• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur dilingkungan Pengadilan Agama (Umum, Kepegawaian dan Keuangan kecuali biaya perkara). 4.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur dilingkungan Pengadilan Agama (Umum, Kepegawaian dan Keuangan kecuali biaya perkara). 4."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

ALASAN PERCERAIAN DAN AKIBAT HUKUMNYA PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PADANG NOMOR 379/Pdt.G/2011/PA.Pdg DAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA PADANG NOMOR

01/Pdt.G/2012/PTA.Pdg

4.1. Profil Pengadilan Agama Padang dan Pengadilan Tinggi Agama Padang 4.1.1. Profil Pengadilan Agama Padang

4.1.1.1. Sejarah Pengadilan Agama PadangKelas I A

Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Padang:

1. Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah di Luar Jawa dan Madura; 2. Penetapan Menteri Agama No.58 Tahun 1957 tentang Pembentukan

Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah di Sumatera.

Pengadilan Agama Padang berdiri sejalan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan Peradilan Agama di Luar Jawa dan Madura yang sebelumnya dikenal dengan nama Mahkamah Syar’iyah.(Asasriwarni dan Nurhasnah 2008,46) Mahkamah Syar’iyah telah ada berdasarkan Stb.1882 No.152 jo. Stb.1937 No.116 dan 610 yang mengatur tentang Peradilan Agama di Jawa dan Madura. Sementara untuk daerah Kalimantan diatur dengan S.1937 No.638 dan 639. Untuk daerah luar Jawa dan Madura berdasarkan beberapa peraturan yang berbeda-beda dan tersendiri, baik berdasarkan pada peraturan kekuasaan militer Belanda dahulu, peraturan-peraturan Presiden, undang-undang biaya, keputusan Wali Negara Sumatera Timur serta peraturan swapraja dan adat.

Ketika pengadilan-pengadilan Swapraja dan Adat dihapuskan, kedudukan dan kelangsungan peradilan agama diragukan secara hukum. Oleh karena tidak adanya kepastian hukum tersebut,

(2)

pemerintah merasa perlu untuk mengadakan peraturan pemerintah yang mengatur pembentukan Pengadilan Agama untuk luar Jawa dan Madura (termasuk Padang). Hal ini kemudian direalisasikan dengan keluarnya PP No. 45 Tahun 1957 tentang pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah di Luar Jawa dan Madura.(Asasriwarni dan Nurhasnah 2008, 46) Kemudian diatur lebih lanjut dalam Penetapan Menteri Agama No. 58 Tahun 1957 tentang pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah di Sumatera.

Penetapan Menteri Agama No. 58 Tahun 1957 tersebut memerintahkan pembentukan Pengadilan Agama untuk wilayah Sumatera Barat, termasuk di dalamnya Pengadilan Agama Padang. Di samping itu dalam penetapan Menteri Agama tersebut dinyatakan secara tegas bahwa wilayah hukum dari Pengadilan Agama adalah sama dengan wilayah hukum Pengadilan Negeri.

Pengadilan Agama merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam Pasal 49 undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. ( www.pa-padang.go.id. Diakses tanggal 08 Mai 2017)

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Pengadilan Agama Padang mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Memberikan pelaksanaan teknis yustisial dan administrasi kepaniteraan bagi perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi;

2. Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara banding, kasasi dan peninjauan kembali serta administrasi lainnya;

(3)

3. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur dilingkungan Pengadilan Agama (Umum, Kepegawaian dan Keuangan kecuali biaya perkara).

4. Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum Islam pada Instansi Pemerintah di daerah hukumnya serta memberikan keterangan isbat kesaksian rukyatul hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah, sebagaimana diatur dalam pasal 52 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. Pasal 52A UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

5. Memberikan pelayanan penyelesaian permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan diluar sengketa antara orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan Hukum Islam sebagaimana diatur dalam pasal 107 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

6. Melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum, memberikan pertimbangan hukum agama, pelayanan riset/penelitian, pengawasan terhadap advokad/penasehat hukum dan sebagainya.

4.1.1.2.Yurisdiksi Pengadilan Agama Padang Kelas I A

Wilayah Pengadilan Agama Padang meliputi dua wilayah Kabupaten/Kota yaitu Kota Padang dan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sebagaimana terlihat pada peta di bawah ini.

(4)

Wilayah Yuridiksi Kota Padang terdiri atas11 kecamatan yaitu Lubuk Kilangan, Pauh, Padang Selatan, Nanggalo, Padang Utara, Padang Barat, Koto Tangah, Kuranji, Padang Timur, Bungus Teluk Kabung, dan Lubuk Begalung. Wilayah Yuridiksi Kabupaten Mentawai terdiri atas 10 kecamatan yaitu Pagai Selatan, Pagai Utara, Siberut Barat, Siberut Barat Daya, Siberut Selatan, Siberut Utara, Siberut Tengah, Sikakap, Sipora Selatan dan Sipora Utara. (www.pa-padang.go.id. Diakses tanggal 08 Mai 2017)

4.1.1.3. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Padang Kelas I A

Berdasarkan Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 9 Ayat (1) dikatakan bahwa susunan peradilan Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim, Anggota, Panitera, Sekretaris dan Juru sita. (Fauzan 2007, 212)

4.1.1.4. Kewenangan Pengadilan Agama Padang Kelas I A

Peradilan Agama memiliki dua bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan absolut dan kekuasaan relatif. Adapun tujuan dari ditentukannya kekuasaan masing-masing pengadilan adalah untuk menjaga ketertiban pelaksanaan kekuasaan kehakiman oleh badan-badan peradilan pada keempat lingkungan peradilan di Indonesia, serta

(5)

untuk memberikan ketentraman dan kepastian hukum bagi rakyat pencari keadilan. (Asasriwarni, Nurhasnah 2006, 136)

a. Kewenangan Absolut Pengadilan Agama Padang Kelas I A

Kekuasaan absolut adalah kekuasaan peradilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkat pengadilan dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkat pengadilan lainnya. Jadi, kekuasaan absolut adalah kekuasaan mengadili suatu perkara dalam hal jenis perkara apa dan pengadilan mana yang berhak mengadilinya.

Pengadilan Agama Padang Kelas I A sebagai pengadilan tingkat pertama memiliki kekuasaan absolut sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Pasal 49 UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yaitu memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang:

a. Perkawinan b. Waris c. Wasiat d. Hibah e. Wakaf f. Zakat g. Infak h. Sedekah i. Ekonomi Syari’ah

Selanjutnnya pada pasal 49 dijelaskan dalam Penjelasan pasal 49 huruf (a) Undang-undang Peradilan Agama disebutkan:

1) Izin beristri lebih dari seorang

2) Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam halo rang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat

(6)

3) Dispensasi kawin

4) Pencegahan perkawinan

5) Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah 6) Pembatalan perkawinan

7) Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan isteri 8) Perceraian karena talak

9) Gugatan perceraian

10) Penyelesaian harta bersama 11) Penguasaan anak-anak

12) Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya.

13) Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isteri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri.

14) Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak 15) Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua 16) Pencabutan kekuasaan wali

17) Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut

18) Penunjukkan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya

19) Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya

20) Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam

21) Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran

(7)

22) Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain. (Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama Pasal 49)

b. Kewenangan Relatif Pengadilan Agama Padang Kelas I A

Kekuasaan relatif adalah kekuasaan pengadilan yang satu jenis dan satu tingkatan dalam perbedaannya dengan kekuasaan pengadilan yang sama jenis dan sama tingkatannya.Artinya, kekuasaan relatif merupakan kedudukan atau wilayah hukum dari suatu pengadilan.

