• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI MARKA GEN KETAHANAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA GALUR PADI INTRODUKSI DAN GALUR DIHAPLOID OVI PRASETYA WINANDARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI MARKA GEN KETAHANAN HAWAR DAUN BAKTERI PADA GALUR PADI INTRODUKSI DAN GALUR DIHAPLOID OVI PRASETYA WINANDARI"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI MARKA GEN KETAHANAN HAWAR DAUN

BAKTERI PADA GALUR PADI INTRODUKSI DAN GALUR

DIHAPLOID

OVI PRASETYA WINANDARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Identifikasi Marka Gen Ketahanan Hawar Daun Bakteri pada Galur Padi Introduksi dan Galur Dihaploid adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014 Ovi Prasetya Winandari NIM G353114031

(4)

RINGKASAN

OVI PRASETYA WINANDARI. Identifikasi marka gen ketahanan hawar daun bakteri pada galur padi introduksi dan galur dihaploid. Dibimbing oleh ARIS TJAHJOLEKSONO dan DWINITA WIKAN UTAMI.

Penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit padi yang paling merusak. Salah satu hal yang paling penting dilakukan adalah menciptakan galur padi baru. Pembentukan galur padi ini dapat dilakukan dengan cara melakukan persilangan varietas padi yang dianggap memiliki sifat ketahanan penyakit HDB. Galur-galur padi yang digunakan terdiri dari 37 galur haploid ganda turunan dari persilangan ganda antara padi Parekaligolara/IR54 dengan padi Bio110/Markuti dan beberapa padi introduksi dari IRRI. Varietas padi diferensial (IRBB) juga di sertakan sebagai varietas pembanding berjumlah 22 varietas dan 1 tanaman peka (TN1) sebagai kontrol. Tiga isolat HDB yang digunakan yaitu ras III, ras IV dan ras VIII yang sering dijumpai di lapang. Primer hasil seleksi yang menghasilkan marka yang bersifat polimorfisme digunakan untuk uji genotipe sifat ketahanan padi terhadap penyakit HDB berjumlah 19 primer. Hasil penelitian menunjukkan ada 4 tanaman yang bersifat tahan terhadap ketiga ras yang diujikan. Hasil analisis asosiasi fenotipe dan genotipe menunjukkan bahwa sifat ketahanan padi terhadap bakteri Xoo ras III berasosiasi dengan 3 marka (Xa7-OP40, Xa1-OP14 dan Xa4-OP50); sifat ketahanan padi terhadap bakteri Xoo ras IV berasosiasi dengan 3 marka (Xa1-OP5, Xa4-OP50 dan Xa26-OP1); sedangkan sifat ketahanan padi terhadap bakteri Xoo ras VIII berasosiasi dengan 3 marka (Xa21-OP6, Xa7-RM20590 dan Xa7-OP40).

Kata kunci :

Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), marka molekular, galur padi tahan

(5)

SUMMARY

OVI PRASETYA WINANDARI. Identification marker of bacterial leaf blight resistance gene in introduction and dihaploid rice lines. Supervised by ARIS TJAHJOLEKSONO and DWINITA WIKAN UTAMI.

Bacterial leaf blight (BLB), caused by bacterial pathogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), is one of the most devastating diseases in rice. The use of BLB-resistant rice varieties is one of the most efficient ways to protect rice from this disease. BLB-resistant varieties can be produced through the breeding program using the diverse of rice germplasm. The objective of this research was to identify the presence of resistance genes in rice lines using molecular marker. We used 37 rice lines comprising introduction lines and dihaploid lines derived from double crossing between IR54/Parekaligolara and Bio110/Markuti, 22 differential varieties (IRBBs) and one susceptible line (TN1) as controls. All plant tested were inoculated with three selected dominant BLB races. Nineteen primers previously selected were used to amplify the molecular marker of BLB resistance genes in rice lines tested. The result of this research showed that 4 rice lines were resistance to all BLB races tested. Three molecular markers (Xa7-OP40, Xa1-OP14 and Xa4-OP50) were specifically associated with the resistance to race III; to race IV (Xa1-OP5, Xa4-OP50 and Xa26-OP1), and to race VIII (Xa21-OP6, Xa7-RM20590 and Xa7-OP40).

Key words: Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), molekular markers, resistant rice lines

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

IDENTIFIKASI MARKA GEN KETAHANAN HAWAR DAUN

BAKTERI PADA GALUR PADI INTRODUKSI DAN GALUR

DIHAPLOID

OVI PRASETYA WINANDARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

(8)
(9)

Judul Tesis : Identifikasi Marka Gen Ketahanan Hawar Daun Bakteri pada Galur Padi Introduksi dan Galur Dihaploid

Nama : Ovi Prasetya Winandari NIM : G353114031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA Ketua

Dr. Dwinita Wikan Utami, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan

Dr. Miftahudin, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini berjudul Identifikasi Marka Gen Ketahanan Hawar Daun Bakteri pada Galur Padi Introduksi dan Galur Dihaploid.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Aris Tjahjoleksono, DEA dan Dr Dwinita Wikan Utami, M.Si selaku pembimbing. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr Ir Utut Widyastuti, M.Si sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis atas saran dan masukan yang diberikan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada DIKTI KEMENDIKBUD yang telah memberikan Beasiswa Unggulan (BU). Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada pimpinan Balai Besar Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB-Biogen) Bogor yang telah memberikan izin menggunakan fasilitas, serta kepada para peneliti yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian. Penelitian ini didanai dari proyek Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa (PKPP) No.X.110 tahun 2012 atas nama Dwinita Wikan Utami. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah dan ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014 Ovi Prasetya Winandari

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN xi 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Botani Tanaman Padi (Oryza sativa L.) 2

Penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) 3

Marka Molekuler untuk Identifikasi Gen Ketahanan HDB 4

3 METODE PENELITIAN 5

Tempat dan Waktu Penelitian 5

Bahan Penelitian 6

Uji Ketahanan Padi Terhadap Xanthomonas 8

Isolasi DNA 10

Pengenceran Konsentrasi DNA 10

Analisis PCR untuk Survei Polimorfisme 10

Analisi PCR untuk Identifikasi Gen Ketahanan HDB 11

Elektroforesis DNA 11

Analisis Data 11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Uji Fenotipe 12

a. Respon ketahanan varietas diferensial (IRBB) 12

b. Respon ketahanan pada galur-galur uji 15

c. Pendugaan gen ketahanan pada galur-galur uji 18

Uji Genotipe 19

a. Survei polimorfisme 19

b. Uji genotipe pada varietas diferensial (IRBB) 19

c. Uji genotipe pada galur-galur uji 20

d. Hasil analisis asosiasi fenotipe dan genotipe pada galur uji 21

5 KESIMPULAN 24

SARAN 24

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 27

(12)

DAFTAR TABEL

1 Galur-galur padi yang digunakan dalam penelitian 6

2 Ras HDB yang digunakan dalam penelitian 7

3 Marka molekuler yang digunakan untuk identifikasi 7 4 Kriteria ketahanan varietas padi terhadap penyakit HDB 9

5 Primer hasil survei polimorfisme 11

6 Respon ketahanan padi varietas diferensial terhadap HDB 13 7 Respon ketahanan padi galur uji terhadap HDB 17

8 Pendugaan gen galur uji 18

9 Hasil analisis asosiasi fenotipe dan genotipe pada galur uji 23

DAFTAR GAMBAR

1 Peremajaan isolat bakteri Xanthomonas oryzae untuk evaluasi ketahanan padi galur-galur uji dan varietas diferensial terhadap penyakit HDB 8 2 Media tanam untuk padi galur uji dan padi varietas diferensial (a),

tanaman padi yang berumur 2 minggu setelah tanam (b), dan tanaman padi berumur 4 minggu yang siap diinokulasi (c) 9 3 Proses inokulasi isolat bakteri dengan metode pengguntingan (a) dan

pemberian air menggunakan sprinkle dilakukan untuk menjaga

kelembaban (b) 9

4 Galur padi yang tahan terhadap penyakit HDB (IS≤20%) (1), galur padi yang agak tahan terhadap penyakit HDB (20%<IS≤40%) (2), dan galur padi yang peka terhadap penyakit HDB (IS>40%) (3) 12 5 Ketahanan padi varietas diferensial terhadap ras III, ras IV, dan ras VIII 15 6 Ketahanan padi galur uji terhadap ras III, ras IV, dan ras VIII 16 7 Hasil amplifikasi DNA tanaman kontrol peka TN1 dan kontrol tahan

IRBB7 menggunakan primer Xa1-OP5 dan Xa1-OP6 19

8 Hasil PCR menggunakan primer Xa1-OP5 pada varietas diferensial 20 9 Salah satu hasil PCR DNA galur uji menggunakan primer Xa1-OP5 21 10 Hasil analisis UPGMA menggunakan Tassel 3.0 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil skoring uji genotipe 27

(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan utama di dunia (Mudingotto et al. 2010). Di Indonesia, padi merupakan bahan makanan pokok sehingga kebutuhan padi semakin meningkat pada setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan kebutuhan terhadap padi tidak berbanding lurus dengan peningkatan produksi padi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2013, produktivitas padi mengalami penurunan sebanyak 1.08 juta ton (1.63 %) per tahun sedangkan laju pertumbuhan penduduk meningkat 1.49% per tahun. Oleh karena itu, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka peningkatan produksi padi harus senantiasa diupayakan.

Upaya peningkatan produksi padi tidak terlepas dari kendala-kendala cekaman biotik dan abiotik. Cekaman biotik antara lain serangan hama seperti wereng coklat, penggerek batang dan ganjur, serta serangan penyakit seperti hawar daun bakteri (HDB) dan blas. Cekaman abiotik meliputi antara lain kekeringan, keracunan besi (Fe) dan Al (aluminium) (Abdullah et al. 2001). Penyakit hawar daun bakteri menyebabkan penurunan produksi padi yang cukup tinggi. Di Indonesia, HDB menyebabkan penurunan hasil panen yang signifikan dan dalam keadaan tertentu dapat menurunkan produksi sampai 60% (Triny et al. 2011). Penyakit HDB merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) (Ou 1985).

Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman spesies padi yang tinggi dan memiliki sekitar 17.000 aksesi plasma nutfah (BPTP 2011). Keragaman genetik plasma nutfah padi merupakan pondasi program pemuliaan tanaman padi. Di antara koleksi plasma nutfah padi yang memiliki keragaman genetik yang luas adalah aksesi padi lokal (landraces) dan aksesi galur-galur introduksi dari luar negeri (Utami et al. 2011a).

Ketersediaan aksesi plasma nutfah yang beragam telah dimanfaatkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik (BB-Biogen) sebagai sumber genetik untuk melakukan pembentukan galur-galur padi baru yang diantaranya ditargetkan sebagai galur padi tahan penyakit HDB. Galur-galur padi yang digunakan pada penelitian ini diantaranya merupakan galur haploid ganda turunan dari persilangan ganda antara padi Parekaligolara/IR54 dengan padi Bio110/Markuti. Padi Parekaligolara memiliki gen ketahanan terhadap patogen HDB, IR54 memiliki gen ketahanan terhadap patogen blast dan gen toleran terhadap kahat P, BIO110 memiliki gen ketahanan HDB dan blast, dan markuti memiliki gen toleran terhadap keracunan Fe (Utami et al. 2009). Di samping itu juga telah diintroduksi galur-galur yang berasal dari IRRI yang berpotensi memiliki sifat-sifat unggul yang tahan penyakit HDB. Berdasarkan ketersediaan galur-galur padi di atas, maka perlu dilakukan identifikasi adanya gen ketahanan terhadap penyakit HDB baik secara fenotip dengan inokulasi buatan maupun secara genotip dengan menggunakan marka molekuler.

(14)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi marka gen ketahanan penyakit HDB pada galur-galur padi introduksi dan galur-galur dihaploid hasil persilangan beberapa aksesi padi lokal Indonesia, baik secara fenotipe ataupun genotipe.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Padi (Oryza sativa L.)

Tanaman padi termasuk Kingdom Plantae, Superdivisi Spermatophyta, Divisi Magnoliophyta, Kelas Angiospermae, Subkelas Monocotyledoneae, Ordo Poales, Famili Graminae, dan Genus Oryza (Siregar 1981). Tanaman padi yang umum dibudidayakan sebagai penghasil beras memiliki nama ilmiah Oryza sativa. Oryza sativa merupakan tanaman diploid. Satu set genomnya terdiri atas 12 kromosom (Chang & Bardenas 1965).

Padi merupakan tanaman semusim dan bersifat merumpun. Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari dua kelompok, yaitu organ vegetatif dan organ generatif (reproduktif). Organ vegetatif meliputi akar, batang dan daun, sedangkan organ generatif terdiri dari malai, bunga dan buah padi (gabah) (Ismunadji & Manurung 1988).

Sistem perakaran padi berupa akar serabut yang sangat efektif untuk penyerapan hara. Batang berbentuk bulat, berongga, dan terdiri dari beberapa ruas. Panjangnya ruas tidak sama, ruas yang terpendek terdapat pada pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang ketiga, dan seterusnya adalah lebih panjang daripada ruas yang didahuluinya. Pada tiap-tiap ruas batang dibatasi oleh buku-buku. Pada buku batang keluar daun. Daun terdiri atas pelepah dan helaian daun. Helaian daun memanjang seperti pita dengan tulang daun sejajar, sedangkan bagian pelepah membalut ruas batang di atasnya. Di sebelah kanan dan kiri dasar helaian daun terdapat auricle. Helaian daun yang membalut ruas batang paling atas disebut daun bendera. Pada pertemuan antara helaian dan pelepah daun terdapat lidah daun (ligula) (Chang & Bardenas 1965).

Pada ruas teratas batang terdapat pembungaan (panicle) yang bersifat majemuk tak terbatas (racemosa). Ibu tangkai bunga (rachis) bercabang-cabang membentuk cabang primer dan masing-masing cabang primer bercabang-cabang lagi membentuk cabang sekunder. Pada tiap-tiap cabang sekunder terdapat cabang bulir (pedicel) dan pada ujung tiap-tiap cabang bulir mendukung bunga padi (spikelet) (Chang & Bardenas 1965). Bunga padi berkelamin dua, bunga jantan memiliki enam buah stamen (benang sari) yang masing-masing mengandung dua anther pada filament yang ramping. Bunga betina (pistil) mengandung satu ovum yang memuat stilus pendek yang terbagi dalam dua cabang stigma yang berwarna putih dan ungu. Buah padi (gabah) terdiri dari bagian luar yang disebut sekam dan bagian dalam yang disebut kariopsis. Sekam terdiri dari lemma dan palea (Ou 1985).

Sejak berkecambah hingga panen tanaman padi membutuhkan waktu 3-6 bulan tergantung jenis dan varietas masing-masing padi. Padi terbagi dalam dua 2

(15)

fase yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif merupakan fase awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai (primordia). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ- organ vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, dan luas daun. Lama fase ini beragam, sehingga menyebabkan adanya perbedaan umur tanaman. Sedangkan fase reproduktif dimulai dari primordia, pembuangaan, sampai pematangan buah (gabah). Fase reproduktif ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman, berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan yang tidak produktif), munculnya daun bendera, bunting, pembungaan dan pematangan. Inisiasi primordia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading dan waktunya hampir bersamaan dengan pemanjangan ruas- ruas batang, yang terus berlanjut sampai berbunga. Oleh sebab itu, stadia reproduktif disebut juga stadia pemanjangan ruas (Ismunadji & Manurung 1988).

Padi dapat ditanam dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Macam-macam padi berdasarkan lahan tanam antara lain padi sawah, padi gogo, dan padi rawa. Padi sawah merupakan padi yang ditanam di lahan sawah yang tergenang air. Padi gogo merupakan padi yang di tanam di tanah kering (ladang). Sedangkan padi rawa merupakan padi yang ditanam di lahan rawa dan lahan pasang surut (Herawati 2011).

Penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB)

Penyakit Hawar Daun Bakteri disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). Xoo termasuk dalam Kingdom Bacteria, Divisi Proteobacteria, Kelas Gamma Proteobacteria, Ordo Xanthomonadales, Famili Xanthomonadaceae, Genus Xanthomonas. Xoo merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang tunggal berukuran 0,45-0,75 x 0,65-2,1 µm dan bergerak dengan flagel (Ou 1985). Hawar daun bakteri (HDB) atau bacterial leaf blight (BLB) sudah dikenal di Jepang sejak tahun 1884. Penyakit ini tersebar luas di berbagai negara penghasil padi, seperti Cina, Taiwan, Korea, Thailand, Vietnam, Filipina, Sri Lanka, India, Afrika, Australia, dan Amerika Selatan (Ou 1985).

Penyakit hawar daun bakteri pertama kali dilaporkan di Indonesia oleh Reitsman dan Schure pada tahun 1950. Schure mengidentifikasi organisme penyebab hawar daun bakteri sebagai Xanthomonas kresek. Selanjutnya, hasil penelitian Goto (1964) menunjukkan bahwa patogen penyebab hawar daun bakteri di Indonesia sama seperti yang menyerang di Jepang, sehingga namanya diganti Xanthomonas oryzae (Uyeda et Ishiyama) Dowson. Pada tahun 1976, nama patogen ini menjadi Xanthomonas campestris pv. Oryzae dan sejak tahun 1990 dinamakan Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Swing et al. 1990).

Pada awalnya, pengelompokan isolat-isolat hawar daun bakteri di Indonesia mengikuti sistem Kozaka seperti yang digunakan di Jepang. Sistem Kozaka telah berhasil mengidentifikasi kelompok strain VI, VII, dan VIII (Kozaka 1969). Yamamoto et al. (1977) berhasil mengelompokkan isolat Xoo yang ada di Indonesia menjadi tiga kelompok strain, yaitu strain III, IV, dan V. Selanjutnya Horino dan Hifni (1981), juga mengidentifikasi adanya kelompok strain yang baru lagi yaitu strain I, II dan IX, sehingga kelompok strain yang ada di Indonesia menjadi sembilan.

(16)

Bakteri Xoo membentuk strain-strain baru di lapangan sejalan dengan perkembangan penggunaan varietas padi. Menurut Kozaka (1969) strain baru tersebut telah diidentifikasi menjadi sebelas kelompok strain Xoo dengan tingkat virulensi yang berbeda-beda. Di antara strain-strain tersebut, kelompok strain IV merupakan kelompok strain yang virulensinya paling tinggi (Kardin & Hifni 1993). Sedangkan jika dilihat dari penyebarannya maka strain III, IV dan VIII adalah strain-strain yang memiliki penyebaran paling luas dan bersifat dominan di beberapa lokasi endemik hawar daun bakteri di Indonesia (Kadir et al. 2009).

Pertumbuhan bakteri Xoo pada medium agar selalu berwarna kuning dan pertumbuhannya relatif lambat. Semua bakteri Xanthomonas bersifat patogenik pada tanaman, dan hanya ditemukan berasosiasi dengan tanaman. Bakteri biasanya masuk ke dalam inang melalui luka atau stomata, kemudian bakteri menetap di jaringan xilem, berkembang biak dan menyebar keseluruh bagian tanaman.penyakit ini dapat merusak klorofil daun, sehingga menyebabkan penurunan kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis. Jika serangan terjadi pada awal pertanaman maka tanaman akan menjadi layu dan mati. Sedangkan jika serangan terjadi pada fase pembungaan maka proses pengisian gabah menjadi terganggu sehingga gabah tidak terisi penuh atau bahkan hampa dan dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 70% (Redy 1989).

Gejala penyakit HDB pada tanaman di persemaian, biasanya dicirikan oleh warna menguning pada tepi daun yang tidak mudah diamati. Gejala yang ditemukan pada fase pertumbuhan anakan sampai fase pemasakan adalah gejala hawar (water soaked) sampai berupa garis kekuningan pada daun bendera. Gejala mulai tampak pada ujung daun kemudian bertambah lebar, sampai menyebabkan pinggir daun berombak. Selain itu, ditemukan juga eksudat bakteri berwarna susu atau berupa tetes embun pada daun muda di pagi hari. Pada stadia perkembangan gejala penyakit lebih lanjut, luka berubah warna mejadi kuning memutih. Selanjutnya pada daun yang terinfeksi parah, warna daun cenderung menjadi abu-abu disertai dengan munculnya jamur saprofit (Triny et al. 2011).

