46 PENGARUH PERMAINAN PUZZLE PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH TERHADAP
KECERDASAN EMOSIONAL DI TAMAN KANAK-KANAK SUSTER DAN TAMAN KANAK-KANAK BRUDER MELATI PONTIANAK TAHUN 2014
Siti Dewi Rahmayanti1, Yustina Riki Nazarius2
ABSTRAK
Kecerdasan Emosional penting untuk setiap individu, berkembang semenjak dalam kandungan, maksimal pada usia 7-15 tahun dan pada usia di bawah 7 tahun perkembangan kecerdasan baru berkembang 50%. Keberhasilan seseorang dimasyarakat ternyata 80% dipengaruhi oleh kecerdasan emosional hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan intelektual. Karakteristik anak di Taman Kanak tempat penelitian berbeda-beda, ada yang mudah menagis, kecewa, mengekspresikan perasaannya, berteriak.Penelitian dilakukan dengan permainan puzzle, fungsi permainan puzzle dapat menyenangkan hati anak, meningkatkan fungsi kognitif anak meningkatkan keterampilan dan meningkatkan perkembangan anak. Tujuan dari Penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh permainan puzzle pada anak usia pra sekolah terhadap kecerdasan emosional di Taman Kanak Suster dan Taman Kanak Bruder Melati Pontianak tahun 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah desain penelitian quasi-eksperimental dengan penedekatan nonequivalent control group design pada 48 orang anak usia pra sekolah. Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah dengan purposive sampling, intervensi permainan puzzle yang dilakukan selama 6 hari berturut. Lembar observasi kecerdasan emosional dan permainan puzzle digunakan sebagai instrument penelitian. Data yang sudah ditemukan tersebut di analisa dengan menggunakan metode paired t-test dan independent t-test. Hasil uji statistik sebelum dan setelah intervensi permainan puzzle pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan rata-rata kecerdasan emosional sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol (p 0,918). Terdapat perbedaan rata-rata kecerdasan emosional sebelum dan setelah intervensi pada kelompok intervensi (p 0,001). Terdapat perbedaan rata-rata kecerdasan emosional setelah intervensi antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi (0,001). Aplikasi dalam pelayanan keperawatan anak dapat menerapkan permainan puzzle guna mendukung kecerdasan emosional dengan tujuan dapat menstimulus kemampuan anak berpikir kritis.
47 THE INFLUENCE OF PUZZLE GAMES IN PRE SCHOOLER CHILDREN OVER EMOTIONAL INTELLIGENCE IN PONTIANAK SUSTER AND BRUDER MELATI
KINDERGARTEN SCHOOL IN 2014
Siti Dewi Rahmayanti1, Yustina Riki Nazarius2
ABSTRACT
Emotional Intelligence is important for every individual, since developing in the womb, the maximum at the age of 7-15 years and under the age of 7 years the development of new intelligence developed 50%. The success of a person in the community apparently 80% are influenced by emotional intelligence is only 20% determined by intelligence. Characteristics of children in Kindergarten research different places, there is an easy crying, upset, express feelings, screaming.Research was done by puzzle game, function of puzzle games can cheer children, increase cognitive function, increase children’s skills and development. The aim of the research is to identify the influence of puzzle game in pre schooler children over emotional intelligence in Pontianak Suster and Bruder Melati kindergarten school in 2014. Method of research used is quasi-experimental research design with nonequivalent control group design on 48 pre schoolder children. Sample determination of this research is purposive sampling, puzzle game intervention which is done done for 6 days continuously. Observation sheets of emotional intelligence and puzzle game are used as research instruments. The data collected was analyzed using paired t-test and independent t-test. Statistical test result before and after puzzle game intervention in control group, there was no average difference of emotional intelligence (p 0,918). There was average difference of emotional intelligence before and after intervention in intervention group (p 0,001). There was average difference of emotional intelligence after intervention between control and group and intervention group. (0,001). Applications in child nursing services can implement a puzzle game in support of emotional intelligence with the aim to stimulate the child's ability to think critically.
