KERAGAMAN GENETIK CYTOCHROME B
PADA BURUNG MAMBRUK (Goura sp.)
Oleh:
Lasriama Siahaan G04400032
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
LASRIAMA SIAHAAN. Keragaman Genetik Cytochrome b pada Burung Mambruk (Goura sp.). Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan DJOKO WALUYO.
Burung Mambruk (Goura sp.) merupakan satwa endemik Indonesia dengan status “Vulnerable” yang tersebar di daerah Pulau Irian Jaya dan beberapa daerah Papua New Guinea. Usaha konservasi terhadap spesies ini akan berhasil jika karakteristik morfologi, keragaman molekuler dan genetik dapat diketahui dengan pasti. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis keragaman genetik cytochrome b parsial dengan metode Polimerase Chain Reaction. Hasil perunutan dari amplifikasi pasangan primer M101 dan M102 pada cytochrome b parsial sepanjang 382 nukleotida (menyandikan 127 asam amino) disejajarkan (multiple aligment) dengan bantuan perangkat lunak Genetyx-Win versi 3.0 dan Clustal-X, selanjutnya dianalisis dengan program MEGA versi 3.0.
Hasil analisis dari 382 nukleotida yang dibandingkan terdapat 42 situs nukleotida yang beragam dengan rata-rata kejadian substitusi transisi 0.05 dan rata-rata substitusi transversi 0.01. Perubahan bersifat non-sinonimus 7.08% (10 situs asam amino) dan perubahan bersifat sebesar 23.62% (30 situs asam amino). Jarak genetik nukleotida cytochrome b (metode p-distance) didapat bahwa nilai paling kecil adalah 0.26% dan nilai yang paling besar 7.07% dengan rata-rata sebesar 5.26%. Hasil rekonstruksi filogenetik dengan metode Neighbor Joining menunjukkan bahwa G.cristata lebih berkerabat dekat dengan G.scheepmakeri daripada G.victoria.
Kata kunci: Goura sp., Cytochrome b, substitusi, perubahan
ABSTRACT
LASRIAMA SIAHAAN. Genetic Diversity of Cytochrome b of Crowned-pigeons (Goura
sp.), Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN and DJOKO WALUYO.
Crowned-pigeon (Goura sp.) was one of endemic animal in Indonesia with
“vulnerable" status which spread at Papua New Guinea and Irian Jaya Island. Conservation effort to this species will succeed if morphology characteristic and genetic diversity be known. The main purpose of this research is to analyze nucleotide variability of cytochrome b partial using Polymerase Chain Reaction method. The PCR product amplified by primer M101 and M102, then multiple aligment using Genetyx-Win 3.0™ and Clustal-X™, furthermore analyzed with MEGA 3.0™.
The result of analyse from 382 nucleotide of cytochrome b partial encoding 127 amino acid. Findings 42 sites of nucleotide variable with average of transitional substitutions 0.05 and average transversions substitutions is 0.01. Value non-synonymous mutations is 7.08% (10 amino acid sites) whereas synonymus mutations is 23.62% (30 amino acid sites). Value of genetic distance of nucleotide cytochrome b (method p-distance) range from 0.26% - 7.07% with average 5.26%. Filogenetic reconstruction using Neighbor Joining method indicate that G.cristata were closer to G.scheepmakeri compare with G.victoria. Keyword: Goura sp., Cytochrome b, substitutions, mutations
7
mitokondria tidak hanya ditemukan pada kelompok burung, hal sama yang terjadi pada kelompok Rodensia dan Ikan (Kocher et al. 1989). Komposisi nukleotida-2 dari triplet kodon paling tidak beragam karena komposisi A (17.3%) sama, demikian pula dengan G (14.2%) untuk Goura sp. dalam penelitian ini.
Basa dari triplet kodon yang paling banyak mengalami perubahan substitusi adalah basa ke-3 sebesar 22.04% (28 situs), hal ini sesuai dengan pendapat Sorenson (2003) dimana kejadian substitusi pada basa ke-3 dari triplet kodon lebih banyak terjadi.
Perubahan penerjemahan asam amino terjadi karena adanya substitusi nukleotida transisi (perubahan antar basa purin atau antar basa pirimidin) dan substitusi transversi (perubahan dari basa purin menjadi basa pirimidin atau sebaliknya). Transisi pada basa ke-3 tidak menyebabkan perubahan asam amino dan transversi basa ke-3 tidak selalu menyebabkan perubahan asam amino.