Proses penyebaran penyakit ditentukan oleh tiga komponen yang selalu berinteraksi yaitu patogen, inang dan lingkungan. Masing-masing komponen dapat berubah sifatnya sehingga dapat mempengaruhi tingkat keparahan penyakit (Agrios 2005).

Penelitian strain Xoo sudah menggunakan teknologi molekuler melalui pengamatan DNA. Fragmen DNA dari berbagai ukuran yang berasal dari semua isolat Xoo yang digunakan mampu berhibridisasi dengan gen avirulensi avrBs3 yang berasal dari Xanthomonas campestris (Utami et al. 2011b).

Marka Molekuler untuk Identifikasi Gen Ketahanan HDB

Perkembangan teknologi saat ini yang begitu pesat berpengaruh besar terhadap perkembangan biologi molekuler terutama dalam penggunaan marka molekuler untuk identifikasi gen-gen ketahanan terhadap penyakit. Penggunaan marka molekuler lebih efisien dibandingkan dengan cara konvensional. Keuntungan lain dari penggunaan marka molekuler adalah tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti geografi dan fluktuasi musim (Wang & Tanksley 1989). 4

(17)

Pemanfaatan marka DNA sebagai alat bantu seleksi Marker-Assisted Selection (MAS) dapat meningkatkan presisi seleksi tanaman target karena seleksi dengan bantuan marka molekuler didasarkan pada sifat genetik tanaman dan tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Bustamam & Moeljopawiro 1998).

SSR adalah sequence sederhana yang berulang-ulang yang melimpah dalam genom suatu spesies. SSR memiliki pengulangan sequence yang berurutan dua sampai empat motif sequence nukleotida sebagai sequence konservatif. Marka ini sangat berguna sebagai marka genetik karena bersifat kodominan, sehingga dapat mendeteksi keragaman alel pada level yang tinggi, mudah dan ekonomis dalam mengaplikasikannya karena menggunakan proses PCR (Blair & Couch 1990). Penelitian yang lain juga telah memperoleh beberapa marka gen STS (Sequence-Tagged Sites) yang spesifik sebagai penanda gen-gen Xa7, Xa21, Xa26, dan Xa4 (Utami et al. 2010). Marka molekuler tersebut diperoleh dengan menggunakan pendekatan pemetaan LD (Linkage Disequilibrium) karena menggunakan populasi yang sangat beragam (Morton 2005). Marka molekuler Xa21-LD21 untuk gen Xa21, Xa26-LD36 untuk gen Xa26 dan Xa4-LD15 untuk gen Xa4 (Utami et al. 2010).

Untuk mengetahui gen yang paling berpotensi mengendalikan HDB, telah dilakukan penelitian dengan mengintroduksi varietas differensial (IRBB) dari IRRI untuk di uji dengan tiga strain penyebab HDB yang paling dominan di Indonesia. Varietas diferensial antara lain memiliki satu gen yaitu gen Xa7 yang diidentifikasi secara molekuler berkaitan dengan sifat tahan terhadap HDB. Hasil pengujian menunjukkan bahwa galur yang memiliki gen Xa7, ternyata tahan terhadap ketiga strain III, IV dan VIII (Utami et al. 2007).

Beberapa penelitian telah dilakukan dengan menggunakan marka molekuler terkait identifikasi gen Xa yang merupakan gen ketahanan terhadap penyakit HDB. Gen Xa tersebut telah banyak yang dipetakan. Beberapa marka molekuler diketahui terpaut dan bersegregasi bersama dengan sifat ketahanan terhadap penyakit HDB. Salah satu dari gen tersebut adalah gen Xa7 dengan marka SSR (Simple Sequence Repeat), yaitu RM20589, RM20590 dan RM20591 yang ketiganya terdapat pada fragmen AP006056 kromosom 6 pada genom padi (Chen et al. 2008). Gen Xa7 menyandi protein kinase domain, protein yang menyebabkan sifat tahan terhadap Ras IV dan VIII dan menyandi protein 3-hydroxyisobutirate dehidrogenase yang menyebabkan sifat tahan terhadap Ras IV (Utami et al. 2007). Gen Xa1, Xa21 dan Xa26 merupakan kelompok gen yang mengandung nucleotide binding site-leucine rich repeat (NBS-LRR), produk yang dihasilkan dari gen tersebut adalah protein kinase domain. Protein ini berfungsi sebagai ketahanan terhadap virulen (Yoshimura et al. 1998).

3 METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2013 sampai Desember 2013 di Laboratorium Biologi Molekuler, kelompok penelitian Biologi Molekuler, 5

(18)

Balai Besar Bioteknonogi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB-Biogen), Bogor.

Bahan Penelitian

Populasi tanaman yang diuji adalah galur-galur introduksi dan galur-galur haploid ganda turunan dari hasil persilangan beberapa aksesi padi lokal terpilih, yaitu IR54/parekaligolara//Bio110/markuti yang seluruhnya berjumlah 37 galur padi. Beberapa varietas padi diferensial yang telah diketahui memiliki gen ketahanan HDB juga digunakan sebagai pembanding sifat ketahanan padi yang diuji. Varietas padi diferensial yang digunakan berjumlah 22 varietas. Galur dan varietas padi yang digunakan pada penelitian ini ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1 Galur-galur padi yang digunakan dalam penelitian

No Galur/Varietas Aksesi padi Keterangan

1 IR83821-95-3-2-3 Introduksi IRRI Indica/aromatic 2 IR83860-503-1-1-2 Introduksi IRRI Indica/aromatic 3 IR83860-513-3-3-2 Introduksi IRRI Indica/aromatic 4 IR84047-24-3-3-3 Introduksi IRRI NPT/Aromatik 5 IR84941-12-1-2 Introduksi IRRI Indica/Salinity 6 IR83650-59-2-5-2-2 Introduksi IRRI Padi tipe baru II 7 IR83822-512-3-2-2 Introduksi IRRI Padi tipe baru II 8 IR83689-14-1-2-1-3 Introduksi IRRI Padi mikronutrisi 9 IR84744-94-3-3-2 Introduksi IRRI Padi tipe baru II 10 IR84790-73-2-2-2 Introduksi IRRI Padi tipe baru II 11 IR85627-46-1-2-3 Introduksi IRRI Padi tipe baru II 12 IR82571-581-1-2-3 Introduksi IRRI Indica

13 IR82571-602-3-2-2 Introduksi IRRI Indica

14 IR82480-104-2-2-3-2 Introduksi IRRI Padi mikronutrisi 15 IR10L369 Introduksi IRRI Padi tadah hujan 16 IR10L440 Introduksi IRRI Padi tadah hujan 17 IR74371-70-1-1 Introduksi IRRI Padi uji plot 18 IR74371-54-1-1 Introduksi IRRI Padi uji plot

19 IR80311-10-B-B-2-B Introduksi IRRI Persilangan intra spesies 20 IR77408-40-3-2-1-B Introduksi IRRI Persilangan intra spesies 21 IR54751-1-2-44-15-2-3-B Introduksi IRRI Persilangan intra spesies 22 Beras Merah D1 Back Cross Galur harapan padi beras merah 23 BMIP-46-4-1 Haploid ganda Bio110/Markuti//IR54/Parekaligolara 24 IPBM-32-1-3-3 Haploid ganda IR54/Parekalogolara//Bio110/Martkuti 25 BMIP-18-4-4-1 Haploid ganda Bio110/Markuti//IR54/Parekaligolara 26 BMIP-18-4-4-2 Haploid ganda Bio110/Markuti//IR54/Parekaligolara 27 BMIP-24-4-3-1 Haploid ganda Bio110/Markuti//IR54/Parekaligolara 28 BMIP-20-4-3-2 Haploid ganda Bio110/Markuti//IR54/Parekaligolara 29 BMIP-24-1-2-1 Haploid ganda Bio110/Markuti//IR54/Parekaligolara 30 BMIP-44-4-3-1 Haploid ganda Bio110/Markuti//IR54/Parekaligolara 31 BMIP-44-4-3-2 Haploid ganda Bio110/Markuti//IR54

32 BMIP-20-2-1-1-1 Haploid ganda Bio110/Markuti//IR54

33 IRHS-12-14-1 Haploid ganda Galur harapan padi produksi tinggi

34 Ciherang Varietas unggul IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1-3//IR64 35 Inpari 13 Varietas unggul OM606/IR18348-36-3-3

36 Code Varietas unggul IR64/IRBB7

37 IR64 Varietas unggul IR5657/IR2061

38 TN1 Introduksi China Padi kontrol peka HDB

39 IRBB1 Varietas Diferensial Monogenik Xa1 40 IRBB2 Varietas Diferensial Monogenik Xa2 41 IRBB3 Varietas Diferensial Monogenik Xa3 42 IRBB4 Varietas Diferensial Monogenik Xa4 6

(19)

No Galur/Varietas Aksesi Padi Keterangan 43 IRBB5 Varietas Diferensial Monogenik Xa5

44 IRBB7 Varietas Diferensial Monogenik Xa7 45 IRBB8 Varietas Diferensial Monogenik Xa8 46 IRBB10 Varietas Diferensial Monogenik Xa10 47 IRBB11 Varietas Diferensial Monogenik Xa11 48 IRBB13 Varietas Diferensial Monogenik Xa13 49 IRBB14 Varietas Diferensial Monogenik Xa14 50 IRBB21 Varietas Diferensial Monogenik Xa21 51 IRBB50 Varietas Diferensial Digenik Xa4+Xa5 52 IRBB51 Varietas Diferensial Digenik Xa4+Xa13 53 IRBB52 Varietas Diferensial Digenik Xa4+Xa21 54 IRBB53 Varietas Diferensial Digenik Xa5+Xa13 55 IRBB54 Varietas Diferensial Digenik Xa5+Xa21 56 IRBB56 Varietas Diferensial Multigenik Xa4+Xa5+Xa13 57 IRBB57 Varietas Diferensial Multigenik Xa4+Xa5+Xa21 58 IRBB58 Varietas Diferensial Multigenik Xa4+Xa13+Xa21 59 IRBB64 Varietas Diferensial Multigenik Xa4+Xa5+Xa7+Xa21 60 IRBB66 Varietas Diferensial Multigenik Xa4+Xa5+Xa7+Xa13+Xa21

