatan yang digunakan yaitu point time approach dimana setiap subjek hanya diobervasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pengumpulan data (Nursalam, 2008).

Desain studi penelitian ini adalah purposive sampling. Di dalam desain ini peneliti mengambil sample tidak secara acak tetapi berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu, menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menerangkan atau menggambarkan tentang pengaruh penggunaan permainan boneka tangan dalam menurunkan kecemasan pada anak prasekolah menjelang tindakan operasi.

Penelitian ini dilakukan pada dua kelompok dalam kategori yang sama yaitu usia pra sekolah. Satu kelompok merupakan kelompok kontrol. dan kelompok berikutnya merupakan kelompok intervensi

(41)

B. Lokasi dan waktu penelitian 1. Lokasi:

Penelitian dilakukan diruang rawat anak Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita Jakarta

2. Waktu :

Waktu penelitian : Bulan Desember sampai Februari 2013

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan di teliti (Hidayat, 2007). Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Populasi pada penelitian ini adalah pasien anak yang dirawat di ruang Rawat Anak Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita Jakarta. Sampel yang dipilih adalah anak usia pra sekolah yang dirawat di ruang Rawat Anak RSJPD Harapan Kita Jakarta akan dilakukan operasi yang dibagi menjadi 2 (dua) kelompok. Kelompok 1 (kelompok kontrol) kelompok dengan pendekatan tanpa permainan boneka tangan dan kelompok 2 (kelompok intervensi) dengan pendekatan permainan boneka tangan. Dimana pengambilan sampel pada kelompok intervensi dilakukan berkelanjutan (setelah selesai pengambilan kelompok kontrol).

Menentukan jumlah sampel yang diambil jika <1000 adalah sebagai berikut : (Nursalam 2008),

(42)

N.z2.p.q n = n (N-1)+z2.p.q 20x(1,96)2 X 0,5 X 0,5 n = 0,05(20-1)2 + (1,96)2 X 0,5 X 0,5 n= 10,115 n= 10 X 2 kelompok = 20 Keterangan :

n : perkirakan jumlah sampel N : jumlah populasi

n : nilai standar normal untuk α = 0.05 (1,96)

p : perkiraan proposi, jika tidak diketahui dianggap 50 % q : 1- p (100% - p) d : Presisi yang ditetapkan 5% (0,05)

Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 20 orang dengan pembagian kelompok kontrol sebanyak 10 orang dan kelompok intervensi sebanyak 10 orang..

Sedangkan untuk kriteria dari penelitian ini, penulis membagi menjadi dua kriteria yaitu: 1. Kriteiria Inklusi.

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Nursalam dan Pariani, 2001)

(43)

dalam Setiadi (2007) adapun kriteria inklusi yang penulis ambil sebagai sampel yaitu :

a. Anak usia pra sekolah

b. Anak yang akan menjalani operasi

c. Tidak mengalami gangguan pendengaran. d. Mampu berkomunikasi secara verbal dan visual 2. Kriteria eklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan studi karena pelbagai sebab (Nursalam dan Pariani, 2001) dalam Setiadi (2007). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Anak usia pra sekolah yang menggunakan alat bantu nafas b. Anak usia pra sekolah yang mengalami gangguan perkembangan

D. Etika Penelitian

Dalam melaksanakan kegiatan penelitian, peneliti harus memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki risiko yang dapat merugikan atau membahayakan subyek penelitian, namun peneliti perlu mempertimbangkan aspek sosioetika dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan (Jacob,2004 dalam Bondan,2006).

Etika penelitian memiliki berbagai macam prinsip, namun terdapat empat prinsip utama yang perlu dipahami yaitu: menghormati harkat dan martabat manusia , menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian, keadilan dan inklusivitas

(44)

dan memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (Milton, 1999; Loiselle, Profetto-McGrath, Polit & Beck, 2004)

Peneliti harus menghargai hak untuk ikut dan tidaknya responden dalam penelitian melalui lembar persetujuan responden, menghargai dan memperlakukan subyek secara manusiawi . Peneliti harus memberikan informasi dan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu terhadap subyek. Penelitian harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan dan tidak merugikan subjek, bebas dari eksploitasi dan mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan. Dalam Informed consent, subjek/ orang tua harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan. Pada informed consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.

