LAMPIRAN I Kuesioner Penelitian
Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara
A. Identitas Responden
6. Pendidikan terakhir yang ditamatkan :
1. Tidak sekolah 4. Tamat SMA atau sederajat
2. Tamat SD/MI 5. Sarjana Muda/D3/ atau lebih tinggi 3. Tamat SMP atau sederajat
7. Apa pekerjaa B/I/S saat ini :
1. Petani 6. PNS/Pensiunan
2. Nelayan 7. Pegawai Swasta
3. Buruh/Tukang 8. Profesional (dokter/pengacara)
4. Pedagang 9. Jasa
5. Pengusaha 10. Ibu Rumah Tangga
11. Tidak bekerja 8. Jumlah Anak : _________ orang
B. Kondisi Rumah Tangga Responden
No Tingkat Pendapatan Kriteria Skor
1 Tingkat Pendapatan Rp.
1. Rendah : < Rp. 1.000.000
2. Sedang : Rp. 1.000.001 – Rp. 5.000.000 3. Tinggi : > Rp. 5.000.000
No Konsumsi atau Pengeluaran Rumah Tangga
No Kondisi Tempat Tinggal Kriteria Skor
1 Jenis Lantai 1. Tanah
No Fasilitas Tempat Tinggal Kriteria Skor
3 Alat penerangan 1. Lampu tempel/pelita/lampu minyak
5 Keadaan Ruangan 1. Kurang Nyaman (pengap/panas) 2. Cukup 8 Fasilitas air minum 1. Masak air minum sendiri
2. Isi ulang
3. Air mineral ber-merk 9 Alat Elektronik 1. Tidak ada
2. Ada (1-3 alat elektronik) 3. Ada (> 4 alat elektronik) 10 Pekarangan 1. Tidak ada
2. Cukup 3. Luas
11 Fasilitas kamar mandi 1. Sungai/Kamar mandi umum 2. 1 kamar mandi
3. 2 atau lebih kamar mandi 12 Jenis Pagar 1. Tidak ada pagar
2. Bambu/Kayu 3. Bahan Logam
13 Fasilitas Dapur 1. Letaknya di luar rumah
2. Letaknya menyatu dengan ruangan lain 3. Memiliki dapur sendiri
No Pelayanan Kesehatan Kriteria Skor
14 Jenis Plafon 1. Tidak memiliki plafon
2. plafon sederhana (triplek/kayu)
No Kesehatan Anggota Keluarga Kriteria Skor
No Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan
Kriteria Skor
1 Biaya sekolah 1. Mahal 2. Sedang 3. Murah 2 Jarak ke sekolah 1. Jauh
2. Sedang 3. Dekat 3 Proses penerimaan 1. Mudah
2. Sedang 3. Sulit No Kemudahan mendapatkan
fasilitas transportasi
Kriteria Skor
1 Ongkos kendaraan 1. Mahal 2. Sedang 3. Murah 2 Ketersediaan
kendaraan umum
1. Jarang 2. Cukup 3. Sering/banyak 3 Jarak ke jalan raya 1. Jauh
LAMPIRAN II Data Responden
No Nama Responden Alamat Jenis
Kelamin Usia
Status
Pernikahan Pendidikan Pekerjaan
22 B. Boru Sibarani Hutauruk 1 58 2 5 6 4 2
23 Manerep Purba Hutauruk 1 44 2 3 1 5 3
24 Susi Siringo-ringo Hutauruk 1 28 1 5 9 0 0
25 Christian Sinaga Situmeang Habinsaran 1 34 2 5 5 3 3 26 Jewita Situmeang Situmeang Habinsaran 1 29 2 5 7 1 1 27 Rosmaida Simanjuntak Situmeang Habinsaran 1 52 2 4 1 5 7 28 Halomoan Lumbangaol Situmeang Habinsaran 1 54 2 5 6 4 3 29 Posma Simanjuntak Situmeang Habinsaran 1 47 2 5 5 3 3
30 Tahan Sinaga Situmeang Habinsaran 1 50 2 4 5 4 4
31 Opnagel Sinaga Situmeang Habinsaran 1 36 2 4 4 3 4
32 Riama Nababan Situmeang Habinsaran 1 38 2 4 5 2 3
33 Wismar Situmeang Situmeang Habinsaran 1 47 2 4 5 2 2 34 Listop Sipahutar Situmeang Habinsaran 1 38 2 4 9 2 2
35 Gomos Pardede Situmeang Habinsaran 1 46 2 4 4 4 4
36 Manatap Siagian Situmeang Hasundutan 1 48 2 4 9 3 3
37 Tiur Hutabarat Situmeang Hasundutan 1 42 2 4 1 4 3
38 Marhara Lumbangaol Situmeang Hasundutan 1 43 2 3 1 3 5
39 Timba Hutauruk Situmeang Hasundutan 1 33 1 3 3 0 0
40 Maruhum Sinaga Situmeang Hasundutan 1 48 2 4 1 6 4
41 Pardamean Situmeang Situmeang Hasundutan 1 37 2 5 5 3 3
42 Sihar Hutagalung Lobu Singkam 1 44 2 4 4 4 4
43 L. Boru Sihite Lobu Singkam 1 63 3 3 1 5 2
44 Halomoan Pasaribu Lobu Singkam 1 55 2 2 1 4 3
45 Sinarta Marbun Lobu Singkam 1 48 2 3 1 3 2
46 K. Pardede Lobu Singkam 1 58 2 2 1 4 2
48 Gomos P Hutagalung Lobu Singkam 1 31 1 4 1 0 0
49 Heber Sihol Panjaitan Lobu Singkam 1 36 2 4 1 3 3
50 J. Ambarita Lobu Singkam 1 48 2 4 1 3 4
51 Adi Hutauruk Lobu Singkam 1 45 2 3 1 4 4
52 Nikson Panjaitan Lobu Singkam 1 47 2 3 1 3 3
53 Tarida Hutagaol Pagar Batu 1 45 2 5 6 3 3
54 Monika Damanik Pagar Batu 1 45 2 5 5 3 3
55 Janluther Tamba Pagar Batu 1 51 2 4 5 4 3
56 Bomo Pardede Pagar Batu 1 47 2 3 1 4 3
57 Sumiati Manalu Pagar Batu 1 33 2 5 4 2 2
58 G. Pangaribuan Pagar Batu 1 66 2 4 1 5 3
59 J. Nababan Pagar Batu 1 48 2 5 7 4 4
60 Ruth K. Panjaitan Pagar Batu 1 33 2 5 7 2 2
61 Demak Sipahutar Pagar Batu 1 40 2 4 1 3 3
62 Roy Silaban Pagar Batu 1 52 2 4 5 5 4
63 Lundu Manik Pagar Batu 1 47 2 4 5 3 4
64 Sanggam Hutapea Pagar Batu 1 45 2 4 1 1 2
65 Benny Sianipar Pagar Batu 1 44 2 3 1 4 4
66 Samsul Sianturi Pagar Batu 1 53 2 4 1 3 1
67 Mauliate Parhusip Pagar Batu 1 50 2 4 1 2 0
68 Marangkup Sibarani Sipahutar 1 47 2 4 4 3 2
69 Jan Hutauruk Sipahutar 1 53 2 4 4 3 2
70 M. Sipahutar Sipahutar 1 60 2 5 5 3 1
71 Meslinar Pardede Sipahutar 1 43 3 3 4 3 2
72 Bistok Sipahutar Sipahutar 1 52 2 5 5 3 2
74 Parasian Banjarnahor Sipahutar 1 57 2 2 1 6 3
75 Wesliara Sitinjak Hutaraja 1 55 3 5 6 4 2
76 Saur Maruli Pasaribu Hutaraja 1 70 3 4 5 4 0
77 R. Boru Sibagariang Hutaraja 1 58 3 4 1 5 0
78 N Sibagariang Hutaraja 1 63 3 2 1 4 1
79 Tiramin Br. Hutabarat Hutaraja 1 60 3 5 1 3 0
80 Hendra Pasaribu Hutaraja 1 31 3 3 4 3 3
81 A. Pasaribu Hutaraja 1 49 3 4 1 5 4
82 Suto Panggabean Tapian Nauli 1 28 1 3 1 0 0
83 Lamhot Siregar Tapian Nauli 1 40 2 3 1 3 3
84 T. Boru Hutasoit Tapian Nauli 1 55 2 3 1 5 1
85 Hendra Sibagariang Hutaraja Hasundutan 1 53 2 3 1 4 4
86 Sabam Pasaribu Hutaraja Hasundutan 1 54 2 2 1 5 3
87 Lina Boru Manalu Hutaraja Hasundutan 1 38 2 3 1 2 2
88 Patar Sinaga Hutaraja Hasundutan 1 27 2 3 1 1 1
89 Maringotan Sibagariang Hutaraja Hasundutan 1 42 2 3 1 2 2
90 Erwin Nababan Hutaraja Simanungkalit 1 29 2 4 7 2 2
91 Yanti Tamba Hutaraja Simanungkalit 1 35 2 5 7 2 2
92 Jepas Pasaribu Hutaraja Simanungkalit 1 40 2 3 1 3 3 93 Lamhot Sibagariang Hutaraja Simanungkalit 1 55 2 3 1 3 2 94 Takkas Simanjuntak Hutauruk Hasundutan 1 51 2 5 5 3 2 95 Belfry Lumbantobing Hutauruk Hasundutan 1 43 2 5 5 2 2
96 L Boru Sirait Hutauruk Hasundutan 1 61 2 5 4 5 0
97 Parada Situmorang Hutauruk Hasundutan 1 32 2 5 6 1 1
LAMPIRAN III
Data Jawaban Responden Terhadap Indikator Keluarga Sejahtera Menurut BPS 2005
No. Pendapatan Pengeluaran
Kondisi Tempat Tinggal
Fasilitas Tempat Tinggal Kesehatan Anggota Keluarga
Pelayanan
Kesehatan Pendidikan Transportasi
19 Rp2,000.000 Rp2,000.000 3 2 2 2 3 3 2 3 3 3 2 3 1 2 2 2 1 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 1 3 3 3
20 Rp2,000.000 Rp1,500.000 3 2 2 3 1 3 2 3 3 3 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 1 3 3 3
21 Rp3,000.000 Rp2,600.000 3 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 1 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2
22 Rp8,000.000 Rp6,000.000 3 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 1 3 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 1 2 3 2 3 3
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.
