• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PENERJEMAHAN DAN TINGKAT KEBERTERIMAAN BUKU PELAJARAN BILINGUAL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) SMA KELAS X. TESIS OLEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TEKNIK PENERJEMAHAN DAN TINGKAT KEBERTERIMAAN BUKU PELAJARAN BILINGUAL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) SMA KELAS X. TESIS OLEH"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PENERJEMAHAN DAN TINGKAT KEBERTERIMAAN BUKU PELAJARAN BILINGUAL PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN (PKn) SMA KELAS X.

TESIS

OLEH

TUTI NURHAYATI 177009006/ LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ME DAN

(2)

PERNYATAAN Judul Tesis

TEKNIK PENERJEMAHAN DAN TINGKAT KEBERTERIMAAN BUKU PELAJARAN BILINGUAL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN)

SMA KELAS X

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Megister Linguistik pada Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara adalah benar hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebgaian tesis ini bukan hasil karya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Medan, 15 Agustus 2019 Penulis,

Tuti Nurhayati

(3)

Judul Tesis : TEKNIK PENERJEMAHAN DAN TINGKAT

KEBERTERIMAAN BUKU PELAJARAN BILINGUAL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) SMA KELAS X

Nama Mahasiswa : Tuti Nurhayati Nomor Pokok : 177009006 Program Studi : Linguistik

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 15 Agustus 2019

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Syahron Lubis, M.A. (……….) Anggota : Dr. Muhizar Muchtar, M.S. (……….) Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP. (……….) Dr. Umar Mono, M.Hum. (……….) Dr. Rudy Sofyan, M.Hum. (……….)

(5)

TEKNIK PENERJEMAHAN DAN TINGKAT KEBERTERIMAAN BUKU PELAJARAN BILINGUALPENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) SMA

KELAS X

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Megister Sains dalam Program Studi Linguistik pada Program Pascasarjana Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh

TUTI NURHAYATI 167009006/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(6)

i

PELAJARAN BILINGUAL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) SMA KELAS X

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji teknik penerjemahan dan tingkat keberterimaan terjemahan buku pelajaran bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) SMA kelas X. Tujuan penelitian ini adalah (1) menemukan teknik-teknik penerjemahan yang digunakan penerjemah dalam penerjemahan terminologi politik (2) menilai kualitas terjemahan dari segi keberterimaan terminologi politik dalam buku pelajaran bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) SMA kelas X. Teori Molina dan Albir digunakan dalam menganalisis teknik penerjemahan dan teori Munday digunakan dalam menganalisis tingkat keberterimaan terjemahan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan deskriptif kualitatif. Data penelitian ini berupa 75 kata dan frasa terminologi politik dalam bahasa Indonesia dan terjemahannya dalam bahasa Inggris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik harfiah berjumlah 75 kali (65,79%), generalisasi berjumlah 10 kali (8,78%), kesepadanan lazim sebanyak 7 kali (6,14%), penambahan sebanyak 6 kali (5,26), modulasi sebanyak 4 kali (3,50%), transposisi sebanyak 3 kali (2,63%), deskripsi sebanyak 3 kali (2,63%), reduksi sebanyak 2 kali (1,75%), adaptasi sebanyak 1 kali (0,88%), peminjaman murni sebanyak 1 kali (0,88%), partikularisasi sebanyak 1 kali (0,88%), dan penghilangan sebanyak 1 kali (0,88%). Pada penelitian ini didominasi oleh teknik harfiah karena teknik penerjemahan terminologi politik yang terdapat pada buku pelajaran bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) SMA kelas X lebih berorientasi pada bahasa sumber.Kualitas keberterimaan terjemahan pada penelitian ini didapatkan 76 (66,67%) data yang berorientasi pada bahasa sumber dan 36 (33,33%) data yang berorientasi pada bahasa sasaran. Maka secara teori dapat disimpulkan bahwa kualitas terjemahan dari segi keberterimaan pada penelitian ini adalah adequate.

Kata kunci: teknik penerjemahan, terminologi politik, tingkat keberterimaan.

