TEKNIK PENERJEMAHAN DAN TINGKAT KEAKURATAN
VERBA AKSI DALAM BUKU PELAJARAN BIOLOGI 2B
BILINGUAL SMA KELAS XI
TESIS
OLEH
ISMAIL HUSAINI
117009041/ LNG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TEKNIK PENERJEMAHAN DAN TINGKAT KEAKURATAN
VERBA AKSI DALAM BUKU PELAJARAN BIOLOGI 2B
BILINGUAL SMA KELAS XI
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) dalam Program Ilmu Linguistik pada Program Pascasarjana, Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan
OLEH
ISMAIL HUSAINI
117009041/ LNG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis: : TEKNIK PENERJEMAHAN DAN TINGKAT KEAKURATAN PENERJEMAHAN VERBA AKSI
DALAM BUKU PELAJARAN BIOLOGI 2B BILINGUAL
SMA KELAS XI
Nama Mahasiswa : Ismail Husaini Nomor Pokok : 117009041 Program Studi : Linguistik
Konsentrasi : Kajian Terjemahan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Syahron Lubis, M.A.) (Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D) (Dr. Syahron Lubis, M.A)
Telah diuji pada
Tanggal 28 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Syahron Lubis, M.A (...) Anggota : 1. Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A (...)
PERNYATAAN
Judul Tesis
Teknik Penerjemahan Dan Tingkat Keakuratan Penerjemahan
Verba Aksi Dalam Buku Pelajaran Biologi 2b Bilingual
SMA Kelas Xi
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Linguistik Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya
penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan
karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini
bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,
penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang
dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Agustus 2014 Penulis,
ABSTRAK
Tesis ini berjudul “Teknik Penerjemahan dan Tingkat Keakuratan Verba Aksi dalam Buku Pelajaran Biologi 2B Bilingual SMA Kelas XI”. Penelitian ini menganalisis produk terjemahan dengan menggunakan metode descriptif-qualitatif. Analisis verba aksi menggunakan konsep Halliday (1994:109), analisis teknik penerjemahan veba aksi menggunakan teori Molina dan Albir (2002:509), dan analisis tingkat keakuratan terjemahan verba aksi menggunakan teori Nababan (1999:132). Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menemukan verba aksi; (2) menganalisis teknik penerjemahan verba aksi; dan (3) menganalisis tingkat keakuratan penerjemahan verba aksi dari Bab VI dengan topik Food and Digestive System yang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia menjadi Makanan dan Sistem Pencernaan, Bab VIII dengan topik Excretory System yang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia menjadi Sistem Ekskresi, dan Bab XI dengan topik Immune System yang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia menjadi Sistem Imun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) diperoleh 86 verba aksi terpilih secara sistemic random sampling; (2) ditemukan 7 teknik penerjemahan dalam menerjemahkan 86 verba aksi, dimana pemakaian teknik harfiah mendominasi perolehan terbanyak yaitu 46 data (53,48%), dikuti oleh teknik peminjaman 14 data (16,28%), teknik modulasi 9 data (10,46%), teknik transposisi 6 data (6,97%), teknik kreasi diskursif 4 data (4,65%), dan teknik amplifikasi 4 data (4,65%), dan teknik reduksi 3 data (3,48%). Dari 86 verba aksi tersebut diperoleh terjemahan akurat (76,96%), terjemahan kurang akurat (18,13%), dan terjemahan tidak akurat (4,91%).
ABSTRACT
This thesis is entitled “The Translation Techniques and Accuracy Level of Action Verbs in the Bilingual Text Book of Biology 2B for Senior High School Grade XI”. It is a translation product analysis applying the descriptive qualitative method. The analysis of action verbs uses Halliday’s concept (1994:109), the analysis of translation techniques uses Molina and Albir’s theory (2002:509), and analysis of accuracy level uses Nababan’s theory (1999:132). This study aims: (1) to find out action verbs; (2) to analyze the translation techniques applied; and (3) to analyze the translation accuracy level from Chapter VI entitled Food and Digestive System translated into Indonesian Makanan dan Sistem Pencernaan, Chapter VIII entitled Excretory System translated into Indonesian Sistem Ekskresi, and Chapter XI entitled Immune System translated into Indonesian Sistem Imun. The results of this study reveal that: (1) there are 86 action verbs selected by sistemic random sampling; (2) there are 7 translation techniques applied in translating the 86 action verbs, where literal translation dominates all the techniques (53.48%), followed by borrowing (16.28%), modulation (10.46%), transposition (6.97%), discursive creation (4.65%), amplification (4.65%), and reduction (3.48%); whilst (3) the accuracy levels of the 86 action verbs are accurate 76.96%, less accurate 18.13%, and inaccurate 4.91%.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas Karunia
dan Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul “Teknik
Penerjemahan dan Tingkat Keakuratan Verba Aksi dalam Buku Pelajaran Biologi
2B Bilingual SMA Kelas XI”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Program Studi Magister
Linguistik Sekolah Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan hingga terwujudnya tesis ini tidak terlepas dari
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada yang
terhormat:
1. Ibu Prof. T. Silvana Sinar, MA, Ph.D. selaku Ketua Program Studi Linguistik
Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan
selaku Penguji yang telah banyak memberikan masukan serta arahan-arahan
yang sangat besar artinya.
2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh
kesabarannya membimbing penulis, memberikan masukan-masukan, serta
arahan-arahan hingga terselesaikannya tesis ini.
3. Ibu Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A selaku Pembimbing kedua dalam penyusunan
Tesis ini yang telah banyak memberikan masukan dan arahan dalam proses
pembimbingan kepada penulis hingga tesis ini terwujud.
4. Bapak Prof. Dr. Busmin Gurning, M.Pd selaku Penguji yang telah banyak
5. Bpk Dr. Muhizar Muchtar, M.S., selaku Penguji dalam uji sidang tesis yang
telah banyak memberikan masukan, arahan hingga lebih sempurnanya tesis ini.
6. Ibu Dr. Roswita Silalahi, M. Hum selaku Penguji dalam uji sidang tesis yang
telah banyak memberikan masukan, arahan hingga lebih sempurnanya tesis ini.
7. Bpk Drs. Marzani Manday, MSPD., Bpk Drs. Umar Mono, M. Hum. dan Bpk
Bertova Simanihuruk, S.S, M.Si yang telah bersedia menjadi Penilai atas hasil
analisis tingkat keakuratan sehinga dapat membantu penyempurnaan tesis ini.
8. Seluruh Dosen Program Studi Linguistik Program Pascasarjana Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah membekali penulis untuk
selangkah lebih maju hingga tesis ini terwujud.
9. Alm Ayahnda, Mhd. Thaib dan Ibunda penulis, Toibah yang dengan penuh
kasih sayang dan ketulusan mendoakan kepada penulis agar selalu diberi
kekuatan lahir dan batin hingga dapat menyelesaikan pendidikan di Program
Studi Linguistik Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara
10.Istri tercinta Elfita Rahmi dan yang tersayang keempat anak penulis Muthia
Zuhra, Dalila Nadira Huwaini, Faruq Syauqi Ismail dan Nadia Ulya Assyifa
yang telah banyak memberikan inspirasi, semangat, doa, pengorbanan hingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
11.Teristimewa sahabat-sahabatku Bertova Simanihuruk, M.Si, Supriadi, SS.,
Tedty Tinambunan, M.Si., Apraisman Nduru, MSi., Demetrius Waoma, M.Si
dan semua pihak yang belum saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan
motivasi dan dukungan moril maupun materil selama saya menjalani
pendidikan di Program Studi Linguistik Program Pascasarjana Fakultas Ilmu
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tesis ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu pada kesempatan ini penulis mohon kritik dan saran
yang bersifat membangun demi perbaikan penyusunan dimasa-masa mendatang.
Mohon ma’af dengan segala kekurangan dan harapan penulis semoga bermanfa’at
bagi semua pihak.
