• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN. terhadap intensitas nyeri ibu nifas post sectio caesarea di RSUD Surakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PEMBAHASAN. terhadap intensitas nyeri ibu nifas post sectio caesarea di RSUD Surakarta"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

37 BAB V PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

Penelitian dengan judul “Perbedaan terapi musik dan relaksasi terhadap intensitas nyeri ibu nifas post sectio caesarea di RSUD Surakarta” telah dilaksanakan pada bulan November 2015- Juni 2016 di RSUD Surakarta. Pada penelitian ini, seluruh responden memiliki karakteristik usia reproduksi sehat yaitu antara 20-35 tahun baik pada kelompok terapi musik maupun kelompok relaksasi yaitu sebanyak 30 responden (100%). Toleransi nyeri terlihat meningkat sejalan usia. Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi reaksi maupun ekspresi pasien terhadap nyeri, dimana perbedaan perkembangan yang ditentukan antara kelompok usia dapat mempengaruhi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Ini menunjukkan bahwa usia mempengaruhi seseorang terhadap nyeri yang dialaminya (Kozier & Erb, 2009). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Risqi (2010) di rumah sakit Orthopedi Surakarta diketahui bahwa dalam 27 responden menunjukkan mayoritas kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 12 responden (44,4%).

Berdasarkan penelitian ini, sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah menengah (SMP-SMA), yaitu sebanyak 100% pada kelompok terapi musik dan 80% pada kelompok relaksasi. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor predisposisi terbentuknya tingkat pengetahuan.

(2)

38

Ini di dukung oleh teori menurut Sukmadinata (2003), orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berfikir sejauhmana keuntungan yang diperoleh dari gagasan tersebut. Semakin tinggi tingkat pendidikan membuat pemikiran seseorang menjadi rasional dalam mengatasi nyeri. Sedangkan pada tingkat pendidikan yang rendah seseorang sulit merespon terjadinya nyeri yang dialami.

Penelitian lain yang mendukung dilakukan oleh Andarmoyo (2003) tentang nyeri post operasi sectio cesarea di RSUD Prof. Hardjono Ponorogo dengan 10 responden, karakteristik untuk pendidikan yang paling banyak SMA sebanyak 80%.

Pada kelompok terapi musik dapat dilihat pada tabel 4.3. Sebelum pemberian perlakuan, terdapat 3 responden (20%) merasakan nyeri ringan dan 12 responden (80%) merasakan nyeri sedang. Sesudah pemberian perlakuan, terdapat 14 responden (93,3%) merasakan nyeri ringan dan 1 responden (6.7%) merasakan nyeri sedang.

Penurunan nyeri responden terapi musik dapat diperinci bahwa terdapat 12 responden yang mengalami penurunan nyeri dari nyeri sedang ke nyeri ringan dan 3 responden yang pada awalnya adalah nyeri ringan setelah perlakuan tetap nyeri ringan. Responden dengan nyeri tetap baik sebelum maupun sesudah perlakuan, bukan berarti tidak mengalami penurunan nyeri. Sebenarnya respoden tersebut mengalami penurunan nyeri, akan tetapi skala penurunan nyeri nya masuk dalam kategori yang sama yaitu nyeri ringan.

(3)

39

Perbedaan penurunan nyeri dipengaruhi oleh bunyi dan irama tertentu yang dihasilkan musik klasik, dimana hal ini dapat menimbulkan dampak positif yaitu rileks. Nyeri dan kecemasan dapat menurun ketika dalam keadaan rileks. Terapi musik adalah terapi yang menggunakan musik untuk proses penyembuhan (Solehati, 2015).

Hal ini diperkuat dengan teori Gate Control bahwa terapi musik dapat mengatasi nyeri dikarenakan impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan ditutup. Salah satu cara menutup mekanisme pertahanan ini adalah dengan merangsang sekresi endorfin yang akan menghambat pelepasan substansi P. Terapi musik dapat merangsang peningkatan hormon endorfin yang merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh. Individu dengan endorfin banyak lebih sedikit merasakan nyeri dan individu dengan endorfin sedikit merasakan nyeri lebih besar (Solehati, 2015).