Arsyad, Lincolin. 1997. Ekonomi Mikro. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta: BPFE.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. 2013. Sipoholon dalam Angka
2012. BPS Tapanuli Utara.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. 2014. Sipoholon dalam Angka
2013. BPS Tapanuli Utara.
Blakely, E. J. 1989. Planning Local Economic Development: Theory and
Practice. California: SAGE Publication, Inc.
Dumairy. 1999. Matematika Terapan untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta: Anggota IKAPI.
Halim, Salmiah dan Satia. 2011. “Distribusi Pendapatan Dari Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi”. Jurnal. Medan: Fakultas Pertanian, USU.
Ismail, Fakhri. 2013. “Analisis Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Di Kecamatan Medan Labuhan”. Skripsi. Medan: Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.
Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta: Erlangga.
Majidi, N. 1997. Anggaran Pembangunan dan Ketimpangan Ekonomi antar
Daerah. Prisma. LP3S.
Makmur, Safrida dan Kharisma Jayanthi. 2011. “Ketimpangan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Masyarakat Desa di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar”. Jurnal. NAD: Agrisep Vol.(12) No.1, 2011.
Todaro, Michael P. 2000. Economic Development, Seventh Edition, New York University: Addison Mesley.
Nurse, Ragknar. 2000. Pembangunan Problematika Dan Pendekatan. Jakarta: Pustaka Belajar.
Masyarakat Provinsi Bali”. Jurnal. Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin.
Retnosari, Devi. 2006. “Analisis Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat”. Skripsi. Bogor: Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB.
Riadi, R.M. 2007. “Pertumbuhan dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah di Provinsi Riau”. Jurnal. Riau.
Sajogyo. 1988. Garis kemiskinan dan Ukuran Tingkat Kesejahteraan Penduduk, Gadjah Mada University Press. APA Citation, Yogyakarta.
Sugiharto, Eko. 2006. “Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Desa Benua Baru Ilir Berdasarkan Indikator Badan Pusat Statistik”. Jurnal. Samarinda: Sosial Ekonomi Perikanan, FPIK Unmul.
Sumanjaya, Rachmat, Nasution, Syahrir H dan Tarmizi, H.B. 2008. Teori
Ekonomi Mikro. Edisi Revisi. Medan: USU Press.
Supangat, Andi. 2008. Statistika dalam Kajian Deskriftif, Inferensi, dan
Nonparametrik. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.
Tambunan, Tulus T.H. 2001. Perekonomian Indonesia Teori dan Temuan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Penelitian ini mendeskripsikan tentang kondisi Kecamatan Sipoholon ditinjau
dari kesenjangan ekonomi yang ada serta kesejahteraan masyarakat Kecamatan
Sipoholon.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian adalah setiap desa yang berada di Kecamatan Sipoholon
Kabupaten Tapanuli Utara dan waktu penelitaian adalah Maret 2015 sampai
dengan selesai.
3.3. Batasan Operasional
Sesuai dengan judul dari penelitian ini “Analisis Ketimpangan Distribusi
Pendapatan Dan Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Sipoholon Kabupaten
Tapanuli Utara” maka dapat disimpulkan bahwasanya penelitian ini hanya
berfokus pada menganalisis ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di
Kecamatan Sipoholon. Kemudian diteruskan mengkaji kesejahteraan yang
dirasakan masyarakat. Adapun indikator kesejahteraannya sesuai dengan indikator
keluarga sejahtera berdasarkan BPS 2005 yaitu pendapatan, konsumsi atau
pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan
anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan
memasukkan anak ke jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas
3.4. Defenisi Operasional
1. Distribusi pendapatan adalah hal yang mencerminkan merata atau
timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu wilayah di kalangan
penduduknya. Distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua ukuran
pokok yaitu: distribusi ukuran, adalah besar atau kecilnya bagian
pendapatan yang diterima masing-masing orang dan distribusi
fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi.
2. Ketimpangan pendapatan adalah tidak meratanya pendapatan yang
diperoleh oleh individu atau rumah tangga.
3. Kesejahteraan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan
hidup minimumnya. Keluarga yang tidak sejahtera (miskin) apabila
tidak mampu memenuhi kebutuhan minimumnya.
4. Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan
nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk. Sedangkan Koefisien
Gini melihat adanya hubungan antara jumlah pendapatan yang
diterima oleh seluruh keluarga atau individu dengan total
pendapatan. Ukuran Gini Ratio sebagai ukuran pemerataan pendapatan
mempunyai selang nilai antara 0 sampai dengan 1. Bila Gini Ratio
mendekati nol menunjukkan adanya ketimpangan yang rendah dan
bila Gini Ratio mendekati satu menunjukkan ketimpangan yang tinggi.
3.5. Skala Pengukuran Variabel
1. Perhitungan ketimpangan di peroleh melalui Pendapatan masyarakat, yang
2. Pengukuran indikator kesejahteraan dinyatakan atas skala pengukuran
skala likert seperti yang peneliti sajikan dalam kuisioner atas pendapatan,
konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas
tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan
pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang
pendidikan dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi sesuai
dengan indikator kesejahteraan menurut BPS tahun 2005.
3.6. Populasi Dan Sampel Penelitian
Populasi yaitu sekumpulan objek yang akan dijadikan sebagai bahan
penelitian (penelaahan) dengan ciri mempunyai karekteristik yang sama.
Penelitian ini menggunakan jenis populasi terhingga, dimana populasi terhingga
ialah sekumpulan objek yang akan di jadikan sebagai kajian penelitian dengan
jumlah tertentu. Adapun jenis lain populasi ialah populasi tak terhingga, dimana
objek dengan kajian jumlahnya tidak terhitung (Andi, 2008).
Sampel adalah bagian dari populasi yang dijadikan sebagai bahan
penelaahan dengan harapan dari contoh yang diambil dari populasi dapat
mewakili terhadap populasinya. Dimana dalam menggunakan istilah sampling,
yaitu cara pengambilan sampel baik dari jumlah dan modelnya mewakili
populasinya (Andi, 2008). Adapun sampel penelitian menggunakan judgement
sampling yang merupakan bagian purposive sampling. Dan untuk mendapat
sampel yang baik bagi penelitian ini, peneliti menetukan kriteria sampel dalam
1. Responden berada di usia dewasa.
2. Responden berdomisili di Kecamatan Sipoholon.
3. Responden mampu memahami kuisioner penelitian.
Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus slovin dengan
persamaan sebagai berikut:
Keterangan: n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi d = Tingkat kesalahan
Dari hasil rumus diatas maka diperoleh perhitungan sebagai berikut:
Maka total jumlah sampel dalam penelitian ini ada 98, 241 atau dibulatkan
98 sampel dari 5.587 banyak populasi. Dan ini dengan tingkat kesalahan 0,1% dan
Tabel 3.1
Penyebaran Sampel di Setiap Desa
NO Desa Jumlah Rumah
5 Situmeang Habinsaran 639 11,24
6 Situmeang Hasundutan 367 6,43
12 Hutaraja Hasundutan 292 5,134
13 Hutaraja Simanungkalit 202 3,552
14 Hutauruk Hasundutan 289 5,082
Jumlah 5.587 98,24
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013
3.7. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam kajian penelitian ini adalah data primer,
dimana data ini diperoleh melalui penelitian langsung melalui kuesioner yang
diberikan kepada objek penelitian yakni masyarakat Kecamatan Sipoholon.