(7)

ABSTRACT

This study focuses on translation techniques and acceptability level of bilingual Civic Education (PKn) senior high school class X book. The objectives of this study are (1) to find out the translation techniques used by the translator in translating political termonology (2) asses the quality of translation in terms of acceptability of political terminology in bilingual Civic Education (PKn) senior high school class X book. “Molina and Albir” theory is used to analyze the translation tecniques, and “Munday” is used to analyze the acceptability level.

The method used in this research is descriptive qualitative. The data are 75 words and phrases of political terminology in Indonesian and the translations in English. The results show that the literal techniques consist of 75 (65.79%), generalization is \10 (8.78%), establish equivalence is 7 (6.14%), addition is 6 (5.26), modulation 4 (3.50%), transposition 3 (2.63%), description 3 (2.63%), reduction 2 (1.75%), adaptation is 1 (0, 88%), pure borrowing is 1 (0.88%), particularization is 1 (0.88%), and deletion is 1 (0.88%). In this study, the techniques is dominated by literal technique because the techniques of translating political terminology found in bilingual Civic Education (PKn) are more oriented to the source language.The quality of acceptability of translation in this study found 76 (66.67%) data oriented to the source language and 36 (33.33%) data oriented to the target language. Theoritically, the quality in terms of acceptability is adequate.

Keywords: Translation techniques, political terminology, acceptability level.

(8)

iii

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, nikmat, rejeki, dan kesempatan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, Bapak Muchroni dan Ibu Sukatik semoga Allah SWT tetap memberikan kasihsayangnya serta petunjuk kepada mereka selama- lamanya, Amin.

Pada kesempatan ini dengan segala, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Budi Agustionono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Dr. Eddy Setya, M.Ed. TESP., selaku ketua Program Studi Linguistik Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang dalam kesempatan ini juga sebagai Penguji yang telah membimbing, membantu, dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Ibu Dr. Tengku Thyrhaya Zein, M.A, selaku sekretaris Program Studi Linguistik Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan motivasi kepada para mahasiswa serta kontribusi yang besar terhadap kemajuan pendidikan para mahasiswa.

5. Bapak Prof. Dr. Syahron Lubis, M.A ., selaku Komisi Pembimbing pertama yang memberikan arahan dengan baik, dukungan yang positif, serta bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan kendala-kendala dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak Dr. Muhizar Muchtar, M.S., selaku Pembimbing kedua yang memberikan saran, bimbingan, dan arahan serta sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

(9)

sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

8. Seluruh dosen pengajar di Program Studi Linguistik Sekolah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mengajarkan banyak ilmu kepada penulis selama mengkuti proses perkuliahan.

9. Para pegawai staff (Kak Nila, Tirta, dan Buk Kar) Program Studi Linguistik yang memberikan kontribusi dan membantu kesulitan-kesulitan penulis selama mengikuti proses perkuliahan.

10. Teman-teman sekelas penulis Stambuk 2017 Program Studi Linguistik yang selalu mendoakan, memberikan dukungan, memotivasi, semangat, serta senantiasa membantu penulis dalam kesulitan dalam menyelesaikan perkuliahan ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, diharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Agustus 2019 Penulis

Tuti Nurhayati

(10)

v I. DATA PRIBADI

Nama : Tuti Nurhayati

Tempat/ Tgl. Lahir : Batu Lokong, 28 Oktober 1992

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Pekerjaan : Belum bekerja

Alamat : Dusun VII Batu Lokong Desa Lau Barus Baru Kec. STM Hilir Kab. Deli Serdang

Hp : 085361510600

II. RIWAYAT PENDIDIKAN 1. Pascasarjana : Linguistik USU

2. S1 : STBA (Sekolah Tinggi Bahasa Asing) Harapan Medan 3. SMA : SMA Nusantara Lubuk Pakam

4. SMP : Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan 5. SD : SD Negri No. 105317

(11)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR SINGKATAN ... viii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB IPENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 9

