• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. anggota-anggota keluarga, dan jaringan yang lebih besar yaitu masyarakat, oleh karena

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. anggota-anggota keluarga, dan jaringan yang lebih besar yaitu masyarakat, oleh karena"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Institusi Keluarga

Keluarga bukan saja sebagai tempat hubungan antara suami dan istri atau anak-anak dan orang tua, tetapi sebagai suatu rangkaian tali hubungan antara jaringan sosial anggota-anggota keluarga, dan jaringan yang lebih besar yaitu masyarakat, oleh karena itu dalam memandang pemilihan jodoh dapat dilihat bahwa masyarakat luas menaruh perhatian akan hasilnya.

Selalu kedua jaringan yang akan menikah dihubungkan karenanya dan oleh karena itu juga jaringan-jaringan lain yang lebih jauh tersangkut. Kedua keluarga ini mempunyai semacam kedudukan dalam sistem lapisan, yang keseimbangannya sebagian juga tergantung kepada siapa menikah dengan siapa. Perkawinan antara keduanya adalah petunjuk yang terbaik bahwa garis keluarga yang satu memandang yang lainnya kira-kira sama secara sosial dan ekonomis.

Bagi keluarga-keluarga itu sendiri yang satu memperoleh dan yang lain kehilangan satu anggota (jika sang wanita pindah ke keluarga suami, sistem itu disebut patrilokal jika yang laki-laki masuk ke keluarga istri sistemnya disebut Matrilokal).

Pada dasarnya, proses pemilihan jodoh berlangsung seperti sistem pasar dalam ekonomi. Sistem ini berbeda-beda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya, tergantung pada siapa yang mengatur transaksinya, bagaimana pertukaran dan penilaian yang relatif mengenai berbagai macam kualitas.

(2)

Seperti kaum ningrat di Jepang dan Cina masa lampau, transaksi-transaksinya diatur oleh para tetua secara resmi, sah dan umum oleh laki-laki, meskipun yang membuat keputusan terakhir biasanya kaum wanita tua. Menurut hukum adat masyarakat Arab, keluarga laki-laki membayar emas kawin dari sang wanita, sedangkan pada kasta brahmana di India, keluarga wanitalah yang membayar mahar kawinnya kepada calon suami.

Hukum itu mungkin juga menentukan semacam pemberian imbalan. Tentu saja para pelaku dalam proses ini tidak berpendapat bahwa mereka itu melakukan “tawar menawar”. Orang tua mungkin menganggap bahwa mereka “mencari sesuatu yang terbaik bagi anak-anak mereka” (William J.Goode, 1991 : 63-65).

2.2. Fungsi Keluarga

Pada dasarnya keluarga mempunyai fungsi-fungsi pokok yaitu fungsi yang sulit dirubah dan digantikan oleh orang lain. Sedangkan fungsi-fungsi lainya atau fungsi social, relatif lebih mudah berubah atau mengalami perubahan. Fungsi pokok keluarga :

2.2.1. Fungsi Biologis

Menurut Paul dalam (William, 1988 : 13) suami hendaknya mengisi tugas pernikahannya kepada istrinya dan juga istri terhadap suami. Jasmani istri bukan miliknya sendiri tapi juga milik suaminya. Dengan cara yang sama jasmani suami bukan hanya miliknya sendiri tapi juga dimiliki oleh istrinya. Didalam halnya kita berkeluarga, keluarga merupakan suatu tempat lahirnya anak-anak, fungsi biologis orang tua adalah melahirkan anak-anak.

(3)

Fungsi ini juga dasar dari kelangsungan hidup masyarakat. Namun fungsi ini juga dapat membawa perubahan, karena keluarga sekarang cenderung kepada jumlah anak yang sedikit. Kecenderungan ini disebabkan oleh faktor-faktor :

a. Perubahan tempat tinggal. b. Perbedaan lingkungan.

c. Penyesuaian diri secara drastis terhadap apa yang ada disekitar, dan lain sebagainya.

2.2.2. Fungsi Afeksi

Dalam keluarga terjadi hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi. Hubungan afeksi ini tumbuh sebagai akibat hubungan cinta kasih yang menjadi dasar perkawinan. Dari hubungan cinta kasih inilah lahir hubungan persaudaraan, persahabatan, kebiasaan, identifikasi, persamaan pandangan mengenai nilai-nilai.