Medan, Agustus 2014
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Ismail Husaini
Jenis kelamin : Laki –Laki
Tempat/ tgl lahir : Titi Merah, 01 Januari 1970
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pendidikan No. 19 Lk X Desa Indra Kasih, Medan
Telefon : 08126423394
Pendidikan
1. Sekolah Dasar Al-Ittihadiyah Medan lulus tahun 1984
2. Madrasah Tsanawiyah Al-Ittihadiyah Medan lulus tahun 1987
3. Madrasah Aliyah Al-Ittihadiyah Medan lulus tahun 1990
4. Sarjana (S1) Ilmu Komunikasi (Bachelor of Human Sciences) International
Islamic University Malaysia, Kuala Lumpur Malaysia, lulus tahun 1998
5. Sarjana (S1) Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Muslim Nusantara
Al-Washliyah Medan, lulus tahun 2010
6. Magister (S2) Linguistik, KajianTerjemahan Bahasa Inggris Universitas
Pengalaman Bekerja
1. Dosen Bahasa Inggris di Akademi Kebidanan dan Akademi Keperawatan
Pemerintah Kabupaten Langkat, Stabat Sumatra Utara dari tahun 2005 s/d
sekarang
2. Penguji Lisan Bahasa Inggris untuk University of Cambridge London, Inggris.
Untuk tingkat SD, SMP, SMA/ Perguruan Tinggi. (ESOL Oral Examiner for
Young Learners English Tests, Key English Test dan Preliminary English Test)
dari tahun 2008 s/d sekarang
3. Koordinator English Advancement Programme untuk Kelas Unggulan MIN
Medan dari tahun 2009 s/d sekarang
4. Instruktur Bahasa Inggris (conversation class) untuk staf, dosen dan karyawan
di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan (STIPAP) Medan
5. Guru Bahasa Inggris di Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan
6. Instruktur Bahasa Inggris untuk Executive Class di Kandatel Telkom dan di
Devisi Regional Telkom Medan.
DAFTAR ISI
Abstrak …..………. .. i
Abstract ……….. .. ii
Kata Pengantar……... iii
Daftar Riwayat Hidup……….. ……… vi
II. LANDASAN TEORI ... 8 tensi Penerjemah ……… Prosed
III. METODOLOGI
PENELITIAN... 31
3.1 Pendek
atan dan Desain
3.2 Data
dan Sumber Data …..……….. 32 Penelitian ……... 31
3.3
3.4
Teknik Pengumpulan Data ….…… ...………..…... 32
Teknik
Analisis Data ………..……….……….. ………. 33
IV. ANALISIS DATA, HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN ... 35
4.1 Analisi
s Data dan Hasil Penelitian ……… … 35
4.2 Verba
Aksi ………..………... …… 35
4.3 Analisis Teknik Penerjemahan.……….……….56
4.3.1 4.3.2
Teknik Amplifikasi ………. 57
4.3.3 Teknik Peminjaman …………..……… …. 59 4.3.4
Teknik Kreasi Diskursif…..…..……….. …… 62
4.3.5
Teknik Harfiah ……… 64
4.3.6
Teknik Modulasi ……….……… 66
4.3.7 Teknik Transposisi ……..……….. … 70
4.4 Analisis Ekuivalensi Terjemahan ……….………. 4.4.1 72 4.4.2 Terjemahan Akurat …..………... ... 74
4.4.3 Terjemahan Kurang Akurat ……….……… 78
4.5 Terjemahan Tidak Akurat ……….……… ………. 80
Pembahasan……….………. 4.5.1 81 4.5.2 Teknik Penerjemahan ………..…... ... 81
Ekuivalensi Terjemahan ……….………….……… 82
V. KESIMPULAN DAN SARAN …………..... 85
1.1 1.2 Kesimpulan ……….. ..85
Saran ……..……….. 86
DAFTAR PUSTAKA ………... … 87
DAFTAR TABEL
Tabel:
2.1 Instrumen Penilai Keakuratan Terjemahan ……….. 26
2.2 Instrumen Penilai Keberterimaan Terjemahan ……… 27
2.3 Instrumen Penilai Keterbacaan Terjemahan ………. 27
4.1 Daftar Jumlah Data ………... 36
4.2 Daftar Verba Aksi ……… 37
4.3 Teknik Penerjemahan Verba Aksi ……… 57
4.4 Kategori Tingkat Keakuratan Terjemahan ……… 73
4.5 Kategori Terjemahan Akurat ……… 75
4.6 Kategori Terjemahan Kurang Akurat ……….. . 79
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data Verba Aksi
DAFTAR SINGKATAN
1. BSu = Bahasa Sumber
DAFTAR ISI
Abstrak …..………. .. i
Abstract ……….. .. ii
Kata Pengantar……... iii
Daftar Riwayat Hidup……….. ……… vi
VII. LANDASAN TEORI ... 8 tensi Penerjemah ………. Prosed
VIII. METODOLOGI
PENELITIAN... 35
3.5 Pendek
atan dan Desain
3.6 Verba
Aksi dan Sumber Verba Aksi ……….. 36
Penelitian ……... 35
3.7
3.8
Teknik Pengumpulan Verba Aksi ….…...……..…... 36
Teknik Analisis Verba Aksi ...…….………...………. 38
IX. ANALISIS VERBA AKSI, HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN ... 39
4.6 Analisi
s Verba Aksi dan Hasil Penelitian ……... 39
4.7 Verba
Aksi ………..………... …… 39
4.8 Analisis Teknik Penerjemahan.……….……….60
4.8.1 4.8.2
Teknik Amplifikasi ………. 61
4.8.3 Teknik Peminjaman …………..……… …. 63 4.8.4
Teknik Kreasi Diskursif…..…..……….. …… 66
4.8.5
Teknik Harfiah ……… 68
4.8.6
Teknik Modulasi ……….……… 70
4.8.7 Teknik Transposisi ……..………....… 74 4.9 Analisis Tingkat Keakuratan ...……….……….
4.9.1 77
4.9.2 Terjemahan Akurat …..………... 78 4.9.3
Terjemahan Kurang Akurat ……….……… 87
4.10
Terjemahan Tidak Akurat ……….……….………. 92 Pembahasan
..……….………. 4.10.1
95
4.10.2
Teknik Penerjemahan ………..…... 95 Tingkat Keakuratan Penerjemahan ……….……… 96
X. KESIMPULAN DAN SARAN
…………... 105 5.1
ABSTRAK
Tesis ini berjudul “Teknik Penerjemahan dan Tingkat Keakuratan Verba Aksi dalam Buku Pelajaran Biologi 2B Bilingual SMA Kelas XI”. Penelitian ini menganalisis produk terjemahan dengan menggunakan metode descriptif-qualitatif. Analisis verba aksi menggunakan konsep Halliday (1994:109), analisis teknik penerjemahan veba aksi menggunakan teori Molina dan Albir (2002:509), dan analisis tingkat keakuratan terjemahan verba aksi menggunakan teori Nababan (1999:132). Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menemukan verba aksi; (2) menganalisis teknik penerjemahan verba aksi; dan (3) menganalisis tingkat keakuratan penerjemahan verba aksi dari Bab VI dengan topik Food and Digestive System yang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia menjadi Makanan dan Sistem Pencernaan, Bab VIII dengan topik Excretory System yang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia menjadi Sistem Ekskresi, dan Bab XI dengan topik Immune System yang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia menjadi Sistem Imun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) diperoleh 86 verba aksi terpilih secara sistemic random sampling; (2) ditemukan 7 teknik penerjemahan dalam menerjemahkan 86 verba aksi, dimana pemakaian teknik harfiah mendominasi perolehan terbanyak yaitu 46 data (53,48%), dikuti oleh teknik peminjaman 14 data (16,28%), teknik modulasi 9 data (10,46%), teknik transposisi 6 data (6,97%), teknik kreasi diskursif 4 data (4,65%), dan teknik amplifikasi 4 data (4,65%), dan teknik reduksi 3 data (3,48%). Dari 86 verba aksi tersebut diperoleh terjemahan akurat (76,96%), terjemahan kurang akurat (18,13%), dan terjemahan tidak akurat (4,91%).
ABSTRACT
This thesis is entitled “The Translation Techniques and Accuracy Level of Action Verbs in the Bilingual Text Book of Biology 2B for Senior High School Grade XI”. It is a translation product analysis applying the descriptive qualitative method. The analysis of action verbs uses Halliday’s concept (1994:109), the analysis of translation techniques uses Molina and Albir’s theory (2002:509), and analysis of accuracy level uses Nababan’s theory (1999:132). This study aims: (1) to find out action verbs; (2) to analyze the translation techniques applied; and (3) to analyze the translation accuracy level from Chapter VI entitled Food and Digestive System translated into Indonesian Makanan dan Sistem Pencernaan, Chapter VIII entitled Excretory System translated into Indonesian Sistem Ekskresi, and Chapter XI entitled Immune System translated into Indonesian Sistem Imun. The results of this study reveal that: (1) there are 86 action verbs selected by sistemic random sampling; (2) there are 7 translation techniques applied in translating the 86 action verbs, where literal translation dominates all the techniques (53.48%), followed by borrowing (16.28%), modulation (10.46%), transposition (6.97%), discursive creation (4.65%), amplification (4.65%), and reduction (3.48%); whilst (3) the accuracy levels of the 86 action verbs are accurate 76.96%, less accurate 18.13%, and inaccurate 4.91%.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Buku teks ilmiah seperti biologi merupakan sumber informasi utama dalam proses
pembelajaran. Buku biologi menyajikan ilmu secara deskriptif untuk memberikan
pemahaman kepada siswa. Storey (1989:271) berpendapat bahwa "pembelajaran sains pada
umumnya dan biologi khususnya berpusat pada buku teks". Dengan kata lain, keberadaan
buku biologi diharapkan mampu memberikan informasi yang akurat sehingga kualitas siswa
dalam perolehan ilmu biologi dapat memenuhi standar kompetensi yang ditentukan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Gottfried (1992:35) bahwa buku teks dianggap kurikulum sains yang
harus dipelajari siswa sehingga menjadi sumber utama pengetahuan untuk siswa.