Kewenangan Relatif Pengadilan Agama Padang Kelas I A sebagai pengadilan tingkat pertama yang beralamat di Jl. Durian Tarung No. 1 Kota Kota Padang. Adapun wilayah hukumnya terdiri atas11 kecamatan yaitu Lubuk Kilangan, Pauh, Padang Selatan, Nanggalo, Padang Utara, Padang Barat, Koto Tangah, Kuranji, Padang Timur, Bungus Teluk Kabung, dan Lubuk Begalung. Wilayah Yuridiksi Kabupaten Mentawai terdiri atas 10 kecamatan yaitu Pagai Selatan, Pagai Utara, Siberut Barat, Siberut Barat Daya, Siberut Selatan, Siberut Utara, Siberut Tengah, Sikakap, Sipora Selatan dan Sipora Utara. (www.pa-padang.go.id. Diakses tanggal 08 Mai 2017) 4.1.2. Pengadilan Tinggi Agama Padang

4.1.2. Profil Pengadilan Tinggi Agama Padang 4.1.2.1. Sejarah Pengadilan Tinggi Agama Padang

Sesuai dengan perkembangan waktu dan kebutuhan masyarakat yang sangat mendesak, pemerintah Republik Indonesia berpendapat perlu membentuk Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah di luar Jawa-Madura dan karenanya dipandang peru segera mengeluarkan suatu peraturan yang memberi kedudukan hukum, hak kekuasaan dan daerah hukum dari Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah sehingga diterbitkanlah Peraturan

(8)

Pemerintah No.45 Tahun 1957 pada tanggal 9 Oktober 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah di Luar Jawa-Madura.

Menindak lanjuti Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1957 tersebut, maka Menteri Agama mengeluarkan Penetapan Menteri Agama No. 58 Tahun 1957 untuk membentuk empat Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah Provinsi di Sumatera, yaitu Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah Provinsi (PAMAP) di Kutaraja (Banda Aceh sekarang), Medan, Bukittinggi dan Palembang. Yuridiksi dari PAMAP Bukittinggi adalah Sumatera Tengah yang meliputi Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi.

Belum sempat beroperasional, PAMAP Bukittinggi berdasarkan Penetapan Menteri Agama No. 32 tahun 1958 tanggal 17 September 1958 dipindah ke Padang terhitung mulai tanggal 1 Agustus 1958 sehubungan dengan dipindahkannya ibukota provinsi dari Bukittinggi ke Padang sehingga dengan demikian PAMAP Padang yang akhirnya berubah menjadi Pengadilan Tinggi Agama Padang secara resmi mulai beroperasi terhitung sejak tanggal 1 Agustus 1958.

Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama RI No. 207 Tahun 1986 dibentuk Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru yang pengoperasiannya secara efektif sejak diresmikan pada tanggal 17 November 1987. Sejak dibentuknya Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru tersebut maka wilayah yuridiksi Pengadilan Tinggi Agama Padang hanya meliputi Provinsi Sumatera barat dan provinsi Jambi.

Kemudian juga dibentuk Pengadilan Tinggi Agama Jambi berdasarkan UU No. 20 Tahun 1992, maka pada tanggal 12 Februari 1993 Ketua Pengadilan Tinggi Agama Padang saat itu Drs. H. Wahab Muridillah menyerahkan sebagian wilayah yuridiksi PTA

(9)

Padang yang meliputi Provinsi Jambi kepada ketua PTA Jambi yang pertama yaitu Drs. H. Abdul Razak, SH., sehingga sejak saat itu wilayah yuridiksi PTA Padang hanya meliputi wilayah Provinsi Sumatera Barat yang terdiri dari 17 (tujuh belas) Pengadilan Agama.

Pada awalnya PAMAP Padang beralamat di Padang Baru tempat Kanwil Kementrian Agama sekarang, selanjutnya setelah Kantor Urusan Agama dan Kantor Inspeksi Pendidikan Agama disatukan menjadi Kanwil Agama maka PAMAP Padang bersama-sama dengan Kanwil Agama pindah ke Masjid Nurul Iman dan terakhir PAMAP Padang yang telah berubah nama menjadi Pengadilan Tinggi Agama Padang, beralamat di jalan Gajah Mada No. 53 Nanggalo Padang sampai dengan hancurnya gedung kantor PTA Padang tersebut akibat gempa bumi tahun 2009.

Setelah gedung kantornya hancur akibat gempa bumi tahun 2009 tersebut PTA Padang pindah menyewa gedung bekas Bandara Tabing di Jalan Prof. Hamka Lanud Tabing Padang sampai dibangunnya gedung kantor baru di Jalan By Pass yang dianggarkan dalam DIPA Tahun Anggaran 2011 dan 2012 dan mulai ditempati pada awal tahun 2013.

Visi dan misi Pengadilan Tinggi Agama Padang adalah: 1. Visi

“Terwujudnya Pengadilan Tinggi Agama Padang yang Agung” 2. Misi

a. Menjaga kemandirian Pengadilan Tinggi Agama Padang

b. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada para pencari keadilan pada Pengadilan Tinggi Agama Padang

c. Meningkatkan kualitas kepemimpinan Pengadilan Tinggi Agama Padang

(10)

d. Meningkatkan kredibilitas dan transparansi Pengadilan Tinggi Agama Padang.

4.1.2.2. Struktur Organisasi Pengadilan Tinggi Agama Padang 1. Pemimpin

Ketua : Dr. H. Idris Mahmudy, SH, MH Wakil Ketua : Drs. Maslihan Saifurrozi, SH, MH Panitera : Drs. H. Syaiful Anwar, SH, MH Sekretaris : Irsyadi, S.Ag., M.Ag

2. Hakim

a) Drs. H. Zulkifli Arief, SH., M.ag b) Drs. Ashfar Munir, SH., M.HI c) Drs. H. Medis Chan

d) Drs. H. Zainir Zurzain, SH., M.Ag e) Drs. H. Marwan A M., M.HI f) Drs. Hamdani S, SH., M.HI

g) Drs. H. Thamrin Habib, SH., M.HI h) Drs. H. Jasrizal, M.S, M.HI

i) Drs. H. Risman, S.D.S, M.HI j) Drs. H. Paskinar Said k) Dra. Hj. Husni Syam

l) Drs. H. Burdan Burniat, SH., MH m) Drs. H. Firdaus H.M, SH.,MH n) Drs. H. Damsyi, MH

3. Panmud Banding : Drs. Wildon Djoni 4. Panmud Hukum : Drs, Syamwil, SH 5. Kaur Kepegawaian : Drs. Edison, MA 6. Kaur IT : Hj. Nelmailis, SH 7. Kaur Tata Usaha : Eva Yulita, S.Ag 8. Kaur Keuangan : Mukhlis, SH

(11)

4.1.2.3. Yuridiksi Pengadilan Tinggi Agama Padang

Secara umum, peta yursdiksi Pengadilan Tinggi agama Padang adalah seluruh wilayah yang ada di wilayah otonomi Provinsi Sumatera Barat.secara detail, dapat dilihat melalui peta berikut:

Provinsi Sumatera Barat terdiri dari 19 Kabupaten atau Kota (12 Kabupaten, 7 Kota, 147 Kecamatan, 877 Kelurahan atau Desa) dan terdiri dari 17 Pengadilan Agama. Wilayah hukum (yuridiksi) Pengadilan Tinggi Agama Padang mencakup seluruh kabupaten atau kota yang ada di Sumatera Barat, yakni:

1. Kota Padang

2. Kabupaten Kepulauan Mentawai 3. Kota Pariaman

(12)

5. Kota Solok

6. Kabupaten Tanah Datar 7. Kota Padang Panjang 8. Kabupaten Solok Selatan 9. Kabupaten Sijunjung 10. Kabupaten Dhamasraya 11. Kabupaten Solok

12. Kabupaten Pesisir Selatan 13. Kabupaten Pasaman 14. Kabupaten Pasaman Barat 15. Kabupaten Agam

16. Kota Payakumbuh

17. Kabupaten Lima Puluh Kota 18. Kota Sawah Lunto

19. Kota Bukittinggi (www.pta-padang.go.id. Diakses tanggal 08 Mai 2017)

4.1.2.4. Kewenangan Pengadilan Tinggi Agama Padang

Sebagai Pengadilan Tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Agama Padang mempunyai tugas dan kewenangan sebagaimana tersebut dalam Pasal 51-53 UU No. & Tahun 1989 tentang Peradian Agama sebagaimana telah diubah dengan UU No. Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009, antara lain sebagai berikut:

1. Mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama di wilayah hukumnya dalam tingkat banding.

2. Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Agama di daerah hukumnya.

3. Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta.

(13)

4. Memberikan itsbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun hijriyah.

5. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas hakim, panitera, sekretaris dan jurusita di daerah hukumnya. (http://www.pta-padang.go.id. Diakses tanggal 08 Mai 2017)

4.2. Gambaran Perkara Nomor 379/Pdt.G/2011/PA.Pdg. dan Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama Padang.

4.2.1. Gambaran Perkara Nomor 379/Pdt.G/2011/PA.Pdg

Perkara Nomor 379/Pdt.G/2011/PA.Pdg merupakan perkara cerai talak yang terdapat di Pengadilan Agama Padang. Perkara ini diajukan oleh Id (Pemohon), umur 50 tahun, agama Islam, pendidikan terakhir STM, pekerjaan PNS, bertempat tinggal di Kubu Dalam No.14 RT.005 RW.002 Kelurahan Kubu Dalam, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat, terhadap istrinya Su (Termohon), umur 47 tahun, agama Islam, pendidikan terakhir SMP, Pekerjaan Ibu rumah tangga, bertempat tinggal di Kampung Tanjung No. 13 RT. 002 RW. 004 Kelurahan Lubuk Begalung, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat.

Pengadilan Agama telah mempelajari berkas perkara dan telah mendengarkan keterangan para Pemohon, Termohon, dan para saksi di persidangan.

4.2.2. Duduk Perkara Nomor 379/Pdt.G/2011/PA.Pdg

Berdasarkan putusan Nomor : 379/Pdt.G/2011/PA.Pdg bahwa Pemohon berdasarkan surat permohonannya yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Padang dengan register perkara Nomor : 379/Pdt.G/2011/PA.Pdg tanggal 11 Mei 2011.

Id (Pemohon) dan Su (Termohon) adalah suami isteri yang sah dan telah melangsungkan pernikahan secara Islam pada tanggal 29 Desember 1997 tercatat pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Lubuk Begalung, sesuai dengan Duplikat Kutipan Akta Nikah Nomor :

(14)

KK.03.09.8/PW.01/37/2009 tanggal 15 juli 2009, namun belum dikaruniai anak.

Alasan Id (Pemohon) mengajukan perceraian adalah bahwa Su (Termohon) kurang patuh sebagai seorang isteri seperti sering menolak melakukan hubungan suami istri dengan Pemohon, kurang peduli terhadap anak-anak Id (Pemohon) dari isteri pertama dan Su (Termohon) kurang menghargai keluarga besar Id (Pemohon).

Puncak pertengkaran terjadi pada pertengahan bulan September 2008. Penyebabnya adalah Pemohon merasa kesal dengan sikap dan tingkah laku Termohon yang tidak tetap mau merubah sikap dan tingkah lakunya. Bahkan Termohon tidak menghargai orang tua Pemohon yang membuat orang tua Pemohon tersinggung hingga Pemohon tidak bisa bersabar lagi dan langsung mengemasi pakaian dan perlengkapannya. Lalu Pemohon pergi ke rumah orang tua Pemohon. Sejak saat itu antara Pemohon dan Termohon sudah tidak ada komunikasi dan telah berpisah selama lebih kurang 2 (dua) tahun 2 (dua) bulan.

Mengenai perkara ini majelis hakim mengabulkan permohonan Pemohon, mengizinkan kepada Pemohon (Id) untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon (Su) di muka Pengadilan Agama Padang dan dalam putusannya majelis hakim terdiri dari Bapak H. Asli Sa’an, S.H. sebagai Ketua Majelis, Drs. Miatris dan Ibu Dra. Hj.Noviarni, S.H., MA. sebagai Hakim Anggota serta Drs. H. Yusnedi sebagai Penitera Pengganti.

4.2.3. Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama Padang

Perkara Nomor 379/Pdt.G/2011/PA.Pdg merupakan perkara tentang permohonan cerai talak yang terdapat di Pengadilan agama Padang. Perkara ini diajukan oleh Id (Pemohon) terhadap Su (Termohon). Dalam putusannya majelis hakim mengabulkan permohonan Id (Pemohon) dan memberi izin kepada Ir

(15)

(Pemohon)untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon (Su). Dengan pertimbangan Majelis Hakim sebagai berikut :

1. Alasan perceraian adalah perselisihan dan pertengkaran, maka majelis telah mendengarkan keterangan dua orang saksi dari teman dekat Id (Pemohon) untuk mengetahui sebab-sebab perselisihan sesuai dengan ketentuan pasal 22 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal 76 ayat 1 Undang–Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan pasal 143 Kompilasi Hukum Islam.

2. Bantahan Su (Termohon) atas dalil permohonan Id (Pemohon) bahwa Termohon sering menolak hubungan suami istri adalah tidak benar, alasan Id (Pemohon) berselingkuh atau beristeri lagi tanpa izin Su (Termohon) agar dapat melakukan hubungan suami isteri setiap hari. Sebab penolakan Termohon untuk melakukan hubungan suami isteri tersebut akhirnya Pemohon menikah lagi. 3. Bahwa dari keterangan saksi-saksi Pemohon yang keterangannya

saling bersesuaian dan memperkuat dalil-dalil permohonan Pemohon, kesaksian mana telah memenuhi ketentuan pasal 309 RBg, maka dapat ditemui fakta-fakta sebagai berikut :

1. Telah terjadi perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon dan Termohon secara terus menerus.

2. Termohon sering menolak dalam melakukan hubungan intim suami isteri dengan Pemohon.

3. Pemohon telah menikah lagi dengan perempuan lain.

4. Termohon bersama dengan kakak kandungnya (Sa) telah mengusir Pemohon dari rumah kediaman bersama.

5. Akibat dari perselisihan/pertengkaran tersebut Pemohon dan Termohon telah berpisah tempat tinggal sejak pengusiran bulan Januari 2008 sampai sekarang.

6. Pemohon dan Termohon tidak mempunyai keinginan untuk berbaik lagi.

(16)

4. Bahwa dari fakta-fakta tersebut di atas, maka dapat dinyatakan terbukti bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang sifatnya sudah terus menerus yang sulit untuk dirukunkan kembali karena selama berpisah sekitar delapan bulan lamanya, Pemohon dan Termohon tidak pernah bersatu lagi, dengan demikian alasan perceraian sebagai mana diatur dalam pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam telah terpenuhi.