Dasar cinta kasih dan hubungan afeksi ini merupakan faktor penting bagi perkembangan kepribadian anak. Dalam masyarakat yang makin interpersonal, pribadi sangat membutuhkan hubungan afeksi seperti yang terdapat dalam keluarga. Suasana afeksi itu tidak terdapat dalam institusi sosial lainnya.

2.2.3. Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi ini menunjukkan peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi social dalam keluarga itu anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai dalam masyarakat.

(4)

Sementara itu fungsi-fungsi sosial relatif lebih mudah berubah atau mengalami perubahan antara lain, fungsi ekonomi, fungsi perlindungan, fungsi pendidikan serta agama. (Khaeruddin, 2002: 53-54).

Dengan klasifikasi yang agak berbeda, Horton and Hunt (1991 : 274) mengidentifikasikan beberapa fungsi keluarga antara lain : fungsi pengaturan seks, reproduksi, afeksi, defenisi status, perlindungan dan ekonomi.

2.2.4. Fungsi Ekonomi

Seiring dengan perubahan waktu dan pertumbuhan mesin-mesin canggih, peran keluarga yang dulu sebagai lembaga ekonomi secara perlahan-lahan hilang. Bahkan keluarga yang ada pada mulanya dengan pekerjaan bertani dan berdagang, sekarang tidak lagi merupakan suatu unit yang mampu memenuhi kebutuhan sendiri dalam rumah tangganya.

Kebutuhan sudah tersedia ditoko-toko, pasar dan pabrik. Kebutuhan sudah tidak lagi disatukan oleh tugas bersama, karena anggota kelurga bekerja secara terpisah. Oleh karena itu, fungsi ekonomi dalam pengertian produksi kebutuhan perlahan-lahan menghilang, hanya kesatuan konsumsi saja yang dapat dipersatukan baik dalam keluarga maupun sahabat.

2.2.5. Fungsi Rekreasi

Fungsi ini bertujuan untuk memberi suasana yang segar dan gembira dalam lingkungan. Fungsi rekreasi dijalankan untuk mencari hiburan. Dewasa ini,

(5)

tempat-tempat hiburan banyak berkembangdiluar rumah, karena berbagai fasilitas dan aktivitas rekreasi berkembang dengan pesat.

Sebuah institusi keluarga dapat mempertahankan keutuhan keluarga, apa bila fungsi-fungsi keluarga dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik, baik itu fungsi pokok yaitu fungsi biologis, fungsi afeksi, fungsi sosialisasi maupun fungsi sosial yaitu fungsi ekonomi, fungsi perlindungan serta fungsi rekreasi. Apabila fungsi keluarga tersebut sudah tidak berjalan dengan baik, maka dapat memungkinkan kegoncangan dalam keluarga. Didalam suatu keluarga terutama pada suami istri dan keluarga lainnya.

Dari pemaparan diatas sesuai dengan tradisi dalam keluarga besar perempuan dan kemampuan laki-laki. Pada dasarnya, jeulamee tidak boleh dikurangi dari ketentuan adat yang berlaku sebab ini dapat menjadi aib bagi keluarga tersebut.

Kalau dilihat ketentuan-ketentuan pemberian jeulamee dibeberapa daerah Aceh antara lain di Krueng Manee Aceh Utara, jeulamee yang harus dibayar oleh pihak laki-laki kepada perempuan lebih kurang 20 mayam. Di Aceh Pidie, jeulamee yang harus dibayar pihak laki-laki kepada perempuan lebih kurang 20 mayam, namun keluarga perempuan biasanya menyediakan rumah untuk mereka setelah menikah. Di Aceh Selatan, jeulamee umumnya di bawah 10 mayam, tetapi di tambah dengan “peng hangoh” (uang tunai), sedang pihak perempuan tidak menyediakan rumah.

Di beberapa daerah Aceh lainnya ada juga yang memberikan 1-2 mayam saja dan tanpa uang tunai (itu merupakan kesepakatan dari kedua belah pihak).