Hampir semua buku yang berkaitan dengan sains dan biologi ditulis dalam bahasa
asing terutama bahasa Inggris. Hal ini merupakan kendala bagi siswa bahkan guru dalam
memahami isi buku karena keterbatasan penguasaan bahasa Inggris. Kehadiran buku
bilingual seperti buku biologi bilingual merupakan salah satu alternatif untuk membantu
siswa dan guru untuk memahami informasi dalam buku. Hal ini sekaligus membuat siswa
terbiasa menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Namun untuk
memperoleh buku bilingual yang berkualitas harus memenuhi beberapa tahapan proses
penerjemahan agar memenuhi standar pendidikan Nasional yang ditetapkan. Oleh karena itu
dibutuhkan sebuah penerjemahan yang akurat agar informasi dalam buku biologi bilingual
dapat dipahami oleh siswa secara baik dan benar. Semua ini dapat dicapai apabila
kesepadanan terjemahan bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa) benar-benar
bahwa penerjemahan adalah rendering the meaning of a text into another language in the
way that the author intended the text (menterjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa
lain sesuai dengan yang dimaksudkan pengarang).
Ada tiga parameter untuk menentuka
keterbacaan dan keberterimaan (Nababan, 1999:132). Keakuratan berarti makna kata, istilah
teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks BSu dialihkan dengan menghindari distorsi makna
pada BSa, keberterimaan berarti sebuah hasil penerjemahan terasa alamiah ketika dibaca, dan
tingkat keterbacaan teks dapat dilihat berdasarkan apakah pembaca memahami isi teks
penerjemahan kedalam BSa.
Dengan demikian, tugas seorang penerjemah adalah menyampaikan informasi dari
BSu ke BSa secara akurat, terbaca dan berterima. Informasi yang terdapat didalam BSu harus
disampaikan secara utuh dengan menghindari penambahan atau pengurangan makna yang
terkandung didalamnya.Dengan kata lain, fokus utama penerjemah adalah makna atau
informasi yang tersimpan dalam teks tersebut. Selama makna bisa tersampaikan secara utuh
maka kualitas terjemahan bisa tercapai.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemahan tidak hanya sebatas
proses pengalihan kata-kata dari satu bahasa ke bahasa lain, akan tetapi ia juga melibatkan
unsur makna dalam BSu dan BSa. Dalam hal ini, analisis penelitian difokuskan hanya pada
tingkat kata dan frasa verba aksi dalam kalimat. Verba aksi merupakan kata kerja yang
berfungsi sebagai predikat dalam sebuah kalimat. Ditemukan beberapa penerjemahan verba
aksi yang tidak akurat ke dalam BSa pada buku bilingual ‘Buku Pelajaran Biologi 2B
Bilingual SMA Kelas XI’, seperti kata isolate (hal.246) yang diterjemahkan menjadi
mengambil (hal. 247). Kata isolate dan mengambil adalah verba aksi. Dalam hal ini, dapat
diasumsikan bahwa si penerjemah keliru dalam penerjemahannya karena kata isolate dalam
the pathogen structure and isolate the glycoprotein berarti memisahkan atau mengisolasi.
Kata isolate tidak akurat apabila diterjemahkan menjadi mengambil d
Dari analisis singkat kedua contoh di atas, penelitian tentang teknik penerjemahan dan
tingkat keakuratan penerjemahan verba aksi pada ‘Buku Pelajaran Biologi 2B Bilingual SMA
Kelas XI’ perlu dilakukan mengingat mata pelajaran biologi kelas XI merupakan lanjutan
pelajaran dari kelas X. Hal ini juga sesuai dengan kurikulum Depdiknas tahun 2002, dimana
ruang lingkup mata pelajaran biologi SMA terdiri dari dua bagian yaitu: bekerja ilmiah dan
pemahaman konsep (materi pokok). Bekerja ilmiah diajarkan dan dilatihkan pada awal tahun
kelas X tetapi untuk selanjutnya terintegrasi dengan materi pada kompetensi yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain, penerjemahan buku teks biologi kedalam BSa harus sepadan
dengan BSu agar makna yang disampaikan akurat tidak kabur dan tidak menyimpang dari
BSu karena hal tersebut akan mempengaruhi tingkat kemampuan siswa dalam memahami
mata pelajaran ini. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Finley et al. (dalam Adisendjaja,
2007) yang mengatakan bahwa: since textbooks play a major role in science education, a
description of the nature of textbooks and how students learn from texts is an important of engan menggunakan
teknik penerjemahan kreasi diskursif. Teknik ini biasanya dipakai ketika terjemahan sebuah
kata keluar dari konteksnya. Teknik ini tentu tidak sesuai diterapkan dalam penerjemahan
ilmu pengetahuan, karena kedua kata isolate dan mengambil adalah dua kata yang tidak
memiliki hubungan sama sekali. Demikian juga dalam penerjemahan verba aksi break down
(hal.14) dalam kalimat digestive enzymes break down large and complex food substances
yang diterjemahkan menjadi memecah (hal.15). Enzim pencernaan (digestive systems) tidak
berfungsi memecah zat makanan tetapi menguraikan zat makanan. Pengertian memecah
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online adalah membelah menjadi beberapa
research (karena buku teks memegang peranan penting dalam pendidikan, gambaran buku
teks dan cara belajar siswa merupakan sebuah kepentingan dalam penelitian).
1.2Batasan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada analisis teknik penerjemahan dan tingkat keakuratan
penerjemahan verba aksi dalam ‘Buku Pelajaran Biologi 2B Bilingual SMA Kelas XI’ dari
bab VI, VIII dan XI, karangan: Diah Aryulina, Ph.D, Choirul Muslim, Ph.D dan Syalfina
Manaf, M.S. dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan oleh Inswasti Cahyani, M.Sc. ke
dalam bahasa Indonesia.
1.3Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Verba aksi apa sajakah yang terdapat dalam buku bilingual ‘Buku Pelajaran Biologi 2B
Bilingual SMA Kelas XI’?
2. Teknik penerjemahan apa sajakah yang digunakan dalam buku bilingual ‘Buku Pelajaran
Biologi 2B Bilingual SMA Kelas XI’?
3. Bagaimanakah tingkat keakuratan terjemahan verba aksi dalam buku bilingual ‘Buku
Pelajaran Biologi 2B Bilingual SMA Kelas XI’?
1.4Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Mendeskripsikan verba aksi pada buku bilingual ‘Buku Pelajaran Biologi 2B Bilingual
SMA Kelas XI’
2. Menganalisis teknik penerjemahan verba aksi dalam buku bilingual ‘Buku Pelajaran
Biologi 2B Bilingual SMA Kelas XI’
3. Menganalisis tingkat keakuratan terjemahan verba aksi dalam buku bilingual ‘Buku
1.5Manfaat Penelitian
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan
pemahaman terhadap teori penerjemahan dan mendukung bukti impiris atas pentingnya
penelitian penerjemahan dalam mentransformasikan pesan dari aspek bahasa yaitu tingkat
keakuratan dan dijadikan referensi dalam proses belajar mata kuliah terjemahan maupun
pelatihan penerjemahan agar makna yang disampaikan ke dalam BSa kualitas dan sepadan
dengan BSu.
Selain itu secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat menjadi
objek kajian pada penelitian selanjutnya dan menjadi inspirasi bagi kajian tingkat keakuratan
untuk menilai kualitas penerjemahan kata dan frasa verba aksi bahasa Inggris yang tidak
memiliki padanan dalam bahasa Indonesia yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam
penerjemahan, serta memberikan kontribusi kepada penerjemah buku teks ini kedepan.
1.6Definisi Istilah 1. Verba aksi
Verba aksi adalah kata kerja yang menyatakan perbuatan atau tindakan, atau yang
menyatakan perbuatan, tindakan, gerak, keadaan dan terjadinya sesuatu (Keraf, 1991:72).