Adapun data sekunder yang saya gunakan dalam kajian penelitian ialah saya
peroleh melalui instansi resmi yang dipublikasikan. Adapun instansi tersebut
adalah BPS (Badan Pusat Statistik) dan Kecamatan Sipoholon Kabupaten
Tapanuli Utara.
3.8. Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah melalui;
1. Kuesioner
2. Wawancara
Merupakan teknik pengambilan informasi dan data dengan mengajukan
pertanyaan dengan wawancara langsung antara penulis dengan responden.
Dan hasil informasi yang diperoleh, diterima langsung oleh peneliti.
3. Instansi dan Lembaga Terkait
Data yang diperoleh melalui dokumen instansi- instansi atau kelembagaan
yang menyajikan data seperti yang diperlukan dalam kajian penelitian ini.
Adapun instansi yang turut membantu dalam penyediaan data penelitian ini
adalah Badan Pusat Statistik (BPS).
3.9. Teknik Analisis
Analisis yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama
adalah menggunakan metode Koefisien Gini (Gini Ratio), untuk menghitung
tingkat ketimpangan pendapatan.
Rumus angka Gini Ratio ( Indeks Gini) adalah sebagai berikut:
k Pi ( Qi + Qi – 1)
G = 1 -
∑
i-1 10.000
Keterangan:
G = Gini Ratio
Pi = Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i Qi = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i Qi - 1 = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i - 1 k = Banyaknya kelas pendapatan
Ide dasar perhitungan koefisien Gini sebenarnya berasal dari upaya
untuk seluruh kelompok pendapatan. Kurva tersebut dinamakan kurva Lorenz
yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi
dari suatu variable tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform
(seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk. Guna membentuk
koefisien Gini, grafik persentase kumulatif penduduk (dari termiskin hingga
terkaya) digambar pada sumbu horizontal dan persentase kumulatif pengeluaran
(pendapatan) digambar pada sumbu vertikal (Gambar 3.1).
D
B C
Sumber: Todaro dan Smith (2006)
Gambar 3.1
Kurva Lorenz
Pada Gambar 3.1, besarnya ketimpangan digambarkan sebagai daerah
yang diarsir. Sedangkan Koefisien Gini atau Gini Ratio adalah rasio
(perbandingan) antara luas bidang A yang diarsir tersebut dengan luas segitiga
BCD. Dari gambaran tersebut dapat dikatakan bahwa bila pendapatan
didistribusikan secara merata dengan sempurna, maka semua titik akan
karena daerah tersebut sama dengan garis diagonalnya. Dengan demikian
angka koefisiennya sama dengan nol. Sebaliknya, bila hanya satu pihak saja
yang menerima seluruh pendapatan, maka luas daerah yang diarsir akan
sama dengan luas segitiga, sehingga Koefisien Gini bernilai satu. Oleh sebab itu,
dapat disimpulkan bahwa suatu distribusi pendapatan dikatakan makin
merata bila nilai Koefisien Gini mendekati nol (0), sedangkan makin tidak
merata suatu distribusi pendapatan maka nilai Koefisien Gini-nya makin
mendekati satu. Adapun kriteria klasifikasi penggunaan indeks Gini (Gini Ratio)
menurut H.T. Oshima dalam Suseno (1990) adalah sebagai berikut:
a. Bila koefisien Gini lebih kecil dari 0,30 : Ketimpangan rendah (ringan)
b. Bila koefisien Gini berkisar antara 0,31 – 0,40 : Ketimpangan sedang
c. Bila koefisien Gini lebih besar dari 0,40 : Ketimpangan tinggi
Untuk menjawab rumusan masalah kedua adalah dengan menggunakan
indikator keluarga sejahtera berdasarkan Badan Pusat Statistik Tahun 2005.
Tabel 3.2
Indikator Keluarga Sejahtera Berdasarkan Badan Pusat Statistik Tahun 2005
No. Indikator 3 Keadaan tempat tinggal Permanen (11-15) 3 Semi permanen (6 -10) 2
Kriteria untuk masing-masing klasifikasi sebagai berikut:
Tingkat kesejahteraan tinggi : nilai skor 20-24
Tingkat kesejahteraan sedang : nilai skor 14-19
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Geografis dan Demografis Kecamatan Sipoholon
Kecamatan Sipoholon merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten
Tapanuli Utara terletak di wilayah dataran tinggi antara 900-1200 meter diatas
permukaan laut. Kecamatan Sipoholon berada pada ketinggian 300-500 di atas
permukaaan laut. Letak geografis Sipoholon adalah 2o00-2o06 Lintang Utara dan
98o45-98o58 Bujur Timur. Luas wilayah kecamatan Sipoholon adalah 189.20
Km2 dan jarak Kecamatan Sipoholon 6 km menuju ibukota Kabupaten.
Kecamatan Sipoholon terdiri dari 13 desa dan 1 kelurahan. Sekitar 5
kantor desa di Kecamatan Sipoholon memiliki ketinggian antara 900-999 m dpl
(35,71 persen), dan 9 desa berada di ketinggian diatas 1000 m dpl (64,29 persen).
Tabel 4.1
Statistik Geografi Sipoholon
Uraian Tahun 2013
Ketinggian dpl ( 900 –1200 ) m
Luas Wilayah 189,20 Km2
Curah Hujan 1331 mm
Hari Hujan 73 hari
Sumber: Kecamatan Sipohlon Dalam Angka 2014
Kecamatan Sipoholon memiliki batas - batas wilayah sebagai berikut:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Siborong - borong dan
Kecamatan Pagaran
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tarutung • Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parmonangan.
Kecamatan Sipoholon terdiri dari 14 desa/kelurahan. Keempatbelas
desa/kelurahan terbagi atas 43 dusun dan 7 lingkungan. Desa/kelurahan paling
banyak jumlah dusun/lingkungan yaitu Desa Hutaraja Hasundutan dan Kelurahan
Situmeang Habinsaran (7 dusun dan 7 lingkungan) dan yang paling sedikt jumlah
dusunnya yaitu Desa Rura Julu Toruan dan Desa Hutaraja (masing-masing 2
dusun).
Tabel 4.2
Distribusi Penduduk Menurut Desa / Kelurahan di Kecamatan Sipoholon Tahun 2013
4 Situmeang Hasundutan 1486
5 Simanungkalit 2107
6 Hutauruk Hasundutan 1102
7 Hutauruk 3483
8 Situmeang Habinsaran 2753
9 Sipahutar 1688
10 Pagarbatu 3155
11 Tapian Nauli 717
12 Hutaraja Simanungkalit 847
13 Hutaraja 1637
14 Hutaraja Hasundutan 1270
Jumlah 22729
Sumber: Kecamatan Sipoholon Dalam Angka 2013
Gambar 4.1
Diagram Distribusi Penduduk Menurut Desa / Kelurahan di Kecamatan Sipoholon Tahun 2013
Jumlah penduduk di Kecamatan Sipoholon pada tahun 2013 sebanyak
22.729 jiwa yang mencakup sebesar 49,14 persen penduduk laki - laki dan 50,86
persen penduduk perempuan.
4.2. Keadaan Perekonomian Kecamatan Sipoholon
Usaha industri yang terdapat di Kecamatan Sipaholon sebanyak 197 usaha
yang terdiri dari 2 usaha industri kecil dan 195 usaha industri rumah tangga. Pada
tahun 2013, Jumlah usaha industri kecil tidak berubah jika dibandingkan tahun
sebelumnya yaitu 2 usaha industri dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 20
orang. Pada tahun 2013 jumlah industri rumah tangga bertambah menjadi 195
usaha industri dari 172 usaha industri pada tahun 2012. Demikian juga jumlah
tenaga kerja meningkat menjadi 259 orang pada tahun 2013 dari 228 orang pada
Pendapatan regional Kecamatan Sipoholon bersumber dari penerimaan
pajak. Penerimaan pajak di Kecamatan Sipoholon sendiri bersumber dari
penerimaan pajak bumi dan bangunan, pajak daerah hotel dan restoran, dan
penerimaan pasar. Pajak bumi dan bangunan menghasilkan realisasi penerimaan
yang lebih kecil dari yang ditargetkan pemerintah yaitu sebesar 11%. Jumlah ini
menurun dibanding tahun 2012 yakni sebesar 25,48%. Penerimaan pajak daerah
hotel dan restoran juga lebih kecil dari yang ditargetkan pemerintah yakni sebesar
77%. Berikut ditampilkan target dan realisasi penerimaan pajak di Kecamatan
Sipoholon Tahun 2013.