E. Alat Pengumpulan Data

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan check list yaitu suatu daftar pengecek, berisi nama subjek dan beberapa gejala/identitas lainnya dari sasaran pengamatan (Notoatmodjo, 2002). Alat ukur dalam penelitian ini berupa lembar observasi tingkat cemas akibat hospitalisasi yang diadaptasi dari teori HRA-S (Hamilton Rating for Anxiety Scale) dalam Nursalam, (2003) dan di modifikasi dengan beberapa sumber lain.

Menurut HRA-S alat ukur kecemasan terdiri dari 14 kelompok gejala yang terdiri dari gejala perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur,

(45)

gangguan kecerdasan, perasaan depresi (murung), gejala somatik/fisik (otot), gejala somatik/fisik (sensorik), gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), gejala respiratori (pernafasan), gejala gastrointestinal (pencernaan), gejala urogenital (perkemihan dan kelamin), gejala autonom, dan tingkah laku (sikap)

Pada pasien anak ada beberapa parameter dalam skala HRS-A yang sulit untuk diterapkan, sehingga peneliti melakukan modifikasi pada lembar observasi. Adapun pengamatan yang dilakukan hanya pada beberapa parameter yang dapat diamati pada anak. Pengamatan kecemasan yang peneliti lakukan terdiri dari gejala fisik dengan 7 parameter dan gejala emosional dengan 7 parameter. Hasil pengamatan Ya : jika gejala tersebut ada dan Tidak jika skala tersebut tidak ditemukan pada anak. Pada pengamatan dengan jawaban ya akan mendapat nilai 1, sedangkan nilai 0 pada jawaban tidak.

F. Pengolahan data

Langkah-langkah pengolahan data diantaranya: 1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data atau lembar observasi yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam

(46)

pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.

3. Entry data

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa dengan membuat tabel kontingensi.

4. Processing data

Langkah selanjutnya setelah semua lembar observasi tersisi dengan benar, data sudah dikoding, adalah memproses data agar dianalisis. Proses pengolahan data dilakukan dengan cara memindahkan data dari lembar observasi ke paket program komputer pengolahan data statistic. (SPSS) 5. Cleaning data

Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah dimasukkan, apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungkin terjadi pada saat memasukkan data ke komputer

G. Analisa data 1. Analisis univariat

Analisis dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian, pada umumnya analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmojo, 2005). Analisa univariat pada penelitian ini dilakukan peneliti pada data demografi usia, jenis kelamin dan diagnosa klinis dari responden.

(47)

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat yang dilakukan pada penelitian ini menganalisa tingkat kecemasan pada anak pra sekolah yang akan dilakukan operasi dengan intervensi permainan boneka tangan. Hasil analisa ini dapat menjelaskan apakah permainan boneka tangan bisa berpengaruh terhadap tingkat kecemasan anak pra sekolah. Untuk analisa ini penulis menggunakan uji T karena dilakukan pada variabel kategorik (permainan boneka tangan) dan tingkat kecemasan dalam bentuk data numerik (score/ hasil penjumlahan dari parameter kecemasan yang diamati.). Penelitian ini dilakukan pada dua kelompok yang berbeda yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebagai pembanding, sehingga uji T yang digunakan yaitu independent t test dengan rumus sbb :

X1 – X2

T = (S12 /n1) + (S22 / n2)

[(S12/n1)+(S2/n2)]2 df =

(48)

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini akan disampaikan gambaran umum tempat dimana penelitian dilakukan, serta karakteristik responden penelitian, berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan selama 8 minggu di Bulan Desember – Februari 2013.

A. Gambaran Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian:

Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah / Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik. (World Health Organisation).

“Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat”.( Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.340/MENKES/PER/III/2010).