Sedangkan menurut Sudaryanto (1991:6) yang dimaksud dengan verba adalah kata yang
menyatakan perbuatan, dapat dinyatakan dengan modus perintah, dan bervalensi dengan
aspek keberlangsungan yang dinyatakan dengan kata ‘lagi’ (sedang). Adapun, menurut
Kamus Besar Indonesia (KBBI) adalah kata yg menggambarkan verba, perbuatan, atau
keadaan; kata kerja. Harimurti Kridalaksana (1993: 226) berpendapat bahwa verba adalah
2. Teknik penerjemahan
Teknik penerjemahan adalah pendekatan khusus yang dilakukan oleh seorang penerjemah
dalam menterjemahkan kata, frasa, ujaran, kalimat, idiom dan yang lainnya. Teknik ini
dipakai untuk mencapai kesepadanan makna sebagai tujuan untuk mengalihkan elemen
makna dari BSu ke BSa (Newmark, 1988:81).
3. Keakuratan
Keakuratan merupakan istilah yang digunakan untuk menilai kualitas penerjemahan
dengan melakukan pengevaluasian penerjemahan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
apakah teks BSu dan teks BSa sudah sepadan atau belum. Konsep kesepadanan mengarah
pada kesamaan isi atau pesan antara BSu dan BSa.
4. Terjemahan
Terjemahan adalah hasil dari proses penerjemahan dari BSu ke BSa untuk mencapai
kesepadanan makna sesuai dengan pendapat Nida dan Taber (1969:12) yang mengatakan
bahwa penerjemahan adalah memproduksi teks dalam BSa yang ekuivalen dan alami
serta paling dekat dengan pesan BSu, pertama dalam makna dan kedua dalam gaya.
5. Bilingual
Bilingual dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) adalah mampu atau biasa
memakai dua bahasa dengan baik dan bersangkutan dengan atau mengandung dua bahasa.
Buku bilingual adalah buku yang memaparkan ilmu pengetahuan dengan menggunakan
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1Konsep Verba Aksi
Verba aksi adalah kata kerja yang menyatakan perbuatan atau tindakan, atau yang
menyatakan perbuatan, tindakan, gerak, keadaan dan terjadinya sesuatu (Keraf, 1991:72). Hal
senada juga disebutkan oleh Sudaryanto (1991:6). Ia mengatakan bahwa verba adalah kata
yang menyatakan perbuatan, dapat dinyatakan dengan modus perintah, dan bervalensi dengan
aspek keberlangsungan yang dinyatakan dengan kata ‘lagi’ (sedang). Harimurti Kridalaksana
(1993: 226) menambahkan bahwa verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai
predikat dalam kalimat.
Istilah verba aksi juga digunakan Halliday (1994:109) dalam bukunya Introduction to
Functional Grammar dengan penyebutan material proses (proses material). Proses material
adalah proses ‘melakukan’ sesuatu. Dalam hal ini ada sebuah aksi yang dilakukan terhadap
seseorang atau sesuatu, seperti verba aksi menarik pada kalimat mereka menarik tanganku
dan verba aksi menolong pada kalimat aku menolong mereka.
2.2Pandangan tentang Penerjemahan
Penerjemahan telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia saat ini. Penerjemahan yang merupakan bagian ilmu linguistik terapan semakin
meperjelas peranan bahasa dalam kehidupan sosial, terutama dalam ilmu pengetahuan,
teknologi, komunikasi dan budaya. Catford (1965) mengemukakan bahwa dalam dunia
modern penerjemahan semakin berperan penting dan telah menjadi subjek yang menarik bagi
ahli bahasa, penerjemah profesional, guru bahasa, insinyur elektronik dan juga ahli
analisis dan deskripsi dari proses penerjemahan dapat menyajikan kategori bahasa karena
penerjemahan berhubungan dengan sistem bahasa itu sendiri.
Newmark (1988: 5) mengatakan bahwa penerjemahan merupakan proses mengganti
makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan si penulis. Dalam
hal ini Newmark menekankan pada pesan yang sepadan sebagaimana yang dimaksudkan
oleh si penulis BSu. Hal senada juga dikemukakan oleh Bassnett (1980) bahwa penerjemahan
tidak hanya mentransfer teks dari satu bahasa ke bahasa lain, tetapi penerjemahan haruslah
dilihat sebagai sebuah proses negosiasi antara teks dan antar budaya, dimana proses negosiasi
tersebut dimediasi oleh si penerjemah. Disini dipaparkan apa saja yang dipahami secara
umum sebagai penerjemahan yang mencakup penggantian teks BSu ke BSa yang bertujuan
untuk memastikan kesamaan makna dari dua teks dan sekaligus menjaga kealamiahan kedua
bahasa tersebut. Catford (1965: 20) mendefinisikan penerjemahan sebagai "pengganti bahan
tekstual dalam BSu dengan materi tekstual yang sepadan dalam BSa".
Terinspirasi dari konsep penerjemahan Newmark dan Catford tersebut, Machali
(2009: 26) berkesimpulan bahwa penerjemahan adalah upaya mengganti teks BSu dengan
teks BSa yang ekuivalen. Jadi, seorang penerjemah berkewajiban untuk menghasilkan
kembali makna dari teks BSu ke dalam teks BSa. Ini berarti bahwa tujuan penerjemah adalah
untuk menciptakan sebuah komunikasi baru dalam bentuk alami dari BSa. Oleh karena itu,
penerjemah harus menyadari konteks penerjemahan sosiolinguistik dan mampu
menjembatani ruang antara si penulis BSu dan pembaca. Laurence Venuti (1995)
menegaskan konsep Norman Shapiro bahwa penerjemahan adalah upaya untuk menghasilkan
teks yang paling transparan yang terlihat seperti panel kaca dalam BSa. Dia mengatakan
bahwa terjemahan yang baik adalah penerjemahan yang tidak terlihat sebagai hasil dari
penerjemahan. Senada dengan pendapat para ahli di atas, Nida dan Taber (1969:12)
natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in
terms of style. (penerjemahan adalah memproduksi teks dalam BSa yang sepadan dan alami
serta paling dekat dengan pesan BSu, pertama dalam makna dan kedua dalam gaya). Dari
beberapa teori penerjemahan di atas dapat disimpulkan bahwa penerjemahan adalah proses
penggantian teks yang berbeda dari teks sumber kedalam teks yang dapat dipahami dan
dibaca oleh pembaca BSa.
2.3Jenis-Jenis Terjemahan
Larson (1984: 3-23) mengemukakan dua jenis terjemahan, yaitu:
1. Terjemahan Berbasis Bentuk (Formed-Based Translation)
Terjemahan ini merupakan jenis terjemahan yang mempertahankan bentuk BSu. Jenis
terjemahan ini banyak membantu dalam proses penelitian terhadap BSu tetapi tidak
membantu pembaca BSa untuk memahami makna BSu.
2. Terjemahan Berbasis Makna (Meaning-Based Translation)
Terjemahan ini mengutamakan makna yang disampaikan secara alami kepada pembaca
BSa karena hasil terjemahan yang diperoleh tidak seperti layaknya sebuah hasil
terjemahan baik dari segi bentuk maupun dari segi budaya BSu.
Larson berpendapat bahwa penerjemahan adalah proses memahami leksikon, struktur
gramatikal, situasi komunikasi, dan konteks struktural dari teks BSu, menganalisisnya untuk
memahami maknanya, dan kemudian mengkonstruksi kembali makna yang sama dengan cara
dan leksikon struktur gramatikal yang tepat dalam konteks budaya BSa. Dengan demikian,
untuk mendapatkan hasil terjemahan yang sepadan, si penerjemah harus menggunakan
bentuk tata bahasa dan leksikal yang berbeda. Dengan demikian, 'penerjemahan berbasis
makna' dianggap sebagai jenis terjemahan yang baik karena mengkomunikasikan makna
bentuk' dianggap sebagai penerjemahan tak bermakna karena nilai komunikasinya sedikit
bahkan terkadang tak berarti dalam BSa.
2.4Teknik Penerjemahan
Teknik penerjemahan adalah pendekatan penerjemah secara spesifik yang berlaku
dalam penerjemahan ekspresi individu dalam teks BSu, seperti kata-kata, tata bahasa
konstruksi, idiom dan lain lain. Berbeda dengan metode atau ideologi penerjemahan yang
merupakan pendekatan global diterapkan pada teks sebagai keseluruhan, teknik
penerjemahan yang digunakan untuk kalimat dan unit yang lebih kecil dari bahasa dalam
sebuah teks (Newmark, 1988:81). Teknik penerjemahan diterapkan untuk melaksanakan
metode yang diberikan pada perumusan kesepadanan untuk tujuan mentransfer unsur makna
dari teks sumber ke teks sasaran.
