• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KECAMATAN SIPOHOLON

KABUPATEN TAPANULI UTARA

OLEH

ELKANA LUMBANTOBING 100501124

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

i ABSTRAK

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KECAMATAN SIPOHOLON

KABUPATEN TAPANULI UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Sipoholon pada tahun 2015. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara sejak Juli 2015. Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer yaitu memberikan kuesioner kepada sampel yang telah ditetapkan yakni masyarakat Kecamatan Sipoholon. Metode yang digunakan unutk analisis data dalam penelitian ini adalah Indeks Gini dan Kurva Lorenz untuk menghitung tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dan Microsoft Excel untuk mengukur tingkat kesejahteraan sosial dengan menggunakan indikator kesejahteraan keluarga yang diterbitkan BPS pada tahun 2005.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat di Kecamatan Sipoholon berada pada tingkat ketimpangan kategori sedang yakni dengan indeks Gini sebesar 0, 39 dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang dominan berada pada tingkat kesejahteraan sedang dengan persentase 63, 27% dan sebesar 30, 61% berada pada kategori tingkat kesejahteraan tinggi, sedangkan sisanya sebesar 6.12% berada pada kategori tingkat kesejahteraan rendah, sehingga dapat diketahui bahwa secara umum sebagian besar masyarakat Kecamatan Sipoholon tergolong dalam taraf hidup yang sudah sejahtera.

(3)

ii ABSTRACT

DISPARITY ANALYSIS OF INCOME DISTRIBUTION AND WELFARE SOCIETY

IN KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA This study aims to determine the disparity level of income distribution and the level of welfare in the District Sipoholon in 2015. The study was conducted in the Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara since July 2015. The data used for this research is primary data which came from questionnaires from determined samples, that is District Sipoholon society. The methods used for data analysis are Gini Index and Lorenz Curve to calculate the level of disparity income distribution, and Microsoft Excell for measuring the level of social welfare by using family welfare indicators published by BPS in 2005.

The results showed the level of disparity income distribution of society in Kecamatan Sipoholon are at medium level category showed by gini index at 0,39. And the welfare of society are dominant at medium level category showed at 63,27%, 30,61% are at high level category of welfare and the remaining 6,12% are in the category of low welfare level, So it can be seen that in general, most of people in district sipoholon live in prosperous standard living.

(4)

iii KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat saya

karena hanya atas penyertaanNya dalam penyusunan skripsi yang berjudul

“Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat

Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara” dapat terselesaikan dengan

baik. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari

berbagai pihak selama penulis mengerjakan skripsi ini. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Kedua Orangtua penulis, Bapak Edward A.S Lumbantobing dan Ibu Annalusi

Simanjuntak, juga kakak dan adik penulis yang selalu mendoakan serta

mendukung penulis baik dukungan moril maupun materi, menjadi motivasi

penulis untuk lebih cepat dalam menyelesaikan studi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, SE., M.Ec., Ac., Ak., CA selaku Dekan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua dan Bapak Drs. Syahrir

Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S-1

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera

Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S-1

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera

(5)

iv

5. Bapak Dr. Rujiman, MA selaku dosen Pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam

proses penulisan skripsi ini.

6. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D dan Bapak Drs. Rachmat Sumanjaya

HSB, M.Si selaku dosen pembanding yang telah meluangkan waktu untuk

memberikan saran, kritikan dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini.

7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen pada Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh Staf Akademik Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

9. Rekan - rekan mahasiswa stambuk 2010 Program S-1 Reguler Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan

satu persatu. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dan semoga skripsi ini dapat memberi kontribusi yang bermanfaat bagi para

pembaca dan bidang akademik..

Medan, Oktober 2015

NIM :100501124

(6)

v

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teoritis ... 8

2.1.1. Distribusi Pendapatan ... 8

2.1.2. Ketimpangan Pendapatan ... 11

2.1.3. Kurva Lorenz dan Koefisien Gini ... 13

2.1.4. Defenisi Kesejahteraan Masyarakat ... 14

2.2. Penelitian Terdahulu ... 17

2.3. Kerangka Konseptual ... 21

2.4. Hipotesis Penelitian ... 22

(7)

vi

4.2. Keadaan Perekonomian Kecamatan Sipoholon ... 34

4.3. Gambaran Umum Responden Penelitian ... 36

4.3.1. Umur Responden ... 36

4.3.2. Jenis Kelamin Responden ... 38

4.3.3. Jenis Pekerjaan Responden ... 38

4.3.4. Pendidikan Responden ... 40

4.4. Kondisi Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Responden ... 40

4.4.1. Sumber dan Besarnya Pendapatan ... 40

4.4.2. Pengeluaran Responden (Rumah Tangga) ... 42

4.5. Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan Menggunakan Indeks Gini dan Kurva Lorenz ... 44

4.6. Analisis Tingkat Kesejahteraan Masyarakat ... 50

4.6.1. Tingkat Pendapatan ... 51

4.6.2. Tingkat Konsumsi atau Pengeluaran Rumah Tangga ... 52

4.6.3. Keadaan Tempat Tinggal ... 54

4.6.4. Fasilitas Tempat Tinggal ... 55

4.6.5. Kesehatan Anggota Keluarga ... 57

4.6.6. Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan ... 58

4.6.7. Kemudahan Memasukkan Anak ke Jenjang Pendidikan ... 60

4.6.8. Kemudahan Memperoleh Fasilitas Transportasi ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 69

5.2. Saran ... 70

(8)

vii DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara Tahun

2010 - 2014 ... 4

1.2 Perkembangan Kemiskinan Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2012 - 2013 ... 4

1.3 Daftar Nama Desa dan Luas Wilayah di Kec. Sipoholon .. 6

3.1 Penyebaran Sampel di Setiap Desa ... 27

3.2 Indikator Keluarga Sejahtera Berdasarkan Badan Pusat Statistik Tahun 2005 ... 31

4.1 Statistik Geografi Sipoholon ... 32

4.2 Distribusi Penduduk Menurut Desa / Kelurahan di Kecamatan Sipoholon Tahun 2013 ... 33

4.3 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak di Kecamatan Sipoholon Tahun 2013 ... 35

4.4 Jumlah Pasar, Mini Market, Toko / Warung Kelontong, Restoran / Rumah Makan, Hotel / Penginapan, di Kecamatan Sipoholon ... 37

4.5 Data Umur Responden ... 36

4.6 Data Jenis Kelamin Responden ... 38

4.7 Data Pekerjaan Responden ... 39

4.8 Data Pendidikan Responden ... 40

4.9 Jumlah dan Rata - rata Pendapatan Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 42

4.10 Data Perhitungan Tingkat Ketimpangan Pendapatan Menurut Gini Ratio ... 46

4.11 Kriteria dan Skor Tingkat Pendapatan ... 51

4.12 Kriteria dan Tingkat Pendapatan 98 Responden (Rumah Tangga) ... 52

4.13 Kriteria dan Skor Tingkat Konsumsi / Pengeluaran ... 53

4.14 Tingkat Konsumsi / Pengeluaran 98 Responden (Rumah Tangga) ... 53

4.15 Keadaan Tempat Tinggal 98 Responden (Rumah Tangga) ... 55

4.16 Indikator Fasilitas Tempat Tinggal 98 Responden (Rumah Tangga) ... 56

4.17 Tingkat Kesehatan Anggota Keluarga Responden ... 58

4.18 Data Tingkat Kemudahan Responden Untuk Memperoleh Pelayanan Kesehatan... 59

4.19 Data Jumlah Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Kecamatan Sipoholon Tahun 2014 ... 60

(9)

viii

4.21 Data Tingkat Kemudahan Responden Memasukkan Anak

Ke Jenjang Pendidikan ... 61 4.22 Data Tingkat Kemudahan Responden Memperoleh

Fasilitas Transportasi ... 63 4.23 Rekapitulasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator

Keluarga Sejahtera Berdasarkan BPS 2005 ... 65 4.24 Data Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan

(10)

ix DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 21

3.1 Kurva Lorenz ... 29

4.1 Diagram Distribusi Penduduk Menurut Desa / Kelurahan Di Kecamatan Sipoholon Tahun 2013 ... 34

4.2 Diagram Umur Responden ... 37

4.3 Diagram Pekerjaan Responden ... 39

4.4 Diagram Pendidikan Responden ... 40

(11)

x DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 73 2 Data Responden ... 76 3 Data Jawaban Responden Terhadap Indikator Keluarga

(12)

i ABSTRAK

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KECAMATAN SIPOHOLON

KABUPATEN TAPANULI UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Sipoholon pada tahun 2015. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara sejak Juli 2015. Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer yaitu memberikan kuesioner kepada sampel yang telah ditetapkan yakni masyarakat Kecamatan Sipoholon. Metode yang digunakan unutk analisis data dalam penelitian ini adalah Indeks Gini dan Kurva Lorenz untuk menghitung tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dan Microsoft Excel untuk mengukur tingkat kesejahteraan sosial dengan menggunakan indikator kesejahteraan keluarga yang diterbitkan BPS pada tahun 2005.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat di Kecamatan Sipoholon berada pada tingkat ketimpangan kategori sedang yakni dengan indeks Gini sebesar 0, 39 dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang dominan berada pada tingkat kesejahteraan sedang dengan persentase 63, 27% dan sebesar 30, 61% berada pada kategori tingkat kesejahteraan tinggi, sedangkan sisanya sebesar 6.12% berada pada kategori tingkat kesejahteraan rendah, sehingga dapat diketahui bahwa secara umum sebagian besar masyarakat Kecamatan Sipoholon tergolong dalam taraf hidup yang sudah sejahtera.

(13)

ii ABSTRACT

DISPARITY ANALYSIS OF INCOME DISTRIBUTION AND WELFARE SOCIETY

IN KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA This study aims to determine the disparity level of income distribution and the level of welfare in the District Sipoholon in 2015. The study was conducted in the Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara since July 2015. The data used for this research is primary data which came from questionnaires from determined samples, that is District Sipoholon society. The methods used for data analysis are Gini Index and Lorenz Curve to calculate the level of disparity income distribution, and Microsoft Excell for measuring the level of social welfare by using family welfare indicators published by BPS in 2005.

The results showed the level of disparity income distribution of society in Kecamatan Sipoholon are at medium level category showed by gini index at 0,39. And the welfare of society are dominant at medium level category showed at 63,27%, 30,61% are at high level category of welfare and the remaining 6,12% are in the category of low welfare level, So it can be seen that in general, most of people in district sipoholon live in prosperous standard living.

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini merupakan pencapaian kinerja

indikator makro yang baik, namun distribusi pendapatan yang merata merupakan

hal yang sampai saat ini masih menjadi masalah yang belum dapat diselesaikan

oleh pemerintah. Banyak negara-negara yang sedang berkembang saat ini

mengarahkan kebijakan ekonomi nasional guna mengatasi kesenjangan ekonomi

atau ketimpangan pendapatan antara masyarakat berpenghasilan tinggi dan

kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

Segala upaya atau tindakan yang dilakukan suatu negara termasuk

Indonesia untuk mengatasi kesenjangan ekonomi sesungguhnya hanya upaya

sistematis yang berguna memperkecil kesenjangan ekonomi yang terjadi, karena

perbedaan sumber daya atau faktor-faktor lain setiap daerah adalah kunci dasar

perbedaan tersebut. Menurut paham Neoklasik bahwa perbedaan pendapatan

dapat dikurangi melalui proses penyesuaian proses penetasan pembangunan

kebawah (trickle down) kemudian menyebar pada keseimbangan baru, dan

apabila itu tidak mampu menurunkan tingkat kesenjangan dapat dilakukan sistem

perpajakan dan subsidi.

Badan pusat statistik tahun 2014 mencatat sekurangnya 28.28 juta orang

Indonesia berada pada garis kemiskinan atau 11,25 persen dari total seluruh warga

Negara Indonesia. Hal ini sejalan dengan sistem pendistribusian pendapatan di

wilayah kita memang tidak merata. Pembangunan ekonomi suatu daerah menjadi

(15)

2

wilayah saat ini hanya bertumpu pada pengembangan beberapa wilayah saja. Jika

hal ini terus berjalan maka akan memperlebar gap kesenjangan, dikarenakan

ketimpangan pendapatan perkapita adalah hasil dari ketimpangan pembangunan

yang tidak merata.

Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu

dilihat karena distribusi pendapatan merupakan ukuran kemiskinan relatif.

Ukuran distribusi pendapatan perorangan merupakan ukuran yang paling umum

digunakan. Masalah yang umumnya dihadapi oleh negara - negara

berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau

ketimpangan dalam distribusi pandapatan antara kelompok masyarakat

berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta

tingkat kemiskinan atau jumlah orang berada di bawah garis kemiskinan

(poverty line) (Tambunan, 2001). Kemiskinan lazimnya digambarkan sebagai

gejala kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.

Sekelompok anggota masyarakat dikatakan berada dibawah garis kemiskinan

jika pendapatan kelompok anggota masyarakat ini tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok, seperti, pangan, pakaian, dan

tempat tinggal. Kemiskinan merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa,

sebagai inspirasi dasar dan perjuangan akan kemerdekaan bangsa dan motivasi

fundamental dari cita-cita menciptakan masyarakat adil dan makmur (Adiputra,

2011).

Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok

(16)

3

kuantitatif tentang ketimpangan distribusi pendapatan. Kedua ukuran tersebut

adalah distribusi ukuran, yakni, besar atau kecilnya bagian pendapatan yang

diterima masing-masing orang dan distribusi fungsional atau distribusi

kepemilikan faktor-faktor produksi. Distribusi ukuran pendapatan merupakan

ukuran yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara

langsung menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap individu

atau rumah tangga tanpa memperdulikan sumbernya. Ada tiga alat ukur tingkat

ketimpangan pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran, yakni, Rasio Kuznets,

Kurva Lorenz, dan Koefisien Gini (Sulastri, 2011).

Kecamatan Sipoholon merupakan salah satu kecamatan dari Kabupaten

Tapanuli Utara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak kelima dari 15

Kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara. Di tahun 2013 jumlah

penduduk Kecamatan Sipoholon mencapai 22.898 dengan kepadatan penduduk

121,03 jiwa/ha. Kabupaten Tapanuli Utara sendiri merupakan salah satu

Kabupaten yang terletak diwilayah dataran tinggi Sumatera Utara, berada pada

ketinggian antara 300-1500 meter di atas permukaan laut. Secara geografis

Kabupaten Tapanuli Utara terletak pada koordinat 1º20’00” -2º41’00” Lintang

Utara (LU) dan 98005”-99016” Bujur Timur (BT).

Adapun kondisi perekonomian dari Kabupaten Tapanuli Utara setiap

(17)

4 Tabel 1.1

Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2010 - 2014

Uraian Tahun

2010 2011 2012 2013

PDRB Harga Konstan (Struktur

Perekonomian) (Rp.) 5,780,955 6,101,009 6,359,203 6,359,203 Pendapatan Perkapita (Rp.) 13,635,481 14,887,816 16,080,379 18,223,399

Pertumbuhan Ekonomi (%) 5.56 5.54 5.95 6.01

Sumber: BPS Kabupaten Tapanuli Utara

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan PDRB,

pendapatan per kapita, dan pertumbuhan ekonomi setap tahunnya. Hal ini

menandakan pembangunan perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara membaik

setiap tahun.

Distribusi pendapatan sangat penting untuk pembangunan, karena

berdampak terhadap kohesi masyarakat, berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan

untuk setiap rata-rata pendapatan per kapita rakyat miskin, dan bahkan

mempengaruhi kesehatan masyarakat. Namun untuk Kabupaten Tapanuli Utara,

terjadi peningkatan kemiskinan pula di tahun 2012 ke 2013 seperti terlihat dalam

tabel berikut:

Tabel 1.2

Perkembangan Kemiskinan Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2012 - 2013

Indikator Kemiskinan 2012 2013

Penduduk Miskin 32,600 33,800

Tingkat Kemiskinan 11.55 11.68

Indeks Kedalaman

Kemiskinan (p1) 1.38 1.44

Indeks Keparahan

Kemiskinan (p2) 0.29 0.39

Garis Kemiskinan 284,166 276,803

(18)

5

Jika dilihat kembali pada tabel 1.1 di uraian pendapatan perkapita

Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2012 ke 2013 terjadi peningkatan pendapatan,

namun di tabel 1.2, tingkat kemiskinan Kabupaten Tapanuli Utara juga

mengalami peningkatan di tahun 2012 ke 2013. Hal ini berarti masih sangat

diperlukan kebijakan pemerataan pendapatan untuk mengurangi kemiskinan.

