353
Md Santo Gitakarma1, Luh Krisnawati1, I Wyn Sutaya1, Ketut Udy Ariawan1, Agus Adiarta2
ABSTRACT
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Lingkungan yang bersih adalah idaman setiap orang, juga sebagai cermin masyarakat yang peduli akan kesehatan. Hal ini menjelaskan bahwa kebersihan lingkungan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, sebagai aspek penunjang kesehatan bagi diri sendiri maupun bagi lingkungan. Permasalahan lingkungan yang bersih bergantung beberapa faktor, salah satunya pengolahan sampah yang baik. Berbicara tentang kebersihan
lingkungan, tidak akan bisa terlepas dari permasalahan sampah. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat (UU RI No. 18 tahun 2008). Jenis sampah bisa sampah organik maupun non organik. Apabila tidak dikelola dengan baik, sampah dapat mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan, dapat mencemari lingkungan, baik terhadap tanah, air dan udara yang berdampak pada kesehatan. Oleh karena itu diperlukan upaya
PENGEMBANGAN TEKNIK PENGOLAHAN SAMPAH PLASTIK
MENJADI MINYAK DI TPST DESA ANTURAN, BULELENG
1Jurusan D3 Teknik Elektronika FTK UNDIKSHA; 2Jurusan S1 Pendidikan Teknik Elektro FTK UNDIKSHA
Email: santo@undiksha.ac.id, krisnawati_71@yahoo.com, sutaya.elkt@gmail.com, udyariawan@gmail.com, adiarta_pohgending@yahoo.com
Waste processing is generally still conventional, ie transported to TPST then ended up in the landfill to be destroyed. In the district of Buleleng, Bali there is a landfill and nine TPST scattered in several villages. One TPST in Buleleng is located in the village of Anturan. The volume of waste in the village TPST Anturan, organic and non-organic is 212 m3/day. Problems in the village of Anturan occurred in 2015 which resulted in people burning garbage sucking smoke of burning for over a month. Researchers have developed a plastic waste processing equipment (reactors) into oil which is devoted to helping Anturan village people in providing alternative waste treatment which is effective and beneficial. The reactor has a diameter of 33 cm and 92 cm total high. Pyrolysis process to produce oil gasoline-like, carried out at a temperature of 100-400oC with a reaction time of 0-60 minutes. The resulting reactor is then applied for processing plastic waste
in TPST Desa Anturan packaged in the form of P2M activity. Keywords: Plastic waste, oil, pyrolysis, TPST, waste processing
Pengolahan sampah umumnya masih secara konvensional, yakni diangkut ke TPST kemudian berakhir di TPA untuk dimusnahkan. Di kabupaten Buleleng, Bali terdapat sebuah TPA dan sembilan buah TPST yang tersebar di beberapa desa. Salah satu TPST yang ada di Buleleng terletak di Desa Anturan. Volume sampah di TPST desa Anturan, sampah organik dan non organik adalah 212 m3/hari. Permasalahan di desa Anturan terjadi tahun 2015 dimana pembakaran sampah mengakibatkan masyarakat menghisap asap hasil pembakaran selama lebih dari sebulan. Peneliti telah mengembangkan alat pengolah sampah plastik (reaktor) menjadi minyak yang dikhususkan untuk membantu desa Anturan dalam memberikan alternatif pengolahan sampah yang efektif dan bermanfaat. Reaktor yang dikembangkan memiliki diameter 33 cm dan tinggi total 92 cm. Proses pirolisis untuk menghasilkan minyak seperti bensin, dilakukan pada temperatur 100-400oC dengan waktu reaksi 0-60 menit. Alat yang dihasilkan kemudian diterapkan untuk mengolah
sampah plastik di TPST Desa Anturan yang dikemas dalam bentuk kegiatan P2M.