Tabel 4.3
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak di Kecamatan Sipoholon Tahun 2013
Jenis Pajak Target dan Realisasi Nilai
Pajak Bumi dan Bangunan
Target 168.285.346
Realisasi 18.989.442
% 11
Penerimaan Pajak Daerah Hotel dan
Restoran
Target 3.923.000
Realisasi 3.037.000
% 77
Sumber: Kecamatan Sipoholon Dalam Angka 2014
Berdasarkan hasil pendataan potensi desa 2014, di Kecamatan Sipoholon
ada sebanyak 1 pasar, 262 warung/kedai makanan dan minuman, 95 toko/warung
Tabel 4.4
Jumlah Pasar, Mini Market, Toko/Warung Kelontong, Restoran/Rumah Makan, Hotel/Penginapan di Kecamatan Sipoholon
Uraian 2013
Pasar 1
Mini Market 0
Restoran/Rumah Makan 0
Warung/Kedai Makanan
dan Minuman 262
Toko/Warung Kelontong 95
Hotel 1
Penginapan 0
Sumber: Profil Desa/Kelurahan Kecamatan Sipoholon 2014
Berdasarkan data Tabel 4.4, Kecamatan Sipoholon masih termasuk
kecamatan yang memiliki aktivitas perekonomian yang sederhana. Hal inilah yang
menjadi salah satu faktor penerimaan pajak daerah hotel dan restoran di
Kecamatan Sipoholon masih tergolong rendah.
4.3. Gambaran Umum Responden Penelitian
4.3.1. Umur Responden
Umur responden yang terendah adalah 27 tahun dan umur responden yang
tertinggi adalah 70 tahun. Bila dirata - ratakan umur responden berkisar 45 tahun.
Tabel 4.5
Data Umur Responden
Tingkat Umur (Tahun)
Jumlah Responden
(Orang)
Persentase (%)
26 - 30 7 7.14
31 - 35 10 10.20 36 - 40 15 15.31 41 - 45 17 17.35 46 - 50 18 18.37 51 - 55 19 19.39
56 - 60 6 6.12
61 - 65 3 3.06
66 - 70 3 3.06
Jumlah 98 100
Sumber: Data Diolah
Gambar 4.2
Diagram Umur Responden
Berdasarkan Gambar 4.1 terlihat bahwa rentan umur responden antara 51 -
55 adalah responden terbanyak, yakni mencapai 20%. Disusul kemudian
responden yang berumur 46 - 50 yang berjumlah 19%. Sedangkan umur
responden terkecil adalah pada rentang umur antara 61 - 65 dan 66 - 70 yaitu
4.3.2. Jenis Kelamin Responden
Jenis kelamin responden mayoritas berjenis kelamin laki - laki dengan.
jumlah 68 orang yang berarti mencakup 69,39% dari total responden. Sedangkan
responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 orang yang berarti mencakup
30,61% dari total responden.
Tabel 4.6
Data Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Laki - laki Perempuan
Jumlah Responden 68 30
Persentase (%) 69.39 30.61
Sumber: Data Diolah
4.3.3. Jenis Pekerjaan Responden
Dilihat berdasarkan jenis pekerjaan, responden dominan memiliki
pekerjaan sebagai petani, dan minoritas memiliki profesi profesional yaitu sebagai
pengacara. Responden sebagai petani sejumlah 44 orang yaitu sebesar 44,90%
dari total responden. Setelah petani diikuti pekerjaan sebagai pengusaha sebanyak
18 orang, pedagang sebanyak 12 orang, selanjutnya PNS/pensiunan sebanyak 9
orang, sedangkan paling sedikit pekerjaan responden sebagai profesional yaitu
pengacara sebanyak 1 orang yang berarti memiliki persentase 1,02% dari total
Tabel 4.7
Data Pekerjaan Responden
Sumber: Data Diolah
Sumber: Data Diolah
Gambar 4.3
Diagram Pekerjaan Responden
No. Jenis Pekerjaan
Jumlah Responden
(Orang)
Persentase (%)
1 Petani 44 44.90
2 Buruh / Tukang 2 2.04
3 Pedagang 12 12.24
4 Pengusaha 18 18.37
5 PNS / Pensiunan 9 9.18
6 Pegawai Swasta 6 6.12
7
Profesional (pengacara,
dokter) 1 1.02
8
Jasa (Supir, jaga toko,
becak) 6 6.12
4.3.4. Pendidikan Responden
Dilihat berdasarkan pendidikan, seluruh responden mengenyam dan
menamatkan pendidikan formal. Namun dari sisi jumlah, responden yang
menamatkan jenjang pendidikan SMA merupakan yang terbanyak yakni mencapai
35,71%, disusul kemudian dengan responden yang menamatkan jenjang
pendidikan sarjana muda/D3/ lebih tinggi yakni sebesar 29,59%. Selanjutnya
responden yang menamatkan jenjang pendidikan SD memiliki tingkat persentase
yang terendah yaitu 6,12%.
Tabel 4.8
Data Pendidikan Responden
No. Pendidikan Terakhir
Jumlah Responden
(Orang)
Persentase (%)
1 Tidak Bersekolah 0 -
2 Tamat SD 6 6.12
3 Tamat SMP / Sederajat 28 28.57
4 Tamat SMA / Sederajat 35 35.71
5 Sarjana Muda / D3 / lebih tinggi 29 29.59
Jumlah 98 100.00
Sumber: Data Diolah
Sumber: Data Diolah
Gambar 4.4
4.4. Kondisi Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Responden 4.4.1. Sumber dan Besarnya Pendapatan
Sumber pendapatan adalah perolehan pendapatan yang digunakan para
responden untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga atau kehidupannya. Sumber
pendapatan dalam penelitian ini sangat bervariasi, hal ini dapat dilihat yaitu
terdiri dari responden yang bersumber pendapatan dari jenis pekerjaan sebagai
petani, pedagang, pegawai negeri/pensiunan, pengusaha, dan buruh.
Berdasarkan hasil penelitian diperlihatkan bahwa kondisi pendapatan yang
diterima berdasarkan jenis pekerjaan responden , yaitu dominan sebagai petani
sebanyak 44 orang dengan total pendapatan yaitu Rp. 91.000.000,- setiap bulan
dengan rata - rata pendapatan sebesar Rp. 2.070.000,- setiap bulan, pengusaha
sebanyak 18 orang dengan total pendapatan Rp. 131.500.000,- setiap bulan dan
rata - rata pendapatan sebesar Rp. 7.310.000,- setiap bulan. Diikuti oleh jenis
pekerjaan sebagai pedagang sebanyak 12 orang dengan total pendapatan Rp.
39.700.000,- setiap bulan dan rata - rata pendapatan sebesar 3.310.000,- setiap
bulan. Sedangkan jenis pekerjaan sebagai profesional (pengacara/dokter) hanya
terdapat satu responden dengan tingkat pendapatan sebesar Rp. 9.000.000,- per
bulan. Secara rinci, berikut ditampilkan tabel jumlah dan rata - rata pendapatan
Tabel 4.9
Jumlah dan Rata - rata Pendapatan Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
4.4.2. Pengeluaran Responden (Rumah Tangga)
Pengeluaran rumah tangga adalah biaya yang dikeluarkan rumah tangga
untuk konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu konsumsi makanan dan bukan makanan (perumahan, aneka
barang dan jasa, pendidikan, kesehatan, pakaian, transportasi, pajak dan asuransi
dan keperluan untuk pesta/upacara).
Konsumsi tersebut tanpa memperhatikan asal barang (membeli atau hasil
sendiri atau pemberian) dan terbatas pada pengeluaran untuk kebutuhan rumah
tangga saja, tidak termasuk konsumsi/pengeluaran untuk keperluan usaha rumah
tangga atau diberikan kepada pihak lain.
Penghasilan sebuah rumah tangga sebagian besar dibelanjakan untuk
memenuhi segala macam kebutuhan rumah tangga. Dalam ilmu ekonomi disebut
dibelanjakan untuk konsumsi. Konsumsi itu tidak hanya makanan saja melainkan
setiap keluarga atau rumah tangga tidaklah sama besarnya. Keluarga yang satu
berbeda dengan yang lain. Demikian juga pengeluaran setahun yang lalu tentulah
tidak sama dengan pengeluaran keluarga sekarang. Karena kebutuhan keluarga
bisa meningkat dari tahun ke tahun.
Besar kecilnya jumlah pengeluaran keluarga tergantung pada banyak
faktor seperti berikut ini:
• Besarnya jumlah penghasilan keluarga
• Banyaknya anggota keluaga dan umurnya • Tingkat harga barang dan jasa kebutuhan hidup
• Status sosial keluarga yang bersangkutan termasuk di dalamnya tingkat
pendidikan
• Lingkungan sosial sebuah keluarga (tinggal di desa atau kota, kota kecil atau
kota besar)
• Cara - cara mengelola keuangan keluarga atau rumah tangga.