Adapun tahapan dan ketentuan upacara adat perkawinan yang dipergunakan oleh orang Aceh yang dijelaskan secara terperinci lagi antara lain sebagai berikut :

(6)

1. Meusah-Sah (berbisik-bisik)

Yang dimaksud berbisik-bisik ialah, apabila sang pemuda dan orang tuanya sudah menyetujui calon istri anaknya, maka kedua orang tuanya dengan secara rahasia mengutus/menanyakan pada pihak keluarga si gadis dengan sangat rahasia (istilahnya berbisik-bisik) karena seandainya pihak keluarga gadis menolak, maka pihak keluarga pemuda tidak mendapat malu/tidak terhina di mata mayarakat.

2. Keumalon Praja (melihat bintang)

Dalam kalangan masyarakat Aceh ada kepercayaan, apabila seseorang akan menikah harus dilihat terlebih dahulu bintang (zodiak), dalam bahasa Aceh namanya praja, gunanya adalah agar dapat melihat masa depan/ramalan perjalanan rumah tangganya dimasa mendatang, perhitungan-perhitungan bintang tersebut diambil dari nama dan tanggal lahir dari keduanya (calon suami dan calon istri).

Kebiasaan tersebut sudah berlangsung lama, sejak turun-temurun dari orang tua dulu sampai sekarang, secara umum ada tiga (3) pedoman melihat masa depan tersebut yaitu :

d. Telaga dikaki bukit, artinya dia akan mendapat rezeki yang diberkati (rumah tangga bahagia, kaya/senang).

e. Abee Diateh Teukok, artinya abu diatas tunggul kayu, tamsilannya rezeki mereka tidak berkat, seperti debu diatas tunggul kayu ditiup angin terbang berhamburan tiada tersisa sedikit pun.

(7)

f. Pohon ketapang dipinggir pantai laut, artinya perumpamaan daun pohon ketapang, apabila musim gugur, semua daun brguguran jatuh ke bumi, yang tinggal hanya ranting-ranting, dan apabila datang musim, ditiap-tiap ranting tumbuh tunas dan pucuk baru, bermunculan pucuk-pucuk baru yang segar, begitulah tamsilannya bintang calon suami istri, apabila tuhan menghendaki maka rezeki itu pasti terkabulkan.

3. Cah Ret (rot)/Ngon Peuhah Pinto (merintis jalan/membuka pintu masuk) Setelah melihat praja (bintang/zodiak), dan sudah mendapat satu pedoman bagi keluarga tersebut, tahap selanjutnya pihak keluarga calon suami (linto baroe) mulai merintis jalan (cah ret), mencari peluang yang baik mendatangi keluarga calon istri (dara baroe), setelah jalannya terbuka dan ada sambutan dari pihak perempuan mereka akan membuka kan pintu masuk (pinto ka teuhah) barulah pihak dari utusan dari keluarga laki-laki mendatangi orang tua perempuan secara resmi.

4. Meuduek Wali/meuduek bilek (musyawarah antara pihak laki-laki dan pihak perempuan)

Yang dimaksud meuduek wali ialah musyawarah orang tua calon linto dengan wali pihak ayah dan wali pihak ibu, dalam musyawarah tersebut biasanya orang tua linto mewakilkan pimpinan musyawarah kepada orang yang dituakan, bahwa mereka sekeluarga mempunyai maksud mencari calon istri anaknya, malam ini dia menyerahkan semua kepada pihak wali untuk menentukan jodoh anaknya yang sudah dewasa.

(8)

5. Seulangkee (orang yang bertanggung jawab)

Yang dimaksud dengan seulangkee, adalah orang yang bertanggung jawab sebagai utusan sebuah keluarga untuk meminang seorang anak gadis supaya dapat/bersedia dijodohkan dengan pemuda yang dibawanya, dan juga seulangkee sebagai orang penghubung timbal balik antara keluarga linto baro dan keluarga dara baro.

6. Peukong Haba (memperkuat kata)

Yang dimaksud peukong haba adalah memperkuat kata, yaitu hasil pembicaraan (nigosiasi) antara seulangkee dengan keluarga pihak calon dara baro, sudah ada ketentuan antara lain : jumlah mahar, ketentuan bertunangan, ketentuan hari datangnya bertunangan, dan ketentuan adat tunangan lainnya.

Dalam acara “intat peukong haba” ini, yang terutama adalah memberi tanda ikatan baik berupa uang maupun berupa benda (emas) tanda tersebut umumnya akan dipotong dari harga/nilai jeulamee.