354
dan komitmen yang serius dalam penanganannya, terutama dalam hal mengubah prilaku masyarakat kita dalam mengelola sampah sehingga nantinya berdampak pada peningkatan taraf hidup dan kesehatan masyarakat itu sendiri (http://bulelengkab.go.id,2-9-2013).Isu pencemaran lingkungan hidup dewasa ini menjadi topik utama yang sangat penting untuk disikapi. Semua negara maju maupun berkembang mencoba memperbaiki kualitas lingkungan hidup mereka dengan berbagai kebijakan pemerintah yang pro pelestarian lingkungan hidup, termasuk juga di Indonesia. Pemerintah Indonesia sangat fokus dan peduli akan kualitas lingkungan hidup di negeri tercinta ini dengan menerbitkan UU No.32 tahun 2009 tentang PPLH (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Aturan ini merupakan sebuah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah sampah.
Gaung pemberantasan sampah diserukan oleh pemerintah bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada tanggal 5 Juni. Seluruh pemerintah daerah baik itu tingkat provinsi maupun kabupaten menyambut baik seruan tersebut demi terciptanya kualitas lingkungan hidup yang baik untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Pemda Buleleng juga telah mengeluarkan Perda No. 1 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah, dimana pada salah satu pasalnya yaitu Pasal 23 ayat 1 terdapat ancaman bagi pihak yang membuang sampah sembarangan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Menurut Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Ir. Ida Bagus Ketut Swarjana, volume sampah yang dihasilkan di Kabupaten Buleleng, baik sampah organik maupun sampah non organik adalah 1988
m3/hari. Pemda Melihat kondisi sampah yang volumenya demikian besar, diperlukan upaya dan strategi dalam pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan, sehingga dapat meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengelolaan sampah pada umumnya masih bersifat konvensional, yakni hanya diangkut dari tempat pengumpulan sampah ke TPST, kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA). Pengelolaan sampah konvensional ada yang disebut landfilling, yaitu menimbunnya di dalam tanah. Namun hampir seluruh TPA yang ada di Indonesia menerapkan pengelolaan yang disebut open-dumping, yaitu menumpukkan sampah di atas areal khusus pembuangan sampah. Menurut Swarjana, diperlukan pengelolaan sampah sedekat mungkin dengan sumbernya, maka dibangun TPST. Dengan TPST masyarakat dapat mengelola sampahnya secara swadaya dan swakelola tidak lagi ketergantungan dengan pemerintah. Dalam pembangunan TPST, pemerintah hanya memberikan sarana fasilitas dan penunjangnya dalam bentuk bangunan, sistem pengayaknya serta kendaraan roda tiga sebagai alat angkut sampah, sedangkan masyarakat yang menyediakan lahannya. Diharapkan dengan TPST ini, akan memberikan kesadaran bagi masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat serta dapat menciptakan usaha bersama pengelolaan sampah, sehingga dapat menjadi pendapatan untuk kas warga dan lapangan pekerjaan bagi warga miskin atau pengangguran. Untuk di Kabupaten Buleleng, sampai saat ini sudah dibangun 9 TPSTdiantaranya Tejakula,Kubutambahan, Tajun, Selat, Anturan, Banyupoh, Busungbiu dan Petemon.
Permasalahan terjadi tahun 2015, seperti diberitakan Tribunnews Bali (26/8/2015) dan Radio Singaraja FM (27/8/2015) tumpukan sampah yang didominasi oleh sampah plastik di TPST Anturan (lihat Gambar 1) dibakar tanpa alasan yang jelas. Warga mengeluhkan
355
kepulan asap dari pembakaran sampah di TPST tersebut. Kepulan asap itu sangat tebal, terutama saat malam hari ketika arah angin mengarah ke Utara melintasi rumahnya yang berjarak 500 meter dari TPST. Asap yang dihasilkan dari pembakaran sampah sangat mengganggunya bersama warga lain hingga sesak nafas dan batuk-batuk. Menurut penjaga TPST Anturan, pembakaran sampah di lokasi pembuangan sampah saat itu akibat kelalaian penjaga sebelumnya.Gambar 1. TPST Anturan
Untuk mengatasi masalah sampah, terutama sampah plastik sebenarnya ada banyak cara antara lain dengan mendaur ulang (dijual dan dikumpulkan pengepul), dijadikan bahan kerajinan, atau diolah menjadi bahan yang berguna seperti minyak. Khusus untuk pengolahan sampah plastik menjadi minyak, peneliti mencoba mengembangkan alat khusus berdasarkan pengetahuan yang didapat melalui internet untuk menghasilkan alat yang dapat mengolah sampah plastik menjadi minyak. Alat ini telah dicobakan dalam skala lab dan siap untuk diimplementasikan ke masyarakat. Alat ini berbentuk drum besar untuk menampung sampah plastik dengan prinsip kerja drum yang dipanaskan sehingga sampah plastik meleleh. Sampah plastik yang panas menghasilkan uap yang kemudian difilter untuk mendapatkan minyaknya. Minyak yang dihasilkan dapat dengan mudah terbakar seperti halnya minyak tanah maupun bensin. Minyak ini masih perlu pengujian untuk menentukan kesamaan unsur kimia dengan bensin, namun secara umum minyak ini dapat
digunakan sebagai pengisi kompor gas minyak tanah yang selanjutnya dapat digunakan untuk memasak.