Berdasarkan hasil penelitian di Kecamatan Sipoholon, tidak ditemukan
tingkat pengeluaran responden yang melebihi tingkat pendapatannya, dan untuk
tingkat penghasilan responden yang sama dengan tingkat pendapatannya dalam
sebulan ditemukan sebanyak 26 rumah tangga atau sebesar 26,53%, sementara
sisanya sebanyak 72 atau sebesar 73,47% responden memiliki tingkat pengeluaran
4.5. Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan Menggunakan Indeks
Gini dan Kurva Lorenz
Tingginya tingkat pendapatan suatu wilayah, belum tentu mencerminkan
meratanya distribusi pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan
masyarakat tidak selalu merata. Ketidakmerataan pendapatan timbul karena
adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi terutama
kepemilikan barang modal (capital stock). Pihak (kelompok masyarakat) yang
memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan
yang lebih banyak pula. Tidak meratanya distribusi pendapatan akan memicu
terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya
kemiskinan.
Secara makro, keadaan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, hal ini dapat dilihat melalui PDRB dan
persentase pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara pada tabel 1.1.
Namun, terjadinya peningkatan PDRB dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Tapanuli Utara belum tentu sejalan dengan terjadinya peningkatan pendapatan
masyarakatnya secara spesifik. Pendapatan memang indikator yang menjadi dasar
dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan dalam masyarakat suatu wilayah.
Namun sudah menjadi kenyataan bahwa ada keadaan dimana secara makro
kondisi pertumbuhan ekonomi wilayah berada pada keadaan yang normal/baik,
namun tingkat pendapatan masyarakatnya masih berada dibawah rata - rata. Hal
ini dikarenakan banyaknya ditemukan tingkat pendapatan di dalam masyarakat
menarik untuk dibahas mengenai keadaan perbedaan dan ketimpangan pendapatan
masyarakat di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara melalui analisis tingkat
ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Sipoholon yang merupakan
salah satu bagian wilayah dari Kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan
kecamatan ke - 5 terbanyak penduduknya diantara 15 Kecamatan yang ada di
Kabupaten Tapanuli Utara.
Indeks (koefisien) Gini adalah parameter yang digunakan untuk mengukur
ketimpangan distribusi pendapatan. Adapun kriteria klasifikasi penggunaan indeks
Gini (Gini Ratio) menurut H.T. Oshima dalam Suseno (1990) adalah sebagai
berikut:
d. Bila koefisien Gini lebih kecil dari 0,30 : Ketimpangan rendah (ringan)
e. Bila koefisien Gini berkisar antara 0,31 – 0,40 : Ketimpangan sedang
f. Bila koefisien Gini lebih besar dari 0,40 : Ketimpangan tinggi
Rumus angka Gini Ratio ( Indeks Gini) adalah sebagai berikut:
k Pi ( Qi + Qi – 1)
G = 1 -
∑
i-1 10.000
Keterangan:
G = Gini Ratio
Pi = Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i Qi = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i Qi - 1 = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i - 1 k = Banyaknya kelas pendapatan
Berdasarkan rumus di atas maka perhitungan Gini Ratio terhadap
Tabel 4.10
Data Perhitungan Tingkat Ketimpangan Pendapatan Menurut Gini Ratio
No. Pendapatan Qi %Qi + Qi-1 Pi %Pi - Pi-1 (Pi - Pi-1)(Qi + Qi-1)
1 1.000.000 2.970564407 0.029705644 10.20408163 0.102040816 0.003031188
2 1.000.000
11 1.500.000 7.021334053 0.099918985 20.40816327 0.102040816 0.010195815
12 1.500.000
21 1.500.000 12.28733459 0.193086686 30.6122449 0.102040816 0.019702723
22 2.000.000
31 2.000.000 17.68836079 0.299756954 40.81632653 0.102040816 0.030587444
38 2.000.000
39 2.000.000
40 2.000.000
41 2.000.000 23.68349986 0.413718607 51.02040816 0.102040816 0.042216184
42 2.000.000
51 3.000.000 31.78503916 0.55468539 61.2244898 0.102040816 0.05660055
52 3.000.000
61 3.000.000 41.91196327 0.736970024 71.42857143 0.102040816 0.075201023
62 3.000.000
71 4.000.000 56.11666217 0.980286254 81.63265306 0.102040816 0.10002921
80 6.000.000 81 6.000.000 75.42533081 1.31541993 91.83673469 0.102040816 0.134226523
82 6.500.000
91 9.000.000 100 1.754253308 100 0.081632653 0.143204352
92 9.000.000
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, indeks Gini di Kecamatan
Sipoholon adalah sebesar 0, 39 yang artinya tingkat ketimpangan pendapatan
masyarakat Kecamatan Sipoholon masuk dalam kategori tingkat ketimpangan
Koefisien Gini dapat ditaksir secara visual melalui kurva Lorenz. Kurva
Lorenz adalah kurva yang menghubungkan jumlah persentase kumulatif
penduduk dengan pendapatan yang diterima oleh penduduk. Jumlah dari
persentase kumulatif penduduk dan pendapatan akan diurutkan mulai dari nilai
yang terendah hingga ke nilai yang tertinggi. Koefisien Gini bernilai antara 0
sampai dengan 1 merupakan rasio antara luas area antara kurva Lorenz dengan
garis kemerataan sempurna. Pada kurva Lorenz distribusi pendapatan merata
(Gini Ratio = 0 ) apabila 10% penduduk memperoleh 10% dari total pendapatan
dan seterusnya. Di dalam kurva Lorenz keadaan seperti ini digambarkan sebagai
garis diagonal dari sudut bawah sebelah kiri ke sudut atas sebelah kanan
bujursangkar tersebut (garis dengan sudut 45°). Sebaliknya apabila distribusi
pendapatan tidak merata maka kurva Lorenz akan menyimpang dari garis
diagonal (menjauhi garis diagonal) atau dengan kata lain semakin besar tingkat
ketimpangan pendapatan maka semakin jauh kurva Lorenz dari garis diagonal.
Berdasarkan nilai Gini Ratio Kecamatan Sipoholon sebesar 0, 39 maka
Sumber: Data Diolah
Gambar 4.5
Kurva Lorenz Kecamatan Sipoholon
Dari kurva Lorenz yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 di atas dapat
diketahui bahwa sekitar 10 % dari jumlah masyarakat sampel yang memiliki
pendapatan terendah hanya menerima 2, 97 % dari keseluruhan total pendapatan
masyarakat. Hal ini menandakan bahwa benar sesuai dengan kesimpulan hasil
perhitungan indeks Gini yakni distribusi pendapatan masyarakat Kecamatan
Sipoholon mengalami tingkat ketimpangan pada kategori sedang.
4.6. Analisis Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
Dalam menganalisis tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan
Sipoholon, peneliti menggunakan indikator tingkat kesejahteraan menurut Badan
Pusat Statistik (2005), yang terdiri dari 8 indikator yaitu:
1. Tingkat pendapatan
2. Tingkat konsumsi atau pengeluaran keluarga
4. Fasilitas tempat tinggal
5. Kesehatan anggota keluarga
6. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan
7. Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan
8. Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi
4.6.1. Tingkat Pendapatan
Pendapatan adalah semua penghasilan yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan. Pendapatan tersebut dapat berupa pendapatan tetap dan
pendapatan sampingan. Sumber dari pendapatan masing - masing rumah tangga
pun berbeda - beda tergantung pada jenis pekerjaan, ataupun kemampuan untuk
mengelola faktor - faktor produksi yang mereka miliki.
Untuk menentukan tingkat pendapatan responden (rumah tangga) setiap
bulannya, tingkat pendapatan diklasifikasikan menjadi tiga kriteria dan diberikan
skor untuk masing - masing kriteria yaitu:
Tabel 4.11
Kriteria dan Skor Tingkat Pendapatan
Kriteria Tingkat Pendapatan Skor
Rendah < Rp. 5.000.000,- 1
Sedang Rp. 5.000.001,- s/d Rp. 10.000.000,- 2
Tinggi > Rp. 10.000.000,- 3
Sumber: BPS 2005
Mengacu pada tabel kriteria dan skor tingkat pendapatan di atas maka
diperoleh data hasil tingkat pendapatan 98 responden (rumah tangga) di
Tabel 4.12
Kriteria dan Tingkat Pendapatan 98 Responden (Rumah Tangga)
Kriteria Tingkat Pendapatan Skor Jumlah Responden
(Rumah Tangga)
Persentase (%)
Rendah < Rp. 5.000.000,- 1 74 75.51 Sedang Rp. 5.000.001,- s/d Rp. 10.000.000,- 2 19 19.39 Tinggi > Rp. 10.000.000,- 3 5 5.10
Total 98 100.00
Sumber: Data Diolah
Berdasarkan hasil di atas, terdapat 74 responden (rumah tangga) yang
memiliki tingkat pendapatan rendah yaitu di bawah Rp. 5.000.000,- setiap
bulannya. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat Sipoholon bermata
pencaharian sebagai petani, buruh / tukang, pedagang, dan di bidang jasa (supir,
jaga toko, becak). Sedangkan untuk kategori pendapatan sedang (Rp. 5.000.001,-
s/d Rp. 10.000.000,-) ada 19 responden (rumah tangga), dan sisanya sebanyak 5
responden (rumah tangga) masuk ke dalam kategori tingkat pendapatan yang
tinggi yaitu di atas Rp. 10.000.000,- setiap bulannya.