5. Bahwa dengan telah terbukti adanya perselisihan dan pertengkaran yang sulit untuk dirukunkan kembali, maka tujuan perkawinan sebagaimana dimaksud pasal 1 Undang–Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 3 Kompilasi Hukum Islam juga sebagaimana tersirat dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 21, tidak terwujud lagi dalam rumah tangga Pemohon dan Termohon. Oleh karena itu Majelis berpendapat bahwa perceraian adalah jalan yang paling tepat dan memenuhi rasa keadilan bagi kedua belah pihak, sebab kalau tidak diceraikan maka perselisihan dan pertengkaran yang tidak berkesudahan akan berakibat kepada makin beratnya beban penderitaan lahir batin bagi kedua belah pihak.

6. Bahwa siapa yang benar dan siapa yang salah dalam permasalahan rumah tangga Pemohon dan Termohon ini, tidaklah patut ditimpakan kepada salah satu pihak karena akan membawakan dampak yang tidak baik bagi keduanya.

7. Bahwa dalam perkara ini Majelis mengutip ayat Qur’an Surat Al-Baqarah ayat (227) sebagai berikut :

















(17)

Artinya : “Dan jika mereka ber’azam (bertetap hati) untuk talak, maka Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” 8. Pengakuan Pemohon dan kesaksian para saksi (Ss dan Sd)

ditemukan fakta bahwa Pemohon tidak patuh kepada Suami dengan seringnya menolak melakukan hubungan suami isteri dengan Tergugat, bahkan Panggugat bersama Saudara (Suliadi) telah dua kali mengusir Tergugat dari kediaman bersama yaitu pada bulan Januari 2011 dan bulan Februari 2011.

9. Bahwa menurut pendapat Majelis hak dan kewajiban harus seimbang, berhubung Pemohon tidak melaksanakan kewajibannya sebagai isteri maka kewajiban suami gugur apabila isteri nusyuz, sesuai dengan ketentuan pasal 80 ayat (7) Kompilasi Hukum Islam dan ketentuan firmah Allah dalam Qur’anul Karim Surat al-Baqarah ayat 228 :











Artinya : “Bagi isteri dan hak yang seimbang dengan kewajiban dengan cara yang baik”

10. Bahwa majelis hakim perlu mengemukakan ibarat yang termaktub dalam Kitab Tuhfah VIII : 325 sebagai berikut :

Artinya : “Hilang kewajiban sumai memberi nafkah seluruhnya menurut Ijma Ulama yaitu tidak taat kepada suami atau mengusir suami dari rumahnya.”

(18)

4.3. Gambaran Perkara Nomor 01/Pdt.G/2012/PTA. Pdg. dan Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Padang.

Termohon pada perkara Nomor : 379/Pdt.G/2011/PA.Pdg tidak menerima keputusan Pengadilan Agama Padang. Selanjutnya Termohon mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama Padang.

4.3.1. Gambaran Perkara Nomor 01/Pdt.G/2012/PTA.Pdg

Pengadilan Tinggi Agama Padang yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor : 01/Pdt.G/2012/PTA.Pdg pada tingkat banding dalam persidangan majelis, sebagai permohonan banding dari Termohon pada perkara Nomor : 379/Pdt.G/2011/PA.Pdg.

Perkara Nomor 01/Pdt.G/2012/PTA.Pdg merupakan perkara pada tingkat banding di bawah kewenangan Pengadilan Tinggi Agama Padang.

a. Identitas Para Pihak

Pembanding umur 47 tahun, agama Islam, Pendidikan terakhir SMP, pekerjaan Ibu rumah tangga, bertempat tinggal di KOTA PADANG, sebagai Termohon Konvensi/Penggugat Rekonvensi/Pembanding,

Terbanding, umur 50 tahun, agama Islam, Pendidikan terakhir STM, pekerjaan PNS, bertempat tinggal di KOTA PADANG, sebagai Pemohon Konvensi/Tergugat Rekonvensi/Terbanding. Mengutip segala uraian tentang hal ini sebagaimana termuat dalam Putusan Pengadilan Agama Padang Nomor 379/Pdt.G/2011/PA.Pdg tanggal 18 Oktober 2011, yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

1. Mengabulkan permohonan Pemohon;

2. Memberi izin kepada Pemohon (Terbanding) untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon (Pembanding) di depan sidang Pengadilan Agama Padang;

(19)

3. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Padang untuk mengirimkan Salinan Penetapan ikrar talak atas pelaksanaan putusan ini kepada Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Padang Timur, Kota Padang dan Pegawai Pencatat Nikah Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu.

Membaca akta permohonan banding yang dibuat oleh Wakil Panitera Pengadilan Agama Padang, yang menyatakan bahwa pada hari Senin, tanggal 31 Oktober 2011, pihak Termohon Konvensi/Penggugat Rekonvensi telah mengajukan permohonan banding terhadap putusan Pengadilan Agama tersebut di atas, permohonan banding tersebut telah pula diberitahukan kepada pihak lawannya pada tanggal 01 November 2011.

Membaca dan memperhatikan memori banding yang diajukan oleh Termohon Konvensi/Penggugat Rekonvensi/Pembanding dan kontra memori banding yang diajukan oleh Pemohon Konvensi/ Tergugat Rekonvensi/Terbanding, baik memori banding ataupun kontra memori banding tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawannya masing-masing.

4.3.2. Dasar Pertimbangan Hukum Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Padang

Putusan perkara Nomor : 01/Pdt.G/2012/PTA.Pdg merupakan perkara banding dari putusan Nomor : 379/Pdt.G/2011/PA.Pdg dalam perkara cerai talak. Dengan pertimbangan majelis hakim sebagai berikut:

1. Bahwa oleh karena permohonan banding dalam perkara ini telah diajukan dalam tenggat waktu dan menurut cara-cara yang ditentukan undang-undang, maka permohonan banding tersebut formil harus dinyatakan dapat diterima.

(20)

2. Bahwa berdasarkan keterangan kedua pihak berperkara dan saksi-saksi di persidangan telah terdapat fakta bahwa kedua pihak telah berpisah rumah selama 3 (tiga) tahun lebih tepatnya sejak bulan Januari 2008 sampai sekarang yang disebabkan karena Pemohon Konvensi telah menikah lagi dengan perempuan lain yang bernama PIL pada tanggal 17 Desember 2007 tanpa seizin Termohon Konvensi/Pembanding dan izin Pengadilan.

3. Bahwa Pemohon Konvensi/Terbanding telah berulangkali berupaya untuk rukun kembali dengan Termohon Konvesi/Pembanding tetapi tidak berhasil, karena Termohon Konvensi/Pembanding tidak mau dimadu dan Pemohon Konvensi/Terbanding tidak mau menceraikan isterinya yang bernama PIL tersebut. Berdasarkan fakta dan pertimbangan tersebut Pengadilan Tinggi Agama berpendapat bahwa kedua pihak berperkara tidak mungkin lagi dapat mewujudkan tujuan perkawinan membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah sebagaimana dimaksud Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, oleh karena itu untuk mengatasi kemelut rumah tangga kedua pihak berperkara tersebut tidak ada jalan lain kecuali perceraian.