Menurut (Smletzer dan Bare, 2002), terapi musik yang mencakup mengalihkan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri, yakni musik maka dapat menjadi strategi yang berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Keefektifan terapi musik tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri.

(4)

40

Pada kelompok relaksasi dapat dilihat pada tabel 4.4. Sebelum pemberian perlakuan, terdapat 2 responden (13,3%) merasakan nyeri ringan dan 13 responden (86,7%) merasakan nyeri sedang. Sesudah pemberian perlakuan, terdapat 7 responden (46.7%) merasakan nyeri ringan dan 8 responden (53.3%) merasakan nyeri sedang.

Penurunan nyeri responden kelompok relaksasi dapat diperinci bahwa terdapat 5 responden yang mengalami penurunan nyeri dari nyeri sedang ke nyeri ringan, 8 responden yang pada awalnya adalah nyeri sedang setelah perlakuan tetap nyeri sedang, dan 2 responden yang pada awalnya adalah nyeri ringan setelah perlakuan tetap nyeri ringan. Responden dengan nyeri tetap baik sebelum maupun sesudah perlakuan, bukan berarti tidak mengalami penurunan nyeri. Sebenarnya respoden tersebut mengalami penurunan nyeri, akan tetapi skala penurunan nyerinya masuk dalam kategori yang sama yaitu nyeri sedang atau nyeri ringan.

Perbedaan penurunan nyeri dikarenakan sifat nyeri itu sendiri. Dimana nyeri adalah subyektif. Walaupun diberikan perlakuan yang sama tetapi nyeri yang dirasakan oleh individu akan dapat menunjukkan hasil yang berbeda (Ratih, 2014).

Intensitas nyeri dan kecemasan dapat menurun dengan mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional. Dimana tujuan relaksasi napas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, mengurangi stress (Solehati, 2015).

(5)

41

Relaksasi ketika dilakukan secara benar maka dapat menurunkan nyeri yang dirasakan dan pasien lebih merasa nyaman daripada sebelumnya, sebaliknya jika relaksasi nafas dalam dilakukan dengan tidak benar, maka nyeri yang dirasakan berkurang sedikit namun masih terasa nyeri dan pasien merasa tidak nyaman dengan keadaannya. Hal ini dapat mempengaruhi intensitas nyeri, karena teknik relaksasi akan dapat menimbulkan rasa nyaman yang pada akhirnya akan meningkatkan toleransi persepsi dalam menurunkan rasa nyeri yang dialami. Jika seseorang mampu meningkatkan toleransinya terhadap nyeri maka seseorang akan mampu beradaptasi dengan nyeri (Lukman, 2013).

Terapi relaksasi dapat mempengaruhi pelancaran sirkulasi darah, sehingga suplai nutrisi ke jaringan luka dapat tercukupi dan proses penyembuhan akan lebih cepat. Terapi relaksasi juga dapat memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa ketidaknyamanan atau cemas, stres fisik dan emosi yang menyebabkan nyeri meningkat (Solehati, 2015).

B. Analisis Bivariat

Pada penelitian ini, menggunkaan uji Mann whitney untuk mengetahui perbedaan terapi musik dan relaksasi terhadap intensitas nyeri ibu nifas post sectio caesarea pada dua kelompok.

Berdasarkan tabel 4.5 mengenai rerata kelompok terapi musik dan relaksasi sebelum pemberian perlakuan, menunjukkan bahwa rerata kelompok terapi musik adalah 15,00 dan rerata kelompok relaksasi adalah 16,00. Dari

(6)

42

hasil tersebut terlihat bahwa rerata nyeri sebelum diberikan perlakuan pada kelompok terapi musik dan relaksasi tidak berbeda jauh (mendekati sama).