4.6.2. Tingkat Konsumsi atau Pengeluaran Rumah Tangga
Besar kecilnya tingkat konsumsi atau pengeluaran akan sangat dipengaruhi
oleh jumlah pendapatan rumah tangga yang dihasilkan. Pada umumnya jumlah
pengeluaran digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mulai dari
konsumsi makanan dan bukan makanan (perumahan, aneka barang dan jasa,
pendidikan, kesehatan, pakaian, transportasi, pajak dan asuransi dan keperluan
untuk pesta/upacara). Pada umumnya tingkat pengeluaran / konsumsi akan berada
dikarenakan oleh pola pikir responden untuk melakukan saving (menabung) untuk
hal - hal lain (modal, berjaga - jaga, dll).
Sama seperti tingkat pendapatan, tingkat konsumsi atau pengeluaran
rumah tangga diklasifikasikan menjadi 3 kategori dan diberikan skor untuk
masing - masing kategori, hanya saja terdapat perbedaan dalam penentuan
nominal untuk masing - masing kategori (bandingkan tabel 4.10 dan tabel 4.12).
Tabel 4.13
Kriteria dan Skor Tingkat Konsumsi / Pengeluaran
Kriteria Tingkat Konsumsi / Pengeluaran Skor
Rendah < Rp. 1.000.000,- 1
Sedang Rp. 1.000.001,- s/d Rp. 5.000.000,- 2
Tinggi > Rp. 5.000.000,- 3
Sumber: BPS 2005
Tabel 4.14
Tingkat Konsumsi / Pengeluaran 98 Responden (Rumah Tangga)
Kriteria Tingkat Konsumsi / Pengeluaran Skor Jumlah Responden (Rumah Tangga)
Berdasarkan Tabel 4.13, mayoritas responden (rumah tangga) berada pada
kategori tingkat pengeluaran sedang yaitu berada pada Rp. 1.000.0001,- s/d Rp.
5.000.000,- dalam sebulan dengan jumlah responden sebanyak 69 orang atau
berkisar 70,41% dari total responden. Pada urutan selanjutnya berada pada
kategori tingkat pengeluaran tinggi ( > Rp. 5.000.000,-) dengan jumlah responden
masuk ke dalam kategori tingkat pengeluaran rendah ( < Rp. 1.000.000,-) dengan
jumlah responden sebanyak 8 orang.
4.6.3. Keadaan Tempat Tinggal
Maksud dari keadaan tempat tinggal adalah bagaimana kondisi rumah
sebagai tempat tinggal responden sehari - harinya apakah dalam kondisi yang
layak untuk ditempati, baik dari segi perlindungan maupun dari segi kesehatan.
Sehingga menurut BPS (2005) terdapat 5 kriteria kondisi tempat tinggal yang
dapat dinilai guna mengukur tingkat kesejahteraan responden (rumah tangga),
yaitu:
1. Jenis lantai rumah
2. Jenis dinding rumah
3. Jenis atap rumah
4. Luas lantai rumah
5. Status kepemilikan rumah
Setiap kriteria akan dibagi lagi menjadi 3 pilihan/opsi sehingga melalui 3
pilihan itulah nanti akan diberikan skor 1, 2, atau 3. Dengan demikian jika
ditotalkan kelima kriteria maka akan diperoleh maksimum total skor sebesar 15
dan minimum total skor sebesar 5. Setelah total skor diperoleh, maka akan dapat
disimpulkan bagaimana keadaan tempat tinggal responden (rumah tangga) dengan
tolak ukur sebagai berikut:
1. Non - permanen : 1 - 5
2. Semi - permanen : 6 - 10
Tabel 4.15
Keadaan Tempat Tinggal 98 Responden (Rumah Tangga)
Kriteria Skor Jumlah Responden (Rumah Tangga)
Persentase (%)
Non - Permanen 1 - 5 0 -
Semi - Permanen 6 - 10 21 21.43
Permanen 11 - 15 77 78.57
Sumber: Data Diolah
Berdasarkan hasil pengukuran skor untuk kriteria keadaan tempat tinggal
maka dapat disimpulkan bahwa keadaan tempat tinggal responden (rumah tangga)
di Kecamatan Sipoholon dominan berada pada kondisi yang layak dan bersifat
permanen dengan jumlah responden (rumah tangga) sebanyak 77 dan sebesar
78,57% dari total responden. Sedangkan sisanya sebanyak 21 responden (rumah
tangga) berada pada kategori keadaan tempat tinggal yang bersifat semi -
permanen. Hal ini disebabkan karena masih didapati keadaan rumah yang
dindingnya berbahan dari kayu, memiliki luas lantai yang minim yaitu < 24 m²
dan status kepemilikan rumah yang masih menggunakan sistem sewa.
4.6.4. Fasilitas Tempat Tinggal
Fasilitas tempat tinggal yang dimaksud ialah fasilitas - fasilitas dasar dan
utama yang dibutuhkan manusia untuk hidup dan untuk menjalankan berbagai
aktivitas dengan baik. Semakin baik kualitas dari fasilitas tempat tinggal manusia
maka akan semakin baik pula tingkat kesejahteraannya. Oleh sebab itu, menurut
indikator keluarga sejahtera BPS tahun 2005, fasilitas tempat tinggal dapat dinilai
dari 15 item, yaitu: (1) Akses jalan; (2) Tempat pembuangan sampah; (3) Alat
penerangan; (4) Sumber air bersih; (5) Keadaan ruangan; (6) Bahan bakar untuk
elektronik; (10) Pekarangan; (11) Fasilitas kamar mandi; (12) Jenis pagar; (13)
Fasilitas dapur; (14) Jenis plafon; (15) Perabotan rumah tangga.
Cara penentuan skor setiap item sama dengan penentuan skor pada
indikator sebelumnya (indikator keadaan tempat tinggal). Dengan demikian,
setelah diperoleh total skor dari keseluruhan item, dapat disimpulkan tingkat
kualitas dan kuantitas fasilitas tempat tinggal berdasarkan tolak ukur sebagai
berikut:
1. Kurang : 12 - 22
2. Cukup : 23 - 33
3. Lengkap : 34 - 44
Tabel 4.16
Indikator Fasilitas Tempat Tinggal 98 Responden (Rumah Tangga)
Kriteria Skor Jumlah Responden (Rumah Tangga)
Persentase (%)
Kurang 12 - 22 2 2.04
Cukup 23 - 33 62 63.27
Lengkap 34 - 44 34 34.69
Sumber: Data Diolah
Dari data tabel 4.15 di atas, dapat disimpulkan bahwa 63% dari total
responden telah memiliki fasilitas tempat tinggal yang termasuk dalam kategori
cukup, setelah itu sebesar 34,69% masuk dalam kategori fasilitas tempat tinggal
yang lengkap, dan terakhir sebanyak 2,04 % masih dalam kategori fasilitas tempat
tinggal yang kurang. Melihat hasil tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
masyarakat Kecamatan Sipoholon memiliki kesejahteraan yang baik berdasarkan
4.6.5. Kesehataan Anggota Keluarga
Kesehatan merupakan dasar bagi setiap anggota keluarga untuk dapat
beraktivitas. Anggota keluarga yang sehat fisik dan mental akan lebih produktif
untuk melakukan setiap aktivitas mereka dan untuk mendapatkan pengahasilan
yang lebih tinggi lagi.
Kesehatan anggota keluarga merupakan salah satu indikator keluarga
sejahtera, dalam hal ini dimaksudkan ialah dengan melihat perbandingan antara
jumlah anggota keluarga yang sakit (kurang / tidak sehat) terhadap total jumlah
anggota keluarga. Sehingga yang menjadi tolak ukur untuk menilai tingkat
kesehatan anggota keluarga yaitu:
1. Kurang: Perbandingan antara jumlah anggota keluarga yang sakit
terhadap total jumlah anggota keluarga berada di atas 50%
( > 50%).
2. Cukup: Perbandingan antara jumlah anggota keluarga yang sakit
terhadap total jumlah anggota keluarga berada diantara
25% - 50%.