Memperhatikan segala uraian dalam pertimbangan sebagai ternyata dalam putusan Pengadilan Agama, maka Pengadilan Tinggi Agama menyatakan tidak sependapat, dengan alasan dan pertimbangan sebagai berikut :

1. Bahwa gugatan Penggugat Rekonvensi/Pembanding sebagaimana tercantum dalam petitum duplik Termohon Konvensi/Penggugat Rekonvensi/Pembanding pada pokoknya adalah sebagai berikut : a. Nafkah madliah (nafkah yang telah lewat) selama 44 (empat

puluh empat) bulan terhitung sejak bulan Januari 2008 sampai Agustus 2011 sebesar Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) perbulan = Rp 44.000.000 (empat puluh empat juta rupiah).

(21)

b. Nafkah iddah sebesar Rp 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah); c. Uang mut’ah sebesar Rp 40.000.000 (empat puluh juta rupiah); 2. Berdasarkan ketentuan pasal 80 ayat (5) dan (7) Kompilasi Hukum

Islam kewajiban seorang suami memberi nafkah kepada isterinya dimulai setelah ada tamkin sempurna dari isterinya dan kewajiban tersebut gugur apabila isteri nusyuz. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan apakah dalam perkara aquo Penggugat Rekonvensi/Pembanding sebagai seorang isteri telah melakukan tamkin sempurna dan tidak berbuat nusyuz kepada Tergugat Rekonvensi/Terbanding sebagai suaminya.

3. Berdasarkan keterangan kedua pihak berperkara di persidangan telah terdapat fakta bahwa setelah menikah kedua pihak berperkara telah hidup bersama sebagai suami isteri di rumah orang tua Penggugat Rekonvensi/Pembanding sampai dengan bulan Desember 2007, meskipun menurut versi Tergugat Rekonvensi/Terbanding pernikahan mereka berjalan tidak rukun sejak awal pernikahan. Tetapi fakta yang tidak terbantahkan bahwa kedua pihak berperkara telah tinggal serumah di rumah orang tua Penggugat Rekonvensi/ Pembanding sejak menikah 29 Desember 1997 sampai dengan bulan Desember 2007 (sepuluh tahun). Hal ini telah membuktikan bahwa telah ada tamkin dari Penggugat Rekonvensi/Pembanding selaku isteri kepada Tergugat Rekonvensi/ Terbanding selaku suami.

4. Berdasarkan keterangan kedua pihak berperkara dan saksi-saksi di persidangan telah terdapat fakta bahwa kedua pihak berperkara telah pisah rumah sejak bulan Januari 2008 dikarenakan Tergugat Rekonvensi/ Terbanding telah menikah lagi dengan seorang perempuan yang berinisial An pada tanggal 17 Desember 2007 tanpa seizin Penggugat Rekonvensi/Pembanding dan Pengadilan. Hal ini menyebabkan Penggugat Rekonvensi/ Pembanding tidak

(22)

mau lagi menerima Tergugat Rekonvensi/Terbanding untuk tinggal serumah kecuali kalau Tergugat Rekonvensi/Terbanding menceraikan isterinya yang baru dinikahi tersebut. Tetapi kenyataannya Tergugat Rekonvensi/Terbanding tidak bersedia menceraikan isterinya yang berinisial An sehingga keduanya tetap pisah rumah sampai dengan sekarang. Sikap Penggugat Rekonvensi/Pembanding yang tidak bersedia lagi menerima Tergugat Rekonvensi untuk tinggal serumah seperti tersebut di atas dikategorikan bahwa Penggugat Rekonvensi/Pembanding telah berbuat nusyuz atau bukan. Hal ini akan dipertimbangkan sebagaimana tersebut dibawah ini :

a. Bahwa majelis hakim Pengadilan Tinggi Agama berpendapat perlu mengemukakan petunjuk Allah SWT dalam al-Qur’an surat ar-Rum ayat 21 yang berbunyi :











































Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

b. Bahwa meskipun dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa Allah SWT menciptakan para isteri untuk memberikan ketenteraman kepada para suami, hal tersebut seharusnya

(23)

tidak dipahami hanya sebatas apa yang tersurat saja tetapi lebih dari itu bahwa para suami juga diciptakan untuk memberi ketenteraman kepada para isteri. Dan hal ini dijabarkan lebih lanjut dalam pasal 77 ayat (2) dan pasal 79 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam yang pada pokoknya menyatakan bahwa suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain karena hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup dalam masyarakat sehingga dengan demikian akan terciptalah keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.

c. Bahwa pernikahan Tergugat Rekonvensi/Terbanding dengan perempuan yang berinisial An tanpa seizin Penggugat Rekonvensi/Pembanding dan izin Pengadilan membuktikan bahwa Tergugat Rekonvensi/Terbanding telah tidak memberikan ketenteraman dan kenyamanan malah sebaliknya telah melukai perasaan Penggugat Rekonvensi/Pembanding sebagai seorang isteri yang membutuhkan cinta, kesetiaan dan kasih sayang dari Tergugat Rekonvensi/Terbanding selaku suaminya. Dalam keadaan seperti itu sangat tidak adil kalau Penggugat Rekonvensi/Pembanding dihukum nusyuz hanya karena tidak mau lagi menerima Tergugat Rekonvensi/Terbanding untuk tinggal bersama sebagai suami-isteri. Apalagi Penggugat Rekonvensi/Pembanding masih bersedia menerima Tergugat Rekonvensi/Terbanding asalkan Tergugat Rekonvensi/Terbanding menceraikan isteri yang baru dinikahinya itu. Oleh karena itu Pengadilan Tinggi Agama berpendapat bahwa tindakan Penggugat

(24)

Rekonvensi/Pembanding menolak Tergugat Rekonvensi/Terbanding untuk tinggal serumah tersebut tidak dapat dikategorikan bahwa Penggugat Rekonvensi/Pembanding telah berbuat nusyuz karena tindakan Penggugat Rekonvensi/Pembanding tersebut hanyalah reaksi dari tindakan Tergugat Rekonvensi/Terbanding.

d. Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah disebutkan terbukti bahwa Penggugat Rekonvensi/Pembanding selaku isteri telah melakukan tamkin dan tidak berbuat nusyuz kepada Tergugat Rekonvensi/Terbanding selaku suaminya, oleh karena itu Penggugat Rekonvensi/Pembanding tetap berhak memperoleh nafkah wajib dari Tergugat Rekonvensi/ Terbanding.

e. Bahwa berdasarkan keterangan kedua pihak berperkara dan saksi-saksi di persidangan telah terbukti bahwa sejak kedua pihak berperkara pisah rumah bulan Januari 2008 sampai dengan sekarang setidaknya sampai dengan pembuktian di persidangan tingkat pertama bulan September 2011 telah berjalan selama 44 (empat puluh empat) bulan Tergugat Rekonvensi/Terbanding tidak memberi nafkah kepada Penggugat Rekonvensi/Pembanding.

f. Bahwa berdasarkan pendapat ulama fiqh dalam Kitab I’anatut Thalibin Juz IV halaman 85, yang berbunyi :

Artinya : “Nafkah dan pakaian yang telah lewat dari batas waktunya menjadi hutang suami kepada isterinya yang harus ditanggung/dilunasi”.

(25)

Pendapat tersebut diambil alih sebagai pendapat Pengadilan Tinggi Agama, dengan demikian nafkah wajib Penggugat Rekonvensi/ Pembanding selaku isteri yang belum dipenuhi oleh Tergugat Rekonvensi selama 44 (empat puluh empat) bulan tetap harus dibayar oleh Tergugat Rekonvensi/Terbanding.