Molina dan Albir (2002: 502) menggunakan istilah 'teknik penerjemahan' dan
memastikan teknik yang digunakan bersifat fungsional dan dinamis dalam hal: (1) Teks genre
(surat keluhan, kontrak, brosur wisata, dll), (2) Jenis Penerjemahan (teknis, sastra, dll), (3)
Modus penerjemahan (penerjemahan tertulis, penerjemahan penglihatan, berturut-turut
menafsirkan, dll); (4) Tujuan dan karakteristik penerjemahan, dan (5) Metode yang dipilih
(interpretatif-komunikatif, dll). Teknik penerjemahan tersebut digunakan sebagai sarana
untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana hasil penerjemahan yang ekuivalen.
Teknik penerjemahan dicirikan oleh lima karakteristik dasar, yaitu: (1)
mempengaruhi hasil penerjemahan, (2) diklasifikasikan dibandingkan dengan aslinya; (3)
mempengaruhi unit mikro teks, (4) secara alam diskursif dan kontekstual dan (5) fungsional.
Molina dan Albir mengusulkan 18 teknik penerjemahan yang digunakan dalam
1. Adaptasi (adaptation)
Teknik ini digunakan ketika penerjemah menggantikan unsur budaya BSu dengan unsur
budaya dalam BSa, yang mempunyai sifat yang sama atau serupa dan unsur budaya
tersebut akrab bagi pembaca Bsa.
Contoh:
BSu : How are you, mother? (Bahasa Inggris)
BSa : Bagaimana kabar ibu? (Bahasa Indonesia)
2. Amplifikasi (amplification)
Teknik ini digunakan ketika penerjemah mau mengeksplisitkan atau memparafrasa suatu
informasi yang implisit dalam BSu. Informasi dalam parafrasa bersifat menerangkan.
Contoh:
BSu : White House (Bahasa Inggris)
BSa : Gedung Putih, Istana Kepresidenan AS (Bahasa Indonesia)
3. Peminjaman (borrowing)
Teknik ini digunakan ketika penerjemah meminjam kata atau ungkapan dari BSu.
Peminjaman ini dapat bersifat murni (pure borrowing) atau peminjaman yang sudah
dinaturalisasi (naturalized borrowing).
Contoh:
BSu : exrete (Bahasa Inggris)
BSa : mengekresikan (Bahasa Indonesia)
4. Kalke (calque)
Teknik ini digunakan untuk menterjemahkan kata/prasa secara harfiah (literal) baik
leksikal atau struktural.
Contoh:
BSa : sekretaris jenderal (Bahasa Indonesia)
5. Kompensasi (compensation)
Teknik ini digunakan untuk memperkenalkan segmen informasi BSa atau gaya efek di
tempat lain karena tidak dapat tercermin di tempat yang sama pada BSa.
Contoh:
BSu : This is however not appropriate to tell (Bahasa Inggris)
BSa : Akan tetapi, ini tidak layak untuk diceritakan (Bahasa Indonesia)
6. Deskripsi (description)
Teknik ini digunakan untuk mengganti istilah atau ungkapan dengan menggambarkan
bentuk atau/dan fungsi.
Contoh:
BSu : Halloween party (Bahasa Inggris)
BSa : Pesta malam hari tanggal 31 Oktober yang dipercayai orang-orang dapat
melihat hantu (Bahasa Indonesia)
7. Kreasi Diskursif (discursive creation)
Teknik ini digunakan untuk membangunkesepadanan sementara yang keluar dari konteks
yang benar-benar tak terduga, dan maknanya tidak berhubungan dengan BSu.
Contoh:
BSu : head to (Bahasa Inggris)
BSa : melekat (Bahasa Indonesia)
8. Kesepadanan Lazim (established equivalent)
Teknik ini digunakan untuk istilah yang sudah dikenal (sesuai kamus atau penggunaan)
Contoh:
BSu : No gain without pain (Bahasa Inggris)
BSa : Tidak ada hasil tanpa kerja keras (Bahasa Indonesia)
9. Generalisasi (generalization)
Teknik ini digunakan untuk istilah yang lebih umum atau netral. Teknik ini kebalikan dari
teknik partikularisasi.
Contoh:
BSu : He meets his uncle (Bahasa Inggris)
BSa : Dia bertemu dengan bapak tuanya (Bahasa Indonesia)
10.Amplifikasi Linguistik (linguistic amplification)
Teknik ini digunakan untuk menambah elemen linguistik. Hal ini sering digunakan dalam
menafsirkan dubbing, misalnya, untuk menerjemahkan ekspresi Inggris yang tidak
mungkin ke bahasa lain. Hal ini bertentangan dengan linguistik kompresi.
Contoh:
BSu : Shall we? (Bahasa Inggris)
BSa : Bisa kita memulainya sekarang? (Bahasa Indonesia)
11.Kompresi Linguistik (linguistic compression)
Teknik ini digunakan untuk mensintesiskan unsur linguistik di BSa. Hal ini sering
digunakan dalam menafsirkan simultan dan sertifikasi sub.
Contoh:
BSu : I want you to listen (Bahasa Inggris)
12.Penerjemahan Harfiah (literal translation)
Teknik ini digunakan untuk menerjemahkan kata atau ungkapan kata demi kata.
Penerjemahan harfiah ini sesuai dengan kesepadanan formal Nida, ketika bentuk
bertepatan dengan fungsi dan makna.
Contoh:
BSu : He speaks well. (Bahasa Inggris)
BSa : Dia berbicara dengan baik. (Bahasa Indonesia)
13.Modulasi (modulation)
Teknik ini digunakan untuk mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif dalam
kaitannya dengan BSa, bisa leksikal atau struktural.
Contoh:
BSu : He cuts his finger (Bahasa Inggris)
BSa : Jarinya terpotong (Bahasa Indonesia)
14.Partikularisasi (particularization)
Teknik ini digunakan untuk menggunakan istilah yang lebih tepat atau konkrit yang
berlawanan dengan teknik generalisasi.
Contoh:
BSu : vehicle (Bahasa Inggris)
BSa : mobil (Bahasa Indonesia)
15.Reduksi (reduction)
Teknik ini dikenal juga dengan teknik pengurangan atau penghilangan sebagian atau
keseleruhan dan digunakan untuk menekan item informasi BSu di BSa.
Contoh:
BSu : a traditional dance of Malay (Bahasa Inggris)
16.Substitusi (substitution)
Teknik ini digunakan untuk mengubah unsur linguistik untuk elemen paralinguistik
(intonasi, gerakan) atau sebaliknya. Teknik ini biasanya digunakan untuk menafsir.
Contoh:
BSu : raising a tumb (gestur orang Inggris)
BSa : bagus (Bahasa Indonesia)
17.Transposisi (transposition)
Teknik ini digunakan untuk mengubah kategori gramatikal, dari kata kerja diterjemahkan
menjadi kata sifat, dari kata kerja ke kata benda atau sebaliknya.
Contoh:
BSu : He runs quickly (Bahasa Inggris)
BSa : Larinya sangat kencang (Bahasa Indonesia)
18.Variasi (variation)
Teknik ini digunakan untuk mengubah unsur linguistik atau paralinguistik (intonasi,
gerakan) yang mempengaruhi aspek variasi linguistik: perubahan nada tekstual, gaya,
dialek sosial, dialek geografis, dll, misalnya, untuk memperkenalkan atau mengubah
indikator dialek untuk karakter ketika menerjemahkan untuk teater, perubahan nada
ketika mengadaptasi novel untuk anak-anak, dan lain lain.
Contoh:
BSu : What is the name? (Bahasa Inggris)
BSa : Apalah arti sebuah nama (Bahasa Indonesia)
2.5Kesepadanan dalam Penerjemahan
Para pakar penerjemah berpendapat bahwa proses penerjemahan harus berorientasi
kepada pencarian kesepadanan. Penerjemahan yang berorientasi pada pencarian padanan kata
membicarakan kesepadanan sehingga seorang penerjemah harus selalu melihat konteks kata
untuk menterjemahkan sebuah kata dengan tepat dan mencari padanannya dalam BSa
(Simatupang, 2000:50).
Hasil penerjemahan dari BSu ke BSa pun harus mencari penerjemahan yang sewajar
mungkin. Baker (1992) mengemukakan bahwa kesepadanan meliputi:
1. Kesepadanan tataran kata (equivalence in word level); berorientasi terhadap kajian makna
dari kata-kata dalam teks.
2. Kesepadanan di atas kata (equivalence above word level); mengkaji kombinasi kata-kata
dan frasa-frasa.
3. Kesepadanan gramatikal (grammatical equivalence); menganalisis dan memahami
struktur teks BSu.