Berdasarkan tabel 4.6 mengenai hasil uji Mann-whitney, yaitu uji pada dua kelompok yaitu pada kelompok terapi musik dan relaksasi sesudah diberikan perlakuan, hasil uji menunjukkan nilai p-value 0,006. Hal ini menunjukkan nilai p lebih kecil dari nilai α (5%) atau 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan antara terapi musik dan relaksasi terhadap intensitas nyeri ibu nifas post sectio caesarea pada kelompok terapi musik dan relaksasi sesudah diberikan terapi.

Berdasarkan tabel 4.5 mengenai uji statsitik nilai rerata sesudah pemberian perlakuan pada kelompok terapi musik adalah 12,00. Sedangkan pada kelompok relaksasi adalah 19,00. Dari hasil tersebut terlihat bahwa rerata nyeri sesudah pemberian perlakuan berbeda jauh. Dapat disimpulkan terapi musik lebih berpengaruh daripada relaksasi.

Adanya perbedaan yang terjadi dalam penelitian ini karena perbedaan cara kerja masing-masing perlakuan dalam memberikan stimulasi. Terapi musik Mozart memberikan stimulasi dengan mengalihkan konsentrasi ibu dari nyeri yang sedang dirasakan ke hal lain yang lebih menyenangkan. Hal ini selain lebih mudah dilakukan juga membuat ibu merasa lebih nyaman tanpa perlu melakukan upaya atau gerakan-gerakan tertentu untuk menurunkan nyeri. Sedangkan terapi relaksasi nafas dalam memerlukan upaya dari ibu untuk berkonsentrasi dalam menurunkan nyeri. Dimana ibu diharuskan untuk bisa memfokuskan rasa nyeri yang dirasakan, dan melakukan upaya menarik

(7)

43

nafas dengan harapan dapat meningkatkan suplai oksigen ke dalam darah pada daerah luka bekas operatif.

Hasil penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian serupa yang dilakukan oleh Gilar (2014) dengan judul “perbedaan efektifitas terapi musik klasik dan terapi imajinasi terbimbing terhadap penurunan intensitas nyeri pasca bedah mayor abdomen di RSUD Tugurejo Semarang”, dengan p value 0,015 (<0,05) Terapi musik klasik lebih efektif dibandingkan dengan terapi imajinasi terbimbing.

C. Keterbatasan Penelitian

Adanya faktor yang mempengaruhi nyeri seperti kebudayaan, perhatian, makna nyeri, ansietas, mekanisme koping, keluarga dan sosial yang tidak dapat peneliti kendalikan pada pelaksanaan penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Tindakan yang dilakukan pada penelitian ini adalah Kesiapan Guru Kelas dalam Pengelolaan Kelas pada mata pelajaran tematik kelas II SD Pahlawan. Penelitian ini

Dengan demikian perusahaan manufaktur di Indonesia rawan terhadap konsekuensi excess cash holdings maupun cash shortfall karena saldo kas akhir tahun perusahaan yang tidak

[r]

Telah dilakukan Penelitian di Kawasan Cagar Alam Lembah Anai dan Cagar Alam Batang Palupuh, Sumetera Barat, dengan tujuan mendapatkan data jenis-jenis jamur makro di kedua

Namun jika hal ini Springate S-Score sebagai model kebangkrutan yang digunakan untuk mengetahui kondisi perusahaan tentunya akan memberikan pengaruh terhadap harga

Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan pelet kayu adalah serbuk gergaji kayu jati ( ), akasia ( ) dan sengon ( ) dengan kehalusan 60 dan 80 mesh yang kemudian diolah

Fermentasi ekstrak kulit nanas dengan menggunakan bakteri Zymomonas Mobilis dengan variasi pemekatan medium menghasilkan konsentrasi bioethanol tertinggi pada variasi

122 Berdasarkan kriteria dan alternatif yang telah ditentukan dapat disusun model hierarki pemilihan investasi yang ideal bagi masyarakat, Dimana untuk menentukan