Berdasarkan analisis situasi dari permasalahan yang ada di TPST Anturan maka yang menjadi akar permasalahan mitra dalam hal ini adalah perlunya pengolahan sampah plastik yang baik untuk menghasilkan produk yang berguna. Identifikasi masalah di TPST Anturan dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Belum adanya cara pengolahan sampah yang baik sebelum sampah dikirim ke TPA;
2) Pengolahan sampah sebelumnya menggunakan alat pencacah atau penghancur sampah yang biasanya untuk sampah organik dan dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk kompos. Namun alat ini telah rusak sehingga untuk pengolahan sampah kini belum ada sama sekali baik untuk sampah organik maupun sampah anorganik;
3) Belum ada pemahaman cara pengolahan sampah plastik yang baik sehingga pernah terjadi pembakaran sampah plastik tahun 2015 yang berujung pada keresahan masyarakat disana akibat menghisap asap hasil pembakaran selama lebih dari sebulan;
4) Perlu adanya bantuan alat pengolah sampah plastik menjadi minyak yang dikemas dalam bentuk kegiatan P2M.
METODE
Metode dalam proses pengolahan sampah menjadi plastik menggunakan metode pirolisis. Pirolisis merupakan salah satu alternatif pengolahan sampah di tempat pembuangan sampah yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan karena memiliki keuntungan-keuntungan seperti produk yang dihasilkan memiliki kandungan energi yang tinggi, produknya dapat ditingkatkan menjadi bahan dasar untuk
356
keperluan lain, rasio konversi yang cukup tinggi, dan pengendalian proses yang lebih mudah daripada proses insenerasi (pembakaran sampah secara besar-besaran) (Himawanto dkk., 2010).Plastik merupakan salah satu produk turunan dari minyak bumi. Kandungan energi yang tinggi di dalam plastik dianggap dapat diolah menjadi bahan bakar seperti bensin, solar dan minyak tanah. Plastik juga ada berbagai jenis seperti polyetylene (PE) dimana ada
high-density (HDPE) dan low-high-density (LDPE), polypropylene (PP), polystyrene (PS),
polyvinylchloride (PVC), dan polyethylene terephthalate (PET) (Bajus dan Hájeková,
2010). Namun umumnya plastik yang digunakan dalam pengolahan sampah plastik yaitu jenis PE. Dan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu plastik jenis HDPE (botol plastik minuman).
Plastik memiliki kandungan energi yang tinggi, sama seperti bahan bakar pada umumnya (bensin, solar dan minyak tanah). Nilai kalor bahan plastik dibandingkan dengan bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 2. Perbandingan nilai kalor plastik dengan bahan bakar
Jenis Bahan Nilai Kalor (MJ kg-1)
Polietilen 43.4-46.5 Polipropilen 46.50 Polistiren 41.90 Minyak tanah 46.50 Solar 45.20 Minyak berat 42.50 Minyak bumi 42.30 Sumber: Al-Salem dkk. (2009)
Untuk mengolah plastik ada beberapa macam metode dalam mendaur ulangnya, seperti
mechanical recycling, energy recovery dan feedstock recycling (Al-Salem dkk, 2009). Mechanical recycling merupakan proses
mekanis dalam mendapatkan kembali produk plastik dengan melelehkan plastik yang sama/serupa setelah proses pembersihan untuk dibentuk menjadi produk plastik yang
lebih berguna. Energy recovery merupakan proses pembakaran plastik untuk menghasilkan energi lain seperti kalor, uap maupun listrik. Sedangkan feedstock /chemical recycling adalah proses mengkonversi sampah plastik menjadi molekul-molekul dengan ukuran yang lebih kecil dalam bentuk cairan maupun gas sebagai bahan bakar maupun zat-zat kimia lainnya. Teknologi feedstock recycling di dalamnya ada proses pirolisis.