Masyarakat di Kecamatan Sipoholon dominan bermata pencaharian

sebagai petani. Meskipun demikian terdapat pula pengelolaan terhadap sumber

daya alam lain yang memunculkan iklim bisnis bagi perkembangan wisata daerah

ini, seperti adanya pemandian air panas, pertambnagan batu kapur, pengelolaan

gitar asli Sipoholon, serta usaha mikro pembuatan cendera mata asli Sipoholon.

Kecamatan Sipoholon memiliki luas wilayah 189,2 km² dengan total

penduduk 22.729 jiwa dan tingkat kepadatan 120 jiwa/km², dan tersebar di 13

desa dan 1 kelurahan. Hal ini meningkat bila dibandingkan tahun 2010,

Kecamatan Sipoholon memiliki populasi penduduk sebanyak 22.284 jiwa atau

111,96 jiwa/Km2, atau 4.762 Kepala Keluarga. Dari total 4.462 Kepala Keluarga,

terdapat 1.628 Rumah Tangga Miskin atau sekitar 34,18%. Berikut adalah daftar

(19)

6 Tabel 1.3

Daftar Nama Desa dan Luas Wilayah di Kecamatan Sipoholon

No Desa Km Rasio Luas Terhadap

Kecamatan (%)

1. Rura Julu Toruan 26 13,79

2. Rura Julu Dolok 11 6,28

3. Lobusingkam 36 19,43

4. Situmeang Hasundutan 18 9,73

5. Simanungkalit 13 7,06

6. Hutauruk Hasundutan 6 3,64

7. Hutauruk 6 3,66

8. Kelurahan Situmeang Habinsaran 17 9,24

9. Sipahutar 3 1,69

10. Pagarbatu 17 9,24

11. Tapian Nauli 5 2,74

12. Hutaraja Simanungkalit 3 1,87

13. Hutaraja 3 1,89

14. Hutaraja Hasundutan 18 9,74

Jumlah 189,20 100

Sumber: Kecamatan Sipoholon dalam angka 2014

Berdasarkan uraian di atas, Kecamatan Sipoholon merupakan Kecamatan

yang memiliki banyak potensi dalam peningkatan perekonomian, namun masih

dapat dilihat juga bahwa masih terdapat keluarga miskin sekitar 34,18 %.

Oleh sebab itu, dari penjelasan di atas maka penulis merasa perlu membuat

judul penelitian yaitu “Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan

Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang kajian penelitian diatas, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah distribusi pendapatan masyarakat Kecamatan Sipoholon

(20)

7

2. Bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat Kecamatan Sipoholon,

Kabupaten Tapanuli Utara?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat

Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara.

2. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat Kecamatan

Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain ialah:

1. Bagi pemangku kebijakan dapat dijadikan masukan dalam pengambilan

keputusan yang berkaitan lansung maupun tidak langsung dengan

Ketimpangan distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara.

2. Bagi Fakultas Ekonomi dapat menjadi referensi ilmiah yang berkontribusi

pada pengembangan dunia pendidikan yang berkaitan dengan judul

penelitian.

3. Bagi penulis merupakan sarana dalam menuangkan buah pikiran yang

berkaitan dengan dengan judul penelitian.

4. Bagi peneliti selanjutnya dapat menjadi referensi penulisan penelitian yang

(21)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Adapun uraian pada tinjauan pustaka yang diuraikan adalah uraian

teori-teori penelitian terdahulu yang dapat menjelaskan secara teori-teoritis kajian mengenai

Ketimpangan dan Distribusi Pendapatan serta kesejahteraan Masyarakat

Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara. Sehingga akan menghasilkan

hipotesa dan kerangka berpikir teoritis.

2.1. Landasan Teoritis 2.1.1. Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan nasional adalah hal yang mencerminkan merata atau

timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan

penduduknya (Dumairy, 1999). Distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua

ukuran pokok yaitu; distribusi ukuran, adalah besar atau kecilnya bagian

pendapatan yang diterima masing-masing orang dan distribusi fungsional atau

distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi (Todaro, 2000).

Dalam kajian distribusi pendapatan, laju pertumbuhan ekonomi juga

memperhatikan aspek pemerataan. Ada dua argumen yang berhubungan dengan

masalah pembangunan ekonomi dengan pemerataan (Todaro, 2000).

A. Argumen tradisional

Argumen tradisional memfokuskan lebih di dalam pengelolaan faktor-faktor

produksi, tabungan dan pertumbuhan ekonomi. Distribusi pendapatan yang

sangat tidak merata merupakan sesuatu yang terpaksa dikorbankan demi

(22)

9

dan kebijakan perekonomian pasar bebas, penerimaan pemikiran seperti itu

oleh kalangan ekonom pada umumnya dari negara-negara maju maupun

negara-negara berkembang, baik secara implisit maupun eksplisit

menunjukan bahwa mereka tidak begitu memperhatikan pentingnya masalah

kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan. Mereka tidak saja

menganggap ketidakadilan pendapatan sebagai syarat yang pantas

dikorbankan dalam menggapai proses pertumbuhan ekonomi secara

maksimum dan bila dalam jangka panjang hal itu dianggap syarat yang

diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup.

B. Argumen tandingan

Argumen tandingan karena terdapat banyak ekonom pembangunan yang

merasa bahwa pemerataan pendapatan yang lebih adil di negara-negara

berkembang tidak bisa dinomorduakan, karena hal itu merupakan suatu

kondisi penting atau syarat yang harus diadakan guna menunjang

pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2000). Dalam argumen tandingan tersebut

terdapat lima alasan yaitu:

1. Ketimpangan yang begitu besar dan kemiskinan yang begitu luas telah

menciptakan kondisi sedemikian rupa sehinggamasyarakat miskin tidak

memiliki akses terhadap perolehan kredit. Berbagai faktor ini secara

bersama-sama menjadi penyebab rendahnya pertumbuhan GNP per

kapita dibandingkan jika terdapat pemerataan pendapatan yang lebih

(23)

10

2. Berdasarkan observasi sekilas yang ditunjang oleh data-data empiris

yang ada kita mengetahui bahwa tidak seperti yang terjadi dalam sejarah

pertumbuhan ekonomi negara maju, orang-orang kaya di

negara-negara dunia ketiga tidak dapat diharapkan kemampuan atau

kesediaannya untuk menabung dan menanamkan modalnya dalam

perekonomian domestik.

3. Rendahnya pendapatan dan taraf hidup kaum miskin yang berwujud

berupa kondisi kesehatannya yang buruk, kurang makan dan gizi dan

pendidikannya yang rendah justru akan menurunkan produktivitas

ekonomi mereka dan pada akhirnya mengakibatkan rendahnya

pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.

4. Upaya-upaya untuk menaikkan tingkat pendapatan penduduk miskin

akan merangsang meningkatnya permintaan terhadap barang-barang

produksi dalam negeri seperti bahan makanan dan pakaian.

5. Dengan tercapainya distribusi pendapatan yang lebih adil melalui

upaya-upaya pengurangan kemiskinan masyarakat, maka akan segera tercipta

banyak insentif atau rangsangan-rangsangan materiil dan psikologis

yang pada gilirannya akan menjadi penghambat kemajuan ekonomi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa promosi pertumbuhan

ekonomi secara cepat dan upaya-upaya pengentasan kemiskinan serta

penanggulangan ketimpangan pendapatan bukanlah tujuan-tujuan yang saling

bertentangan sehingga yang satu tidak perlu diutamakan dengan mengorbankan

(24)

11

apakah distribusi pendapatan timpang atau tidak, dapat digunakan kategorisasi

dalam kurva Lorenz atau menggunakan koefisien Gini.