Isolat HDB yang digunakan adalah ras-ras HDB yang dominan di beberapa lokasi endemik penyakit HDB di Indonesia, yakni ras III, ras IV dan ras VIII. Spesifikasi Ras HDB ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Ras HDB yang digunakan dalam penelitian

No Ras HDB Kode isolat Kultivar asal Lokasi

1 III Ixo 94-013 Way Seputih Jatisari, Cikampek 2 IV Ixo 80-004 Lokal Cianjur, Jawa Barat 3 VIII Ixo 79-008 IR36 Pusaka Negara, Subang

Identifikasi gen ketahanan HDB pada galur-galur yang diuji (Tabel 1) di lakukan dengan menggunakan marka molekuler. Identifikasi gen Xa1, Xa4, Xa7, Xa13, Xa21, Xa22, Xa26 dilakukan dengan menggunakan marka molekuler STS (Sequence-Tagged Sites), sedangkan untuk gen Xa7 digunakan dua jenis marka yaitu marka STS dan marka terpaut gen (marka SSR Xa7). Marka molekuler yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Marka molekuler yang digunakan untuk identifikasi

No Gen Nama marka Posisi gen* Jenis marka 1 Xa1 Xa1-OP Krom 4; 31.452.992-31.459.688 bp Marka STS 2 Xa4 Xa4-OP Krom 11; 27.626.581-29.640.967 bp Marka STS 3 Xa7 Xa7-OP Krom 6; 27.370.133-28.100.952 bp Marka STS

4 Xa13 Xa13-OP Krom 8; 109.3-111.2 cM Marka STS

5 Xa21 Xa21-OP Krom 11 : 20.336.827-20.337.354 bp Marka STS

6 Xa22 Xa22-OP Krom 11; 112.8-119.5 cM Marka STS

7 Xa26 Xa26-OP Krom 11; 27.626.581-29.564.870 bp Marka STS

8 Xa7 Xa7-RM Krom 6; 27.370.133-28.100.952 bp Marka SSR *) : berdasarkan peta genetik gen target dari Rice Genome Browser (www.gramene.org)

(20)

Marka molekuler pada Tabel 3 digunakan untuk uji polimorfisme dan analisis genotipe. Jumlah seluruh primer yang digunakan adalah 208 primer untuk uji polimorfisme (Lampiran 2). Kemudian primer yang menghasilkan marka yang bersifat polimorfisme digunakan untuk uji genotipe sifat ketahanan padi terhadap penyakit HDB.

Uji Ketahanan Padi Terhadap Xanthomonas

Inokulum bakteri Xanthomonas oryzae disiapkan dengan cara meremajakan isolat yang telah tersedia yaitu Ras III, IV dan VIII pada cawan petri (Gambar 1) dengan media agar (20 gr sukrose, 5 gr peptone, 0.5 gr Ca(NO3)2.4H2O, 1.8 gr

Na2.4PO4.7H2O, 0.05 gr FeSO4.7H2O, 18 gr Bacto Agar dalam 1 liter dH2O).

Bakteri diinkubasikan di dalam inkubator bersuhu 37oC selama 3 hari.

Gambar 1 Peremajaan isolat bakteri Xanthomonas oryzae untuk evaluasi ketahanan padi galur-galur uji dan varietas diferensial terhadap penyakit HDB. a) Koloni tunggal murni, b) Kultur isolat yang akan digunakan untuk inokulasi, c) Inokulum

Benih padi varietas diferensial maupun galur uji dikecambahkan dengan cara direndam air di dalam cawan petri selama 1 minggu sebelum penanaman. Kemudian benih padi tersebut ditanam pada bak plastik yang telah diisi media tanah dan kompos (2:1) yang telah disterilkan pada suhu 1000C. Bak plastik yang digunakan berjumlah 3 buah dengan ukuran lebar 30 cm, panjang 40 cm, dan tinggi 12 cm. Masing-masing bak ditanami 20 galur uji. Setiap galur ditanam dalam satu baris yang terdiri dari 6 tanaman sebagai ulangan dengan jarak antar tanaman 2 cm. Jarak antar galur adalah 5 cm. Kebutuhan air dan pupuk tetap dipenuhi dengan cara disiramkan ke media tanah hingga proses inokulasi. Pemupukan pada tanah dilakukan 1 minggu sebelum penanaman dan 2 minggu setelah benih di tanam. Pupuk yang digunakan pada setiap pemupukan adalah pupuk NPK sebanyak 5-6 gr per liter untuk satu bak tanam.

a b c

(21)

Gambar 2 Media tanam untuk padi galur uji dan padi varietas diferensial (a), tanaman padi yang berumur 2 minggu setelah tanam (b), dan tanaman padi berumur 4 minggu yang siap diinokulasi (c)

Bakteri yang telah tumbuh pada cawan petri kemudian diresuspensikan dengan ddH2O sebanyak 25 ml menggunakan spatula. Resuspensi bakteri

dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer 50 ml dan digunakan sebagai inokulum. Inokulasi pada tanaman dilakukan dengan cara menggunting ujung daun ke-3 dan ke-4 dari setiap tanaman (Gambar 3). Gunting dicelupkan terlebih dahulu ke dalam inokulum setiap akan menggunting satu daun. Konsentrasi inokulum sebesar 109 CFU/ml. Tanaman padi diinokulasi setelah berumur 3-4 minggu karena pada umur tersebut tanaman padi memasuki fase vegetatif.

Gambar 3 Proses inokulasi isolat bakteri dengan metode pengguntingan (a) dan pemberian air menggunakan sprinkle dilakukan untuk menjaga kelembaban (b)

Pengamatan terhadap penyakit HDB dilakukan pada hari ke-14 setelah proses inokulasi. Intensitas serangan bakteri dihitung dengan membagi panjang serangan dengan panjang daun yang diinokulasi yaitu daun ke-3 dan daun ke-4. Hasil pengamatan terhadap tingkat keparahan serangan Xoo, diklasifikasikan berdasarkan kriteria ketahanan menurut Standard Evaluation System (IRRI 1996) dan disesuaikan dengan kondisi di setiap set pengujian berdasarkan tanaman kontrol peka. Kriteria ketahanan varietas padi terhadap penyakit HDB disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Kriteria ketahanan varietas padi terhadap penyakit HDB (IRRI 1996) No Intensitas serangan (IS) Tingkat ketahanan

1 IS≤20% Tahan (T)

2 20%<IS≤40% Agak Tahan (AT)

3 IS>40% Peka (P)

a b c

a b

(22)

Isolasi DNA

Benih padi yang digunakan dikecambahkan pada cawan petri dengan media kertas saring yang dibasahi dengan air. Benih-benih tersebut dibiarkan berkecambah pada suhu ruang sampai berumur 2 minggu. Daun-daun padi dari kecambah yang tumbuh dipanen untuk ekstraksi DNA. Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan metode Doyle & Doyle (1990) dengan sedikit modifikasi dalam proses perusakan sel jaringan tanaman padi yaitu dengan menggunakan alat ekstraksi DNA tissuelyserII Qiagen. Sebanyak 0.5 gram sampel daun padi dipotong kecil-kecil agar dapat dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf berukuran 2 ml, kemudian direndam dalam nitrogen cair selama 2 menit. Tabung dimasukkan ke dalam mesin tissuelyser selama 2 menit dengan frekuensi 25/detik, kemudian ditambah 750 µl buffer CTAB 2%. Sampel diinkubasi selama 30 menit pada suhu 600C, kemudian ditambah 750 µl larutan kloroform isoamil alkohol (24:1). Sampel disentrifugasi dengan Legend Micro 17 R centrifuge selama 5 menit pada suhu 40C dan kecepatan 12.000 rpm. Supernatan diambil sebanyak 500 µl dan dipindahkan ke dalam tabung baru, kemudian ditambah 100 µl natrium asetat 3 M pH 5.2 dan 1000 µl etanol absolut. Sampel didiamkan di dalam lemari es selama 60 menit. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi kembali pada 12.000 rpm dengan suhu 40C selama 10 menit. Selanjutnya supernatan dibuang kemudian endapan ditambah dengan 200 µl etanol 70% untuk membilas. Endapan tersebut kemudian dikeringkan dan dilarutkan dalam 100 µl TE (Tris-HCl 40 mM pH 8.3, EDTA 1 mM) sebagai larutan stok DNA dan ditambahkan RNAse agar diperoleh DNA yang tidak terkontaminasi oleh RNA.

Pengenceran Konsentrasi DNA

Konsentrasi DNA diukur dengan menggunakan spektrofotometer NanoDrop 2000, dimana DNA yang diukur diambil sebanyak 1 µl dari DNA stok. Setelah diukur konsentrasinya, suspensi DNA tersebut kemudian diencerkan hingga konsentrasi akhir 10 ng/µl untuk proses amplifikasi DNA menggunakan mesin PCR (Thermal Cycler) DNA Engine Tetrad 2 MJ Research.

Analisis PCR untuk Survei Polimorfisme

Reaksi PCR untuk survei polimorfisme dilakukan dengan menggunakan volume 10 µl terdiri atas 4.5 µl master mix PCR KAPA®, 1.5 µl primer, dan 4 µl DNA. Master mix PCR KAPA® mengandung Taq DNA Polymerase 5 U/µl, dNTP mix 10mM, MgCl2 25 mM, dan loading dye. Primer yang digunakan sebanyak 208 primer yang terdiri atas beberapa primer marka SSR untuk gen Xa7 dan primer marka STS untuk gen Xa1, Xa4, Xa7, Xa13, Xa21, Xa22, dan Xa26. DNA yang digunakan adalah DNA dari padi TN1 sebagai tanaman padi kontrol peka dan padi IRBB7 sebagai tanaman padi kontrol tahan penyakit HDB.

Tahap-tahap PCR dengan menggunakan marka STS meliputi proses denaturasi awal 4 menit pada suhu 950C, dilanjutkan denaturasi selama 45 detik pada suhu 950C, annealing selama 45 detik pada suhu 550C, ekstensi primer 10

(23)

selama 30 detik pada suhu 720C. Tahap denaturasi, annealing dan ekstensi primer diulang sebanyak 27 kali, dengan program penurunan suhu annealing secara teratur dengan perbedaan sebanyak 0.50C setiap siklusnya supaya diperoleh suhu optimum untuk penempelan primer, kemudian diikuti dengan proses ekstensi primer akhir selama 5 menit pada suhu 720C. Tahap terakhir adalah inkubasi pada suhu 100C selama 30 menit (Utami et al. 2011).