1.3 Rumusan Masalah ... 9

1.4 Tujuan Penelitian ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 10

1.5.2 Manfaat Praktis ... 11

1.6 Klarifikasi Makna Istilah ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

2.1 Defenisi Penerjemahan ... 13

2.2 Ekuivalensi dalam Penerjemahan ... 18

2.3 Pengertian Bilingual ... 19

2.3.1 Manfaat Bilingual ... 20

2.4 Penilaian Terjemahan ... 22

2.4.1 Kualitas keakuratan Terjemahan ... 23

2.4.2 Kualitas keberterimaan Terjemahan ... 24

2.4.3 Kualitas keterbacaan Terjemahan ... 25

2.5 Penerjemahan dan Unsur-Unsur Kebudayaan ... 26

2.6 Teknik Penerjemahan ... 27

2.6.1 Teknik Adaptasi ... 29

2.6.2 Teknik Amplifikasi ... 29

2.6.3 Teknik Peminjaman ... 29

2.6.4 Teknik Kalke ... 30

2.6.5 Teknik Kompensasi ... 30

2.6.6 Teknik Deskripsi... 31

2.6.7 Teknik Kreasi Diskursif... 31

2.6.8 Teknik Padanan Lazim ... 31

2.6.9 Teknik Generalisasi ... 32

2.6.10 Teknik Amplifikasi Linguistik ... 32

2.6.11 Teknik Kompresi Linguistik ... 32

2.6.12 Teknik Penerjemahan Harfiah ... 33

2.6.13 Teknik Modulasi ... 33

2.6.14 Teknik Partikularisasi ... 33

(12)

vii

2.6.17 Teknik Transposisi ... 34

2.6.18 Teknik Variasi ... 34

2.7 Penelitian Terdahulu ... 36

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 43

3.1 Metode Penelitian ... 43

3.2 Data dan Sumber Data ... 43

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.4 Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN ... 47

4.1 Analisis Data ... 47

4.1.1 Teknik Penerjemahan ... 47

4.1.1.1 Teknik Penerjemahan Tunggal ... 48

4.1.1.1.1 Teknik Harfiah ... 49

4.1.1.1.2 Teknik Adaptasi ... 51

4.1.1.1.3 Teknik Kesepadanan Lazim ... 52

4.1.1.1.4 Teknik Generalisasi ... 52

4.1.1.1.5 Teknik Modulasi ... 53

4.1.1.1.6 Peminjaman Murni ... 54

4.1.1.1.7 Teknik Partikularisasi... 55

4.1.1.2 Teknik Penerjemahan Kuplet ... 55

4.1.1.2.1 Teknik Harfiah+Transposisi ... 56

4.1.1.2.2 Teknik Harfiah + Modulasi ... 58

4.1.1.2.3 Teknik Harfiah + Reduksi ... 59

4.1.1.2.4 Teknik Harfiah + Penambahan ... 60

4.1.1.2.5 Teknik Harfiah + Kesepadanan Lazim ... 61

4.1.1.2.6 Teknik Harfiah + Generalisasi ... 63

4.1.1.2.7 Teknik Harfiah + Deskripsi ... 64

4.1.1.2.8 Teknik Deskripsi + Penambahan ... 65

4.1.1.2.9 Teknik Generalisasi + Penambahan ... 66

4.1.1.2.10 Teknik Penambahan + Kesepadanan Lazim ... 66

4.1.1.3 Teknik Penerjemahan Triplet ... 67

4.1.1.3.1 Harfiah + Deskripsi + Penghilangan ... 67

4.1.1.3.2 Harfiah + Kesepadanan Lazim + Reduksi... 68

4.1.2 Tingkat Keberterimaan Buku Pelajaran Bilingual PendidikanKewarganegaraan (PKn) SMA Kelas X ... 73

4.2 Hasil Penelitian ... 74

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 77

5.1 Simpulan ... 77

5.2 Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(13)

BSa = Bahasa Sasaran

PKN = Pendidikan Kewarganegaraan

(14)

ix

No Judul Halaman

4.1. Teknik Penerjemahan Tunggal...48

4.2. Teknik Penerjemahan Kuplet...56

4.3. Teknik Penerjemahan Triplet...67

4.4. Frekuensi Penggunaan Teknik Penerjemahan...70

4.5. Orientasi Teknik Penerjemahan...72

(15)

No Judul Halaman 3.1. Komponen Analisi Data...45 4.1. Frekuensi Penggunaan Teknik Penerjemahan Terminologi Politik