5. Mengenai besarnya tuntutan nafkah madhiah (nafkah yang telah lewat) tersebut sebesar Rp 1.000.000 (satu juta) perbulan dinilai terlalu memberatkan Tergugat Rekonvensi/Terbanding apalagi Tergugat Rekonvensi/ Terbanding masih menanggung anak-anak dari isteri pertamanya. Oleh karena itu dengan memperhatikan kebutuhan minimal Penggugat Rekonvensi/Pembanding dan kemampuan Tergugat Rekonvensi/Terbanding yang berdasarkan alat bukti P2 mempunyai penghasilan sebesar Rp 1.461.233 (satu juta empat ratus enam puluh satu ribu dua ratus tiga puluh tiga rupiah) perbulan, tetapi dari alat bukti P2 tersebut ternyata ada komponen potongan penghasilan Tergugat Rekonvensi/ Terbanding yang nilainya cukup memadai dan tidak bersifat permanen, yaitu potongan cicilan sebesar Rp 342.000 (tiga ratus empat puluh dua ribu rupiah) dan cicilan koperasi sebesar Rp 720.000 (tujuh ratus dua puluh ribu rupiah). Kedua komponen potongan tersebut apabila telah lunas akan memperbesar penghasilan Tergugat Rekonvensi/Terbanding, karena itu cukup wajar dan adil nafkah madhiah tersebut ditetapkan sebesar Rp 750.000 (empat ratus ribu) perbulan selama 44 (empat puluh empat) bulan = Rp 33.000.000 (tiga puluh tiga juta rupiah).

6. Mengenai tuntutan atas nafkah iddah dan mut’ah akan dipertimbangkan sebagaimana tersebut dibawah ini :

a. Menurut Hukum Islam dengan mempedomani Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa, bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib :

(26)

1) Memberi mut’ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul.

2) Memberi nafkah, maskan, dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri dijatuhi talak bain atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil;

b. Bahwa Penggugat Rekonvensi/Pembanding dalam perkawinannya dengan Tergugat Rekonvensi/Terbanding berdasarkan keterangan kedua pihak berperkara di persidangan telah dukhul namun belum dikaruniai keturunan, dengan demikian menurut ketentuan Pasal 149 (a) Kompilasi Hukum Islam Penggugat Rekonvensi/Pembanding berhak mendapatkan mut’ah dari Tergugat Rekonvensi/Terbanding.

c. Bahwa syarat untuk mendapatkan nafkah iddah menurut ketentuan Pasal 149 (b) Kompilasi Hukum Islam adalah : talak yang dijatuhkan kepada isteri bukan talak bain atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil. Syarat pertama dapat dipenuhi oleh Penggugat Rekonvensi/Pembanding karena talak Tergugat Rekonvensi/Terbanding yang akan dijatuhkan nanti adalah talak raj’i karena tidak ada alasan hukum yang mengakibatkan talak bain. Syarat kedua tidak nusyuz. Tentang syarat yang kedua ini majelis berpendapat bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan pada saat mempertimbangkan nafkah madhiah di atas terbukti bahwa Penggugat Rekonvensi/Pembanding tidak nusyuz, oleh karena itu syarat yang kedua juga telah terpenuhi sehingga dengan demikian Penggugat Rekonvensi/Pembanding berhak mendapatkan nafkah iddah dari Tergugat Rekonvensi/Pembanding.

d. Bahwa mengenai besarnya tuntutan nafkah iddah tersebut sebesar Rp 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah), dinilai terlalu

(27)

memberatkan Tergugat Rekonvensi/ Terbanding apalagi Tergugat Rekonvensi/Terbanding masih menanggung anak-anak dari isteri pertamanya, oleh karena itu dengan memperhatikan kebutuhan minimal Penggugat Rekonvensi/Pembanding dan kemampuan Tergugat Rekonvensi/Terbanding sebagaimana tersebut di atas, cukup wajar dan adil nafkah iddah tersebut ditetapkan sebesar Rp 750.000 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) perbulan selama 3 (tiga) bulan = Rp 2.250.000 (dua juta dua ratus lima puluh ribu rupiah).

e. Bahwa besarnya tuntutan mut’ah sebesar Rp 40.000.000 (empat puluh juta rupiah) dinilai terlalu memberatkan Tergugat Rekonvensi/Terbanding yang masih menanggung anak-anak dari isteri pertamanya tetapi tidak pula ada ukuran secara pasti tentang besarnya mut’ah tersebut. Dalam Pasal 160 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa, Besarnya mut’ah disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami. Untuk itu berdasarkan yurisprudensi putusan Mahkamah Agung nomor 548 K/AG/2010 patut dan dalam batas jangkauan kemampuannya jika Tergugat Rekonvensi/Terbanding dibebani kewajiban membayar mut’ah minimal sama dengan nafkah satu tahun. Oleh karena nafkah iddah perbulan telah ditetapkan sebesar Rp. 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah), maka mut’ah minimal adalah sebesar Rp. 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).

7. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang ada, maka putusan Pengadilan Agama tersebut tidak dapat dipertahankan, karenanya harus dibatalkan dan Pengadilan Tinggi Agama mengadili sendiri sebagaimana tersebut dalam amar putusan ini.

(28)

1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonvensi/Pembanding untuk sebagian;

2. Menghukum TerggugatRekonvensi/Terbanding untuk membayar kepada Penggugat Rekonvensi/Pembanding berupa :

a. Nafkah madhiah (nafkah yang telah lalu) sebesar Rp 33.000.000,- (tiga puluh tiga juta rupiah);

b. Nafkah iddah sebesar Rp 2.250.000,- (dua juta dua ratus lima puluh ribu rupiah);

c. Uang mut’ah sebesar Rp. 9.000.000,- (sembilan juta rupiah). 3. Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi/Pembanding untuk

selebihnya.

4.4. Analisa Hukum terhadap Alasan Perceraian dan Akibat Hukumnya pada Perkara Nomor 379/Pdt.G/2011/PA.Pdg dan Nomor Perkara 01/Pdt.G/2012/PTA.Pdg

Dalam sub bab ini penulis akan menganalisa dua putusan pengadilan yang berbeda. Yaitu putusan Pengadilan Agama Padang Nomor:379/Pdt.G/2011/PA.Pdg dan Putusan Pengadilan Tinggi Agama padang Nomor: 01/Pdt.G/2012/PTA.Pdg dalam kajian penelitian, yang mana dalam hal ini penulis setuju dengan putusan Pengadilan Agama Tinggi Padang.

Sebagaimana dalam surat permohonan (Id) pada Pengadilan Agama Padang Nomor: 379/Pdt.G/2011/PA.Pdg Pemohon (Id) meminta:

a. Mengabulkan permohonan Pemohon;

b. Memberi izin kepada Pemohon (Terbanding) untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon (Pembanding) di depan sidang Pengadilan Agama Padang;

c. Membebankan biaya perkara sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dari petitum Pemohon (Id) tersebut, majelis hakim Pengadilan Agama Padang memutuskan bahwa:

(29)

b. Member izin kepada Pemohon (Id) untuk menjatuhkan talak raj’i terhadap Termohon (Su) di depan sidang Pengadilan Agama.

c. Dan Menetapkan Termohon (Id) sebagai istri yang nusyus.