Proses PCR menggunakan marka SSR meliputi proses denaturasi awal 3 menit pada suhu 950C, dilanjutkan denaturasi selama 1 menit pada suhu 940C, annealing selama 1 menit pada suhu 500C, ekstensi primer selama 2 menit pada suhu 720C. Tahap denaturasi, annealing dan ekstensi primer diulang sebanyak 35 kali, kemudian diikuti dengan proses ekstensi primer akhir selama 5 menit pada suhu 720C. Tahap terakhir adalah inkubasi pada suhu 100C selama 30 menit (Utami et al 2009).

Analisis PCR untuk Identifikasi Gen Ketahanan HDB

Proses identifikasi gen ketahanan HDB padi dilakukan dengan PCR. Komposisi PCR yang digunakan sama dengan komposisi PCR untuk survei polimorfisme yaitu 4.5 µl master mix KAPA®, 1.5 µl primer hasil survei polimorfisme (Tabel 5), dan 4 µl DNA dari 37 galur-galur uji material genetik, 22 varietas padi diferensial, dan 1 padi kontrol peka. Tahap-tahap PCR juga sama dengan kondisi PCR pada uji survei polimorfisme.

Tabel 5 Primer hasil survei polimorfisme

No Nama primer Jenis

marka Sekuen primer forward (5’→3’) Sekuen primer reverse (5’→3’) 1 Xa1-OP5 STS TTTCTGGCGCTTTTTCTTGT CGACCAACAGCATGTACCAC 2 Xa1-OP7 STS TCATTCAATCAAATCTCAACTGAAG CATGTTTTGGACGCTTCCTC 3 Xa1-OP13 STS ACGGCCCTACTGATCAATGC TCGAGTTATGATGCGGATACAC 4 Xa1-OP14 STS CTAGCTTTTGAGGCGGTGAC GGATGCACGAATACACTGCT 5 Xa1-OP15 STS CATGGAATCTTGCCCCTAGA CGCTATCGACCTGAGGAGAC 6 Xa1-OP31 STS CCTCTCTTGCTTCCTTGTGG GCTCAAGCACTCACCAAACA 7 Xa4-OP28 STS TTTCTTTCATGCTGGTGCTG CAAGTCTTTTGCCGCTTTTC 8 Xa4-OP44 STS GGGGCTCTAGGTTTTCCATC GTAGGGAACCATGGATGTGG 9 Xa4-OP50 STS TTCGGGTATGCCTTGTTTTC GGCCGAATTACGTGTGAAGT 10 Xa7-OP40 STS CTACACACGCGAGGAAGACA ATGGCAGTAGCGTAGCGAGT 11 Xa7-OP51 STS GAATTGGCCCAACTTTGAGA TGGGATTTGGGATTTGGATA 12 Xa7-OP54 STS GGCAAGTGTTCGACCGTTAT AGGCCTAAGAAAGGCGAAAG 13 Xa13-OP51 STS ACGTGTCCAATCAAAGCACA GTCAAACGTTGCAAGCAAAA 14 Xa21-OP6 STS AGCTAGCTGCTCGCAATCTC CTAGCCTCGCCTTCTACGAC 15 Xa21-OP27 STS ATGAATCCCTGCCCGTCGTA GATTCAGTACCTGACGAG 16 Xa22-OP17 STS TGCACACTTGGTTTCAGCTC TCTCCTTTGCTACGGCAGAT 17 Xa26-OP1 STS TGACCTCACTGCACTTCTGG TGGAGAGGTTCCCTATGGTG 18 Xa26-OP2 STS GTAAAGCGTCACGGAAGAGC TTCTTCAACGTCACAACAACATC 19 Xa7-RM20590 SSR TTCGATGAGCACCTTTCCTTGTCC GCCTCGCCGATTCACTTATGC

Elektroforesis DNA

Sebanyak 2 gram agarose dilarutkan dalam 100 ml buffer TAE 1X (Tris-HCl 40 mM pH 8.3, asam asetat 1.98 mM, EDTA 1 mM) dan dipanaskan dalam microwave selama kurang lebih 3 menit. Setelah gel agarosa memadat, gel dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis yang berisi buffer TAE 1X. Sebanyak 11

(24)

4 µl produk PCR dielektroforesis. Disertakan 100 bp ladder sebagai marker untuk melihat ukuran DNA. Selanjutnya gel direndam dalam Ethidium Bromide (10 mg/l) selama 10 menit untuk proses pewarnaan DNA. Setelah itu direndam dengan akuades selama 10 menit untuk penghilangan warna pada gel. Gel agarose selanjutnya divisualisasi dengan ChemiDocTM XRS + System with Image LabTM Software Bio-Rad untuk melihat pita DNA yang diperoleh.

Analisis Data

Tingkat ketahanan tanaman padi terhadap penyakit HDB dianalisis genotipe berdasarkan ada atau tidaknya pita DNA pada gel elektroforesis dari masing-masing galur tanaman padi yang diuji dan dihitung ukuran pita yang diperoleh. Hasil analisis genotipe diasosiasikan dengan hasil analisis berdasarkan pengamatan fenotipe. Analisis dilakukan menggunakan program Tassel 3.0. Marka yang berasosiasi dengan respon fenotipe (p_Value kurang dari 0.05) menunjukkan bahwa marka tersebut berasosiasi dengan respon ketahanan tanaman terhadap Ras penyakit HDB yang diinokulasikan.

4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Uji Fenotipe

Pada penelitian ini padi varietas diferensial dan galur-galur uji memberikan respon ketahanan yang berbeda-beda terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB). Hal ini ditunjukkan pada Gambar 4

Gambar 4 Galur padi yang tahan terhadap penyakit HDB (IS≤20%) (1), galur padi yang agak tahan terhadap penyakit HDB (20%<IS≤40%) (2), dan galur padi yang peka terhadap penyakit HDB (IS>40%) (3)

a. Respon ketahanan varietas diferensial (IRBB)

Varietas diferensial menunjukkan respon yang berbeda terhadap ras III, ras IV dan ras VIII (Tabel 6). Untuk varietas-varietas diferensial yang memiliki satu gen ketahanan (monogenik), respon paling tahan ditunjukkan oleh varietas padi IRBB7 yang mengandung gen ketahanan Xa7, dimana varietas IRBB7 ini mampu bertahan terhadap serangan patogen ras III, ras IV dan ras VIII dengan panjang serangan 0%. Selanjutnya respon ketahanan ditunjukkan pada varietas diferensial IRBB5 yang mengandung gen ketahanan Xa5 dan IRBB21 yang mengandung gen

1 2 3

(25)

ketahanan Xa21. Pada padi IRBB5, memperlihatkan respon tahan terhadap serangan patogen ras III dan ras IV, serta respon agak tahan terhadap ras VIII, dengan intensitas serangan berturut-turut 7.60%, 12.08% dan 23.57%.

Padi IRBB21, memperlihatkan respon tahan terhadap patogen ras III dan ras VIII, serta respon agak tahan terhadap patogen ras IV, dengan intensitas serangan berturut-turut 5.60%, 15.88% dan 21.28% (Tabel 6).

Tabel 6 Respon ketahanan padi varietas diferensial terhadap HDB

No Varietas Gen

Respon ketahanan terhadap HDB

Ras III Ras IV Ras VIII

IS (%) Respon IS (%) Respon IS (%) Respon

1 IRBB1 Xa1 10.20 T 36.00 AT 51.53 P 2 IRBB2 Xa2 10.10 T 37.08 AT 50.43 P 3 IRBB3 Xa3 9.70 T 49.75 P 56.35 P 4 IRBB4 Xa4 9.70 T 47.90 P 49.33 P 5 IRBB5 Xa5 7.60 T 12.08 T 23.57 AT 6 IRBB7 Xa7 0.00 T 0.00 T 0.00 T 7 IRBB8 Xa8 11.10 T 46.83 P 32.05 AT 8 IRBB10 Xa10 11.20 T 53.00 P 46.67 P 9 IRBB11 Xa11 10.80 T 52.38 P 50.22 P 10 IRBB13 Xa13 9.00 T 44.32 P 46.22 P 11 IRBB14 Xa14 12.20 T 53.25 P 43.22 P 12 IRBB21 Xa21 5.60 T 21.28 AT 15.88 T 13 IRBB50 Xa4+Xa5 5.40 T 5.05 T 11.82 T 14 IRBB51 Xa4+Xa13 10.10 T 46.08 P 46.22 P 15 IRBB52 Xa4+Xa21 4.20 T 12.92 T 9.45 T 16 IRBB53 Xa5+Xa13 3.40 T 4.70 T 6.25 T 17 IRBB54 Xa5+Xa21 3.80 T 5.47 T 5.62 T 18 IRBB56 Xa4+Xa5+Xa13 5.80 T 5.63 T 11.37 T 19 IRBB57 Xa4+Xa5+Xa21 10.00 T 40.00 AT 30.35 AT 20 IRBB58 Xa4+Xa13+Xa21 8.10 T 8.82 T 17.50 T 21 IRBB64 Xa4+Xa5+Xa7+Xa21 1.10 T 0.22 T 3.03 T 22 IRBB66 Xa4+Xa5+Xa7+Xa13 +Xa21 1.20 T 1.48 T 3.22 T 23 TN1 43.70 P 79.93 P 63.65 P

Keterangan: T: Tahan, AT: Agak Tahan, P: Peka.

Varietas diferensial IRBB1 yang mengandung gen Xa1, relatif memiliki kesamaan dengan varietas IRBB2 yang mengandung gen Xa2. Keduanya memiliki respon yang sama terhadap patogen. Varietas IRBB1 dan IRBB2 tahan terhadap patogen ras III, agak tahan terhadap ras IV dan peka terhadap ras VIII. Respon lain ditunjukkan oleh varietas IRBB8 yang mengandung gen ketahanan Xa8. Varietas IRBB8 ini tahan terhadap patogen ras III, agak tahan pada ras VIII, tetapi peka terhadap patogen ras IV. Varietas diferensial yang lain menunjukkan respon tahan terhadap patogen ras III tetapi peka terhadap patogen ras IV dan VIII.