3. Bagus: Perbandingan antara jumlah anggota keluarga yang sakit
terhadap total jumlah anggota keluarga berada dibawah
Tabel 4.17
Tingkat Kesehatan Anggota Keluarga Responden
Kategori Skor Jumlah Responden
(Rumah Tangga)
Persentase ( % )
Bagus < 25% 87 88.78%
Cukup 25%-50% 10 10.20%
Kurang > 50% 1 1.02%
Sumber: Data Diolah
Melalui data yang dihasilkan menunjukkan bahwa tingkat kesehatan
anggota keluarga responden telah berada pada kategori yang bagus dengan
persentase 88,78% dari total responden, selanjutnya terdapat 10 responden yang
tingkat kesehatan anggota keluarganya berada pada kategori cukup, dan sisanya
sebanyak 1 responden memiliki tingkat kesehatan yang kurang. Kesehatan
anggota keluarga yang kurang baik dimungkinkan disebabkan oleh beberapa hal
seperti, faktor umur, lingkungan yang tidak bersih, cuaca, ataupun pengolahan
sumber pangan yang kurang baik untuk dikonsumsi.
4.6.6. Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu sarana yang harus tersedia di
setiap wilayah daerah karena bertujuan untuk melakukan kegiatan pemeliharaan
kesehatan, peningkatan, pencegahan, dan penyembuhan penyakit serta pemulihan
kesehatan masyarakat.
Menurut BPS 2005, tolak ukur yang menjadi penilaian untuk melihat
kemudahan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sebagai salah
satu indikator keluarga sejahtera terdiri atas:
1. Jarak ke pelayanan kesehatan terdekat
3. Penanganan obat - obatan
4. Harga obat - obatan
5. Biaya penanganan pasien
6. Ketersediaan tenaga medis (bidan/dokter)
7. Kelengkapan peralatan medis
Setelah diberikan skor pada setiap item di atas maka jumlah skor akan
dikelompokkan dan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Sulit : 6 - 10
2. Cukup : 11 - 15
3. Mudah : 16 - 20
Tabel 4.18
Data Tingkat Kemudahan Responden Untuk Memperoleh Pelayanan Kesehatan
Kategori Skor Jumlah Responden (Rumah Tangga)
Berdasarkan data di atas, menunjukkan bahwa kemudahan responden
untuk memperoleh pelayanan kesehatan berada pada kategori cukup dengan
persentase responden sebesar 61, 22%, sebanyak 23, 47% berada pada kategori
mudah dan sisanya sebesar 15, 31% responden berada pada kategori sulit untuk
memperoleh pelayanan kesehatan.
Perbedaan tingkat kemudahan responden dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan ini disebabkan karena fasilitas kesehatan di Kecamatan Sipoholon
data yang diperoleh dari Kecamatan Sipoholon dalam angka 2014 tercatat bahwa
terdapat 69 fasilitas kesehatan, dengan tenaga kesehatan sebanyak 90 orang.
Adapun rincian dari fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan di Kecamatan
Sipoholon dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.19
Data Jumlah Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Kecamatan Sipoholon Tahun 2014
Fasilitas Kesehatan
Posyandu Polindes Poskesdes Pustu Puskesmas
33 23 6 5 2
Tenaga Kesehatan
Dokter Bidan Perawat
6 72 12
Sumber: Kecamatan Sipoholon dalam angka 2014
4.6.7. Kemudahan Memasukkan Anak ke Jenjang Pendidikan
Pendidikan memiliki peranan yang amat penting dalam penentuan
perkembangan potensi manusia secara maksimal. Melalui pendidikan, masyarakat
memiliki kesempatan untuk menggali potensinya demi memperoleh kehidupan
yang lebih layak. Dengan terbentuknya masyarakat yang berpendidikan, maka
kemungkinan besar akan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam
mengelola kehidupan mereka masing - masing.
Di Kecamatan Sipoholon tercatat ada 38 sekolah dan jumlah guru
sebanyak 528 dengan jumlah murid / siswa sebanyak 6.173 dalam angka tahun
2014. Berikut ditampilkan rincian sekolah, guru dan murid / siswa di Kecamatan
Tabel 4.20
Data Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid / Siswa Di Kecamatan Sipoholon Tahun 2014
Sumber: Kecamatan Sipoholon Dalam Angka 2014
Dalam konteks ini, salah satu indikator keluarga sejahtera menurut BPS
2005 dapat dilihat dari kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan yang
akan diukur melalui beberapa indikator berikut:
1. Biaya sekolah
2. Jarak ke sekolah
3. Proses penerimaan masuk
Setelah diberikan skor pada setiap item di atas maka jumlah skor akan
dikelompokkan dan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Sulit : 3 - 4
2. Cukup : 5 - 6
3. Mudah : 7 - 9
Tabel 4.21
Data Tingkat Kemudahan Responden Memasukkan Anak ke Jenjang Pendidikan
Berdasarkan data tersebut menunjukkan tingkat kemudahan responden
memasukkan anak ke jenjang pendidikan di Kecamatan Sipoholon sebesar 61, 22
% berada pada kategori cukup, selanjutnya terdapat 21 responden atau sebesar 21,
43% berada pada kategori mudah, dan sisanya sebanyak 17 responden berada
pada kategori sulit dalam memasukkan anak ke jenjang pendidikan. Beberapa hal
yang menyebabkan perbedaan tingkat kemudahan responden dalam memasukkan
anak ke dalam jenjang pendidikan yakni seperti, jauhnya jarak antara rumah /
tempat tinggal responden menuju sekolah, biaya sekolah yang mahal tidak
sebanding dengan penghasilan yang diterima responden setiap bulannya, juga
proses penerimaan masuk ke beberapa sekolah yang cukup sulit.
4.6.8. Kemudahan Memperoleh Fasilitas Transportasi
Transportasi adalah kegiatan pemindahan manusia atau barang dari suatu
tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan suatu alat bantu kendaraan, baik
umum maupu pribadi dengan menggunakan mesin atau tidak menggunakan
mesin. Kemajuan transportasi akan membawa peningkatan pada mobilitas
manusia dan mobilitas faktor - faktor produksi. Transportasi dapat memajukan
kesejahteraan masyarakat, menciptakan dan meningkatkan tingkat aksesibilitas
antara satu daerah ke daerah lainnya. Dengan adanya transportasi yang baik maka
akan memudahkan terjadinya interaksi antara penduduk lokal dengan daerah luar.
Kecamatan Sipoholon sendiri memiliki luas wilayah 189,2 km² dengan
total penduduk 22.729 jiwa dan tingkat kepadatan 120 jiwa/km², dan tersebar di
13 desa dan 1 kelurahan. Sementara untuk total panjang jalan di Kecamatan
11,50 km, jalan tanah 3,45 km, dan jalan setapak 1,5 km (Kecamatan Sipoholon
dalam angka 2014). Dalam hal keterjangkauan transportasi menuju desa juga
masih terdapat beberapa desa di Kecamatan Sipoholon yang belum dapat
dijangkau dengan kendaraan roda empat yaitu Desa Rura Julu Toruan dan Desa
Rura Julu Dolok.
Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi dapat dinilai dari tiga
indikator menurut Indikator Keluarga Sejahtera, yaitu :
1. Jarak ke jalan raya
2. Ketersediaan kendaraan umum
3. Ongkos kendaraan
Untuk data kemudahan responden dalam memperoleh fasilitas transportasi
dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.22
Data Tingkat Kemudahan Responden Memperoleh Fasilitas Transportasi
Kategori Skor Jumlah Responden (Rumah Tangga)
Persentase ( % )
Mudah 7 – 9 54 55.10%
Cukup 5 – 6 31 31.63%
Sulit 3 – 4 13 13.27%
Sumber: Data Diolah
Berdasarkan data di atas menunjukkan lebih dari setengah total responden
(55, 10%) tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh fasilitas transportasi,
selanjutnya sebanyak 31 responden berada pada kategori cukup, dan sisanya
sebanyak 13 responden berada dalam kategori yang sulit dalam memperoleh
fasilitas transportasi. Perbedaan yang diperoleh dalam setiap kategori pada tingkat
dari desa tempat tinggal responden masih tergolong jauh dari jalan raya, sehingga
kesulitan untuk memperoleh kendaraan umum dan biaya / ongkos yang
dikeluarkan pun akan menjadi mahal, selain itu kemampuan dan jumlah
kendaraan umum untuk menjangkau seluruh desa juga masih kurang / jarang. Hal
inilah yang membuat beberapa responden lebih suka berjalan kaki hingga berkilo
meter untuk melakukan aktivias mereka, seperti responden yang
bermatapencaharian sebagai petani akan lebih memilih berjalan kaki menuju
sawah atau ladang olahan mereka dengan menempuh kurang lebih hingga 1 km.