Dalam Rekonvensi menangapi gugatan Rekonvensi Termohon Pengadilan Agama Padang menetapkan istri sebagai istri nusyus, sehingga batal segala haknya sebagai istri yang dijatuhkan talak oleh suami seperti, nafkah madiyah, nafkah iddah, dan uang mut’ah. Pengadilan Agama Padang dalam menetapkan istri nusyus tentu memiliki alasan, bahwa sejak awal pernikahan Pemohon dan Termohon rumah tangganya tidak berjalan dengan rukun dan harmonis, sering terjadi pertengkaran karena Termohon terus meminta uang belanja lebih dari yang Pemohon sanggupi, Termohon sering menolak hubungan suami istri dengan Pemohon, Termohon dan kakak kandungnya telah mengusir Pemohon dari rumah bersama.

Kesaksian para saksi telah bersesuaian satu sama lain, bahwa ditemukan fakta bahwa Pemohon dan Termohon sudah lama berpisah dan Pemohon (suami) meninggalkan rumah bersama pergi kerumah orang tuanya. Majelis hakim Pengadilan Agama Padang menyatakan dalam rekonvensi, kedua saksi dari Penggugat Rekonvensi/Termohon (Ss dan Sd) ditemukan fakta bahwa pengugat tidak patuh kepada suami dengan sering menolak melakukan hubungan suami istri, bahwa pengugat bersama saudaranya (Sd) telah dua kali mengusir tergugat dari rumah kediaman bersama yaitu pada bulan Januari 2011 dan bulan Februari 2011, dengan demikian majelis hakim menilai telah terbukti adanyanusyus yang dilakukan oleh Penggugat.

Menurut penulis mengenai pertimbangan majelis hakim Pengadilan Agama Padang yang menyatakan istri nusyuz. Dalam hal istri sering menolak melakukan hubungan suami istri seperti keterangan Pemohon tidak dapat dijadikan pedoman, kerena Termohon membantah hal tersebut dan tidak ditemukan dalam keterangan dua saksi Pemohon

(30)

pernyataan bahwa memang istri tidak patuh serta istri dan saudaranya mengusir Pemohon dari rumah bersama karena Pemohon telah mempunyai istri kedua yang tidak diketahui dan tidak disetujui oleh Termohon sehingga Termohon mensyaratkan agar Pemohon menceraikan istri keduanya karena tidak bersedia dimadu.

Adapun dalam gugatan Pembanding (Su) yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Agama Padang Nomor: 01/Pdt.G/2012/PTA.Pdg Pembanding (Su) dalam petitumnya adalah sesuai Rekonvensi pada tingkat pertama (Pengadilan Agama Padang). Dari petitum Pembanding (Su) bahwa Pengadilan Tinggi Agama Padang memutuskan:

1. Menyatakan permohonan banding dapat diterima.

2. Menguatkan putusan Pengadilan Agama Padang Nomor: 379/Pdt.G/2011/PA.Pdg, tanggl 18 Oktober 2011.

3. Membatalkan putusan Pengadilan Agama Padang Nomor: 01/Pdt.G/2012/PTA.Pdg, tanggal 18 Oktober 2011.

4. Mengabulkan gugatan penggugat Rekonvensi/Pembanding untuk sebagian.

5. Menghukum Tergugat Rekonvensi/Terbanding (Terbanding) untuk membayar kepada Penggugat Rekonvensi/Pembanding (Pembanding) berupa:

a. Nafkah madhiah (nafkah yang telah lalu) sebesar Rp.33.000.000 (tiga puluh tiga juta rupiah).

b. Nafkah iddah sebesar Rp. 2.250.000 (dua juta duaratus lima puluh ribu rupiah).

c. Uang mut’ah sebesar 9.000.000 (Sembilan Juta Rupiah) 6. Menolak gugatan Rekonvensi/Pebanding untuk selebihnya.

Putusan Pengadilan Tinggi Agama Padang tersebut memiliki alasan, bahwa tidak ditemukan istri nusyus karena perbuatanistri yang tidak mau menerima suaminya untuk tinggal bersama sebagai suami istri tersebut adalah karena perbuatan suami yang telah menikah lagi, dengan

(31)

demikian terbukti bahwa suami tidak lagi memberi ketentraman kepada Istri malah sebaliknya melukai perasaan istri yang membutuhkan cinta, kesetiaan, dan kasih sayang dari suaminya. Apalagi Penggugat Rekonvensi/Terbanding masih bersedia menerima Tergugat Rekonvensi/Pembanding asalkan tergugat mau menceraikan istrinya yang baru.

Oleh karena itu Pengadilan Tinggi Agama Padang berpendapat bahwa tindakan Penggugat Rekonvensi/Pembanding menolak tinggal bersama dengan terguguat rekonvensi/terbanding tidak dapat di kategorikan bahwaPenggugat Rekonvensi/Pembanding telah berbuat nusyus, karena tindakan tersebut hanyalah reaksi dari tindakan tergugat rekonvensi/Terbanding. Berdasarkan pertimbangan di atas serta keterangan kedua belah pihak dan saksi-saksi di persidangan dinilai istri telah melakukan tamkin dan tidak nusyus kepada suami. Dan istri berhak mendapatkan hak-haknya sebagaimana firman Allah dalam Surat at-Thalaq ayat 6 yaitu:

































































Artinya: ”Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan

(32)

baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”

Kemudian dijelaskan dalam pasal 149 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa, bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib :

1. Memberi mut’ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul;

2. Memberi nafkah, maskan, dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri dijatuhi talak bain atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil;

3. Melunasi mahar yang masih terhutang, dan separoh apabila qabla al dukhul.

4. Memberikan biaya hadanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 Tahun.

Pasal 152 KHI juga menjelaskan bahwa bekas istri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya, kecuali bila ia nusyus. (KHI t.t, 88)

Menurut penulis putusan Pengadilan Agama menetapkan status istri sebelum mengabulkan gugatan rekonvensi istri adalah keputusan yang tidak tepat. Pada putusan Pengadilan Agama istri dinyatakan nusyuz terhadap suaminya sehingga tidak mendapatkan hak haknya sebagai istri yang telah diceraikan adalah karena istri telah berbuat nusyus terhadap suami. Dengan alasan istri menolak berhubungan suami istri. Sementara itu sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 84 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam bahwa istri dapat di anggap nusyuz jika ia tidak melakukan kewajiban-kewajiban sebagaimana yang di atur dalam pasal 83 ayat (1) yaitu berbakti lahir batin kepada suami dalam batas batas yang dibenarkan dalam hukum Islam. (KHI t.t, 258)

Sebagaimana yang dijelaskan dalam dalil-dali syara’ yang tertulis dalam kitab al-Muqhni Ibnu Qudamah VI: 295 menjelaskan yang artinya:

(33)

Nusyus itu ialah apabila si istri tidak mau seketiduran atau keluar rumah tanpa izin suami.

Mengenai hal ini penulis sependapat dan setuju dengan hakim Pengadilan Tinggi Agama Padang bahwa istri tidak berbuat nusyuz, kedua belah pihak telah berpisah dikarenakan suaminya menikah lagi. Adapun tindakan istri yang tidak mau melakukan hubungan suami istri pun tidak dapat dibuktikan dalam keterangan saksi-saksi, sehingga tidak dapat diputuskan bahwa istri telah berbuat nusyuz dan tidak mendapatkan hak-haknya sebagai istri yang ditalak.