Tabel 6 memperlihatkan beberapa gen ketahanan HDB yang berbeda memiliki respon yang sama terhadap gen virulen pathogen ras tertentu. Misalnya gen Xa1 dan Xa2 yang memiliki respon sama terhadap ras III, ras IV dan ras VIII. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh interaksi gene to gene antara gen ketahanan HDB pada tanaman inang dan gen virulen (avr) pada patogen HDB. Pada tanaman inang umumnya gen yang memberikan respon tahan bersifat dominan 13

(26)

(R), sedangkan gen yang memberikan respon rentan bersifat resesif (r). Pada patogen, gen avirulen (tidak memiliki kemampuan untuk menginfeksi) bersifat dominan (Avr), sedangkan gen virulen (mampu menginfeksi) bersifat resesif (avr). Pada interaksi Avr-R bersifat incompatible, artinya tanaman inang memiliki gen ketahanan (R) yang mampu mengenali gen avirulen (Avr) dari patogen sehingga tanaman bersifat tahan. Interaksi Avr-r bersifat compatible, tanaman tidak memiliki gen ketahanan R untuk mengenali gen avirulen dari patogen sehingga patogen dapat menyerang dengan gen virulen yang lain.interaksi avr-R menyebabkan respon rentan karena meskipun tanaman mempunyai gen ketahanan R , patogen tidak memiliki gen avirulen yang dikenali oleh gen ketahanan R sehingga mekanisme pertahanan tidak diaktifkan. Interaksi avr-r menimbulkan reaksi rentan karena tanaman tidak memiliki ketahanan dan patogen bersifat virulen sehingga patogen menyerang tanaman (Agrios 2005). Dengan demikian diduga bahwa gen-gen ketahanan yang memiliki respon sama tersebut sama-sama bersifat dominan pada ras tertentu sehingga bersifat incompatible pada satu ras atau beberapa ras tertentu.

Varietas diferensial yang memiliki dua gen ketahanan (digenik) dan varietas diferensial yang memiliki lebih dari dua gen ketahanan (multigenik) ternyata memiliki respon yang berbeda dengan varietas yang monogenik. Hal ini biasa disebut dengan pyramiding gene effect. Efek ini dapat menimbulkan respon positif (tahan). Varietas yang menunjukkan pyramiding gene effect pada penelitian ini salah satunya adalah varietas IRBB50 (Xa4+Xa5). Gen Xa4 yang berada dalam keadaan tunggal (single gene) menunjukkan respon tahan terhadap patogen ras III, tetapi peka terhadap patogen ras IV dan ras VIII, sedangkan Xa5 dalam keadaan gen tunggal menghasilkan respon tahan terhadap patogen ras III dan ras IV, serta agak tahan terhadap patogen ras VIII. Jika kedua gen tersebut terdapat dalam satu varietas seperti pada varietas diferensial IRBB50, maka akan menghasilkan respon positif yang tahan terhadap semua serangan patogen ras III, ras IV dan ras VIII. Respon positif yaitu tahan terhadap serangan patogen untuk semua ras, hal ini juga ditunjukkan oleh varietas IRBB52 yang mengandung gen Xa4 dan Xa21, IRBB53 yang mengandung gen Xa5 dan Xa13, IRBB54 yang mengandung gen Xa5 dan Xa21, IRBB56 yang mengandung gen Xa4, Xa5 dan Xa13, IRBB57 yang mengandung gen Xa4, Xa5 dan Xa21, IRBB58 yang mengandung gen Xa4, Xa13 dan Xa21, IRBB64 yang mengandung gen Xa4, Xa5, Xa7 dan Xa21, dan IRBB66 yang mengandung gen Xa4, Xa5, Xa7, Xa13 dan Xa21. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gene pyramiding mampu membentuk varietas yang memiliki sifat ketahanan yang lebih luas (Huang et al. 1997) dan menjadi cara yang paling efektif untuk menanggulangi patogen yang kemungkinan berubah sifat patogenitasnya dari waktu ke waktu (Jeung et al. 2006).

Varietas differensial yang memiliki gen digenik tetapi respon ketahanan terhadap patogen ras tertentu menunjukkan hasil yang sama dengan varietas diferensial yang monogenik ditunjukkan oleh varietas IRBB51 yang mengandung gen Xa4 dan Xa13, dimana kedua gen tersebut secara bersama-sama menunjukkan respon ketahanan yang sama dengan monogenik Xa4 dan Xa13 terhadap patogen ras IV dan ras VIII. Varietas IRBB4 yang mengandung gen Xa4 dan IRBB13 yang mengandung gen Xa13 memiliki respon tahan terhadap ras III, tetapi peka terhadap ras IV dan ras VIII. Ketika kedua gen Xa4 dan Xa13 terdapat dalam satu varietas yaitu IRBB 51, ternyata respon yang dihasilkan tetap sama seperti ketika 14

(27)

gen-gen tersebut belum digabungkan, yaitu tahan terhadap ras III dan peka terhadap ras IV dan ras VIII. Dalam hal ini respon menunjukkan bahwa kedua gen ketahanan tersebut hanya mampu mengenali gen virulen dari ras III. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada respon tanaman IRBB53 yang mengandung gen ketahanan Xa5 dan Xa13, Xa5 memberikan efek positif (bersifat dominan) sehingga ketika digabungkan dengan gen Xa13 maka akan tetap memberikan respon yang tahan terhadap semua ras yang diujikan.

Gambar 5 Ketahanan padi varietas diferensial terhadap ras III, ras IV, dan ras VIII Semua varietas diferensial yang digunakan pada penelitian ini menghasilkan respon tahan terhadap patogen ras III, 10 varietas diantaranya juga tahan terhadap patogen ras IV atau ras VIII (Gambar 5). Varietas yang tahan terhadap ras IV adalah IRBB5, IRBB7, IRBB50, IRBB52, IRBB53, IRBB54, IRBB56, IRBB58, IRBB64, dan IRBB66, sedangkan yang tahan terhadap Ras VIII adalah IRBB7, IRBB21, IRBB50, IRBB52, IRBB53, IRBB54, IRBB56, IRBB58, IRBB64, dan IRBB66. Di antara 22 varietas differensial yang digunakan, terdapat 9 varietas yang tahan terhadap ras III, ras IV dan ras VIII. Varietas yang tahan terhadap ketiga ras patogen adalah IRBB7, IRBB50, IRBB52, IRBB53, IRBB54, IRBB56, IRBB58, IRBB64, dan IRBB66 (Tabel 6).

b. Respon ketahanan pada galur-galur uji

Penelitian ini menggunakan galur-galur uji sebanyak 37 galur, 1 tanaman kontrol tahan (IRBB7) dan 1 tanaman kontrol peka (TN1). Pemilihan tanaman kontrol tahan didasarkan pada hasil uji lapang pada penelitian Utami et al. (2007) bahwa padi IRBB7 mampu bertahan dari serangan penyakit HDB ras III, IV dan VIII.

Galur uji yang digunakan dalam penelitian ini memberikan respon ketahanan yang bervariasi terhadap setiap ras patogen yang diinokulasikan. Sebagian besar tahan atau agak tahan terhadap 2 ras. Hanya 4 galur yang tahan terhadap ketiga ras patogen, yaitu IR 3822-512-3-2-2, IR 82571-581-1-2-3, IR 82571-602-3-2-2, dan Beras Merah D1 (Tabel 7).

(28)

Pada Gambar 6 dapat diketahui bahwa pada ras III, terdapat 7 galur uji yang tahan, 16 galur uji bersifat agak tahan dan 14 galur uji bersifat peka. Respon ketahanan terhadap ras IV menunjukkan 13 galur bersifat tahan, 13 galur uji bersifat agak tahan dan 11 galur uji bersifat peka. Sedangkan respon ketahanan terhadap ras VIII menunjukkan 5 galur uji bersifat tahan, 10 galur uji bersifat agak tahan dan 22 galur uji bersifat peka.

Respon ketahanan terhadap ras III dan ras VIII lebih banyak yang bersifat peka, secara berturut-turut hanya 7 dan 5 galur uji yang bersifat tahan terhadap ras III dan ras VIII. Dengan demikian, ras III dan ras VIII dapat memberikan efek seleksi yang lebih besar dibandingkan dengan ras IV. Berdasarkan virulensi patogenesis (Utami et al. 2011) diketahui bahwa ras IV dan ras VIII adalah ras yang virulen aktif membentuk protein virulence effector (PVE) dan bersifat intraseluler dengan tipe signal yang berturut-turut bertipe Leucine-Rich Repeat (LRR) dan Leucine-Rich Repeat Proteins (LRRP) pada bagian Nuclear Localization Signal (NLS). Oleh karena itu, pada ras VIII memperlihatkan hasil seleksi yang tinggi sehingga hanya 5 galur uji yang bersifat tahan. Uji ketahanan terhadap ras IV menunjukkan hasil yang berbeda, dimana galur uji banyak yang bersifat tahan dibanding dengan galur yang bersifat peka. Hal ini diduga karena galur uji memiliki gen resistensi (R) yang kompatibel terhadap ras IV sehingga gen virulensi (Avr) yang dari bakteri mampu diblok oleh gen resistensi yang dimiliki oleh tanaman. Oleh karena itu sifat virulensi aktif yang dimiliki oleh ras IV tidak mampu mematahkan sifat ketahanan pada galur uji. Ras III bersifat dependent elicitor dan intraseluler sehingga berpotensi terinduksi oleh PVE ras HDB yang lain untuk membentuk ras yang lebih virulen (Utami et al. 2011). Pada penelitian ini menunjukkan bahwa ras III mampu bersifat lebih virulen dibandingkan dengan ras IV, dimana hasil inokulasi menggunakan ras III hanya terdapat 7 galur uji yang bersifat tahan. Hal ini diduga karena ras III terinduksi oleh PVE dari ras lain sehingga menghasilkan ras III yang lebih virulen.