48
A. PENDAHULUAN
Anak usia pra sekolah merupakan anak yang berada dalam rentang usia 3 sampai 6
tahun. Anak usia pra sekolah memiliki karakteristik perkembangan fisik, motorik,
intelektual, dan sosial yang berbeda dengan usia lainnya. Pada usia anak pra sekolah juga
mengalami masa perkembangan bahasa, seperti dapat mengungkapkan perasaannya
dengan kalimat secara sederhana, mau bertanya pada orang lain terkait dengan apa yang
dialaminya, selain perkembangan bahasa anak perkembangan psikososialnya. Salah satu
cara untuk mengasah perkembangan anak dengan permainan. Permainan anak usia pra
sekolah biasanya bersifat asosiatif, dapat mengembangkan koordinasi motorik, dan
memerlukan hubungan dengan teman sebaya. Penelitian yang dilakukan oleh Bratton,
Ray, dan Rhine (2005) menyatakan bahwa bermain memberikan efek yang positif bagi
pengobatan pada anak, dan jenis permainan yang dapat diberikan bagi anak harus
disesuaikan dengan tingkat kematangan anak.
Beberapa permainan anak usia pra sekolah diantaranya mewarnai gambar,
menggambar, menyusun puzzle, dan menyusun balok. Puzzle merupakan permainan yang
membutuhkan kesabaran dan ketekunan anak dalam merangkainya. Melalui permainan
puzzle anak-anak dapat membuat konsep dalam memahami peristiwa yang ada
dilingkungannya dengan baik. Permainan puzzle merupakan jenis permainan yang dapat
dilakukan sendiri dan dilakukan secara berkelompok, dimana setiap anak saling
berkomunikasi dan berinteraksi dalam menyusun puzzle. Permainan puzzle termasuk
dalam salah satu permainan edukatif, dimana kegiatan tersebut bersifat menyenangkan,
menghibur dan mendidik (Kayvan, 2009; Adriana, 2011).
Beberapa penelitian terkait permainan puzzle, diantaranya penelitian yang dilakukan
oleh Aral, Gursoy, Can dan Yasar (2011) menyatakan bahwa bermain puzzle pada anak
usia pra sekolah dapat dimasukan dalam salah satu sarana permainan anak, karena pada
saat bermain anak-anak dapat melibatkan teman sebayanya dan dapat memberikan
rangsangan kecerdasan indra dan emosi, mengembangkan imajinasi dan kreativitas anak
dan mendukung fisik dan sosial anak, karena puzzlemerupakan suatu masalah atau misteri
49 Penelitian ini sejalan dengan yang di lakukan oleh Levine, Ratliff, Huttenlocher, dan
Cannon (2011) menyatakan bahwa bermain dengan puzzle memungkinkan anak untuk
bercerita dan mampu untuk berpikir secara cerdas dengan anak lainnya baik anak laki-laki
maupun anak perempuan sehingga anak dapat memberikan imajinasinya tentang
potongan-potongan dari puzzle, saat menyusun potongan puzzle anak membutuhkan
emosi dalam dirinya agar potongan tersebut dapat menghasilkan gambar yang sesuai.
Seorang anak tidak hanya membutuhkan kecerdasan secara intelektual saja, tetapi
anak harus memiliki kecerdasan emosional (Emotional quotient). Kecerdasan emosional
menurut Goleman (dalam Mashar, 2011) mengatakan bahwa kecerdasan ada semenjak
lahir namun akan maksimal pada usia 7-15 tahun dan pada usia di bawah 7 tahun
perkembangan kecerdasan baru berkembang 50%. Keberhasilan seseorang dimasyarakat
ternyata 80% dipengaruhi oleh kecerdasan emosional hanya 20% ditentukan oleh
kecerdasan intelektual (Goleman, 2007). Ahli Neurology David Hubel dan Trtsten Wiesel
(dalam, Nirwana 2011) mengungkapkan kecerdasan emosional anak akan berkembang
semenjak didalam kandungan ibunya.