7. Meuteunangan (bertunangan)

Yaitu suatu ikatan antara seorang pemuda dengan seorang anak gadis, tempo dulu dalam masa bertunangan, kedua pihak saling menjaga agar tidak terjadi sesuatu perbuatan yang melanggar norma-norma agama dan kemasyarakatan serta tidak melanggar aturan adat gampong kedua pihak, karena akan berakibat buruk kemudian hari.

8. Meugatieb (menikah)

Adalah menikah, dalam upacara menikah pada umumnya setiap keluarga melaksanakan hukum-hukum yang wajib sesuai tuntutan agama islam yang

(9)

termaktub dalam al-qur’an dan hadist, dan dalam acara pernikahan ada kalanya satu kampong dengan lainnya tidak sama penerapan adatnya, yang sama hanyalah menjalankan hukum dan syari’at islam saja, umpamanya untuk sah satu pernikahan harus sesuai petunjuk hukum nikah yaitu : ada wali nikah, ada jeulamee (mahar), ada ijab Kabul, dan saksi nikah.

Akhir-akhir ini pelaksanaan akad nikah sudah beragam macam pelaksanaannya, ada yang dilaksanakan tiga (3) hari sebelum hari intat linto (tiga hari sebelum peresmian) pesta, dan ada pula hanya nikah saja, yaitu akad nikah dilaksanakan jauh sebelum upacara pesta perkawinan, bagi pelaksanaan nikah tersebut dinamakan nikah gantung, karena pengantin laki-laki tidak pulang ke rumah pengantin perempuan.

9. Kenduri Peukawen Aneuk (pesta peresmian pernikahan)

Yaitu pesta peresmian perkawinan, dalam acara kenduri tersebut banyak hal yang menjadi perhatian dari segi adat dan reusam, pelaksanaan adat dalam upacara perkawinan lebih menonjol dari pelaksanaan hukum dan kanun, terlebih lagi pada malam/siang intat linto baro, atau pun menerima dara baro, perangkat atau persyaratan semua terkait dengan adat dan reusam antara lain yaitu :

a. Sebelum linto baro turun dari rumah, linto baro diwajibkan sungkem pada kedua orang tua, untuk mohon izin, dan diikuti oleh seluruh famili yang ada dirumah.

b. Setelah turun dari rumah, sebelum berangkat meninggalkan rumah, linto baro dipeusijuek (ditepungtawari), dan setelah itu salah satu dari orang tua atau teungku imum/Tgk.meunasah (bilal mesjid) berselawat dan diikuti semua

(10)

orang yang hadir/peserta linto baro, setelah itu baru linto berangkat dengan rombongan menuju tujuan.

c. Setelah dekat dengan rumah dara baro, para pengantar linto kembali berselawat, sebagai tanda rombongan pengantin laki-laki (linto baro) sudah tiba, apabila hampir dekat dengan rumah penganti wanita (dara baro), utusan dari keluarga dara baro datang menyongsong/menjemput pengantar dengan membawa bate ranueb (sirih lampuan) tanda menghomati rombongan pengantin laki-laki.

d. Setelah rombongan sampai didepan rumah pengantin wanita, pengantin laki-laki “dipeusijuek” (ditepung tawari) didepan pintu masuk kerumah pengantin wanita dan setelah itu baru di persilahkan masuk.

e. Setelah masuk kedalam rumah, para tamu sudah duduk, maka acara serah terima pengantin laki-laki dilaksanakan oleh pemegang adat dalam hukum perkampungan keduanya, maknanya agar pengantin laki-laki bisa diterima di kampong pengantin wanita.

f. Setelah acara serah terima selesai, maka kedua pengantin disanding dipelaminan, serta diikuti acara hidangan makan bersama, dalam acara makan bersama dahulu ada satu hidangan khusus yang digolongkan acara reusam, yaitu hidangan khusus Bisan (BU BISAN). Nasi bisan diberikan pada orang yang ditunjuki mewakili keluarga rombongan pengantin, persiapan nasi bisan ini biasanya hidangan lauk pauknya di taruh dalam dalung (BENJANA) khusus, dan bersahaja serta lauk pauknya yang beraneka ragam jenis makanan yang sangat lezat-lezat rasanya.