Atas Ridho Allah Yang Maha Kuasa, Ibu Tien Soeharto selaku ketua yayasan

Harapan Kita sekaligus ibu negara mempunyai gagasan untuk membangun sebuah rumah sakit khusus di Indonesia. Usulan itupun segera direspon oleh para ahli dibidang kardiovaskuler waktu itu. Maka tepat pada tanggal 9 November

(49)

1985 impian itu terwujud Rumah Sakit Jantung Harapan Kita berdiri dan diresmikan langsung oleh Presiden RI Bapak Soeharto. Adapun tiga tugas utama yang diemban oleh rumah sakit ini adalah sebagai:

1. Pusat Rujukan Nasional Pelayanan Kardiovaskular 2. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kardiovaskular

3. Pusat Penelitian Kardiovaskular.

Seiring berjalannya waktu Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, telah beberapa kali berubah status, diawali dengan status kepemilikan Depkes namun dalam pengelolaannya diserahkan kepada Yayasan Harapan Kita. Kemudian pada tahun 2000 berubah status sebagai Rumah Sakit Perjan atau Perusahaan Jawatan dan tahun 2005 berubah status kembali menjadi Badan Layanan Umum atau lebih dikenal dengan istilah BLU. Walaupun kini berstatus BLU namun Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita tetap berkomitmen untuk selalu mengedepankan kepentingan pasien dalam setiap layanan yang diberikan. Oleh karenanya value “Patient First” selalu ditanamkan agar meresap dibenak setiap karyawan.(Anwar Santoso )

B. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah anak usia prasekolah yang akan dilakukan operasi bedah jantung kongenital. Sedangkan sampel diambil dengan teknik accidental sampling . Penelitian ini dilakukan pada Bulan Desember hingga

(50)

Februari 2013 dengan jumlah sampel sebanyak 20 sampel. Dari hasil pengumpulan data diperoleh gambaran umum sebagai berikut

C. Analisa Univariat

Analisa univariat menjelaskan secara deskriptif mengenai karakteristik data demografi responden yang terdiri dari jenis kelamin, usia dan diagnosa klinis responden.

Tabel 5.1

Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di RSJPD Harapan Kita pada bulan Jan-Feb 2013

Jenis Kelamin Frekwensi Persentase

Laki-laki 9 45%

Perempuan 11 55%

Jumlah 20 100%

Tabel di atas menunjukkan bahwa responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 9 orang (45%) dan responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 11 orang (55%). Hal ini juga menunjukkan bahwa pada bulan Jan – Feb th 2013 anak usia prasekolah perempuan yang dilakukan tindakan operasi lebih banyak dari anak laki-laki.

(51)

Tabel 5.2

Distribusi frekuensi responden berdasarkan pembagian usia di RSJPD Harapan Kita pada bulan Jan-Feb 2013

USIA FREKWENSI PERSENTASE

3 5 25%

4 6 30%

5 6 30%

6 3 15%

TOTAL 20 100%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat karakteristik responden berdasarkan tahapan usia sebanyak 5 orang ( 25%) berusia 3 tahun, pada usia 4 tahun sebanyak 6 orang (30%), usia 5 tahun sebanyak 6 orang (30%), dan usia 6 tahun sebanyak 3 orang (15 %). Jumlah terbanyak anak usia pra sekolah yang akan dilakukan tindakan operasi jantung bawaan pada bulan Jan-Feb 2013 yaitu pada usia 4 dan 5 tahun.

(52)

Tabel 5.3

Distribusi frekuensi responden berdasarkan diagnosa klinis di RSJPD Harapan Kita pada bulan Jan-Feb 2013

DIAGNOSA KLINIS FREKWENSI PERSENTASE

SIMPLE 8 40 %

KOMPLEKS 12 60 %

TOTAL 20 100 %

Berdasarkan tingkat kompleksitas Penyakit Jantung Bawaan (PJB), responden dengan diagnosa klinis/PJB kompleks lebih besar yaitu 60 %. Adapun yang dimaksud dengan diagnosa klinis kompleks yaitu pada PJB dengan Tetralogy of Fallot (ToF), Doblle Outlet Right Ventricle (DORV), dan Transposition Grat Arteries (TGA). Pada diagnosa klinis simple yaitu pada PJB dengan Atrial Septal Deffek (ASD), Ventricle Septal Deffek (VSD), dan Patent Ductus Arteriosus (PDA)

D. Analisa Bivariat

Analisa bivariat pada penelitian ini untuk melihat pengaruh permainan boneka tangan terhadap tingkat kecemasan pada anak usia pra sekolah yang akan dilakukan tindakan operasi kelainan jantung bawaan. Variabel independent (permainan boneka tangan) bersifat kategorik sedangkan variabel dependent yaitu tingkat kecemasan bersifat numerik yang merupakan score dari penjumlahan beberapa parameter. Responden pada penelitian ini terdiri