Teknik Pengolahan Sampah Plastik
Beberapa penelitian seputar konversi sampah plastik menjadi produk cair berkualitas bahan bakar telah dilakukan dan menunjukkan hasil yang cukup prospektif untuk dikembangkan (Mulyadi, 2004). Perlu dicari data-data kinetika pirolisis dan penentuan kondisi operasi yang sesuai. Data-data itu berguna untuk rancang bangun reaktor pirolisis. Pirolisis merupakan proses degradasi termal bahan-bahan polimer seperti plastik maupun material organik seperti biomassa dengan pemanasan tanpa melibatkan oksigen di dalamnya. Proses ini berlangsung pada temperatur antara 500-800oC (Aguado dkk.,
2007). Pada suhu tersebut komposisi kimia sampah plastik akan pecah dan menguap. Produk cair yang menguap mengandung tar dan polyaromatic hydrocarbon. Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas (H2, CO, CO2, H2O, dan CH4), tar (pyrolitic oil), dan arang. Parameter yang berpengaruh pada kecepatan reaksi pirolisis mempunyai hubungan yang sangat kompleks, sehingga model matematis persamaan kecepatan reaksi pirolisis yang diformulasikan oleh setiap peneliti selalu menunjukkan rumusan empiris yang berbeda (Trianna dan Mulyadi, 2006).
Dalam (Aprian dan Munawar, 2015) faktor-faktor atau kondisi yang mempengaruhi proses pirolisis adalah :
1. Waktu
Waktu berpengaruh pada produk yang akan dihasilkan karena, semakin lama waktu proses pirolisis berlangsung.
357
produk yang dihasilkannya (residu padat, tar, dan gas) makin naik. Kenaikan itu sampai dengan waktu tak hingga (π) yaitu waktu yang diperlukan sampai hasil padatan residu, tar, dan gas mencapai konstan. Nilai π dihitung sejak proses isotermal berlangsung. Tetapi jika melebihi waktu optimal maka karbon akan teroksidasi oleh oksigen (terbakar), menjadi karbondioksida dan abu. Untuk itu pada proses pirolisis penentuan waktu optimal sangatlah penting.2. Suhu
Suhu sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan karena sesuai dengan persamaan Arhenius, suhu makin tinggi nilai konstanta dekomposisi termal makin besar akibatnya laju pirolisis bertambah dan konversi naik.
Pengaruh suhu terhadap proses pirolisis dapat dinyatakan dengan persamaan Arrhenius yaitu:
𝑘 = 𝑘𝑜. 𝑒−(
𝐸 𝑅𝑇)
dengan,
k = konstanta kecepatan reaksi
dekomposisi termal
ko = faktor tumbukan (faktor frekuensi)
E = energi aktivasi (kal/gr.mol) T = suhu absolut (Kelvin)
R = tetapan gas (1,987 kal/gr.mol.K)
Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa jika suhu semakin tinggi dan konstanta dekomposisi termal semakin besar akibatnya laju pirolisis bertambah dan konversi naik. Pada proses pirolisis suhu rendah (<700oC) dimulai pada suhu antara
225-275oC (Bilbao dan Salvador, 1995).