Setelah menganalisis kedelapan indikator keluarga sejahtera di atas, maka
selanjutnya jumlah skor masing - masing responden pada kedelapan indikator
akan ditotalkan, kemudian total skor dari kedelapan indikator tadi akan
dikelompokkan menjadi 3 kategori guna menentukan tingkat kesejahteraan
responden. Adapun ketiga kategori tersebut, yakni:
1. Tingkat kesejahteraan tinggi : 20 - 24
2. Tingkat kesejahteraan sedang : 14 - 19
3. Tingkat kesejahteraan rendah : 8 - 13
Untuk mengetahui skor masing - masing responden pada kedelapan
indikator beserta kategori tingkat kesejahteraannya dapat dilihat melalui tabel
Tabel 4.23
Rekapitulasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Keluarga Sejahtera Berdasarkan Badan Pusat Statistik 2005
77 1 2 3 2 3 3 3 3 20 TINGGI
B : Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga C : Keadaan tempat tinggal
D : Fasilitas tempat tinggal E : Kesehatan anggota keluarga
F : Kemudahan mendapatkan fasilitas kesehatan
G : Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan H : Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi
Berdasarkan hasil rekapitulasi tanggapan responden di atas, maka tingkat
kesejahteraan sampel rumah tangga di Kecamatan Sipoholon dapat dikategorikan
Tabel 4.24
Data Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kecamatan Sipoholon
No. Kategori Jumlah Skor Jumlah Responden (Jiwa)
Persentase ( % )
1 Tingkat Kesejahteraan
Tinggi 20 - 24 30 30.61
2 Tingkat Kesejahteraan
Sedang 14 - 19 62 63.27
3 Tingkat Kesejahteraan
Rendah 8 - 13 6 6.12
Jumlah 98 100.00
Sumber: Data Diolah
Berdasarkan data tingkat kesejahteraan di atas diketahui bahwa mayoritas
responden (rumah tangga) berada pada kategori tingkat kesejahteraan sedang
yaitu dengan jumlah responden sebanyak 62 jiwa dan dengan tingkat persentase
sebesar 63,27 % dari total responden. Selanjutnya, sebanyak 30 responden telah
berada pada kategori tingkat kesejahteraan tinggi dan sisanya sebanyak 6
responden masih berada pada kategori tingkat kesejahteraan rendah.
Berdasarkan ketiga indikator yang digunakan tersebut maka secara umum
diketahui bahwa sebagian besar masyarakat Kecamatan Sipoholon tergolong
dalam keluarga yang taraf hidupnya sudah sejahtera.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Sipoholon guna mengetahui
tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan
masyarakatnya telah dianalisis dan dibahas, sehingga dapat diambil beberapa
kesimpulan, yaitu:
1. Tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat Kecamatan
Sipoholon berada pada kategori tingkat ketimpangan sedang yaitu
dengan perolehan angka sebesar 0, 39 yang dianalisis melalui
perhitungan Indeks Gini. Ketimpangan yang terjadi di Kecamatan
Sipoholon disebabkan karena pola perkembangan sosial ekonomi
Kecamatan Sipoholon yang kurang progresif, yakni wilayahnya yang
masih didominasi oleh lahan pertanian ataupun lahan kosong yang
tidak dimanfaatkan secara optimal serta kurangnya penerapan
teknologi dan pendidikan untuk masyarakat.
2. Berdasarkan pada indikator keluarga sejahtera menurut BPS 2005,
tingkat kesejahteraan masyarakat Kecamatan Sipoholon mayoritas
berada pada kategori tingkat kesejahteraan sedang, yaitu dengan
jumlah responden sebanyak 62 jiwa (rumah tangga) dan dengan
tingkat persentase sebesar 63,27 % dari total responden. Selanjutnya,
sebanyak 30 responden (rumah tangga) telah berada pada kategori
tangga) masih berada pada kategori tingkat kesejahteraan rendah.
Sehingga berdasarkan ketiga indikator tersebut maka secara umum
diketahui bahwa taraf hidup masyarakat Kecamatan Sipoholon
tergolong sejahtera.
5.2. Saran
Dari kesimpulan diatas, maka dapat disampaikan beberapa saran untuk
dipertimbangkan oleh para pengambil keputusan yaitu sebagai berikut :
1. Pemerintah agar memberikan kebijakan pembangunan ekonomi yang
lebih konkret guna mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan
seperti, membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat terkhusus bagi
masyarakat kalangan menengah ke bawah yang memiliki tingkat
pendidikan rendah, mengatur dan menyeimbangkan nilai barang dan
jasa, serta penetapan sistem perpajakan dan subsidi (pajak progresif
bagi penduduk berpendapatan tinggi, subsidi bagi penduduk
berpendapatan rendah).
2. Pemerintah lebih memperhatikan dan meninjau kembali keberadaan
fasilitas infrastruktur fisik maupun sosial Kecamatan Sipoholon seperti
akses jalan, pendidikan, ataupun kesehatan sehingga dapat melakukan
perbaikan fasilitas ataupun penambahan guna meningkatkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Adapun uraian pada tinjauan pustaka yang diuraikan adalah uraian
teori-teori penelitian terdahulu yang dapat menjelaskan secara teori-teoritis kajian mengenai
Ketimpangan dan Distribusi Pendapatan serta kesejahteraan Masyarakat
Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara. Sehingga akan menghasilkan
hipotesa dan kerangka berpikir teoritis.
2.1. Landasan Teoritis
2.1.1. Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan nasional adalah hal yang mencerminkan merata atau
timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan
penduduknya (Dumairy, 1999). Distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua
ukuran pokok yaitu; distribusi ukuran, adalah besar atau kecilnya bagian
pendapatan yang diterima masing-masing orang dan distribusi fungsional atau
distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi (Todaro, 2000).
Dalam kajian distribusi pendapatan, laju pertumbuhan ekonomi juga
memperhatikan aspek pemerataan. Ada dua argumen yang berhubungan dengan
masalah pembangunan ekonomi dengan pemerataan (Todaro, 2000).
A. Argumen tradisional
Argumen tradisional memfokuskan lebih di dalam pengelolaan faktor-faktor
produksi, tabungan dan pertumbuhan ekonomi. Distribusi pendapatan yang
sangat tidak merata merupakan sesuatu yang terpaksa dikorbankan demi
dan kebijakan perekonomian pasar bebas, penerimaan pemikiran seperti itu
oleh kalangan ekonom pada umumnya dari negara-negara maju maupun
negara-negara berkembang, baik secara implisit maupun eksplisit
menunjukan bahwa mereka tidak begitu memperhatikan pentingnya masalah
kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan. Mereka tidak saja
menganggap ketidakadilan pendapatan sebagai syarat yang pantas
dikorbankan dalam menggapai proses pertumbuhan ekonomi secara
maksimum dan bila dalam jangka panjang hal itu dianggap syarat yang
diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup.
B. Argumen tandingan
Argumen tandingan karena terdapat banyak ekonom pembangunan yang
merasa bahwa pemerataan pendapatan yang lebih adil di negara-negara
berkembang tidak bisa dinomorduakan, karena hal itu merupakan suatu
kondisi penting atau syarat yang harus diadakan guna menunjang
pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2000). Dalam argumen tandingan tersebut
terdapat lima alasan yaitu:
1. Ketimpangan yang begitu besar dan kemiskinan yang begitu luas telah
menciptakan kondisi sedemikian rupa sehinggamasyarakat miskin tidak
memiliki akses terhadap perolehan kredit. Berbagai faktor ini secara
bersama-sama menjadi penyebab rendahnya pertumbuhan GNP per
kapita dibandingkan jika terdapat pemerataan pendapatan yang lebih
2. Berdasarkan observasi sekilas yang ditunjang oleh data-data empiris
yang ada kita mengetahui bahwa tidak seperti yang terjadi dalam sejarah
pertumbuhan ekonomi negara maju, orang-orang kaya di
negara-negara dunia ketiga tidak dapat diharapkan kemampuan atau
kesediaannya untuk menabung dan menanamkan modalnya dalam
perekonomian domestik.
3. Rendahnya pendapatan dan taraf hidup kaum miskin yang berwujud
berupa kondisi kesehatannya yang buruk, kurang makan dan gizi dan
pendidikannya yang rendah justru akan menurunkan produktivitas
ekonomi mereka dan pada akhirnya mengakibatkan rendahnya
pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.
4. Upaya-upaya untuk menaikkan tingkat pendapatan penduduk miskin
akan merangsang meningkatnya permintaan terhadap barang-barang
produksi dalam negeri seperti bahan makanan dan pakaian.
5. Dengan tercapainya distribusi pendapatan yang lebih adil melalui
upaya-upaya pengurangan kemiskinan masyarakat, maka akan segera tercipta
banyak insentif atau rangsangan-rangsangan materiil dan psikologis
yang pada gilirannya akan menjadi penghambat kemajuan ekonomi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa promosi pertumbuhan
ekonomi secara cepat dan upaya-upaya pengentasan kemiskinan serta
penanggulangan ketimpangan pendapatan bukanlah tujuan-tujuan yang saling
bertentangan sehingga yang satu tidak perlu diutamakan dengan mengorbankan