(11)

g. Setelah acara makan bersama, rombongan pengantar pengantin pulang kerumah masing-masing, sedangkan pengantin laki-laki bermalam dirumah pengantin wanita serta ditemani dua orang tua, dalam bahasa Aceh dinamakan APET. Guna apet tersebut ialah untuk memberi bimbingan dan menuntun mereka nasehat-nasehat yang berguna bagi kedua pengantin.

h. Pada malam antar linto, setelah duek sandeng, kedua pengantin sungkem pada kedua orang tua dara baro.

i. Pada acara tueng dara baro (pesta penerimaan pengantin wanita), hal tersebut sama seperti dengan pesta penerimaan pengantin laki-laki (Muhammad Umar, 2006 : 157-165).

Mengenai penilaian kualitas yang berbeda, kehormatan garis keluarga mungkin lebih ditentukan dari pada ciri perorangan kedua pasangan itu atau kecantikan seorang wanita mungkin juga sama nilainya dengan kekayaan seorang laki-laki. Bila pembelian sudah sah maka barang diserahkan dan penggunaan terhadap barang tersebut diserahkan pada pembeli. Pemahaman bahwa perempuan dilabelkan dengan harga mengandung konsep bahwa perempuan merupakan properti yang dapat diperjual belikan. (http://www.mailarchive.com/keluargasejahtera/yahoogroups.com/msg00854.html).

Pada masyarakat kekerabatan Patrilineal, yang mengutamakan keturunan menurut garis laki-laki berlaku adat perkawinan pembayaran “jeulamee” dimana setelah perkawinan istri melepaskan kewargaan adat kerabat orang tuanya. Dalam hal ini kedudukan suami lebih tinggi dari hak kedudukan istri (Hadikusumah, 1987 : 1).

Besar kecilnya emas kawin tentu berbeda-beda pada berbagai suku bangsa didunia., yang kadang-kadang ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pihak laki-laki

(12)

dan perempuan, sesuai dengan kedudukan, kepandaian, dan kecantikan si gadis (Koentjaraningrat, 1998 : 101).

Dengan demikian, jeulamee (mahar) merupakan sebagai harta pembelian, seperti dalam beberapa bahasa Indonesia, jeulamee (bahasa Aceh), pangolin/boli (bahasa Batak Toba), tukon (bahasa Jawa), dan lainnya. Adanya makna-makna istilah seperti ini maka menyebabkan perempuan dipandang sebagai kelas nomor dua yaitu kelas yang dikuasai dan tertindas.

Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa Mahar dapat difingsikan dalam hal yang bersifat positif dan juga dapat bersifat negatif. Bersifat positif karena lebih mendekatkan antara keluarga dari pihak laki-laki dengan pihak keluarga perempuan (apabila mas kawin yang ditetapkan saling setuju). Sedangkan dari segi negatifnya, diantara masing-masing pihak keluarga ada yang tidak menyetujuinya dalam penentuan mahar (karena mahalnya mas kawin yang ditentukan), akibatnya masing-masing keluarga tidak mempunyai kecocokan dalam membentuk hubungan keluarga baru/ adanya perselisihan.

2.3. Teori Struktural Fungsional

Dalam teori struktural fungsional tiga kritikan postulat dasar analisis struktural seperti yang dikembangkan oleh antropolog seperti Malinowski dan Radcliffe brown. Pertama adalah postulat tentang kesatuan fungsional masyarakat. Postulat kedua adalah fungsionalisme universal. Artinya, dinyatakan bahwa seluruh bentuk kultur dan sosial serta struktur yang sudah baku mempunyai fungsi positif. Postulat ketiga adalah postulat tentang indispensability. Argumennya adalah bahwa semua aspek masyarakat yang sudah

(13)

baku tak hanya mempunyai fungsi positif tetapi juga mencerminkan bagian-bagian yang sangat diperlukan untuk berfungsinya masyarakat sebagai kesatuan (Ritzer, 2003 : 138).

Merton juga mengemukakan tentang struktural fungsional yang menekankan kepada keteraturan dalam masyarakat. Konsep-konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifes, dan keseimbangan.

Paradigma fakta sosial terpaut kepada antar hubungan antara struktur sosial, pranata sosial dan hubungan antara individu dengan struktur sosial serta antar hubungan antara individu dengan pranata sosial.