Adapun aspek kecerdasan emosional yang diungkapkan oleh Goleman (dalam,
Mashar, 2011) terdiri dari 1) Kesadaran diri salah satu cirinya adalah mengenali dan
merasakan emosi diri sendiri, memahami penyebab perasaan yang timbul dan mengenal
pengaruh perasaan terhadap tindkaan. 2) Mengelola emosi; lebih mampu mengungkapkan
amarah dengan tepat, dapat mengendalikan perilaku agresif ynag merusak diri sendiri dan
orang lain. 3) Memanfaatkan emosi secara produktif; memiliki rasa tanggungjawab,
mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan. 4) Empati; memiliki kepekaan
terhadap orang lain dan 5) Membina hubungan; memiliki kemampuan berkomunikasi
dengan orang lain, memiliki kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Pencapaian keberhasilan ke lima aspek diatas akan maksimal jika anak terus dilatih
dengan berbagai kegiatan seperti bermain, yang dapat melibatkan orang lain, seperti
melatih otak untuk berpikir dalam memecahkan sebuah masalah, melatih ketelitian anak,
melatih kesabaran anak meyelesaikan sebuah permainan, mengenali warna bentuk dan
gambar. Hal ini akan terlihat saat anak dapat menyelesaikan permainan puzzle dengan
menyususun beberapa potongan gambar yang akan menghasilkan bentuk yang diinginkan,
50 Dampak dari kegagalan kecerdasan emosional berdasarkan data survey FEKMI
(Federasi Kesehatan Mental Indonesia) survey ini dilakukan terhadap remaja dibeberapa
kota besar di Indonesia, hasil survey tahun 2003 menyatakan 54% remaja mengaku pernah
berkelahi, 87% berbohong, 8.9% pernah mencoba narkoba, 28% merasa kekerasan sebagai
hal yang biasa, 24% pernah membaca buku porno dan biasanya anak yang berperilaku
buruk tersebut dapat menggangu pelajaran di kelas, melanggar aturan sekolah,
mengancam keamanan sekolah dan para siswa, seperti merusak dan mencuri (Zahra,
2011).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di sekolah taman kanak-kanak
suster Pontianak dimana peneliti melakukan wawancara dengan kepala sekolah. Adapun
Jumlah seluruh anak pada tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 27 orang di kelas A1 dan 27
orang di kelas A2. Usia anak bervariasi antara 3-6 tahun dan jenis permainan yang ada di
taman kanak-kanak tersebut berbeda-beda pula. Jenis permainan yang ada di Taman
Kanak suster bervariasi seperti bermain bola, petak umpet, menyusun balok, menggambar,
luncuran, mewarnai, ayunan dan lain-lain. Anak-anak boleh memilih salah satu mainan
yang disenangi dan sesuai dengan keinginannya tidak dibatasi.
Karakteristik anak-anak di Taman kanak-kanak berbeda-beda, ada yang mudah
bergaul ada yang pemalu. Saat belajar ada yang dengan penuh perhatian mendengarkan
guru ada yang sibuk sendiri, ada yang senang bermain saja tanpa memperdulikan kapan
waktunya bermain. Ada anak yang mau berbagi dengan temannya dan ada juga yang
hanya memperhatikan diri sendiri.
Melihat fenomena diatas, bahwa pendidikan di tingkat taman kanak-kanak tersebut
maka di rasa perlu bagi peneliti untuk melakukan tentang pengaruh permainan khususnya
puzzle terhadap kecerdasan emosional, karena kecerdasan emosional ini berdampak pada
proses pembelajaran khususnya dibidang akademik intelligence quotient-IQ hanya dapat
diukur dari sebagian kecil dari kemampuan manusia dan belum dapat menjaring
keterampilan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan anak yang lain, anak yang
memiliki kecerdasan emosional lebih tinggi akan lebih percaya diri dan lebih bahagia,
51 Tujuan Penelitiannya adalah “Mengidentifikasi apakah ada pengaruh permainan
puzzle pada anak usia pra sekolah terhadap kecerdasan emosional di Taman Kanak-kanak
Suster dan Taman Kanak-kanak Bruder Melati Pontianak tahun 2014”
B. METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan menggunakan desain
penelitian quasi-eksperimental dengan pendekatan nonequivalent control group design.