4. Kesepadanan tekstual (textual equivalence); menganalisis dan memahami bentuk teks
BSu.
5. Kesepadanan pragmatic (pragmatic equivalence); berorientasi pada penerima pesan
(target text).
Kesepadanan berarti pesan dalam BSu sama dengan pesan dalam BSa, sehingga
reaksi pembaca penerjemahan sama dengan reaksi pembaca BSu. Selain penjelasan di atas,
pakar penerjemahan yang lain juga menjelaskan kembali mengenai kesepadanan. Menurut
Nida dan Taber (1982), kesepadanan dibagi menjadi kesepadanan formal dan dinamis.
Kesepadanan formal adalah kesepadanan yang memfokuskan pesan yang sedekat
mungkin pada teks BSu, sedangkan kesepadanan yang dinamis didasarkan pada 'prinsip efek
ekuivalen atau kesamaan' (yaitu kesamaan pesan yang disampaikan dari BSu sama dengan
pesan yang disampaikan dalam BSa. Kesepadanan formal terdiri dari item BSa yang
Kesepadanan dinamis didefinisikan sebagai prinsip penerjemahan untuk
menerjemahkan arti aslinya sedemikian rupa sehingga kata-kata pada teks BSa menunjukkan
dampak yang sama pada pembaca. Nida (1982) menyatakan bahwa dalam kesepadanan
dinamis, informasi atau pesan yang akan disampaikan akan jauh lebih benar dan berterima.
Memperkuat penjelasan di atas mengenai konsep kesepadanan, Syihabuddin
(2002:107) mengemukakan bahwa kesepadanan merupakan tujuan produk dari proses
penerjemahan karena penerjemahan merupakan proses pencarian kesepadanan. Dalam proses
pencarian kesepadanan, penerjemah berupaya untuk mencari padanan yang paling wajar
antara BSu dengan BSa.
Kemudian Koller dalam Munday (2001:47) juga mengemukakan lima jenis
kesepadanan, yaitu:
1. Denotative Equivalence; proses penerjemahannya berfokus pada extralinguistic content.
2. Connotative Equivalence; penerjemahannya berfokus pada pemilihan leksikal yang
berdekatan sinonimnya.
3. Text Normative Equivalence; penerjemahannya berfokus pada jenis teks yang memiliki
penyajian yang berbeda.
4. Pragmatic Equivalence; proses penerjemahannya berfokus pada penerima dari teks
(target readers) atau penerima pesan.
5. Formal Equivalence; berfokus pada bentuk dan estetika teks, permainan kata dan ciri
individu dari teks sumber.
2.6Prosedur Kesepadanan
Selain itu, kesepadanan juga merujuk pada salah satu prosedur penerjemahan yang
didukung dengan penerapan pendapat yang dikemukakan oleh Newmark (1988). Newmark
mengemukakan bahwa dilakukannya prosedur penerjemahan untuk menghasilkan
sebenarnya dari BSu ke dalam BSa. Dalam mencari makna yang paling dekat, penerjemah
harus mengungkapkan kesamaan fungsi makna dari BSu ke BSa tetapi tidak hanya berfokus
pada kosa kata. Dalam hal ini kesepadanan dipandang sebagai prosedur penerjemahan istilah
kata, frasa dan bidang kajian yang lain (Syihabuddin, 2002).
Menemukan padanan yang akurat merupakan cara untuk mencapai ketepatan
(correctness). Catford (dalam Syihabuddin 2002:108) mengemukakan bahwa kesepadanan
itu merupakan ciri situasional yang relevan antara BSu dan BSa. Dengan kata lain, dalam
mencari kesepadanan itu perlu memperhatikan proses penerjemahan, karena hal ini
merupakan tindak komunikatif dalam hal penyampaian pesan dari pengirim kepada penerima
(penerjemah dan pembaca) dari BSu ke BSa. Dan hal yang paling penting adalah terdapatnya
kesepadanan makna antara BSu dan BSa. Tidak ada kesepadanan yang sempurna dalam
penerjemahan karena kesepadanan itu ditentukan oleh skopos (konsep dari bidang studi
terjemahan yang terdiri dari gagasan bahwa penerjemahan dan juru bahasa harus terutama
memperhitungkan fungsi teks sumber dan sasaran).
Selain yang telah dijelaskan di atas, Venuti (1995) juga mengemukakan beberapa hal
yang perlu dilakukan dalam mencari padanan yang tepat yaitu menerapkan istilah
foreignization (pengasingan) dan domestication (domestikasi). Foreignization adalah proses
penerjemahan dalam mencari kesepadanan dengan menggunakan kata pinjaman untuk
mempertahankan suasana dan pesan yang dapat diterima, tidak jauh dari BSu. Dalam
foreignization, penerjemahan yang baik, benar dan berterima adalah sesuai dengan selera dan
harapan pembaca yang menginginkan budaya sumber itu hadir dalam penerjemahan tersebut.
Sedangkan domestication, penerjemahan yang beradaptasi dengan kebudayaan pembaca BSa.
Pembaca berharap penerjemahan yang sesuai dengan budaya masyarakat BSa.
Walaupun penerjemah mengutarakan bahwa kesepadanan yang dicapai bukanlah
dalam mengukur kesepadanan, kita gunakan ukuran menyeluruh; perubahan yang bersifat
lokal yakni menyangkut kalimat, frasa, kata dalam fungsinya apakah teks itu untuk
menyampaikan informasi atau mengajak, kesepadanannya harus dilihat dari segi fungsi teks
tersebut. Secara singkat dapat ditegaskan bahwa sejauh fungsi teks sasaran tidak bergeser dari
fungsi asalnya, maka teks sasaran tersebut ekuivalen dengan aslinya. Menentukan padanan
yang tepat merupakan cara untuk mencapai ketepatan dan ketepatan itu bisa dicapai apabila
pembaca teks sasaran mampu memahami pesan dalam BSa dengan baik. Kesimpulannya
yaitu penerjemah harus mengetahui siapa pembaca teks sasaran.
2.7Kompetensi Penerjemah
Penerjemahan hanya muncul ketika ada karakteristik yang berbeda dari dua bahasa
atau lebih. Oleh karena itu, dalam proses penerjemahan, seorang penerjemah diperlukan
untuk menjadi seorang ahli bahasa yang dengan cara apapun mencari atau menciptakan solusi
untuk menghilangkan perbedaan dan menjembatani kesenjangan antara BSu dan BSa.
Mengenai peran kompetensi penerjemah dalam proses penerjemahan, Hoed (2006: 25)
memberikan argumen yang kuat bahwa kompetensi penerjemah memainkan peran yang
sangat penting dalam memproduksi penerjemahan yang berkualitas. Seorang penerjemah
harus memiliki kecerdasan yang cukup baik mengenai 'budaya BSu dan budaya BSa'.
Kecerdasan budaya memberikan gambaran karakteristik BSu dan BSa, dan dengan demikian
memfasilitasi identifikasi perbedaan yang menjadi masalah dalam proses penerjemahan.
Penerjemah harus berpengetahuan, baik umum maupun khusus. Pengetahuan umum
dapat membantu si penerjemah dalam memahami masalah yang berhubungan dengan
pekerjaan penerjemahannya, sedangkan pengetahuan khusus, berguna dalam menerapkan
strategi ketika berurusan dengan teks teknis, kapan dan bagaimana menerjemahkannya.
Penerjemah juga harus memiliki kemahiran, logika kecepatan dan keterampilan retorika
tepat, dan ia juga harus menyadari makna kognitif, struktur sintaksis dan dinamika informasi,
dan sekali-sekali harus mengikuti intuisinya atau mendefinisikan masalah daripada
memecahkan masalah tersebut (ibid: 180 dalam Baker 1992: 119). Hal ini sangat penting bagi
si penerjemah untuk menyadari bahwa tugas seorang penerjemah adalah untuk mencapai
kesepadanan makna dalam norma dan gaya yang berbeda dari BSu, dan bukan untuk
memperbaiki teks. Ini berarti bahwa si penerjemah harus mengutamakan gaya penulis BSu
lebih daripada norma-norma bahasa. Untuk alasan ini, penerjemah bahkan kadang-kadang
harus mengganti gaya bahasa untuk memperoleh kesepadanan yang tepat dan akurat yang
dapat dibaca dan dipahami oleh pembaca BSa.