2.1.2. Ketimpangan Pendapatan

Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok

distribusi pendapatan yang digunakan untuk tujuan analisis (Todaro dan

Smith, 2006). Dua ukuran yang pada umumnya digunakan dalam

menganalisa distribusi pendapatan tersebut adalah size distribution of income

(distribusi ukuran pendapatan) dan functional or factor share distribution of

income (distribusi pendapatan fungsional atau pangsa distribusi pendapatan per

faktor produksi). Size distribution of income secara langsung menghitung jumlah

penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga. Berdasarkan

ukuran ini, cara mendapatkan penghasilan tidak dipermasalahkan, apa yang

lebih diperhatikan dari ukuran ini adalah seberapa banyak pendapatan yang

diterima seseorang, tidak peduli dari mana sumbernya. Selain itu, lokasi

sumber penghasilan (desa atau kota) maupun sektor atau bidang kegiatan

yang menjadi sumber penghasilan (pertanian, manufaktur, perdagangan, jasa)

juga diabaikan. Sedangkan functional or factor share distribution of income

berfokus pada bagian dari pendapatan nasional total yang diterima oleh

masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal). Teori distribusi

pendapatan nasional ini pada dasarnya mempersoalkan persentase penghasilan

tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit - unit usaha atau faktor

produksi yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan

(25)

12

laba (masing-masing merupakan perolehan dari tanah, modal uang, dan

modal fisik). Walaupun individu-individu tertentu mungkin saja menerima

seluruh hasil dari segenap sumber daya tersebut, tetapi hal itu bukan merupakan

perhatian dari analisis pendekatan fungsional ini. Guna mengukur ketimpangan

pendapatan di antara penduduk, ukuran yang digunakan berdasarkan pada ukuran

size distribution of income. Namun, karena data pendapatan sulit diperoleh,

maka pengukuran ketimpangan atau distribusi pendapatan selama ini didekati

dengan menggunakan data pengeluaran. Dalam hal ini analisis distribusi

pendapatan dilakukan dengan menggunakan data total pengeluaran rumah

tangga sebagai proksi pendapatan. Terkait dengan hal tersebut, terdapat empat

ukuran yang merefleksikan ketimpangan distribusi pendapatan yaitu koefisien

Gini (Gini Ratio), Ukuran Bank Dunia, Indeks Theil dan Indeks-L.

Menurut Irma Adelma dan Cynthia Taft Morris (dalam Lincoln

Arsyad,1997) ada 8 hal yang menyebabkan ketimpangan atau ketidakmerataan

distribusi pendapatan di Negara Sedang Berkembang :

1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya

pendapatan perkapita.

2. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara

proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.

3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal

(26)

13

tambahan besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal

dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.

5. Rendahnya mobilitas sosial.

6. Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan

kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha

golongan kapitalis.

7. Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara sedang berkembang

dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat

ketidakelastisan permintaan negara-negara maju terhadap barang-barang

ekspor negara sedang berkembang.

8. Hancurnya industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah

tangga, dan lain-lain.

2.1.3. Kurva Lorenz dan Koefisien Gini

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di

kalangan lapisan - lapisan penduduk. Kurva ini terletak di dalam sebuah

bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif

pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif

penduduk. Kurvanya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar

tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus)

menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya,

jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka ia

mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional

(27)

14

Indeks Gini atau Gini ratio dikemukakan oleh C.GINI yang melihat

adanya hubungan antara jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh

keluarga atau individu dengan total pendapatan. Ukuran Gini Ratio sebagai

ukuran pemerataan pendapatan mempunyai selang nilai antara 0 sampai dengan

1. Bila Gini Ratio mendekati nol menunjukkan adanya ketimpangan yang

rendah dan bila Gini Ratio mendekati satu menunjukkan ketimpangan yang

tinggi.

Rumus angka Gini Ratio ( Indeks Gini) adalah sebagai berikut:

k Pi ( Qi + Qi – 1)

G = 1 -

i-1 10.000

Keterangan:

G = Gini Ratio

Pi = Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i Qi = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i Qi - 1 = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i - 1 k = Banyaknya kelas pendapatan

Nilai Gini antara 0 dan 1, dimana nilai 0 menunjukkan tingkat

pemerataan yang sempurna, dan semakin besar nilai Gini maka semakin tidak

sempurna tingkat pemerataan pendapatan.

2.1.4. Defenisi Kesejahteraan Masyarakat

Kesejahteraan adalah suatu kegiatan kondisi agregat dari kepuasan

individu-individu yang mengantarkan pemahaman yang kompleks. Pertama

tentang lingkup substansi kesejahteraan tersebut. Kedua, intensitas substansi

tersebut dapat direpresentasikan secara agregat. Meskipun tidak ada suatu batasan

(28)

15

menyangkut pada pendidikan, kesehatan, diperluas pada perlindungan sosial

seperti kesempatan kerja, perlindungan hari tua sampai keterbebasan dari

kemiskinan (Ismail, 2013).

Kesejahteraan atau sejahtera dapat memiliki empat arti (Kamus Besar

Bahasa Indonesia), Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang

baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam

keadaan sehat dan damai. Dalam ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan

keuntungan benda. Sejahtera memliki arti khusus resmi atau teknikal (lihat

ekonomi kesejahteraan), seperti dalam istilah fungsi kesejahteraan sosial.

Menurut Drewnoski (1974) dalam Bintarto (1989), melihat konsep

kesejahteraan dari tiga aspek yaitu: (1) dengan melihat pada tingkat

perkembangan fisik (somatic status), seperti nutrisi, kesehatan, harapan hidup, dan

sebagainya; (2) dengan melihat pada tingkat mentalnya, (mental/educational

status) seperti pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya; (3) dengan melihat pada

integrasi dan kedudukan social (social status).

Menurut Todaro kesejahteraan W = ( Y,I,P ) dimana W adalah

kesejahteraan, Y adalah pendapatan perkapita, I adalah ketimpangan, P adalah

kemiskinan absolute dimana ketiga variabel ini mempunyai tingkat signifikan

yang berbeda-beda dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Todaro,

2006).

Biro Pusat Statistik Indonesia (2000) menerangkan bahwa guna melihat tingkat

kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indicator yang dapat

(29)

16

1. Tingkat pendapatan keluarga;

2. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan

pengeluaran untuk pangan dengan non-pangan;

3. Tingkat pendidikan keluarga;

4. Tingkat kesehatan keluarga, dan

5. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga.

Dalam memahami realitas tingkat kesejahteraan, pada dasarnya terdapat

beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan tingkat kesejahteraan

antara lain : (1) sosial ekonomi rumah tangga atau masyarakat, (2) struktur

kegiatan ekonomi sektoral yang menjadi dasar kegiatan produksi rumah tangga

atau masyarakat, (3) potensi regional (sumberdaya alam, lingkungan dan

infrastruktur) yang mempengaruhi perkembangan struktur kegiatan produksi, dan

(4) kondisi kelembagaan yang membentuk jaringan kerja produksi dan pemasaran

pada skala lokal, regional dan global (Taslim, 2004).

Menurut Badan Pusat Statistik (2005), indikator yang digunakan untuk

mengetahui tingkat kesejahteraan ada delapan yaitu pendapatan, konsumsi atau

pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan

anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan

memasukkan anak ke jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas

(30)

17 2.2. Penelitian Terdahulu

T. Makmur, Safrida dan Kharisma Jayanth (2011) dalam jurnalnya yang

berjudul “Ketimpangan Distribusi pendapatan Rumah Tangga Masyarakat Desa

Di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar” menghasilkan bahwa:

1. Dari hasil analisis menggunakan koefisien Gini (Gini Ratio) dapat

disimpulkan bahwa ketimpangan yang terjadi di Kecamatan Peukan Bada

adalah ketimpangan sedang untuk pekerjaan penduduk sebagai petani dan

buruh dan ketimpangan rendah untuk pekerjaan penduduk sebagai

pedagang dan PNS. Apabila dilihat secara keseluruhan sampel diperoleh

indeks Gini sebesar 0,386 ini artinya pada Kabupaten Peukan Bada

mempunyai nilai ketimpangan distribusi pendapatannya sedang.

2. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, tingkat ketimpangan diukur dengan

ketentuan apabila 40% penduduk pendapatan rendah menerima lebih kecil

dari 12% dari jumlah pendapatan seluruhnya maka digolongkan pendapatan

tinggi sedang atau kurang merata, kelompok rumah tangga yang berada

pada kategori ini adalah petani. Dan kelompok rumah tangga pedagang,

PNS dan buruh berada pada kategori sedang, karena menerima lebih

dari 12% pendapatan. Lebih lanjut apabila dilihat secara keseluruhan

untuk secara keseluruhan Kecamatan Peukan Bada memperlihatkan bahwa

pendapatan masyarakat di wilayah masih kurang merata atau ketimpangan

(31)

18

Hal ini menunjukkan bahwa 40% penduduk pendapatan rendah menerima

11,4% pendapatan per tahun, itu artinya ketimpangan di Kecamatan

Peukan Bada masih kurang merata atau ketimpangannya sedang.

Halim, Salmiah, dan Satia (2011) dalam jurnalnya yang berjudul

“Distribusi Pendapatan Dari Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika di Desa

Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi” menghasilkan bahwa:

1. Selain menjadikan usaha tani kopi Arabika sebagai sumber mata

pencaharian utama, petani sampel juga menekuni berbagai cabang usaha lain

sebagai sumber mata pencaharian tambahan seperti, usaha tani nonkopi

Arabika dan kegiatan produktif lain diluar usahatani. Pendapatan petani

sampel dari usahatani kopi Arabika mampu memberikan kontribusi terbesar

terhadap total pendapatan petani selama tahun 2011 sebesar 65,68%

2. Tingkat ketimpangan distribusi pendapatan petani sampel menurut

indikator koefisien Gini (Gini Ratio) berada dalam kategori menengah

dengan nilai Gini Ratio sebesar 0,36. Sedangkan menurut indikator

Bank Dunia (World Bank), tingkat ketimpangan distribusi pendapatan

petani sampel berada dalam kategori rendah karena kelompok 40%

petani yang berpendapatan terendah menguasai lebih dari 17% jumlah

keseluruhan pendapatan petani, sebesar 19,26%.

3. Menurut kriteria garis kemiskinan Sajogyo (1988), jumlah petani kopi

Arabika miskin di Desa Tanjung Beringin selama tahun 2011 ialah

sebanyak 9 keluarga atau sekitar 21,43%. Sementara itu menurut kriteria

(32)

19

Arabika miskin di Desa Tanjung Beringin selama tahun 2011 ialah sebanyak

7 keluarga atau sekitar 16,67%, sedangkan selebihnya sebanyak 35 keluarga

atau sekitar 83,33% berada dalam kategori tidak miskin.

Retnosari (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Pengaruh

Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa

Barat” menyimpulkan bahwa:

1. Faktor tingkat ketimpangan distribusi pendapatan penduduk Jawa Barat

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi

Jawa Barat dengan koefisien positif. Hal ini menandakan tingkat

ketimpangan distribusi pendapatan yang diukur dengan rasio Gini berjalan

searah dengan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Semakin tinggi tingkat

ketimpangan pendapatan, maka pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa

Barat akan semakin meningkat pula.

2. Pengaruh variabel lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Jawa

Barat diantaranya; pertama, faktor laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat

ternyata memiliki pengaruh yang negatif yang signifikan terhadap laju

pertumbuhan ekonomi, yang berarti juga laju pertumbuhan penduduk

meningkat maka laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat akan semakin

menurun. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Thomas Robert

Maltus; kedua, faktor pengeluaran pemerintah Jawa Barat memiliki pengaruh

yang positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Hal ini

menunjukan pengaruh pengeluaran pemerintah yang signifikan dalam

(33)

20

pengeluaran pemerintah tepat sasaran; ketiga, investasi dalam negeri periode

sebelumnya berpengaruh positif yang signifikan terhadap laju pertumbuhan

ekonomi, yang berarti juga jika investasi dalam negeri periode sebelumnya

meningkat maka laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat akan semakin

meningkat.

Yasa dan Arka (2015) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh

Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Pendapatan Antardaerah Terhadap

Kesejahteraan Masyarakat Provinsi Bali” menyimpulkan bahwa disparitas

pendapatan antardaerah provinsi bali yang diukur dengan indeks williamson

dalam periode 2001-2012 mengalami penurunan dengan nilai rata-rata sebesar

0,29 yang berarti disparitas tergolong dalam kriteria rendah. Pertumbuhan

ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap disparitas pendapatan

antardaerah. Disparitas pendapatan antardaerah berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat, sedangkan pertumbuhan ekonomi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat Provinsi

Bali. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh tidak langsung terhadap kesejahteraan

masyarakat Provinsi Bali melalui disparitas pendapatan antardaerah, atau

dengan kata lain disparitas pendapatan antar daerah merupakan variabel

mediasi dalam pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan

masyarakat Provinsi Bali.

Sugiharto (2007) dalam jurnalnya yang berjudul “Tingkat Kesejahteraan

Masyarakat Nelayan Desa Benua Baru Ilir Berdasarkan Indikator Badan Pusat

(34)

21

diketahui bahwa nelayan di Desa Benua Baru Ilir yang tergolong dalam

tingkat kesejahteraan tinggi sebanyak 3 responden (15%) dengan jumlah skor

20. Nelayan yang tergolong dalam tingkat kesejahteraan sedang sebanyak 17

responden (85%) dengan jumlah skor berkisar 17-19. Berdasarkan ketiga

indikator tersebut secara umum diketahui bahwa taraf hidup nelayan di Desa

Benua Baru Ilir tergolong sejahtera.

2.3. Kerangka Konseptual

Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini digambarkan sebagai

(35)

22

Untuk menganalisis ketimpangan pendapatan masyarakat Kecamatan

Sipoholon, maka terlebih dahulu harus diketahui pola distribusi pendapatannya.

Sedangkan untuk menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat Kecamatan

Sipoholon digunakan 8 indikator berdasarkan BPS 2005 dimana salah satu

indikatornya adalah pendapatan dan 7 indikator lainnya yaitu, konsumsi atau

pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan

anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan

memasukkan anak ke jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas

transportasi.

2.4. Hipotesis Penelitian

Melihat dari penjelasan dan uraian diatas dapat diambil hipotesis bahwa

antara distribusi pendapatan dan ketimpangan serta kesejahteraan adalah:

1. Terdapat ketimpangan (kesenjangan ekonomi) distribusi pendapatan

masyarakat di Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara.

2. Terdapat tingkat kesejahteraan masyarakat yang berbeda - beda di

(36)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dan kualitatif.

Penelitian ini mendeskripsikan tentang kondisi Kecamatan Sipoholon ditinjau

dari kesenjangan ekonomi yang ada serta kesejahteraan masyarakat Kecamatan

Sipoholon.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah setiap desa yang berada di Kecamatan Sipoholon

Kabupaten Tapanuli Utara dan waktu penelitaian adalah Maret 2015 sampai

dengan selesai.

3.3. Batasan Operasional

Sesuai dengan judul dari penelitian ini “Analisis Ketimpangan Distribusi

Pendapatan Dan Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Sipoholon Kabupaten

Tapanuli Utara” maka dapat disimpulkan bahwasanya penelitian ini hanya

berfokus pada menganalisis ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di

Kecamatan Sipoholon. Kemudian diteruskan mengkaji kesejahteraan yang

dirasakan masyarakat. Adapun indikator kesejahteraannya sesuai dengan indikator

keluarga sejahtera berdasarkan BPS 2005 yaitu pendapatan, konsumsi atau

pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan

anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan

memasukkan anak ke jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas

(37)

24 3.4. Defenisi Operasional

1. Distribusi pendapatan adalah hal yang mencerminkan merata atau

timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu wilayah di kalangan

penduduknya. Distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua ukuran

pokok yaitu: distribusi ukuran, adalah besar atau kecilnya bagian

pendapatan yang diterima masing-masing orang dan distribusi

fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi.