Perubahan basa triplet kodon yang menyebabkan terjadinya perubahan asam amino non-sinonim adalah perubahan basa ke-1 sebesar 3.15% (4 situs asam amino), basa ke-2 sebesar 1.57% (2 situs asam amino), basa ke-3 sebesar 1.57% (2 situs asam amino), basa ke-1 dan 3 sebesar 1.57% (2 situs asam amino). Sedangkan perubahan asam amino sinonim terdapat pada perubahan basa ke-3 sebesar 20.47% (26 situs asam amino), basa ke-1 sebesar 3.15% (4 situs asam amino). Perubahan basa ke-1 umumnya menyebabkan perubahan asam amino. Kecuali pada asam amino Leu (leusin), walaupun transisi dan transversi terjadi pada basa ke-1 dan ke-3 tidak akan menyebabkan perubahan translasi asam aminonya.
Dari 127 asam amino yang diamati terdapat 68.50% (87 situs) merupakan asam amino kekal (nukleotidanya tidak mengalami substitusi), 7.87% (10 situs) perubahan bersifat non-sinonim (nukleotida mengalami substitusi dan asam amino berubah) dan 23.62% (30 situs) perubahan bersifat sinonim (nukleotida mengalami substitusi dan asam amino tetap).
Walaupun telah terjadi perubahan pada 42 situs nukleotida namun hanya 10 situs nukleotida beragam yang dapat mengubah asam amino (10 asam amino). Sepuluh situs asam amino yang berubah terjadi secara transisi dan transversi basa ke-1 (4 situs asam amino yaitu L (leusina) menjadi F (fenilalanina), M (metionina) menjadi L (leusina), T (treonina)
menjadi A (alanina) dan F (fenilalanina) menjadi L (leusina); transisi basa ke-2 (2 situs asam amino yaitu F (fenilalanina) menjadi S (serina) dan M (metionina) menjadi T (treonina); transversi basa ke-3 (2 situs asam amino yaitu C (sisteina) menjadi W (triptofan); serta perpaduan transisi basa ke-1 dan transversi basa ke-3 (2 situs asam amino yaitu S (serina) menjadi P (prolina) dan L (leusina) menjadi F (fenilalanina). Sedangkan situs nukleotida yang mengalami substitusi lebih banyak (30 situs asam amino) terjadi secara sinonim bukan non-sinonim sehingga tidak mengubah asam aminonya.
Kelompok burung (spesies, genera dan famili) memiliki rata-rata jarak genetik yang lebih kecil daripada jarak takson yang sama antara mamalia, amphibi dan reptil. Secara umum kelompok burung memiliki jarak genetik intraspesies yang sangat kecil (Stanley & Harrison 1999). Jarak genetik (p-distance) berdasarkan jumlah nukleotida yang berbeda, memperlihatkan jarak genetik intraspesies Goura sp. yang paling rendah adalah 0.26% (G. scheepmakeri dengan G. cristata) dan paling tinggi sebesar 7.07% (G. victoria GenBank dengan G. victoria hasil penelitian) dengan rata-rata sebesar 5.26%. Rata-rata-rata jarak genetik antar spesies yang dibandingkan adalah 11.54% dan jarak genetik rata-rata famili Columbidae (data dari GenBank) sebesar 9.79%. Jarak genetik ini mendukung hasil penelitian Johnson & Clayton (2000) yaitu didapatkan bahwa perbedaan nukleotida Cyt b antar spesies Columbiformes sekitar 0.97-17.07%.
Hasil ini juga mengasumsikan kekerabatan yang dekat di antara Goura sp. bahkan antar spesies Columbidae. Kekerabatan genetik antara G. cristata dengan G. scheepmakeri (dengan nilai bootstrap 80%) lebih dekat dengan morfologi yang lebih mirip jika dibandingkan dengan G. victoria. Burung Mambruk dari jenis G. scheepmakeri berada di antara G. cristata dan G. victoria.
Dalam penelitian Stanley dan Harrison (1999), pada kelompok burung terjadi perbedaan mencolok dalam penggunaan kodon C-U terutama pada kodon ketiga. Hal ini menjelaskan terjadinya penurunan perbandingan pertukaran substitusi diam (silent substitution) yang berhubungan erat dengan kodon bias yang terjadi pada saat penerjemahan kodon.