Gambar 6 Ketahanan padi galur uji terhadap ras III, ras IV,dan ras VIII 16

(29)

Tabel 7 Respon ketahanan padi galur uji terhadap HDB

No Galur/Varietas

Respon ketahanan terhadap HDB

Ras III Ras IV Ras VIII

IS (%) Respon IS (%) Respon IS (%) Respon

1 IR 83821-95-3-2-3 50.26 P 61.32 P 65.52 P 2 IR 83860-503-1-1-2 37.88 AT 58.96 P 66.60 P 3 IR 83860-513-3-3-2 73.69 P 43.36 P 58.33 P 4 IR 84047-24-3-3-3 11.09 T 20.68 AT 16.71 T 5 IR84941-12-1-2 39.79 AT 59.41 P 52.82 P 6 IR83650-59-2-5-2-2 8.47 T 3.21 T 20.21 AT 7 IR 3822-512-3-2-2 8.47 T 2.95 T 15.08 T 8 IR83689 -14-1-2-1-3 25.97 AT 17.93 T 42.49 P 9 IR 84744-94-3-3-2 83.71 P 22.80 AT 58.75 P 10 IR 84790-73-2-2-2 41.84 P 20.67 AT 62.39 P 11 IR85627-46-1-2-3 45.77 P 23.20 AT 52.06 P 12 IR 82571-581-1-2-3 8.70 T 10.04 T 11.80 T 13 IR 82571-602-3-2-2 8.89 T 7.20 T 13.94 T 14 IR 82480-104-2-2-3-2 66.13 P 44.33 P 50.43 P 15 IR 10L 369 40.54 P 21.08 AT 52.45 P 16 IR 10L 440 54.38 P 71.87 P 64.49 P 17 IR74371-70-1-1 51.15 P 64.32 P 71.09 P 18 IR74371-54-1-1 52.98 P 73.25 P 75.99 P 19 IR 80311-10-B-B-2-B 79.36 P 65.21 P 53.92 P 20 IR 77408-40-3-2-1-B 49.88 P 36.00 AT 59.77 P 21 IR54741-1-244-15-2-3-B 31.13 AT 7.60 T 51.05 P 22 Beras Merah D1 5.56 T 6.04 T 12.26 T 23 BM1P-46-4-1 23.50 AT 7.65 T 29.92 AT 24 IPBM-32-1-3-3 27.31 AT 7.37 T 32.11 AT 25 BMIP-18-4-4-1 30.58 AT 7.74 T 37.39 AT 26 BMIP-18-4-4-2 40.00 AT 38.90 AT 45.90 P 27 BMIP-24-4-3-1 33.96 AT 38.34 AT 45.22 P 28 BMIP-204-3-2 30.79 AT 30.82 AT 43.18 P 29 BMIP-24-1-2-1 30.20 AT 31.21 AT 35.67 AT 30 BMIP-44-4-3-1 25.65 AT 22.87 AT 28.68 AT 31 BMIP-44-4-3-2 24.02 AT 21.63 AT 32.05 AT 32 BMIP-20-2-1-1 26.99 AT 27.96 AT 37.36 AT 33 IRHS-12-4-1 47.38 P 56.86 P 67.79 P 34 Ciherang 25.71 AT 13.78 T 54.00 P 35 Inpari 13 21.53 AT 6.03 T 36.61 AT 36 Code 15.89 T 1.71 T 28.53 AT 37 IR64 63.79 P 64.92 P 54.10 P 38 IRBB7 14.46 T 1.57 T 11.48 T 39 TN1 55.33 P 73.04 P 75.07 P

Keterangan: T: Tahan, AT: Agak Tahan, P: Peka.

Penamaan pada galur introduksi memiliki makna sebagai berikut. Padi berkode IR menunjukkan padi introduksi, 5 angka setelahnya merupakan kode benih hasil penyerbukan sendiri, tanda hubung menunjukkan tingkat generasi F dan seterusnya hingga angka terakhir merupakan tingkat generasi F dari haril penyerbukan sendiri. Penamaan pada galur haploid ganda memiliki makna sebagai berikut. Empat huruf pada bagian pertama menunjukkan simbol varietas yang digunakan sebagai tetua betina dan tetua jantan. BMIP memiliki arti F1 dari persilangan Bio110/Markuti merupakan tetua betina, sedangkan F1 dari persilangan IR54/Parekaligolara merupakan tetua jantan. Sebaliknya, IPBM memiliki arti F1 dari persilangan IR54/Parekaligolara merupakan tetua betina, 17

(30)

sedangkan F1 dari persilangan Bio110/Markuti merupakan tetua jantan. Tanda hubung menunjukkan tingkat generasi F dari hasil penyerbukan sendiri (selfing). Nomor kode setelah tanda hubung pertama menunjukkan nomor kalus, nomor kode setelah tanda hubung kedua menunjukkan nomor seleksi pada tanaman hijau, dan nomor kode setelah tanda hubung ketiga dan seterusnya merupakan tahap seleksi tanaman yang sudah dilakukan berdasarkan penampilan agronomi.

c. Pendugaan gen ketahanan pada galur-galur uji

Dari 37 galur uji diperoleh 10 galur yang bersifat agak tahan dan tahan terhadap ras uji. Galur uji yang bersifat tahan tersebut terdiri atas 5 galur hasil introduksi IRRI dan 5 galur hasil persilangan. Pendugaan gen ketahanan galur uji tersebut berdasarkan pada respon ketahanan yang sama dengan varietas diferensial. Pada penelitian ini, galur uji IR84047-24-3-3-3 memiliki respon ketahanan terhadap patogen ras III dan ras VIII, tetapi memiliki respon agak tahan terhadap patogen ras IV. Dengan demikian, secara fenotipe padi tersebut memiliki kasamaan dengan padi varietas diferensial, sehingga diduga padi galur uji tersebut membawa gen Xa21 sebagai gen ketahanan. Respon yang lain juga terjadi pada galur uji IR8365059-2-5-2-2 dan Code, dimana respon ketahanan menunjukkan hal yang sama dengan varietas diferensial IRBB5 yang memiliki gen Xa5, sehingga diduga galur uji tersebut juga membawa gen Xa5. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Triny et al. 2009 yang menunjukkan bahwa varietas Code memiliki gen ketahanan Xa5. Sedangkan pada galur uji IR3822-512-3-2-2, IR82571-851-1-2-3, IR82571-602-3-2-2, Beras Merah D1, memiliki respon tahan terhadap semua ras, dimana respon tersebut sama dengan varietas diferensial IRBB7 yang membawa gen Xa7, sehingga diduga galur uji tersebut membawa gen ketahanan Xa7. Selain itu, pada galur uji BMIP-46-4-1 memiliki respon ketahanan terhadap ras III, dan agak tahan terhadap ras IV dan ras VIII. Respon tersebut sama dengan respon pada varietas diferensial IRBB57 yang mengandung gen ketahanan Xa4, Xa5 dan Xa21, sehingga diduga galur uji BMIP-46-4-1 juga memiliki gen Xa4, Xa5 dan Xa21. Pada galur uji IPBM-32-1-3-3 dan BMIP-18-4-4-1 memiliki respon ketahanan yang berbeda dari galur varietas diferensial, pada kedua galur uji tersebut menunjukkan sifat tahan terhadap ras IV dan respon agak tahan terhadap ras III dan ras VIII. Pendugaan gen galur uji berdasarkan respon ketahanan penyakit HDB secara fenotipe varietas differensial monogenik tersebut ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Pendugaan gen galur uji

No Varietas diferensial Ras III Ras IV Ras VIII Galur Uji 1 IRBB7 (Xa7) T T T IR 3822-512-3-2-2

IR 82571-581-1-2-3 IR 82571-602-3-2-2 Beras Merah D1 2 IRBB5 (Xa5) T T AT IR83650-59-2-5-2-2 3 IRBB21 (Xa21) T AT T IR 84047-24-3-3-3 18

(31)

Uji Genotipe a. Survei polimorfisme

Uji genotipe pada penelitian ini diawali dengan survei polimorfisme menggunakan 208 primer. Tujuan dari analisis ini adalah menyeleksi 208 primer untuk mendapatkan marka terkait gen ketahanan HDB (Xa) tertentu yang bersifat polimorfis pada tanaman kontrol peka TN1 dan tanaman kontrol tahan IRBB7. Varietas diferensial IRBB7 dipakai sebagai tanaman kontrol tahan karena berdasarkan hasil monitoring di lapangan, IRBB yang mengandung gen Xa7 masih mampu bertahan di daerah-daerah endemis HDB di Indonesia (Triny et al. 2009). Jika pada survei polimorfisme ini dihasilkan pita DNA yang berbeda ukuran (polimorfis) antara padi kontrol peka dan padi kontrol tahan, maka primer yang menghasilkan marka polimorfis tersebut dapat digunakan dalam seleksi populasi tanaman padi yang diuji dalam penelitian ini. Di antara hasil survei polimorfisme tersebut (Gambar 7) memperlihatkan bahwa primer Xa1-OP5 menghasilkan pita yang polimorfis. Sedangkan hasil PCR menggunakan primer Xa1-OP6 menunjukkan pita yang monomorfis.

.

Gambar 7 Hasil amplifikasi DNA tanaman kontrol peka TN1 dan kontrol tahan IRBB7 menggunakan primer Xa1-OP5 dan Xa1-OP6. M: DNA Ladder 100 bp, 1: kontrol peka dengan primer Xa1-OP5, 2: kontrol tahan dengan primer OP5, 3: kontrol peka dengan primer Xa1-OP6, 4: kontrol tahan dengan primer Xa1-OP6

Populasi padi yang dianalisis dikelompokkan ke dalam dua set percobaan. Set pertama meliputi varietas diferensial yaitu varietas-varietas yang memiliki gen ketahanan HDB (gen Xa) tertentu dan merupakan varietas yang digunakan sebagai genotipe pembanding populasi uji. Set kedua melibatkan populasi uji yang terdiri atas galur-galur introduksi dan galur haploid ganda.

b. Uji genotipe pada varietas diferensial (IRBB)

Berdasarkan hasil uji polimorfisme, diperoleh 19 primer yang menghasilkan pita polimorfis dan primer ini selanjunya digunakan untuk analisis genotipe populasi uji terkait dengan sifat ketahanan penyakit HDB. Salah satu hasil uji genotipe untuk padi varietas diferensial, ditunjukkan pada Gambar 8 .