Secara garis besarnya fakta sosial terdiri dari dua tipe. Masing-masing adalah struktur sosial (social institution) dan pranata sosial (social institution). Secara terperinci fakta sosial itu terdiri atas kelompok, kesatuan masyarakat tertentu, sistem sosial, posisi, peranan, nilai-nilai, keluarga, pemerintahan, dan sebagainya.

Struktural fungsional awal memusatkan perhatian pada fungsi satu struktural sosial atau pada fungsi satu institusi sosial tertentu saja. Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan terhadap yang lain (Ritzer, 2003 : 21).

Menurut Merton fungsi didefenisikan sebagai “konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau penyesuaian diri sistem tertentu”. Tetapi ada bias ideologis bila orang hanya memusatkan pemikiran pada adaptasi atau penyesuaian diri, karena adaptasi dan penyesuaian diri selalu mempunyai akibat positif.

(14)

Perlu diperhatikan bahwa satu faktor sosial dapat mempunyai akibat negatif terhadap fakta sosial lain. Untuk meralat kelalaian serius dalam struktural fungsional awal ini, Merton mengembangkan gagasan tentang disfungsi.

Sebagaimana struktur atau institusi dapat menyumbang pemeliharaan bagian-bagian lain dari sistem sosial, struktur, atau institusi pun dapat menimbulkan akibat negatif terhadap sistem sosial.

Merton juga memperkenalkan konsep fungsi nyata dan fungsi keseimbangan. Dalam pengertian sederhana, fungsi nyata adalah fungsi yang diharapkan, sedangkan fungsi tersembunyi adalah fungsi yang tak diharapkan. Penganut teori fungsional ini memang memandang segala pranata social yang ada dalam satu masyarakat tertentu serta fungsional dalam artian positif dan negatif (Goodman, 2004 : 141).

Proses Sosialisasi dalam Keluarga

Individu dalam masyarakat akan mengalami proses sosialisasi agar ia dapat hidup dan bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat dimana individu itu berada. Syarat penting untuk berlangsungnya proses sosialisasi

adalah interaksi sosial, karena tanpa interaksi sosial sosialisai tidak mungkin berlangsung dengan sendirinya. Menurut David A. Goslin, sosialisasi adalah proses belajar yang

dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan norma-norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota dalam kelompok masyarakat.

Sosialisasi dapat dialami oleh individu sebagai mahkluk sosial sepanjang kehidupannya sejak ia dilahirkan sampai meninggal dunia. Karena interaksi merupakan kunci berlangsungnya proses sosialisasi maka diperlukan agen sosialisasi, yakni

(15)

orang-orang disekitar individu tersebut yang mentransmisikan nilai-nilai atau norma-norma tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Adapun dalam proses sosialisasi membentuk tahapan-tahapannya dan dapat pula dibedakan sebagai berikut :

1. Tahapan proses sosialisasi primer, yaitu sebagai sosialisasi yang pertama dijalani individu semasa kecil, melalui mana ia menjalani menjadi anggota masyarakat. Dalam tahapan ini proses sosialisasi primer juga membentuk kepribadian anak kedalam dunia umum, dan keluargalah yang berperan sebagai agen sosialisasi. 2. Tahapan proses sosialisasi sekunder, yaitu dapat didefenisikan sebagai proses

yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasikan kedalam sektor baru dari dunia objektif masyarakatnya. Dalam proses sosialisasi ini mengarahkan pada terwujudnya sikap profesionalisme (dunia yang lebih khusus), dalam hal ini yang menjadi agen sosialisasi adalah lembaga pendidikan, peer group, lembaga pekerja, dan lingkungan yang lebih luas lagi dari kelurga.

Dengan demikian proses sosialisasi dapat berlangsung dengan cara tatap muka, tetapi hal ini juga dapat dilakukan dalam ukuran jarak jauh tertentu yaitu melalui sarana media, atau surat menyurat, bisa berlangsung secara formal, baik sengaja maupun tidak sengaja. Sosialisasi dapat dilakukan demi kepentingan orang yang disosialisasikan atau pun orang yang melakukan sosialisasi, sehingga kedua kepentingan tersebut bisa sepadan atau pun dapat bertentangan.