KATA PENGANTAR
Persembahan syukur kepada Allah Bapa atas anugerahNya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan September 2004 ini adalah ”Keragaman Genetik Cytochrome b
pada Burung Mambruk (Goura sp.).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA
dan Bapak drh. Djoko Waluyo, M.S selaku pembimbing dan penyandang dana dalam
penelitian ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Taman Burung
Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang telah membantu dalam hal penyediaan contoh
darah burung Mambruk. Tak lupa penulis sampaikan kepada Bapak Heri yang telah
membantu dalam masalah tehnik laboratorium serta rekan-rekan kerja di Laboratorium
Biologi Molekuler Pusat Studi Ilmu Hayati IPB, Ibu Rini, K’ Chule, K’Evi, Virgo atas
saran, dukungan dan kerjasama yang terjalin selama bekerja di Laboratorium.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada saudara terkasih Ike, T’ Lucien, K’ Regina, K’
Anna, B’ Andrew, Pemuda GKI Pengadilan Bogor atas segala bentuk dorongan dan
perhatiannya, Lies dan Biologi angkatan 37’ atas kebersamaannya. Segala cinta dan
terima kasih penulis ungkapkan kepada Bapak, Oma, Nardus, Herman, Okki, Mindo atas
doa, dukungan moral, material, kesabaran dan kasih sayangnya.
Berharap karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2006
KERAGAMAN GENETIK CYTOCHROME B
PADA BURUNG MAMBRUK (Goura sp.)
LASRIAMA SIAHAAN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Keragaman Genetik Cytochrome b pada Burung Mambruk (Goura sp.)
Nama : Lasriama Siahaan NRP : G04400032
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA drh. Djoko Waluyo, M.S NIP. 131415134 NIP. 130350056
Mengetahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S NIP. 131473999
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pangururan, Sumatera Utara pada tanggal 02 Mei 1983 dari
ayah Tigor Siahaan dan Ibu Tiarasi Simbolon. Penulis merupakan anak pertama dari
lima bersaudara.
Pada tahun 2000 penulis lulus dari SMUN 1 Pangururan dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis
memilih Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis adalah anggota di Himpunan Mahasiswa
Biologi 2000/2001. Penulis melaksanakan praktik lapang selama dua bulan di PT.
Alpharma, Jakarta. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Ekologi Dasar pada
tahun ajaran 2003/2004.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL………..…….………... vi DAFTAR GAMBAR………..…….………... vi DAFTAR LAMPIRAN………. vi PENDAHULUAN……….……… 1
BAHAN DAN METODE………. 2
Bahan……….……… 2
Metode……….……….. 2
Pengambilan sampel……….………. 2
Isolasi dan Purifikasi DNA………...……….. 2
Uji kualitas DNA……….………. 2
Amplifikasi Daerah Sitokrom b (Cyt b)……….……... 2
Perunutan Nukleotida dan Analisis Data……….……... 3
HASIL ……….………...………. 3
Amplifikasi Daerah Cytochrome b (Cyt b)…………..………... 3
Analisis Perunutan Nukleotida Gen Sitokrom b Parsial…... 3
PEMBAHASAN ………. 6
SIMPULAN DAN SARAN………. 8
DAFTAR PUSTAKA……….. 8
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Rataan Komposisi Nukleotida Cyt b Parsial………... 4
2 Situs Kodon Penyandi Beserta Asam Amino………. 4
3 Jumlah dan Posisi Basa dari Triplet Kodon Beragam……….. 5
4 Rataan Tansisi Basa ke-1,2,3 dan Rataan Transversi………. 5
5 Jarak Genetik Nukleotida Cyt b Parsial……….. 6
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 DNA Mitokondria Avian (Gallus gallus)………... 2
2 Profil Fragmen Produk PCR Cyt b Burung Mambruk………... 3
3 Situs Pengenalan Primer dan Hasil Penjajaran Nukleotida………... 3
4 Rekonstruksi Filogenetik Nukleotida Cyt b Parsial……… 6
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta Penyebaran Goura sp………... 11
2 Hasil Perunutan Nukleotida Cyt b (382 Nukleotida) Goura sp……… 13
3 Matriks Perbedaan Nukleotida dan Jarak Genetik Goura sp…………... 15
4 Penjajaran Berganda Nukleotida Cyt b Parsial Goura sp……… 16
5 Penjajaran Berganda Asam Amino Cyt b Parsial Goura sp……… 18
6 Jumlah Penggunaan Kodon pada Cyt b Parsial Goura sp………. 19
PENDAHULUAN
Sekitar 17% populasi burung di dunia ada di Indonesia, termasuk burung yang jenisnya endemik. Salah satu burung endemik Indonesia adalah burung Mambruk atau Dara mahkota (Goura sp.). Sibley dan Ahlquist (1991) mengelompokkan Goura sp. dalam superordo: Passerimorphae; ordo: Columbiformes; famili : Columbidae (Pigeons dan Doves); sub-famili: Gourinae; genus: Goura. Genus ini memiliki tiga spesies antara lain: Goura victoria (Mambruk raja/ Mambruk kembang) yang terbesar dalam kelompok pigeon (Perrins & Middleton 1985), G. cristata (Mambruk polos/Mambruk kelabu) dan G. scheepmakeri (Mambruk besar/Mambruk ungu). Secara umum G. cristata (Western crowned-pigeon) hanya tersebar di daerah Kepala Burung Irian Jaya (Lampiran 1a), G. scheepmakeri (Southern crowned-pigeon) tersebar di daerah selatan Irian Jaya dan Papua New Guinea (Lampiran 1b). sedangkan G. victoria (Victoria crowned-pigeon) tersebar di bagian utara Irian Jaya dan Papua New Guinea (Lampiran 1c).