(53)

dari 2 kelompok yg berbeda yaitu kelompok kontrol dan kelompok intervensi sehingga uji statistik yang digunakan uji t independent

Tabel 5.4

Distribusi rata-rata kecemasan responden dengan permainan boneka tangan di RSJPD Harapan Kita bulan Jan-Feb 2013

Permainan boneka tangan

Mean SD SE P value N

Kelompok kontrol 9.2000 1. 0380 0.32660 0.000 10

Kelompok intervensi 1.9000 1.10050 0.34801 10

Rata-rata kecemasan muncul pada kelompok kontrol sebanyak 9.2000, dengan standar deviasi 1.0380. sedangkan rata-rata kecemasan yang timbul pada kelompok intervensi adalah 1.9000, dengan standar deviasi 1.10050. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,000, berarti pada alpha 5 % (0,05) terlihat ada hubungan signifikan antara permainan boneka tangan dengan kecemasan pada anak usia pra sekolah yang akan dilakukan tindakan operasi

(54)

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan mencari rumusan jawaban terkait hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu “Pengaruh Permainan Boneka Tangan Dalam Mengurangi Kecemasan Pre Operatif Pada Anak Usia Prasekolah”. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental secara kuantitatif dengan pendekatan croos sectional dimana variabel dibagi dua menjadi variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen)

A. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari, dalam penelitian ini masih terdapat beberapa keterbatasan dalam penyajian, dan interpretasi hasil penelitian. Diantaranya:

1. Peneliti mendapatkan kendala ketika mengumpulkan data pasien dengan sesuai kriteria inklusi pada saat penelitian dilakukan

2. Penyesuaian waktu bermain masih terkadang berbenturan dengan jadwal kesepakatan yang disetujui. Sebagian terjadi karena kondisi psikis (mood) anak itu sendiri

3. Instrumen penelitian yang digunakan merupakan modifikasi yang dibuat peneliti dengan bersumber pada skala HARS dan berbagai gejala-gejala yang terdapat pada berbagai sumber yang mudah diamati oleh peneliti.

(55)

Tabel (5.1) menunjukkan bahwa 45% responden berjenis kelamin laki-laki atau sebanyak 9 orang, sedangkan jumlah responden penelitian perempuan sebanyak 11 orang atau sekitar 55%. Jenis kelamin merupakan identitas responden yang digunakan untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan (utama Meyrs). Hasil ini didukung sebuah temuan yang menunjukkan, dari 200 wanita yang melahirkan 216 bayi, 75 persen diantaranya melahirkan bayi perempuan. Pada beberapa kelainan jantung bawaan seperti ASD menunjukan perbandingan jenis kelamin pria dan wanita 1:2 bahkan 1 : 3 (Benstein, 2004 ; Park, 2002).

Sedangkan pada distribusi frekuensi responden berdasarkan usia pada tabel 5.2 dapat dilihat karakteristik usia pra sekolah berdasarkan tahapan usia sebanyak 5 orang ( 25%) berusia 3 tahun, pada usia 4 tahun sebanyak 6 orang (30%), usia 5 tahun sebanyak 6 orang (30%), dan usia 6 tahun sebanyak 3 orang (15%). Data ini diambil untuk melihat lebih spesifik bahwa anak usia pra sekolah yang akan dilakukan operasi kelainan jantung bawaan yang terbesar diusia sekitar 4-5 tahun.

Data ini sesuai dengan beberapa penelitian yang mengatakan bahwa usia terbaik untuk dilakukan tindakan operasi pada kelainan jantung bawaan adalah 1-5 tahun dengan usia terbesar sekitar 1-3 tahun (Cardiothoracic Hospital Shanghai, 2012). Tetapi hal ini tidak mutlak karena ada beberapa kelainan jantung yang harus dilakukan segera setelah bayi lahir dan tergantung dari urgensinya setiap kasus.

Keterlambatan diagnostik dan tindakan pada anak dengan kelainan jantung bawaan dapat disebabkan beberapa hal : ketakutan, ketidak tahuan, faktor

(56)

ekonomi dan masih jauh dan jumlah yang belum memadai pusat rujukan untuk kasus PJB.