Pendekatan nonequivalent control group design menggunakan dua kelompok subjek,
tetapi pengambilan sampel dan kelompok kontrol tidak dilakukan secara random.
Rancangan Penelitian ini dibuat untuk melihat pengaruh permainan puzzle terhadap
kecerdasan emosional anak usia pra sekolah sebelum dan sesudah diberikan permainan
puzzle.Populasi pada penelitian ini adalah anak dari Taman Kanak-kanak Suster 54 orang
dan 54 orang dari Taman Kanak-kanak Bruder Pontianak. Sampel penelitian menjadi 48
anak. 24 orang anak pada kelompok kontrol dan 24 orang anak pada kelompok intervensi.
Untuk mempertahankan rasa saling percaya antara peneliti dan subjek. Menghindari
terjadinya kecemburuan diantara anak kelompok intervensi dengan anak lainnya yang
tidak masuk dalam kelompok intervensi, maka salah satu usaha yang dilakukan oleh
peneliti adalah dengan tetap mengikutsertakan anak dalam permainan tetapi tidak
dilakukan penilaian. Peneliti melakukan penelitian dengan cara membagi waktu secara
adil bagi kedua kelompok dalam satu hari penelitiannya, pada kelompok intervensi
penelitian dimulai dari jam 07.00-08.30 dan pada kelompok kontrol dimulai dari jam
08.40-10.10 dimana dalam dua kelompok ini sudah disesuaikan dengan Kriteria dalam
penelitian.
Permainan puzzle dilakukan pada kelompok intervensi saat anak sedang berada di
kelas selama 6 hari beturut-turut dengan waktu 15 menit setiap harinya, sedangkan pada
kelompok kontrol tidak dilakukan permainan puzzle. Setelah penelitian selesai peneliti
memberikan informasi bagi ibu guru yang bertanggungjawab dalam kelas tentang
permainan puzzle dan manfaat bermain puzzle permainan itu sendiri dengan harapan
52
C.HASIL PENELITIAN
1. Perbedaan rata-rata kecerdasan emosional pada anak usia pra sekolah sebelum dan
setelah diberikan permainan puzzle pada kelompok kontrol dan kelompok
intervensi.
Tabel 1: Perbedaan rata-rata kecerdasan emosional anak usia pra sekolah
sebelum dan setelah di taman kanak Bruder melati dan Suster
Pontianak 2014.
Variabel Kontrol Intervensi
Pre Post Pre Post
Kecerdasan emosional
Mean 21,333 21,347 21,888 27,472
Median 21,333 21,500 21,833 28,000
St. deviasi 1,012 1,033 1,015 1,872
Minimum 19,00 19,00 19,33 22,67
Maksimum 23,00 23,00 23,33 30,00
Berdasarkan tabel 1 diatas memperlihatkan perbedaan rata-rata kecerdasan
emosional sebelum dan setelah pada kelompok kontrol adalah senilai 0,014
sedangkan untuk perbedaaan rata-rata kecerdasan sebelum dan setelah pada kelompok
intervensi 5,584. Hal ini menunjukan bahwa nilai rata-rata kecerdasan sebelum dan
setelah pada kelompok intervensi memilki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan
pada kelompok kontrol.
2. Perbedaan rata-rata kecerdasan emosional pada anak usia pra sekolah setelah
53 Tabel 2 : Perbedaan rata-rata kecerdasan emosional anak usia pra sekolah
setelah dilakukan intervensi antara kelompok kontrol dan
kelompok intervensi.