Muchtar (2011: 14) menekankan kompetensi penerjemah pada kompetensi bahasa dan
aspek material. Pendapatnya konsisten dengan kenyataan bahwa keragaman makna dari
unsur-unsur BSu berkaitan dengan aspek materi teks. Bahasa dan aspek materi menunjukkan
pijakan dasar analisis dalam penerjemahan. Jadi apa yang dibutuhkan pada tahap ini adalah
pengetahuan dari kedua bahasa yang biasanya terdiri dari dua sub-kompetensi atau lebih
karena sekali penerjemah melakukan kesalahan dalam tahap analisis, maka hasilnya akan
berakibat buruk pada produk penerjemahannya (Stanislava Šeböková, 2010 : 7). Oleh karena
itu, dalam tahap analisis kehati-hatian sangat dibutuhkan. Nababan (1999: 79-81)
menjelaskan multi-peran penerjemah. Dia berpendapat bahwa penerjemahan adalah
pekerjaan sederhana dan murah tapi menyumbangkan kontribusi yang sangat besar dalam
membangun semua aspek kehidupan manusia karena berfungsi sebagai sarana
penyebarluasan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan peradaban manusia lainnya.
Pekerjaan yang sangat berharga dari tokoh penerjemah membuktikan bahwa penerjemah
adalah agen pembangun bangsa, dan maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh
kompetensi penerjemah sebagai agen perubahan peradaban masyarakat. Penerjemah harus
asli), 2). Kecerdasan (kompetensi penilaian yang akurat atas kualitas penerjemah dalam
mentransfer pesan dari BSu sehingga tetap alami dan dipahami oleh pembaca BSa). Konsep
di atas sejalan dengan Nababan dan Venuti (1995: 1-2) bahwa kompetensi penerjemahan
menunjukkan upaya penerjemah untuk memastikan bacaan yang mudah dengan tetap
mengikuti dan mempertahankan sintaksnya dan makna yang tepat untuk teks BSu. Venuti
menggunakan istilah "invisibility" untuk menggambarkan situasi dan aktivitas penerjemah
pada budaya Anglo-Amerika kontemporer. Menurutnya, situasi mengacu pada efek
illusionistis wacana penerjemah dan manipulasi penerjemah itu sendiri. Istilah lain yang
digunakan adalah intervensi yang sangat penting dari si penerjemah dalam teks BSu yang
didasarkan pada konsep bahwa ‘hasil penerjemahan yang lebih baik tercermin dari
penerjemah yang berkualitas bahkan mungkin melebihi dari si penulis teks aslinya.
Neubert (dalam Šeböková 2010: 11) menggunakan istilah kompetensi penerjemah
yang merujuk pada pengetahuan dan keterampilan yang kompleks yang dibutuhkan oleh
penerjemah dalam proses penerjemahan. Dia menyarankan definisi kompetensi hirarki
penerjemahan yang terdiri dari: (1) Kompetensi Bahasa; sistem pengetahuan tata bahasa,
istilah, konvensi sintaksis dan morfologi, (2) Kompetensi Tekstual; terkait dengan
kompetensi linguistik yang merupakan kemampuan dalam mendefinisikan fitur tekstual
misalnya teknis, bidang hukum atau sastra, (3) Kompetensi Budaya; penerjemah harus
memiliki pengetahuan tentang budaya, karena penerjemah bertindak sebagai mediator antar
berbagai latar belakang budaya. (4) Kompetensi Transfer; meliputi strategi dan teknik yang
memungkinkan penerjemah menerjemahkan teks dari BSu ke BSa dengan efektif dan efisien.
Ini merupakan kompetensi super-ordinanary dari ke empat kompetensi sebelumnya dan ini
bersifat sementara, karena "ditentukan oleh sifat teks".
Ada beragam konsep mengenai kompetensi penerjemah, namun semua mengacu pada
pengetahuan, kemampuan dan sikap penerjemah yang memungkinkannya untuk (1)
menganalisis teks yang tidak hanya sistem BSu dan BSa nya saja tapi juga dimensi kompleks
konteks yang mempengaruhi proses penerjemahan, (2) mengidentifikasi masalah dan
mengatasinya, dan (3) mentransfer makna yang sesuai yang ada dalam BSa atau kata baru
yang dibuat dalam BSa untuk kepentingan pembaca agar makna yang disampaikan tetap
terasa alami dalam BSa.
Kompetensi penerjemah sangat kompleks tetapi menentukan proses penerjemahan.
Kompetensi analisis yang cerdas sang penerjemah sangat dibutuhkan. Kompetensi ini
biasanya tercermin pada aplikasi yang sesuai pada teknik, metode dan orientasi ideologi yang
mencirikan teks penerjemahan. Jadi, meskipun teori dan istilah yang digunakan berbeda
untuk menggambarkan kompetensi penerjemah namun tetap memberikan kontribusi positif
yang menyarankan langkah-langkah dan strategi dalam melakukan penerjemahan karena
kompetensi penerjemah sangat mempengaruhi kualitas proses dan hasil penerjemahan.
2.8Parameter Penerjemahan yang Berkualitas
Tidak semua hasil penerjemahan dapat berterima di masyarakat. Kebanyakan hasil
penerjemahana hanya mengutamakan kuantitas bukan kualitas penerjemahan itu sendiri.
Menurut Nababan (1999:132) penerjemahan yang berkualitas harus memenuhi tiga aspek
yaitu:
1. Keakuratan
Keakuratan merupakan istilah yang digunakan untuk menilai kualitas penerjemahan
dengan melakukan pengevaluasian penerjemahan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
apakah teks BSu dan teks BSa sudah sepadan atau belum. Konsep kesepadanan mengarah
Tabel 2.1
Instrumen penilai keakuratan terjemahan
Kategori Terjemahan Skor Parameter Kualitatif
Akurat 3 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat
atau teks bahasa sumber dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran; sama sekali tidak terjadi distorsi makna
Kurang Akurat 2 Sebagian besar makna kata, istilah teknis, frasa,
klausa, kalimat atau teks bahasa sumber sudah dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran. Namun, masih terdapat distorsi makna atau terjemahan makna ganda (taksa) atau ada makna yang dihilangkan, yang mengganggu keutuhan pesan.
Tidak Akurat 1 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat
atau teks bahasa sumber dialihkan secara tidak akurat ke dalam bahasa sasaran atau dihilangkan (deleted).
2. Keberterimaan
Keberterimaan berarti sebuah hasil penerjemahan terasa alamiah ketika dibaca.
Keberterimaan dapat dicapai apabila suatu penerjemahan yang dialihkan ke BSa sesuai
dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya yang berlaku. Ini berarti bahwa keberterimaan
merupakan salah satu hal yang penting dalam proses penerjemahan. Walaupun sebuah
hasil penerjemahan telah akurat dari segi isi dan pesannya, namun apabila cara
pengungkapannya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya BSa, hasil
penerjemahan belum dikategorikan sebagai penerjemahan yang berkualitas.
Tabel 2.2
Instrumen penilai keberterimaan terjemahan
Kategori Terjemahan Skor Parameter Kualitatif
Berterima 3 Terjemahan terasa alamiah; istilah teknis yang
digunakan lazim digunakan dan akrab bagi pembaca; frasa, klausa dan kalimat yang digunakan sudah sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia
Kurang Berterima 2 Pada umumnya terjemahan sudah terasa
Tidak Berterima 1 Terjemahan tidak alamiah atau terasa seperti karya terjemahan; istilah teknis yang digunakan tidak lazim digunakan dan tidak akrab bagi pembaca; frasa, klausa dan kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia
3. Keterbacaan
Tingkat keterbacaan teks dapat dilihat berdasarkan apakah pembaca memahami isi teks
penerjemahan kedalam BSa. Gilmore dan Root (dalam Nababan, 1999) berpendapat
bahwa ukuran suatu teks yang didasarkan pada faktor-faktor kebahasaan tidak lebih dari
sekedar alat bantu bagi seorang penulis dalam menyesuaikan tingkat keterbacaan teks
dengan kemampuan para pembaca teks itu.
Tabel 2.3
Instrumen penilai keterbacaan terjemahan
Kategori Terjemahan Skor Parameter Kualitatif
Tingkat Keterbacaan Tinggi
3 Kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau teks terjemahan dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca.
Tingkat Keterbacaan Sedang
2 Pada umumnya terjemahan dapat dipahami oleh
pembaca; namun ada bagian tertentu yang harus dibaca lebih dari satu kali untuk memahami terjemahan.
Tingkat Keterbacaan Rendah
1 Terjemahan sulit dipahami oleh pembaca
2.9Penelitian Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1. Silalahi (2009) dengan dalam penelitiannya yang berjudul Dampak Teknik, Metode, dan
Ideology Penerjemahan pada Kualitas Penerjemahan Teks Medical Surgical Nursing
dalam bahasa Indonesia. Penelitiannya mengadopsi delapan teknik penerjemahan
diterapkan dalam menerjemahkan teks Medical-Surgical Nursing yaitu teknik harfiah
(literal), peminjaman murni, peminjaman alamiah, calque, transposisi, modulasi,
alamiah, dan teknik calque berorientasi pada BSu sedangkan teknik transposisi, modulasi,
penghilangan, dan teknik penambahan berorientasi pada BSa. Penerjemah memilih
metode penerjemahan literal, setia, dan semantik. Dalam penelitian ini, adanya
penggunaan teknik penerjemahan dan pemilihan metode penerjemahan dilandasi oleh
ideologi foreignisasi teks sumber.