Pada penelitian ini reaksi pirolisis diamati pada kisaran suhu 100-400oC. Rancangan
alat pengolah sampah plastik menjadi minyak dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Rancangan alat pengolah sampah plastik menjadi minyak
Alat pengolahan sampah plastik ini digunakan untuk mengubah sampah plastik menjadi minyak dengan proses pembakaran. Seperti yang terlihat pada skema alat Gambar 2, alat pengolahan sampah plastik ini memiliki prinsip kerja sebagai berikut :
1. Plastik-plastik bekas dikumpulkan, usahakan plastik dari botol minuman dengan melepas bagian labelnya sehingga didapatkan bagian plastik beningnya saja. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan minyak yang lebih bening dan tidak begitu berwarna. 2. Sampah plastik yang telah dikumpulkan
kemudian dimasukkan ke dalam lubang pengisi plastik. Apabila sudah terasa penuh atau cukup sampah plastik yang dimasukkan, lubang pengisi plastik dapat ditutup kembali.
3. Alat kemudian ditempatkan di atas tungku pembakaran (bisa dibuat dengan menempatkan batako dan diberi kayu bakar) atau di atas kompor gas, kemudian dipanaskan alasnya.
4. Sampah plastik di dalam tangki akan meleleh dan melebur hingga mendidih menghasilkan gas. Gas yang dihasilkan akan keluar melalui saluran dan gas akan mengalami kondensasi karena ada air di dalam ruangan penyaringan. Gas
358
pun akan berubah menjadi uap air dan menetes melalui saluran output.5. Gas yang memiliki berat molekul besar akan terkondensasi pada output tahap I, sedangkan gas yang molekulnya ringan akan terkondensasi dan keluar pada output tahap II.
6. Gas juga mengalami filterisasi untuk mengurangi asap yang masuk ke ruang kondensasi. Disini dilakukan dua kali filterisasi asap untuk tiap saluran output. 7. Untuk saluran output tahap I dan II diberikan botol plastik untuk penyimpanan minyak yang dihasilkan.
Pemanas reaktor dijalankan dan ditunggu sesuai suhu yang diinginkan. Setelah mencapai suhu yang ditentukan, maka saat itu waktu mulai dihitung sebagai waktu awal (to) dan dilakukan pembacaan volume dari
hasil pirolisis pada output destilasi pada lubang pertama (tahap I) dan output destilasi pada lubang kedua (tahap II). Setelah mencapai volume 100 ml percobaan dihentikan dan dilakukan analisa data terhadap perkiraan atau estimasi berdasarkan rumusan dibandingkan hasil percobaan..
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengembangan alat pengolah sampah plastik menjadi minyak dapat dilihat pada Gambar 3 berikut. Terlihat bahwa pembuatan alat pengolahan sampah plastik ini dilakukan dalam 2 tahapan yaitu dengan menggunakan drum kecil dan drum besar. Untuk drum besar memiliki ukuran diameter 33 cm, tinggi drum 44 cm, tinggi tangki proses 48 cm (tinggi total 92 cm).
Gambar 3. Tahapan pembuatan alat Terlihat dari Gambar 4 tabung gelas paling kiri hasil dari output pertama tampak minyak yang dihasilkan berwarna keruh dengan namun sudah menyerupai warna bensin. Dibandingkan dengan bensin, karakteristik minyak yang dihasilkan memiliki bau yang berbeda. Pada tabung gelas di kanan tampak minyak yang dihasilkan berwarna lebih jernih.
Hasil dari tabung gelas pertama sudah cukup untuk digunakan sebagai bahan bakar minyak tanah.
Gambar 4. Hasil ekstraksi minyak
Gambar 5. Perbandingan kurva estimasi dari proses destilasi dengan hasil penelitian Untuk melihat karakteristik dari minyak yang dihasilkan dari alat pengolah sampah plastik ini, hasil destilasi dari proses pirolisis yang terjadi pada sampah plastik yang dibakar melalui alat ini ditampilkan dalam grafik seperti terlihat pada Gambar 5. Kemudian dibandingkan dengan estimasi yang didapat hasil rumusan. Dari output tahap I cukup
359
mendekati kurva estimasi, terlihat pada temperatur 400oC dihasilkan sekitar 100 ml.Sedangkan output tahap II menghasilkan volume yang lebih sedikit sekitar 74 ml pada 400oC.