Didalam mengolah data univariat peneliti tidak membedakan antara kelompok kontrol dan intervensi, sehingga data yang dihasilkan merupakan gambaran umum dari keseluruhan responden yaitu anak usia prasekolah yang akan dilakukan tindakan operasi

C. Analisa Bivariat

Didalam analisa ini, peneliti akan menghubungkan sejauh mana variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain. Berdasar pada penelitian yang telah dilakukan dengan mengidentifikasi dampak permainan boneka tangan dengan tingkat kecemasan pada 20 anak usia pra sekolah yang akan dilakukan tindakan operasi. Dari analisa tersebut didapatkan jumlah dan persentase dari 10 responden tanpa intervensi (kelompok kontrol) mengalami cemas dan 10 responden dengan intervensi (kelompok intervensi) tidak mengalami kecemasan secara signifikan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Penni Imelda (2010) dengan menggunakan desain Quasy Experiment dengan rancangan Time Series Design. Penelitian ini dilakukan pada 30 responden. Hasil analisa didapatkan tingkat kecemasan sebelum diberi terapi bermain dengan bercerita 80,0% mengalami cemas sedang dan 20,0% mengalami cemas ringan. Sesudah diberi terapi bermain dengan bercerita, kecemasan menjadi 76,6% mengalami

(57)

cemas ringan dan tidak cemas sebanyak 23,3%. Hasil perhitungan dengan uji Spearman Rank menunjukkan adanya penurunan tingkat kecemasan pada anak usia 4-6 tahun sesudah diberi terapi bermain dengan bercerita dengan ρ value 0,000. yang berarti ada pengaruh terapi bermain dengan bercerita terhadap penurunan kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia 4-6 tahun.

Hospitalisasi pada anak, prosedur-prosedur ataupun tindakan yang dilakukan selama anak dirawat akan menimbulkan pengalaman traumatik yang pada sebagian anak menganggap sebagai suatu hukuman dan seringkali menimbulkan kecemasan . Teori modern Psikoanalitik Kognitif dari Piaget mengungkapkan potensi dan manfaat bermain bagi perkembangan anak yaitu dapat mengatasi pengalaman traumatik, coping terhadap frustasi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa bermain pada anak usia pra sekolah memiliki dampak yang besar untuk mengatasi pengalaman yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan tanda-tanda kecemasan .

Menurut Hidayat, Aziz Alimul (2005), fase perkembangan adaptasi sosial pada usia pra sekolah yaitu dapat bermain dengan permainan sederhana, menangis jika dimarahi, membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh, mengenali anggota keluarga. Berceritera merupakan salah satu kegiatan yang sangat sesuai dengan perkembangan emosi anak-anak usia prasekolah. (Hurlock, 2005) dan salah satu media yang bisa mendukung untuk menghidupkan ceritera itu adalah permainan boneka tangan. Permainan ini dapat dipergunakan untuk mengungkap berbagai perasaan anak seperti kecemasan, ketakutan, sedih dan juga senang. Permainan ini bertujuan membantu untuk mengurangi stres terhadap lingkungan

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh biblioterapi terhadap tingkat kecemasan anak usia sekolah yang menjalani hospitalisasi di Rumah Sakit Islam Jakarta.. Prosedur penelitian suatu pendekatan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa gambaran reaksi hospitalisasi terhadap kecemasan anak usia pra sekolah meliputi

Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia pra Sekolah Yang Sedang Dirawat di Ruang anak Rumah Sakit Islam

Bagaimanakah efektivitas model permainan boneka jari yang sesuai untuk tujuan pengembangan pendidikan moral anak usia dini.. Mendeskripsikan karkteristik model permainan boneka

Tabel 2.2 Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia pra Sekolah Yang Sedang Dirawat di Ruang anak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kecemasan perpisahan pada anak usia pra sekolah yang menjalani hospitalisasi di bangsal anak

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN AKIBAT HOSPITALISASI PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH (3-6 TAHUN ) DI RUANG ANAK RSD BALUNG. 1311012041

Bagaimanakah efektivitas model permainan boneka jari yang sesuai untuk tujuan pengembangan pendidikan moral anak usia dini.. Mendeskripsikan karkteristik model permainan boneka