Burung Mambruk merupakan satwa yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia yang tercantum dalam undang-undang Peraturan Perlindungan Binatang Liar 1931 (tertulis semua jenis dari genus Goura) dan Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1999 untuk semua jenis dari genus Goura (Noerdjito & Maryamto 2001). Burung Mambruk termasuk dalam status rawan (“vulnerable”) artinya spesies ini akan menjadi genting (“endangered”) dimasa mendatang populasinya yang terus menurun sebagai akibat dari daerah habitatnya yang semakin sempit, diburu untuk dijadikan sebagai satwa peliharaan karena nilai jualnya cukup tinggi dan untuk dikonsumsi sebagai sumber protein bagi penduduk setempat. Berat rata-rata burung Mambruk dapat mencapai 1800-2400 gram dengan tinggi 66-79 cm, sehingga memungkinkan untuk dijadikan sebagai sumber protein hewani (Kilmaskossu 2001).
Upaya mempertahankan dan melestarikan suatu organisme memerlukan data informasi lengkap seperti morfologi, sifat biologi, ekologi persarangan, dan musim perkembangbiakan (Kilmaskossu 2001), keragaman genetik dan determinasi jenis kelamin (Duryadi 2002). Usaha-usaha penangkaran pada kondisi alami, semi alami atau budidaya (pemeliharaan intensif)
perlu untuk menunjang konservasi burung ini agar dapat mencegah kepunahan lebih lanjut. Informasi genetik yang telah didapat mengenai genom kelompok burung (avian) telah berkembang dengan pesat. Berdasarkan kandungan protein putih telur, Sibley dan Ahlquist (1991) menyimpulkan bahwa genom kelompok burung umumnya terdiri atas 60-70% kopi linier, 13-20% ruas pengulangan intermedian dan 16-20% ruas berulang yang tinggi. Data ini telah digunakan untuk keperluan eksplorasi keragaman genetik dan sejarah evolusi asal usul kelompok burung.
Penelitian Johnson dan Clayton (2000), menguji keabsahan perbandingan filogenetik famili Columbiformes dengan membandingkan DNA inti, yaitu β-fibrinogen
intron-7 (FIB7) dan mitokondria (cytochrome b/ Cyt b), hasilnya menunjukkan perbedaan nukleotida antar spesies Columbiformes sekitar 0.97-17.07% untuk Cyt b dan 0.27-7.03% untuk FIB7. Ini mengindikasikan bahwa Cyt b berkembang 5.6 kali lebih cepat dari FIB7. Uji pada daerah non-coding DNA mitokondria yaitu D-loop didapatkan bahwa substitusi transversi lebih sedikit, walaupun demikian data ini masih dapat membantu untuk determinasi kejadian mutasi untuk mtDNA.
Daerah gen penyandi Cyt b pada kelompok burung (Gallus gallus) berukuran 1143 nukleotida (nt) terletak diantara ND5 dan tRNAThr (Desjardins & Morais 1990) (Gambar
1). Cytochrome b setiap tingkat spesies memiliki variasi yang cukup tinggi, ini menjadi alasan mengapa Cyt b sering dipakai sebagai pembanding analisis filogenetik untuk tingkat spesies, genus atau famili yang sama (Randi 1996).