No. Kecerdasan Emosional
Kontrol Intervensi Signifikan antar kelompok Pre Post Pre Post Pre Post 1 Kesadaran diri 4,61 4,55 4,63 5,20 0,064ª 0,001ª 2 Pengaturan diri 4,26 4,38 4,37 5,54
3 Motivasi 4,23 4,15 4,31 5,68
4 Empati 4,16 4,12 4,36 5,69
5 Keterampilan sosial 4,09 4,12 4,19 5,34 ∑ Rata-rata 21,33 21,34 21,88 27,47 Signifikan dalam
kelompok
0,918b 0,001b
Keterangan : a. signifikan uji T independen
b. signifikan uji T dependen
Berdasarkan Tabel 2 diatas, memperlihatkan penilaian aspek Kecerdasan
emosional anak usia pra sekolah pada kelompok intervensi yang mengalami
peningkatan adalah motivasi, dengan nilai sebelum intervensi 4,31 dan setelah
intervensi menjadi 5,68 dengan kenaikan sebesar 1,37 dibandingkan dengan ke empat
aspek lainnya.
Pengujian dengan Uji T- independent dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan rata-rata kecerdasan emosional pada anak usia pra sekolah pada pre
(sebelum) baik pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi dengan nilai p
value 0,064. Terdapat perbedaan kecerdasan emosional pada anak usia pra sekolah
pada post (setelah) baik pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi dengan
nilai p value 0,001.
Pengujian dengan Uji T- dependent dapat disimpulkan tidak terdapat
54 (setelah) pada kelompok kontrol dengan nilai p value 0,918 dan terdapat perbedaan
kecerdasan emosional pada anak usia pra sekolah pre (sebelum) dan post pada
kelompok intervensi (setelah) dengan nilai p value 0,001.
Untuk melihat Perbedaan kenaikan rata-rata kecerdasan emosional pada anak
usia pra sekolah pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi dapat dilihat pada
grafik 1 berikut :
Grafik 1 : Perbedaan rata-rata kecerdasan emosional anak usia pra
sekolah di Taman Kanak-kanak Bruder Melati dan Suster
Pontianak setelah dilakukan permainan puzzle tahun 2014.
Berdasarkan grafik 1 diatas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
rata-rata kecerdasan emosional pada anak usia pra sekolah pada hari ke-1 dengan hari ke-12
antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi dengan perbedaan rata-rata
peningkatan kecerdasan emosional pada anak usia pra sekolah pada kelompok kontrol 0,01
55
D. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a) Tidak terdapat perbedaan rata-rata kecerdasan emosional sebelum dan setelah
intervensi pada kelompok kontrol (p 0.918).
b) Terdapat perbedaan rata-rata kecerdasan emosional sebelum dan setelah
intervensi pada kelompok intervensi (p 0.001).
c) Terdapat perbedaan rata-rata kecerdasan emosional setelah intervensi antara
kelompok kontrol dengan kelompok intervensi (p 0.001).
2. Saran
Beberapa saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini antara lain:
a). Institusi Layanan Praktik Keperawatan.
Penting bagi perawat untuk memberikan edukasi pada usia pra sekolah melalui
peroses bermain, dengan memperhatikan kecerdasan emosional.
b). Perkembangan Keperawatan Anak
Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam kegiatan pendidikan anak usia pra
sekolah di taman kanak sehingga diharapkan masing-masing perawat dapat
membekali ibu dan bapak guru ilmu keperawatan anak yang sesuai dengan
kebutuhan anak saat berada di sekolah sehingga ilmu keperawatan dapat
diaplikasikan pada saat melakukan asuhan keperawatan anak secara
56 DAFTAR PUSTAKA
Adriana, D. (2011). Tumbuh kembang dan terapi bermain pada anak. Jakarta: Salemba Medika.
Aral, N., Gursoy, F., Can, M., & Yasar. (2011). An Investigation Of The Effect Of Puzzle On Preschoolers Developmental Areas.Social And Natural Sciences Journal. Turkey
Agustin, A. J. (2013). Dinamika perkembangan anak dan remaja tinjauan psikologi, pendidikan dan bimbingan. Bandung: Refika Aditama.
Ariawan, I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Jakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Msayarakat Universitas Indonesia.
Barraton, S. C., Ray, D., & Rhine, T. (2005). The efficacy of play therapy with children of treatment outocomes. American Psychological Association. Texas
Dahlan, S. (2013). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Dariyo, A. (2011). Psikologi perkembangan anak tiga tahun pertama. Bandung: Refika Aditama.