19

M 1 2 3 4

1000bp

(32)

Gambar 8 Hasil PCR menggunakan primer Xa1-OP5 pada varietas diferensial.

M: DNA Ladder 100 bp; 1:IRBB1; 2:IRBB2; 3:IRBB3; 4:IRBB4; 5:IRBB5; 6:IRBB7; 7:IRBB8; 8:IRBB10; 9:IRBB11; 10:IRBB13; 11:IRBB14; 12:IRBB21; 13:IRBB50; 14:IRBB51; 15:IRBB52; 16:IRBB53; 17:IRBB54; 18:IRBB56; 19:IRBB57; 20:IRBB58; 21:IRBB64; 22:IRBB66 dan 23:TN1

Gambar 8 menunjukkan bahwa hasil amplifikasi DNA menggunakan primer Xa1-OP5 menghasilkan pita DNA yang dapat membedakan antara varietas tahan dan varietas peka terhadap ras HDB. Pita hasil amplifikasi tersebut kurang diskriminan untuk populasi varietas diferensial. Dalam hal ini, pita DNA yang berukuran sama terdapat pada beberapa varietas diferensial yang memiliki gen Xa yang berbeda.

c. Uji genotipe pada galur-galur uji

Pada Gambar 8 terlihat bahwa keberadaan gen Xa1 pada IRBB1 ditunjukkan oleh adanya pita marka berukuran 700 bp, karena amplifikasi menggunakan primer Xa1-OP5 hanya menghasilkan sebagian kecil dari gen Xa1 secara keseluruhan. Ukuran marka Xa1-OP yang merupakan marka penentu gen Xa1 terletak pada kromosom nomor 1 dan memiliki ukuran gen 6.696 bp. Ukuran pita hasil amplifikasi DNA IRBB1 pada uji genotipe varietas diferensial merupakan pembanding ada atau tidaknya gen Xa1 pada galur uji, serta pembanding untuk menentukan ukuran DNA yang teramplifikasi mengandung Xa1. Amplifikasi DNA galur uji menggunakan primer Xa1-OP5 menghasilkan pita berukuran 700 bp dan 1000 bp (Gambar 9). Pita 700 bp merupakan bagian gen Xa1, sedangkan pita 1000 bp bukan bagian dari gen Xa1 tapi memiliki kemiripan sequence dengan bagian dari gen Xa1.

Sedangkan hasil uji genotipe untuk padi galur uji, salah satunya dapat ditunjukkan pada Gambar 9. Hasil PCR menunjukkan bahwa pada galur uji yang tidak menghasilkan pita (misalnya IR83821-95-3-2-3) merupakan tanaman padi yang peka terhadap ras III, ras IV dan ras VIII, hal ini diduga tidak ada sequence ketahanan yang dimiliki oleh galur tersebut sehingga tidak teramplifikasi pada proses PCR. Hasil PCR yang menghasilkan pita menunjukkan bahwa galur tersebut tahan terhadap semua ras yang diujikan atau tahan terhadap satu ras yang diujikan (misalnya Beras Merah D1 dan IR83860-503-1-1-2). Namun marka ini belum dapat digunakan sebagai marka yang spesifik menyeleksi galur uji karena masih ada pita yang muncul pada galur uji yang menunjukkan respon peka pada uji fenotipe dengan ukuran yang sama dengan galur uji yang tahan. Hal ini diduga primer Xa1-OP5 mengamplifikasi sequence yang sama tetapi bukan merupakan 20

1000bp 500bp

(33)

bagian yang secara fungsional aktif menghasilkan produk protein ketahanan terhadap ras III, ras IV dan ras VIII.

Gambar 9 Salah satu hasil PCR DNA galur uji menggunakan primer Xa1-OP5.

M: DNA Ladder 100 bp; 1: IR 83821-95-3-2-3; 2: IR 83860-503-1-1-2; 3: IR 83860-513-3-3-83860-503-1-1-2; 4: IR 84047-24-3-3-3; 5: IR84941-12-1-83860-503-1-1-2; 6: IR83650-59-2-5-2-2; 7: IR 3822-512-3-2-2; 8: IR83689 -14-1-2-1-3; 9: IR 84744-94-3-3-2; 10: IR 84790-73-2-2-2; 11: IR85627-46-1-2-3; 12: IR 82571-581-1-2-IR85627-46-1-2-3; 13: IR 82571-602-3-2-2; 14: IR 82480-104-2-2-3-2; 15: IR 10L 369; 16: IR440; 17: IR74371-70-1-1; 18: IR74371-54-1-1; 19: IR 80311-10-B-B-2-B; 20: IR 77408-40-3-2-1-B; 21: IR54741-1-244-15-2-3-77408-40-3-2-1-B; 22: Beras Merah D1; 23: BM1P-46-4-1; 24: IPBM-32-1-3-3; 25: BMIP-18-4-BM1P-46-4-1; 26: BMIP-18-4-4-2;

27:BMIP-24-4-3-1; 28: BMIP-204-3-2; 29: BMIP-24-1-2-1; 30:

BMIP-44-4-3-1; 31: BMIP-44-4-3-2; 32: BMIP-20-2-1-1; 33: IRHS-12-4-1; 34: Ciherang; 35: Inpari 1; 36: Code; 37:IRBB7; 38:TN1;dan

39:IR64.

d. Hasil analisis asosiasi fenotipe dan genotipe pada galur uji

Hasil uji genotipe menunjukkan adanya variasi ukuran pita (Lampiran 1) sehingga dilakukan skoring berdasarkan ukuran pita yang dihasilkan. Hasil skoring ukuran pita DNA kemudian digunakan untuk analisis UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Mean) menggunakan program Tassel 3.0. Hasil analisis yang diperoleh sebagai berikut:

21 M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

15 16

M 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 M 33 34 35 36 37 38 39 1000b p 1000b p 1000b p 500b p 500b p 500b p

(34)

Gambar 10 Hasil analisis UPGMA menggunakan Tassel 3.0

Diagram hasil analisis UPGMA (Gambar 10) menunjukkan bahwa varietas diferensial dan galur-galur uji cenderung mengelompok dengan varietas maupun galur yang memiliki kesamaan background tetua. Pengelompokan pada simililarity level 0,8 atau level kemiripan pada 80%. Pada kelompok pertama hanya terdapat galur TN1 yang merupakan tanaman kontrol peka terhadap penyakit HDB. Kelompok kedua merupakan kelompok yang didominasi oleh varietas differensial. Varietas differensial merupakan varietas pembanding yang telah diketahui memiliki gen ketahanan (gen Xa). Kelompok ketiga merupakan kelompok padi galur uji hasil persilangan dari IRRI (padi introduksi) dan padi galur uji hasil persilangan antara IR54/parekaligolara//Bio110/markuti.

22 I II III TN1 IR85627-46-1-2-3 IR82480-104-2-2-3-2 IR64 IR83821-95-3-2-3 IR54751-1-2-44-15-2-3-B IRBB8 IRBB66 IRBB5 IRBB57 IRBB14 IRBB2 IRBB7 IRBB13 IRBB53 IRBB3 IRBB4 IRBB10 IRBB11 IRBB58 IRBB21 IRBB54 IRBB64 IRBB1 IRBB51 IRBB56 IRBB50 IRBB52 IR83650-59-2-5-2-2 IR83860-503-1-1-2 IR84941-12-1-2 IR84047-24-3-3-3 IR83860-513-3-3-2 IR74371-70-1-1 IR74371-54-1-1 IR10L440 IR77408-40-3-2-1-B Beras Merah D1 IR80311-10-B-B-2-B BMIP-46-4-1 IR82571-602-3-2-2 IR83689-14-1-2-1-3 IR84744-94-3-3-2 IR84790-73-2-2-2 IR10L369 BMIP-20-2-1-1-1 IRHS-12-14-1 Ciherang Inpari 13 Code IPBM-32-1-3-3 BMIP-18-4-4-1 BMIP-18-4-4-2 BMIP-24-4-3-1 BMIP-44-4-3-1 BMIP-20-4-3-2 BMIP-44-4-3-2 BMIP-24-1-2-1 IR82571-581-1-2-3 IR83822-512-3-2-2 1 0,75 0,50 0,25 0 Similarity level

Gambar

Tabel 1 Galur-galur padi yang digunakan dalam penelitian
Tabel 2 Ras HDB yang digunakan dalam penelitian
Gambar  1  Peremajaan  isolat  bakteri  Xanthomonas  oryzae  untuk  evaluasi  ketahanan  padi  galur-galur  uji  dan  varietas  diferensial  terhadap  penyakit HDB
Gambar  2  Media  tanam  untuk  padi  galur  uji  dan  padi  varietas  diferensial  (a),  tanaman padi yang berumur 2 minggu setelah tanam (b), dan tanaman  padi berumur 4 minggu yang siap diinokulasi (c)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara tektonik mineralisasi kromit di daerah Dosay terjadi dan terbentuk dari mineralisasi batuan induk ultrabasa dari kelompok Ofiolit Pegunungan Cycloop, yang

Selisih nilai rata-rata minat belajar siswa setelah perlakuan pada kedua kelas tersebut cukup besar yaitu dimana kelas kontrol hanya mengalami kenaikan sebesar 5,04, sementara

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memprediksi kualitas udara dari polutan karbon monoksida akibat transportasi di Kota Yogyakarta dengan menggunakan perangkat

Oleh karena itu, untuk dapat mengeksplorasi materi yang penulis tuangkan dalam buku modul tersebut, maka dibutuhkan berbagai masukan dari berbagai pihak sehingga

Penelitian yang dilakukan oleh Jun Hyun pada 26 lansia yang memiliki riwayat jatuh dengan memberikan Ankle Strategy Exercise selama 3 kali dalam seminggu selama

 Bahwa pada tanggal 21 Juli 2015 sekitar pukul 19.00 wib saksi M.Zakaria masuk kedalam kamar sambil mengucapkan selamat ulang tahun, namun saksi korban tetap sedih

16 NATALIA CHRISTINA STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA

Topik penelitian untuk tugas akhir lapangan ini adalah “Geologi, Studi Fasies, dan Karakterisasi Rekahan pada Batugamping di Daerah Gunung Kromong, Cirebon, Jawa