2. Ketimpangan pendapatan adalah tidak meratanya pendapatan yang

diperoleh oleh individu atau rumah tangga.

3. Kesejahteraan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan

hidup minimumnya. Keluarga yang tidak sejahtera (miskin) apabila

tidak mampu memenuhi kebutuhan minimumnya.

4. Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan

nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk. Sedangkan Koefisien

Gini melihat adanya hubungan antara jumlah pendapatan yang

diterima oleh seluruh keluarga atau individu dengan total

pendapatan. Ukuran Gini Ratio sebagai ukuran pemerataan pendapatan

mempunyai selang nilai antara 0 sampai dengan 1. Bila Gini Ratio

mendekati nol menunjukkan adanya ketimpangan yang rendah dan

bila Gini Ratio mendekati satu menunjukkan ketimpangan yang tinggi.

3.5. Skala Pengukuran Variabel

1. Perhitungan ketimpangan di peroleh melalui Pendapatan masyarakat, yang

(38)

25

2. Pengukuran indikator kesejahteraan dinyatakan atas skala pengukuran

skala likert seperti yang peneliti sajikan dalam kuisioner atas pendapatan,

konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas

tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan

pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang

pendidikan dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi sesuai

dengan indikator kesejahteraan menurut BPS tahun 2005.

3.6. Populasi Dan Sampel Penelitian

Populasi yaitu sekumpulan objek yang akan dijadikan sebagai bahan

penelitian (penelaahan) dengan ciri mempunyai karekteristik yang sama.

Penelitian ini menggunakan jenis populasi terhingga, dimana populasi terhingga

ialah sekumpulan objek yang akan di jadikan sebagai kajian penelitian dengan

jumlah tertentu. Adapun jenis lain populasi ialah populasi tak terhingga, dimana

objek dengan kajian jumlahnya tidak terhitung (Andi, 2008).

Sampel adalah bagian dari populasi yang dijadikan sebagai bahan

penelaahan dengan harapan dari contoh yang diambil dari populasi dapat

mewakili terhadap populasinya. Dimana dalam menggunakan istilah sampling,

yaitu cara pengambilan sampel baik dari jumlah dan modelnya mewakili

populasinya (Andi, 2008). Adapun sampel penelitian menggunakan judgement

sampling yang merupakan bagian purposive sampling. Dan untuk mendapat

sampel yang baik bagi penelitian ini, peneliti menetukan kriteria sampel dalam

(39)

26

1. Responden berada di usia dewasa.

2. Responden berdomisili di Kecamatan Sipoholon.

3. Responden mampu memahami kuisioner penelitian.

Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus slovin dengan

persamaan sebagai berikut:

Keterangan: n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi d = Tingkat kesalahan

Dari hasil rumus diatas maka diperoleh perhitungan sebagai berikut:

Maka total jumlah sampel dalam penelitian ini ada 98, 241 atau dibulatkan

98 sampel dari 5.587 banyak populasi. Dan ini dengan tingkat kesalahan 0,1% dan

(40)

27 Tabel 3.1

Penyebaran Sampel di Setiap Desa

NO Desa Jumlah Rumah

5 Situmeang Habinsaran 639 11,24

6 Situmeang Hasundutan 367 6,43

12 Hutaraja Hasundutan 292 5,134

13 Hutaraja Simanungkalit 202 3,552

14 Hutauruk Hasundutan 289 5,082

Jumlah 5.587 98,24

Sumber: Badan Pusat Statistik 2013

3.7. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam kajian penelitian ini adalah data primer,

dimana data ini diperoleh melalui penelitian langsung melalui kuesioner yang

diberikan kepada objek penelitian yakni masyarakat Kecamatan Sipoholon.

Adapun data sekunder yang saya gunakan dalam kajian penelitian ialah saya

peroleh melalui instansi resmi yang dipublikasikan. Adapun instansi tersebut

adalah BPS (Badan Pusat Statistik) dan Kecamatan Sipoholon Kabupaten

Tapanuli Utara.

3.8. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah melalui;

1. Kuesioner

(41)

28

2. Wawancara

Merupakan teknik pengambilan informasi dan data dengan mengajukan

pertanyaan dengan wawancara langsung antara penulis dengan responden.

Dan hasil informasi yang diperoleh, diterima langsung oleh peneliti.

3. Instansi dan Lembaga Terkait

Data yang diperoleh melalui dokumen instansi- instansi atau kelembagaan

yang menyajikan data seperti yang diperlukan dalam kajian penelitian ini.

Adapun instansi yang turut membantu dalam penyediaan data penelitian ini

adalah Badan Pusat Statistik (BPS).

3.9. Teknik Analisis

Analisis yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama

adalah menggunakan metode Koefisien Gini (Gini Ratio), untuk menghitung

tingkat ketimpangan pendapatan.

Rumus angka Gini Ratio ( Indeks Gini) adalah sebagai berikut:

k Pi ( Qi + Qi – 1)

G = 1 -

i-1 10.000

Keterangan:

G = Gini Ratio

Pi = Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i Qi = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i Qi - 1 = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i - 1 k = Banyaknya kelas pendapatan

Ide dasar perhitungan koefisien Gini sebenarnya berasal dari upaya

(42)

29

untuk seluruh kelompok pendapatan. Kurva tersebut dinamakan kurva Lorenz

yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi

dari suatu variable tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform

(seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk. Guna membentuk

koefisien Gini, grafik persentase kumulatif penduduk (dari termiskin hingga

terkaya) digambar pada sumbu horizontal dan persentase kumulatif pengeluaran

(pendapatan) digambar pada sumbu vertikal (Gambar 3.1).

D

B C

Sumber: Todaro dan Smith (2006)

Gambar 3.1

Kurva Lorenz

Pada Gambar 3.1, besarnya ketimpangan digambarkan sebagai daerah

yang diarsir. Sedangkan Koefisien Gini atau Gini Ratio adalah rasio

(perbandingan) antara luas bidang A yang diarsir tersebut dengan luas segitiga

BCD. Dari gambaran tersebut dapat dikatakan bahwa bila pendapatan

didistribusikan secara merata dengan sempurna, maka semua titik akan

(43)

30

karena daerah tersebut sama dengan garis diagonalnya. Dengan demikian

angka koefisiennya sama dengan nol. Sebaliknya, bila hanya satu pihak saja

yang menerima seluruh pendapatan, maka luas daerah yang diarsir akan

sama dengan luas segitiga, sehingga Koefisien Gini bernilai satu. Oleh sebab itu,

dapat disimpulkan bahwa suatu distribusi pendapatan dikatakan makin

merata bila nilai Koefisien Gini mendekati nol (0), sedangkan makin tidak

merata suatu distribusi pendapatan maka nilai Koefisien Gini-nya makin

mendekati satu. Adapun kriteria klasifikasi penggunaan indeks Gini (Gini Ratio)

menurut H.T. Oshima dalam Suseno (1990) adalah sebagai berikut:

a. Bila koefisien Gini lebih kecil dari 0,30 : Ketimpangan rendah (ringan)

b. Bila koefisien Gini berkisar antara 0,31 – 0,40 : Ketimpangan sedang

c. Bila koefisien Gini lebih besar dari 0,40 : Ketimpangan tinggi

Untuk menjawab rumusan masalah kedua adalah dengan menggunakan

indikator keluarga sejahtera berdasarkan Badan Pusat Statistik Tahun 2005.

(44)

31 Tabel 3.2

Indikator Keluarga Sejahtera Berdasarkan Badan Pusat Statistik Tahun 2005 No. Indikator

3 Keadaan tempat tinggal Permanen (11-15) 3

Semi permanen (6 -10) 2

Kriteria untuk masing-masing klasifikasi sebagai berikut:

Tingkat kesejahteraan tinggi : nilai skor 20-24

Tingkat kesejahteraan sedang : nilai skor 14-19

(45)

32 BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Geografis dan Demografis Kecamatan Sipoholon

Kecamatan Sipoholon merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten

Tapanuli Utara terletak di wilayah dataran tinggi antara 900-1200 meter diatas

permukaan laut. Kecamatan Sipoholon berada pada ketinggian 300-500 di atas

permukaaan laut. Letak geografis Sipoholon adalah 2o00-2o06 Lintang Utara dan

98o45-98o58 Bujur Timur. Luas wilayah kecamatan Sipoholon adalah 189.20

Km2 dan jarak Kecamatan Sipoholon 6 km menuju ibukota Kabupaten.