Pengujian dilakukan terhadap alat pengolahan sampah plastik ini untuk mendapatkan hasil minyak yang diinginkan. Dari hasil pembakaran yang dilakukan didapatkan hasil bahwa alat pengolahan sampah plastik ini mulai mampu menghasilkan minyak pada suhu di atas 120oC dengan waktu operasi 30
menit untuk saluran output pertama dan mulai mampu menghasilkan pemurnian minyak yang lebih baik pada suhu 270oC dengan
waktu operasi 45 menit. Hasil dari saluran output kedua kemudian dilakukan pemurnian kembali untuk mendapatkan hasil minyak yang lebih bersih menggunakan suhu 400oC
dengan waktu operasi 60 menit.
SIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari percobaan sebagai berikut. Dari hasil pengujian hasil dekomposisi dengan efisensi yang terbaik dalam menguraikan sampah plastik mulai terjadi pada suhu 120oC dengan
waktu operasi 30 menit. Hal ini lebih kecil dari persyaratan yang diperlukan dalam teori yaitu suhu 225-275oC (Bilbao dan Salvador,
1995). Minyak hasil proses pirolisis dari sampah plastik ini memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan minyak tanah. Minyak hasil dari pengolahan ini tidak bisa digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor karena dari segi bau dan kejernihan tidak sesuai dengan karakteristik bensin maupun solar. Namun minyak yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk kompor minyak tanah.
DAFTAR RUJUKAN
Aguado, J., Serrano, D.P., San Miguel, G., Castro, M.C., Madrid, S. 2007.
Feedstock recycling of polyethylene in
a two-step thermo-catalytic reaction system. Journal of Analytical and
Applied Pyrolysis, 79, 415-423.
Al-Salem, S.M., Lettieri, P., Baeyens, J. 2009.
Recycling and recovery routes of plastic solid waste (PSW): A review.
Waste Management, 29, 2625-2643. Aprian Ramadhan P. dan Munawar Ali.
2015.Pengolahan Sampah Plastik Menjadi Minyak dengan Menggunakan Proses Pirolisis. Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan Vol. 4 No. 1, Prodi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Bajus M. and Hájeková E. 2010. Thermal
Cracking of the Model Seven Components Mixed Plastics Into Oils.Waxes vol. 52, no. 3, pp. 164–172.
Bilbao, R. Arauzo, J. and Salvador M.L. 1995.
Kinetics And Modelling Of Gas
Formation In The Thermal
Decomposition Of Powdery Cellulose And Pine Sawdust, Ind. Eng. Chem.
Res., 34, 786-792.
Himawanto, D.A., Indarto, Saptoadi, H. Rohmat, T.A. 2010. Pengaruh Heating
Rate Pada Proses Slow Pyrolisis Sampah Bambu dan Sampah Daun Pisang. Prosiding Seminar Rekayasa
Kimia dan Proses, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semaran.
Mulyadi, E. 2004. Termal Dekomposisi
Sampah Plastik. Jurnal Rekayasa Perencanaan,ISSN 1829-913x, Vol-1. Trianna, N.W. dan Mulyadi, E. 2006.
Mekanisme Reaksi Dekomposisi
Gambut. Jurnal Hasil Penelitian Kimia
dan Teknologi, ISSN 0216-163X, Vol- 1, USB, Solo.
Tribun-Bali.com. 26-8-2015. Sampah Plastik
di TPST Anturan Buleleng Dibakar,
Warga Batuk-Batuk. Sumber :
(http://bali.tribunnews.com/ 2015/08/26/sampah-plastik-di-tpst- anturan-buleleng-dibakar-warga-batuk-batuk), diakses 31 Maret 2016.
360
Bulelengkab.go.id. 2-9-2013. Ir.I.B.KetutSwarjana: Pengelolaan Sampah
Berwawasan Lingkungan. Sumber :
(http://bulelengkab.go.id/index.php/bac
a-artikel/42/Ir.I.B.Ketut-Swarjana:- Pengelolaan-Sampah-Berwawasan-Lingkungan) diakses 31 Maret 2016