Dalam hal proses sosialisasi keluarga, status sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap proses sosialisasi anak yaitu menurut jenis kelamin. Status sosial ekonomi dapat diukur dari pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Orang tua yang berpendidikan rendah

(16)

cenderung lebih tegas dalam memisahkan peran-peran anak laki-laki denagn anak perempuan, sebaliknya mereka yang berpendidikan tinggi memerlukan anak perempuan dan laki-laki secara egaliter.

Beberapa pakar sosiologi pun sudah berusaha membentuk kategori mengenai bentuk atau pola sosialisasi dalam keluarga. Seperti yang dikategorikan oleh Bronfenbrenner dan Melvin Khon bahwa ada dua bentuk sosialisasi, yaitu sosialisasi yang berorientasi pada ketaatan yang disebut dengan sosialisasi dengan cara represif, dan yang berorientasi pada dilakukannya partisipasi.

Sosialisasi yang represif menitikberatkan hukuman terhadap perilaku yang salah, dan sosialisasi yang partisipatori memberikan imbalan untuk perilaku yang baik. Hukuman dan imbalan pada bentuk yang pertama sering bersifat material, sedangkan pada bentuk kedua lebih kebentuk simbolis.

Komunikasi orang tua dengan anak pada bentuk sosialisasi yang represif lebih sering berbentuk perintah dan melalui gerak gerik saja, berbeda dengan ciri komunikasi yang hanya menggunakan interaksi yang memberikan dua arah dan bersifat universal.

Dalam konsep kelas sosial menurut Melvin Kohn dalam studinya adalah pengelompokan individu yang menempatkan posisi yang sama dalam skala prestis (ditentukan oleh tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan). Berdasarkan konsep tersebut Kohn membagikan kelas social dalam empat golongan yaitu :

1. lower-class adalah pekerja manual yang memiliki keterampilan seperti buruh bangunan, tukang sapu jalan.

2. working-class adalah pekerja manual yang memiliki keterampilan tertentu, seperti tukang jahit, supir, tukang kayu, tukang batu.

(17)

3. Middle-class adalah pegawai kantoran atau profesional, seperti guru, pegawai administrasi.

4. Elite-class adalah sama dengan Middle-Class, hanya kekayaan dan berlatar belakang keluarga yang lebih tinggi (Ihromi 1999 : 30-49).

Dengan demikian sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, bahwa proses sosialisasi individu mempunyai fase-fase tertentu, mulai dari fase sosialisasi dalam rumah tangga dan sampai fase dalam masyarakat luas. Dalam hal proses sosialisasi juga mempunyai kegiatan-kegiatan yang mencakup kedalam bentuk proses sosialisasi belajar (learning), penyesuaian diri dengan lingkungan, dan pengalam mental (Khairuddin 1997 : 63-65).

Referensi

Dokumen terkait

Request “HELP” untuk mengetahui informasi format SMS yang bisa dikirimkan ke server Aplikasi SMS Gateway Pelayanan wali murid pada SMPN 2 Airgegas, yang kemudian

Proses manajemen perkuliahan pada Fasilkom Unsri terdapat beberapa masalah seperti pada pengolahan data untuk laporan silabus, satuan acara perkuliahan, absensi dosen,

Penyakit mental yang diderita oleh pemeran tokoh utama dalam film tersebut, dalam kehidupan nyata dikenal dengan Pseudobulbar affect (PBA), yaitu penyakit

Pengaruh Penerimaan Pajak daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah pada Provinsi Bengkulu” , hasil penelitianya menunjukan bahwa terdapat

Yang menjadi penghalang utama dalam penerapan strategi pembelajaran dengan pendekatan kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dalam meningkatkan kreatifitas siswa pada

Pada perlakuan tanah grumosol dengan intensitas cahaya 45% juga memberikan hasil terbaik terhadap panjang akar dan luas daun pada tanah grumusol, selain

Keuntungan atas biaya tunai usaha yang dijalankan oleh peternak nonmitra lebih tinggi dibandingkan peternak mitra, namun sebaliknya keuntungan atas biaya total usaha

Melihat kepada contoh atau isu ini, perlu satu kajian baharu yang menganalisis isu-isu kontemporari kesan dari perubahan sosial yang berlaku terutamanya dalam