Kecamatan Sipoholon terdiri dari 13 desa dan 1 kelurahan. Sekitar 5

kantor desa di Kecamatan Sipoholon memiliki ketinggian antara 900-999 m dpl

(35,71 persen), dan 9 desa berada di ketinggian diatas 1000 m dpl (64,29 persen).

Tabel 4.1

Statistik Geografi Sipoholon

Uraian Tahun 2013

Ketinggian dpl ( 900 –1200 ) m

Luas Wilayah 189,20 Km2

Curah Hujan 1331 mm

Hari Hujan 73 hari

Sumber: Kecamatan Sipohlon Dalam Angka 2014

Kecamatan Sipoholon memiliki batas - batas wilayah sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Siborong - borong dan

Kecamatan Pagaran

(46)

33

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tarutung • Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parmonangan.

Kecamatan Sipoholon terdiri dari 14 desa/kelurahan. Keempatbelas

desa/kelurahan terbagi atas 43 dusun dan 7 lingkungan. Desa/kelurahan paling

banyak jumlah dusun/lingkungan yaitu Desa Hutaraja Hasundutan dan Kelurahan

Situmeang Habinsaran (7 dusun dan 7 lingkungan) dan yang paling sedikt jumlah

dusunnya yaitu Desa Rura Julu Toruan dan Desa Hutaraja (masing-masing 2

dusun).

Tabel 4.2

Distribusi Penduduk Menurut Desa / Kelurahan di Kecamatan Sipoholon Tahun 2013

4 Situmeang Hasundutan 1486

5 Simanungkalit 2107

6 Hutauruk Hasundutan 1102

7 Hutauruk 3483

8 Situmeang Habinsaran 2753

9 Sipahutar 1688

10 Pagarbatu 3155

11 Tapian Nauli 717

12 Hutaraja Simanungkalit 847

13 Hutaraja 1637

14 Hutaraja Hasundutan 1270

Jumlah 22729

(47)

34

Sumber: Kecamatan Sipoholon Dalam Angka 2013

Gambar 4.1

Diagram Distribusi Penduduk Menurut Desa / Kelurahan di Kecamatan Sipoholon Tahun 2013

Jumlah penduduk di Kecamatan Sipoholon pada tahun 2013 sebanyak

22.729 jiwa yang mencakup sebesar 49,14 persen penduduk laki - laki dan 50,86

persen penduduk perempuan.

4.2. Keadaan Perekonomian Kecamatan Sipoholon

Usaha industri yang terdapat di Kecamatan Sipaholon sebanyak 197 usaha

yang terdiri dari 2 usaha industri kecil dan 195 usaha industri rumah tangga. Pada

tahun 2013, Jumlah usaha industri kecil tidak berubah jika dibandingkan tahun

sebelumnya yaitu 2 usaha industri dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 20

orang. Pada tahun 2013 jumlah industri rumah tangga bertambah menjadi 195

usaha industri dari 172 usaha industri pada tahun 2012. Demikian juga jumlah

tenaga kerja meningkat menjadi 259 orang pada tahun 2013 dari 228 orang pada

(48)

35

Pendapatan regional Kecamatan Sipoholon bersumber dari penerimaan

pajak. Penerimaan pajak di Kecamatan Sipoholon sendiri bersumber dari

penerimaan pajak bumi dan bangunan, pajak daerah hotel dan restoran, dan

penerimaan pasar. Pajak bumi dan bangunan menghasilkan realisasi penerimaan

yang lebih kecil dari yang ditargetkan pemerintah yaitu sebesar 11%. Jumlah ini

menurun dibanding tahun 2012 yakni sebesar 25,48%. Penerimaan pajak daerah

hotel dan restoran juga lebih kecil dari yang ditargetkan pemerintah yakni sebesar

77%. Berikut ditampilkan target dan realisasi penerimaan pajak di Kecamatan

Sipoholon Tahun 2013.

Tabel 4.3

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak di Kecamatan Sipoholon Tahun 2013

Jenis Pajak Target dan Realisasi Nilai

Pajak Bumi dan Bangunan

Target 168.285.346

Realisasi 18.989.442

% 11

Penerimaan Pajak Daerah Hotel dan

Restoran

Target 3.923.000

Realisasi 3.037.000

% 77

Sumber: Kecamatan Sipoholon Dalam Angka 2014

Berdasarkan hasil pendataan potensi desa 2014, di Kecamatan Sipoholon

ada sebanyak 1 pasar, 262 warung/kedai makanan dan minuman, 95 toko/warung

(49)

36 Tabel 4.4

Jumlah Pasar, Mini Market, Toko/Warung Kelontong, Restoran/Rumah Makan, Hotel/Penginapan di Kecamatan Sipoholon

Uraian 2013

Pasar 1

Mini Market 0

Restoran/Rumah Makan 0 Warung/Kedai Makanan

dan Minuman 262

Toko/Warung Kelontong 95

Hotel 1

Penginapan 0

Sumber: Profil Desa/Kelurahan Kecamatan Sipoholon 2014

Berdasarkan data Tabel 4.4, Kecamatan Sipoholon masih termasuk

kecamatan yang memiliki aktivitas perekonomian yang sederhana. Hal inilah yang

menjadi salah satu faktor penerimaan pajak daerah hotel dan restoran di

Kecamatan Sipoholon masih tergolong rendah.

4.3. Gambaran Umum Responden Penelitian 4.3.1. Umur Responden

Umur responden yang terendah adalah 27 tahun dan umur responden yang

tertinggi adalah 70 tahun. Bila dirata - ratakan umur responden berkisar 45 tahun.

(50)

37 Tabel 4.5

Data Umur Responden

Tingkat Umur (Tahun)

Jumlah Responden

(Orang)

Persentase (%)

26 - 30 7 7.14

31 - 35 10 10.20

36 - 40 15 15.31

41 - 45 17 17.35

46 - 50 18 18.37

51 - 55 19 19.39

56 - 60 6 6.12

61 - 65 3 3.06

66 - 70 3 3.06

Jumlah 98 100

Sumber: Data Diolah

Gambar 4.2

Diagram Umur Responden

Berdasarkan Gambar 4.1 terlihat bahwa rentan umur responden antara 51 -

55 adalah responden terbanyak, yakni mencapai 20%. Disusul kemudian

responden yang berumur 46 - 50 yang berjumlah 19%. Sedangkan umur

responden terkecil adalah pada rentang umur antara 61 - 65 dan 66 - 70 yaitu

(51)

38 4.3.2. Jenis Kelamin Responden

Jenis kelamin responden mayoritas berjenis kelamin laki - laki dengan.

jumlah 68 orang yang berarti mencakup 69,39% dari total responden. Sedangkan

responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 orang yang berarti mencakup

30,61% dari total responden.

Tabel 4.6

Data Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Laki - laki Perempuan

Jumlah Responden 68 30

Persentase (%) 69.39 30.61 Sumber: Data Diolah

4.3.3. Jenis Pekerjaan Responden

Dilihat berdasarkan jenis pekerjaan, responden dominan memiliki

pekerjaan sebagai petani, dan minoritas memiliki profesi profesional yaitu sebagai

pengacara. Responden sebagai petani sejumlah 44 orang yaitu sebesar 44,90%

dari total responden. Setelah petani diikuti pekerjaan sebagai pengusaha sebanyak

18 orang, pedagang sebanyak 12 orang, selanjutnya PNS/pensiunan sebanyak 9

orang, sedangkan paling sedikit pekerjaan responden sebagai profesional yaitu

pengacara sebanyak 1 orang yang berarti memiliki persentase 1,02% dari total

(52)

39 Tabel 4.7

Data Pekerjaan Responden

Sumber: Data Diolah

Sumber: Data Diolah

Gambar 4.3

Diagram Pekerjaan Responden

No. Jenis Pekerjaan

Jumlah Responden

(Orang)

Persentase (%)

1 Petani 44 44.90

2 Buruh / Tukang 2 2.04

3 Pedagang 12 12.24

4 Pengusaha 18 18.37

5 PNS / Pensiunan 9 9.18

6 Pegawai Swasta 6 6.12

7

Profesional (pengacara,

dokter) 1 1.02

8

Jasa (Supir, jaga toko,

becak) 6 6.12

(53)

40 4.3.4. Pendidikan Responden

Dilihat berdasarkan pendidikan, seluruh responden mengenyam dan

menamatkan pendidikan formal. Namun dari sisi jumlah, responden yang

menamatkan jenjang pendidikan SMA merupakan yang terbanyak yakni mencapai

35,71%, disusul kemudian dengan responden yang menamatkan jenjang

pendidikan sarjana muda/D3/ lebih tinggi yakni sebesar 29,59%. Selanjutnya

responden yang menamatkan jenjang pendidikan SD memiliki tingkat persentase

yang terendah yaitu 6,12%.