Kemudian mengenai putusan Pengadilan Tinggi Agama Padang Nomor: 01/Pdt.G/2012/PTA.Pdg, tanggal 18 Oktober 2011, yang memutuskan bahwa istri diputuskan mendapat hak haknya sebagai istri yang ditalak suami dengan alasan istri tidak berbuat nusyuz. Karena menurut hakim tingkat banding sebagaimana dalam putusan tingkat pertama bahwa tidak ditemukan istri telah berbuat nusyuz, baik dalam gugatan, dalam repliknya maupun dalam proses persidangan sehingga hakim memutuskan istri tidak nusyuz. Pengadilan Tinggi Agama Padang juga berpendapat berdasarkan keterangan kedua belah pihak dan saksi-saksi di persidangan telah menemukan fakta bahwa kedua belah pihak telah berpisah sejak bulan Januari 2008 dikarenakan Tergugat Rekonvensi/Terbanding telah menikah lagi dengan seorang perempuan yang berinisial An pada tanggal 17 Desember 2007 tanpa seizin Penggugat Rekonvensi/Pembanding dan pengadilan.

Hal ini menyebabkan Penggugat Rekonvensi/Pembanding tidak mau lagi menerima Tergugat Rekonpensi/Terbanding tinggal serumah kecuali Tergugat Rekonvensi/Terbanding bersedia menceraikan istrinya yang baru tersebut. Tapi kenyataannya Tergugat Rekonvensi/Terbanding tidak mau menceraikan istrinya yang baru tersebut sehingga keduanya tetap pisah rumah sampai terjadinya persidangan. Hal ini akan di

(34)

pertimbangkan sebagaimana di sebut dalam petunjuk Allah SWT dalam surat ar-Rum ayat 21 yang berbunyi.











































Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Menurut hakim Pengadilan Tinggi Agama Padang meskipun dalam ayat tersebut istri diciptakan untuk memberikan ketentraman kepada para suamiya, namum juga sebaliknya para suami diciptakan untuk memberikan ketentraman untuk istri-istrinya. Dalam hal ini dijabarkan lebih lanjut dalam pasal 77 ayat (2) dan pasal 79 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam dalam pokoknya mengatakan bahwa suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu ke yang lain karena hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan kedudukan suami dalam kedudukan rumah tangga dan pergaulan masyarakat, dengan demikian akan tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.

Berdasarkan penjelasan di atas dua putusan di atas penulis melihat adanya sisi pandang yang berbeda antara hakim Pengadilan Agama Padang dan hakim Pengadilan Tinggi Agama Padang dalam menetapkan status nusyuz atau tidaknya istri dalam kasus ini. Hakim Pengadilan Agama padang dalam salinan putusan Nomor:

(35)

379/Pdt.G/2011/PA.Pdg memutuskan bahwa istri telah berbuat nusyuz berdasarkan istri sering menolak untuk berhubungan suami istri sehingga berdampak terhadap perbuatan suami yang berselingkuh dan menikah lagi dengan perempuan lain. Walau pun istri membantah pernyataan suami tersebut ia juga menyatakan dapat melakukan hubungan suami istri setiap hari, namun menurut hakim Pengadilan Agama Padang bahwa bantahan tersebut hanyalah sekedar penyelamatan diri semata. Meskipun hakim Pengadilan Agama menyatakan bahwa saksi menguatkan pernyataan Pemohon, tapi penulis tidak menemukannya pada keterangan saksi.

Sementara hakim Pengadilan Tinggi Agama Padang memandang permasalahan dari terjadinya pernikahan suami yang tanpa izin istri pada bulan Desember 2007, hingga terjadinya pertengkaran berat pada bulan Januari 2008. Adapun tindakan Istri yang mengusir suaminya dari kediaman bersama, dan tidak mau diajak berbaikan lagi adalah dikarenakan efek dari prilaku suami yang menikah kembali. Hakim Pengadilan Tinggi Agama Padang tidak menggali lebih dalam apa penyebab terjadinya permasalahan yang menyebabkan keduanya saling bertengkar semenjak awal pernikahannya. Namun hakim Pengadilan Tinggi Agama mengakui pertengkaran tersebut, sehingga menguatkan putusan Pengadilan Agama Padang untuk mengizinkan Pemohon menceraikan atau mentalak Termohon (istrinya).

Menurut penulis hakim sebelum memutuskan suatu perkara mesti dahulunya menetapkan bahwa istri nusyus atau tidaknya, karena keputusan itu akan menentukan istri menerima hak haknya selaku istri yang diceraikan atau tidak berhak mendapatkan haknya dikarenakan terdapat istri nusyuz. Keputusan Pengadilan Agama yang memutuskan bahwa istri tidak mendapatkan hak-haknya selaku istri yang ditalak suaminya dikarenakan istri nusyuz. Sedangkan Pengadilan Tinggi Agama memutuskan tidak adanya nusyuz yang dilakukan oleh istri bahkan istri

(36)

adalah pihak yang teraniaya karena perbuatan suaminya dan ia mau menerima suaminya kembali asalkan suaminya mau menceraikan istrinya yang baru. Adapun tindakan istri yang menolak untuk berhubungan suami istri serta mengusir suaminya dari kediaman bersama adalah bentuk respon dari perbuatan suami yang menikahi perempuan lain tanpa kesepakatan dari istri.

Ketika istri mengugat suami dengan gugatan Rekonvensi agar diberi hak-haknya berupa nafkah masa lampau, nafkah iddah, dan mut’ah Pengadilan Agama tidaklah menyalahi atau melampaui batas wewenangnya. Karena untuk menetapkan dan mengabulkan suatu gugatan istri, Pengadilan Agama mesti menetapkan status istri sebagai nusyuz atau tidak terlebih dahulu. Apabila istri ditetapkan tidak sebagai istri nusyuz maka gugatan Rekonvensinya terkait dengan hak-haknya akan dikabulkan. Akan tetapi istri dinyatakan statusnya sebagai istri yang nusyuz pada suami, tentu gugatan Rekonvensi istri tidak dikabulkan, karena istri yang telah melakukan nusyuz akan gugur hak-haknya sebagai akibat hukum nusyuz.

Menurut penulis alasan yang diambil oleh hakim Pengadilan Tinggi Agama mengatakan bahwa perbuatan istri yang menolak suami untuk berhubungan sebagai suami istri dan mengusir suaminya dari rumah bersama adalah respon dari perbuatan suami yang menikah kembali adalah tepat. Sehingga istri berhak mendapatkan hak-haknya berupa nafkah madiah, nafkah iddah dan mut’ah.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis ini menunjukkan faktor risiko dominan yang berpengaruh terhadap penyakit jantung koroner adalah dari yang terbesar sampai terkecil kekuatan hubungannya

Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar dan mengembangkan variabel-varabel yang akan

Tulisan ini menyajikan serta menganalisis pengaruh nilai tukar rupiah dan jumlah uang bererdar terhadap perkembangan ekspor Indonesia menggunakan data tahun 2009 kuartal

Minulla on näyttelijänä paljon kokemuksia siitä, että olen aivan pihalla työskentelyni suunnasta, koska ohjaaja ei sano yhtään mitään, korkeintaan kiitos toiminnan loputtua.

Likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk mengembalikan kewajibannya sewaktu-waktu atau jangka pendek, jika likuiditas yang tinggi maka kemampuan bank untuk

Diagram Nilai TPC Abon pada Beberapa Waktu Penyimpanan Berdasarkan hasil pengujian kadar TPC pada abon selama penyimpanan pada suhu ruang, menunjukkkan bahwa kadar TPC

Hasil karakterisasi senyawa asam vanilat dengan FTIR dibandingkan dengan senyawa prekursornya, terlihat bahwa serapan pada bilangan gelombang 2700-2800 cm -1 yang

Independensi jurnalisme reporter di Klaten mengalami gangguan akibat adanya patronase (kerja sama) yang dijalin oleh media dengan pihak luar, baik dari kerja sama iklan