Silalahi juga mengemukakan dalam penelitiannya bahwa teknik peminjaman murni,
teknik peminjaman alamiah, calque, dan juga harfiah memberikan dampak yang sangat
positif terhadap keakuratan penerjemahan, sementara kekurang akuratan dan ketidak
akuratan yang terjadi pada penerjemahan lebih disebabkan oleh penerapan teknik
penghilangan, penambahan, modulasi, dan teknik transposisi. Kekurang berterimaan dan
ketidak berterimaan cenderung disebabkan oleh penggunaan kalimat yang tidak
gramatikal, dan masalah yang menghambat pemahaman pembaca sasaran cenderung
disebabkan oleh penggunaan istilah asing yang tampaknya belum akrab bagi pembaca,
kolokasi yang tidak tepat, kata bahasa Indonesia yang belum lazim bagi pembaca dan
kesalahan ketik.
2. Bumi (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Teknik Penerjemahan Istilah-istilah
Kebudayaan dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruh dan Terjemahaannya dalam The
Dancer menganalisis tentang teknik penerjemahan unsur budaya dalam elemen bingkai
semantik. Indah menganalisis 17 verba aksi istilah budaya dengan menggunakan 9 teknik
penerjemahan. Indah meyimpulkan bahwa teknik established equivalent mendominasi
seluruh teknik dalam penelitiannya (33,33%), diikuti oleh teknik peminjaman (14,81%),
teknik kompensasi (14,81%), teknik deskripsi (11.11%), teknik calque (7,40%), teknik
generalisasi (7,40%), teknik amplikasi (3,70%), teknik partikularisasi (3,70%), dan teknik
transposisi (3.70%). Dari analisisnya, terdapat 22,22% teknik yang berorientasi kepada
Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan karena menggunakan teori teknik
penerjemahan Molina & Albir namun dalam penelitiannya Bumi tidak menganalisis
kesepadanan.
3. Ahmad (2011) dalam penelitiannya berjudul Analisis Terjemahan Istilah-istilah Budaya
pada Brosur Pariwisata Berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara menganalisis ragam
istilah budaya, teknik penerjemahan, dan pergeseran yang terjadi pada penerjemahan
istilah-istilah budaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) terdapat 67 istilah
budaya dengan komposisi kategori ekologi 1 verba aksi (1,49%), makanan 13 verba aksi
(19,40%), benda budaya/artefak 2 verba aksi (2,98%), pakaian 4 verba aksi (5,97%),
bangunan 6 verba aksi (8,96%), transportasi 1 verba aksi (1,98%), bahasa 4 verba aksi
(5,97%), social budaya 13 verba aksi (19,40%), kemasyarakatan 8 verba aksi (11,94%),
agama 3 verba aksi (4,48%), dan seni 12 verba aksi (17,91%); 2) teknik penerjemahan
yang digunakan adalah deskripsi (37,31%), peminjaman (31,34%), kalke (17,91%),
generalisasi (8,96%), literal (2,99%), dan kuplet (1,49%); 3) pergeseran yang ditemukan
sebanyak 44 verba aksi yang terdiri atas pergeseran unit 28 verba aksi (63,3%),
pergeseran struktur 13 verba aksi (29,55%), dan pergeseran 3 verba aksi (6,82%).
Penelitian Ahmad memiliki kesamaan dalam menganalisis teknik terjemahan dengan
penelitian ini, namun penelitian ini mengkaitkan teknik penerjemahan dengan
kesepadanan terjemahan khususnya keakuratan.
4. Simanihuruk (2013) dalam penelitiannya berjudul Analysis of Translation Techniques
and Shifts of Batak Toba Cultural Terms in’ Inside Sumatera: Tourism and Life Style
Magazine’ menganalisis teknik penerjemahan dan pergeseran dalam penerjemahan istilah
budaya suku Batak Toba dalam 6 artikel terpilih. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa: 1) kategori budaya organisasi, adat-istiadat dan konsep mendominasi dalam 6
budaya social (8,47%); 2) teknik penerjemahan yang paling mendominasi adalah
peminjaman murni (34,72%), diikuti oleh penerjemahan harfiah (16,66%), kalke (9,72%),
kompensasi (8,33%), deskripsi (6,94%), reduksi (5,55%), adaptasi (4,16%), generalisasi
(4,16%), kreasi deskursif (2,77%), partikularisasi (2,77%), amplifikasi (1,38%), modulasi
(1,38%), dan transposisi (1,38%); 3) pergeseran unit intra-system mendominasi seluruh
pergeseran (50%), diikuti oleh unit shifts (35,18%), structure shifts (11,12%), dan class
shifts (3,07%).
Penelitian Simanihuruk hampir sama dengan penelitian ini karena keduanya menganalisis
teknik penerjemahan yang dikemukakan oleh Molina dan Albir, namun penelitian ini
mengkaitkan teknik penerjemahan tersebut dengan kesepadanan penerjemahan
khususunya tingkat keakuratan.
5. Prasetyo (2011) dalam jurnalnya berjudul Analisis Transposisi dan Modulasi pada Buku
Teori Budaya Terjemahan dari Buku Culture Theory bertujuan untuk mendeskripsikan
transposisi dan modulasi dalam buku yang berjudul Teori Budaya dan menggambarkan
keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan kalimat yang diterjemahkan mengandung
transposisi dan modulasi. Data dari penelitian ini adalah kalimat bahasa Inggris dalam
Culture Theory yang diterjemahkan ke dalam buku berjudul Teori Budaya menggunakan
transposisi dan modulasi. Para penilai memberikan penilaian pada keakuratan,
keberterimaan, dan keterbacaan. Data awal diambil dari buku Culture Theory dan buku
terjemahannya Teori Budaya dengan menggunakan observasi dan teknik note taking.
Data kedua dikumpulkan dari kuesioner dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa teknik transposisi dan modulasi memiliki keunggulan serta kelemahan. Dalam hal
keakuratan, transposisi lebih akurat daripada modulasi tetapi modulasi memiliki
keterbacaan dan keberterimaan lebih tinggi dari transposisi. Dari 100 data transposisi
lain, dari 80 data modulasi dianalisis, ada 83,75 % dikategorikan akurat, 73,75 %
berterima, dan 93,75 % terbaca. Dari analisis ini, penerjemah perlu memiliki kompetensi
yang baik dalam menerjemahkan dan buku yang diterjemahkan adalah berkualitas baik.
Penerjemah harus mampu mengatur dirinya bebas dari pengaruh struktur kalimat BSu dan
untuk mengekspresikan pesan dalam bahasa idomatik Indonesia .
Penelitian Prasetyo hampir sama dengan penelitian ini karena keduanya menganalisis
teknik penerjemahan yang dikemukakan oleh Molina dan Albir, namun Prasetyo hanya
memfokuskan pada 2 teknik penerjemahan, yaitu transposisi dan modulasi dan
mengkaitkannya dengan tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan sedangkan
penelitian ini mengkaitkan keseluruhan teknik penerjemahan dengan ekuivalensi
penerjemahan khususnya tingkat keakuratan.
6. Sari, dkk dalam jurnal mereka yang berjudul Translation Techniques and Translation
Accuracy of English Translated Text of Tourism Brochure in Tanah Datar Regency
bertujuan untuk menemukan jenis-jenis teknik penerjemahan yang digunakan oleh
penerjemah dalam menerjemahkan teks dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris dalam
brosur pariwisata yang terdapat di kabupaten Tanah Datar. Penelitian ini berdasarkan
konseptual teori tentang teknik penerjemahan dari Molina dan Albir. Selain itu, penelitian
ini juga bertujuan untuk menemukan tingkat keakuratan hasil terjemahan tersebut. Data
penelitian ini berupa teks terjemahan bahasa Inggris yang terdapat dalam brosur
pariwisata di Kabupaten Tanah Datar, yang didapat dari Dinas Kebudayan dan Pariwisata
Kabupaten Tanah Datar. Berdasarkan analisis data, ditemukan bahwa teknik
penerjemahan harfiah (literal translation) merupakan teknik yang paling banyak
digunakan oleh penerjemah. Sedangkan dari tingkat keakuratannya, 60% data masuk
kedalam kategori kurang akurat. Dari penemuan juga disimpulkan bahwa penerjemah