Tabel 4.8

Data Pendidikan Responden

No. Pendidikan Terakhir

Jumlah Responden

(Orang)

Persentase (%)

1 Tidak Bersekolah 0 -

2 Tamat SD 6 6.12

3 Tamat SMP / Sederajat 28 28.57 4 Tamat SMA / Sederajat 35 35.71 5 Sarjana Muda / D3 / lebih tinggi 29 29.59

Jumlah 98 100.00

Sumber: Data Diolah

Sumber: Data Diolah

Gambar 4.4

(54)

41 4.4. Kondisi Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Responden 4.4.1. Sumber dan Besarnya Pendapatan

Sumber pendapatan adalah perolehan pendapatan yang digunakan para

responden untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga atau kehidupannya. Sumber

pendapatan dalam penelitian ini sangat bervariasi, hal ini dapat dilihat yaitu

terdiri dari responden yang bersumber pendapatan dari jenis pekerjaan sebagai

petani, pedagang, pegawai negeri/pensiunan, pengusaha, dan buruh.

Berdasarkan hasil penelitian diperlihatkan bahwa kondisi pendapatan yang

diterima berdasarkan jenis pekerjaan responden , yaitu dominan sebagai petani

sebanyak 44 orang dengan total pendapatan yaitu Rp. 91.000.000,- setiap bulan

dengan rata - rata pendapatan sebesar Rp. 2.070.000,- setiap bulan, pengusaha

sebanyak 18 orang dengan total pendapatan Rp. 131.500.000,- setiap bulan dan

rata - rata pendapatan sebesar Rp. 7.310.000,- setiap bulan. Diikuti oleh jenis

pekerjaan sebagai pedagang sebanyak 12 orang dengan total pendapatan Rp.

39.700.000,- setiap bulan dan rata - rata pendapatan sebesar 3.310.000,- setiap

bulan. Sedangkan jenis pekerjaan sebagai profesional (pengacara/dokter) hanya

terdapat satu responden dengan tingkat pendapatan sebesar Rp. 9.000.000,- per

bulan. Secara rinci, berikut ditampilkan tabel jumlah dan rata - rata pendapatan

(55)

42 Tabel 4.9

Jumlah dan Rata - rata Pendapatan Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

4.4.2. Pengeluaran Responden (Rumah Tangga)

Pengeluaran rumah tangga adalah biaya yang dikeluarkan rumah tangga

untuk konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga dibedakan menjadi dua

kelompok yaitu konsumsi makanan dan bukan makanan (perumahan, aneka

barang dan jasa, pendidikan, kesehatan, pakaian, transportasi, pajak dan asuransi

dan keperluan untuk pesta/upacara).

Konsumsi tersebut tanpa memperhatikan asal barang (membeli atau hasil

sendiri atau pemberian) dan terbatas pada pengeluaran untuk kebutuhan rumah

tangga saja, tidak termasuk konsumsi/pengeluaran untuk keperluan usaha rumah

tangga atau diberikan kepada pihak lain.

Penghasilan sebuah rumah tangga sebagian besar dibelanjakan untuk

memenuhi segala macam kebutuhan rumah tangga. Dalam ilmu ekonomi disebut

dibelanjakan untuk konsumsi. Konsumsi itu tidak hanya makanan saja melainkan

(56)

43

setiap keluarga atau rumah tangga tidaklah sama besarnya. Keluarga yang satu

berbeda dengan yang lain. Demikian juga pengeluaran setahun yang lalu tentulah

tidak sama dengan pengeluaran keluarga sekarang. Karena kebutuhan keluarga

bisa meningkat dari tahun ke tahun.

Besar kecilnya jumlah pengeluaran keluarga tergantung pada banyak

faktor seperti berikut ini:

• Besarnya jumlah penghasilan keluarga

• Banyaknya anggota keluaga dan umurnya • Tingkat harga barang dan jasa kebutuhan hidup

• Status sosial keluarga yang bersangkutan termasuk di dalamnya tingkat

pendidikan

• Lingkungan sosial sebuah keluarga (tinggal di desa atau kota, kota kecil atau

kota besar)

• Cara - cara mengelola keuangan keluarga atau rumah tangga.

Berdasarkan hasil penelitian di Kecamatan Sipoholon, tidak ditemukan

tingkat pengeluaran responden yang melebihi tingkat pendapatannya, dan untuk

tingkat penghasilan responden yang sama dengan tingkat pendapatannya dalam

sebulan ditemukan sebanyak 26 rumah tangga atau sebesar 26,53%, sementara

sisanya sebanyak 72 atau sebesar 73,47% responden memiliki tingkat pengeluaran

(57)

44 4.5. Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan Menggunakan Indeks

Gini dan Kurva Lorenz

Tingginya tingkat pendapatan suatu wilayah, belum tentu mencerminkan

meratanya distribusi pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan

masyarakat tidak selalu merata. Ketidakmerataan pendapatan timbul karena

adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama

kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak (kelompok masyarakat) yang

memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan

yang lebih banyak pula. Tidak meratanya distribusi pendapatan akan memicu

terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya

kemiskinan.

Secara makro, keadaan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara

mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, hal ini dapat dilihat melalui PDRB dan

persentase pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara pada tabel 1.1.

Namun, terjadinya peningkatan PDRB dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Tapanuli Utara belum tentu sejalan dengan terjadinya peningkatan pendapatan

masyarakatnya secara spesifik. Pendapatan memang indikator yang menjadi dasar

dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan dalam masyarakat suatu wilayah.

Namun sudah menjadi kenyataan bahwa ada keadaan dimana secara makro

kondisi pertumbuhan ekonomi wilayah berada pada keadaan yang normal/baik,

namun tingkat pendapatan masyarakatnya masih berada dibawah rata - rata. Hal

ini dikarenakan banyaknya ditemukan tingkat pendapatan di dalam masyarakat

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Tabel 3.1  Penyebaran Sampel di Setiap Desa
Gambar 3.1 Kurva Lorenz
Tabel 3.2 Indikator  Keluarga  Sejahtera Berdasarkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika mengacu pada indikator ketimpangan menurut Bank Dunia, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Medan Deli termasuk

Analisis yang digunakan adalah analisis rasio Gini, kurva Lorenz, kriteria Bank Dunia untuk mengukur ketimpangan dan kriteria Badan Pusat Statistik untuk mengukur

Analisis yang digunakan adalah analisis rasio Gini, kurva Lorenz, kriteria Bank Dunia untuk mengukur ketimpangan dan kriteria Badan Pusat Statistik untuk mengukur

“Distribusi Pendapatan Dari Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi”.. Medan: Fakultas

Analisis yang digunakan adalah analisis rasio gini, kurva Lorenz dan kriteria Badan Pusat Statistik untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat.. Hasil penelitian menunjukkan

Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan di Kabupaten Pakpak Bharat.. Kondisi Rumah

Berdasarkan analisis yang telah dijabarkan diatas hasil analisis menggunakan Indeks Williamson dan koefisien Gini (Gini ratio) dapat disimpulkan bahwa tingkat ketimpangan

artinya variabel independen yang terdiri dari ketimpangan distribusi pendapatan (indeks gini) dan ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota (indeks