Desmita. (2012). Psikologi perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
BIBLIOGRAPHY Gazali, I. A. (2009). Aplikasi analisis multivariat. Semarang: Universitas Diponegoro.
Goleman, D. (2005). Emotional intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
BIBLIOGRAPHY Goleman, d. (2007). Emotional intelligence kecerdasan emosional: Mengapa eq lebih penting Daripada Iq. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
BIBLIOGRAPHY Gunarsa, S. D. (2008). Psikologi: olahraga prestasi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia .
Hamid, A.W.(2007). Buku ajar keperawatan:konsep, etika dan instrumentasi edisi 2. Jakarta: EGC Hasdianah. (2013). Autis pada anak pencegahan perawatan dan pengobatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Hidayat, A. A. (2005). Pengantar ilmu keperawatan anak 1. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. A. (2007). Siapa bilang anak sehat pasti cerdas. Jakarta: Elex Media Komputindo.
57 Levine, S. C., Ratliff, K. R., Huttenlocher, J., & Cannon, J. (2011).Early puzzle play a predictor of preschoolers spatial transformation skill. Chicago: American Psychology Association.
Lepper, J. H. (2009). The effect of praise on children's intrinsic motivation: A Review and Synthesis. American Psychological Association.
Mashar, R. (2011). Emosi anak usia dini dan strategi pengembangannya. Jakarta: Prenada Media Group.
Ngastiyah, (2005). Perawatan anak sakit edisi 2. Jakarta: EGC.
Nigussie, B. (2008). Efficacy of play therapy on self healing and enhancing life skill of children difficult circumtance. Journal Of Play Therapy.
Nirwana, A. B. (2011). Psikologi bayi, balita dan anak. Yogyakarta: Nuha Medika. Notoatmodjo, S.(2010). Metode penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Pramono, T. S. (2012). Permainan asyik bikin anak pintar. 2012: In Azna Books.
Petrides, J. R. (2006). Attitudies and Motivation and their impact on the performance of young English as a foreign language learners. Journal Of Language and Learning.
Riyanto, M. H. (2006). 100 Permainan penyegar pertemuan. Yogyakarta: Kanisius. Santrock, J. W. (2011). Masa perkembangan anak. Jakarta : Salemba Humanika. Sastroasmoro, I.(2008). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.Jakarta: Sagung Seto Sastroasmoro, I.(2008). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.Jakarta: Binarupa Aksara Shoaakazemi, M., Javid, M. M., Tazekand, F. E., Rad, Z. S., & Gholami, N. (2012).The effect of group play therapy on reduction of separation anxiety disorder in primitive school children. Iran: Procedia-Social And Behavioral Sciences.
Soetjiningsih, C. H. (2012). Seri psikologi perkembangan anak sejak pertumbuhan sampai dengan kanak-kanak akhir. Jakarta: Prenada Media Group.
Sugiyono. (2014). Metode penelitian kombinasi mixed methods. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuntitatif kualitatif dan r&d. Bandung: Alfabeta. Supartini. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC.
58 Wangsa, T. (2013). Mukjizat musik terapi jitu kecerdasan anak melalui musik. Yogyakarta: Lintang
Aksara Kaukaba Group.
Tomey, A. M. & Alligood, M. R. (2006). Nursing theorists and their work (6th ed.). Elsevier Health Sciences.
Tomey, A. M. & Alligood, M. R. (2006). Nursing theory : utilization & application. Missouri : Mosby
Wong, D. L. (2008). Buku ajar keperawatan pediatrik Edisi 6. Jakarta: EGC.
Yus, A. (2011). Penilaian perkembangan belajar anak taman kanak-kanak. Jakarta: Prenada Media Group.
BIBLIOGRAPHY Yusiana, T. H. (2012). Peran orang tua dalam kegiatan bermain dalam perkembangan kognitif anak usia prasekolah (5-6 Tahun). Kediri: Jurnal Keperawatan.