Buku Bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

SMA Kelas X...71 4.2. Kualitas Keberterimaan Terjemahan...73

(16)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penerjemahan merupakan pekerjaan yang harus menggabungkan tiga keterampilan sekaligus yaitu, penguasaan tata bahasa (grammatical) bahasa sumber dan bahasa target, analisis wacana (discourse analysis), dan pemahaman dua budaya yang berbeda (cross culture understanding). Jika seorang tidak memiliki ketiga kompetensi tersebut, maka akan sangat mempengaruhi hasil dari produk terjemahan tersebut dan pada akhirnya akan mempengaruhi kepuasan masyarakat. Proses terjemahan sendiri bukan merupakan hal yang mudah, karena seorang penerjemah harus dapat menyampaikan makna secara keseluruhan kepada pembaca yang memiliki budaya yang berbeda sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penerjemah mempunyai peranan yang sangat penting dalam komunukasi interlingual.

Penerjemahan tidak hanya sebuah proses yang melibatkan dua bahasa yang berbeda, tetapi juga antara dua budaya yang berbeda. Menurut Larson (1984) penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa yang lain tidak bisa dilakukan tanpa pengetahuan tentang budaya dan struktur bahasa tersebut.

Namun satu hal yang perlu diingat bahwa proses penerjemahan bukanlah suatu yang teramat sulit untuk dilakukan namun memerlukan ketelitian dalam meletakkan kesepadanan kata.

Ada dua istilah penting dalam penerjemahan yaitu: (1) terjemahan (translation) yang mengacu pada produk penerjemahan (2) penerjemahan (translating) yang mengacu pada proses penerjemahan. Penerjemahan

(17)

bukanlah kegiatan yang mudah dilakukan karena seorang penerjemah harus berusaha menghasilkan karya terjemahan yang dapat dipahami oleh pembaca. Menurut Machali (2009:26), penerjemahan adalah upaya mengganti teks bahasa sumber dengan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran. Catford (1965:20) mendefinisikan penerjemahan sebagai replacement of textual material in one language (source language by equivalent textual material in another language (target language).

Dalam menerjemahkan teks bahasa sumber, seorang penerjemah tidak hanya harus menguasai suatu bahasa asing namun juga harus memahami konteks budaya bahasa target. Hal senada juga dikatakan oleh Larson (1984:3) bahwa penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran melalui tiga langkah yakni: 1) mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi, dan konteks budaya dari teks bahasa sumber; 2) menganalisa teks bahasa sumber untuk menemukan maknanya; dan 3) mengungkapkan kembali makna yang sama dengan menggunakan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran. Ada dua jenis terjemahan yaitu, pertama, form-based translation, yaitu terjemahan berdasarkan bentuk yang mencoba untuk mengikuti bentuk Bsu. Terjemahan ini dikenal sebagai literal translation, sedangkan yang kedua adalah meaning- based translation; yaitu terjemahan berdasarkan makna yang berusaha untuk mengkomunukasikan makna Bsu ke dalam bentuk yang natural paa Bsa.

Terjemahan literal dianggap bukanlah suatu terjemahan yang baik karena masih banyak kerancuan dalam penyusunan Bsa, sedangkan terjemahan yang berdasarkan makna mempunyai arti bahwa penerjemahan menggunakan bentuk

(18)

Bsa yang alami, baik dilihat dari bentuk susunan grammatikalnya maupun pilihan-pilihan istilah leksikalnya.

Hasil terjemahan juga dipengaruhi oleh kompetensi penerjemah. Setiap penerjemah mengalami pengalaman yang berbeda dalam menerjemahkan bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa), contohnya, masalah yang ditemui dan teknik penerjemahan (TP) yang tepat dalam memecahkan masalah tersebut.

Secara harfiah, teknik berarti cara yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar dapat dilakukan secara baik dan mendapatkan hasil yang baik. Dalam proses penerjemahan, teknik berarti rencana dan cara yang sistematis dalam melakukan penerjemahan. Seorang penerjemah haruslah memiliki teknik penerjemahan yang jelas dalam melakukan penerjemahan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Sebagai contoh, ketika akan menerjemahkan sebuah teks untuk anak-anak, penerjemah sudah merencanakan apakah akan menghilangkan istilah-istilah sulit yang mungkin akan menimbulkan kesulitan bagi pembaca sasaran ataupun tidak.

Penerjemah sering kali menjumpai persoalan dalam proses penerjemahan.

Teknik penerjemahan diperlukan untuk memecahkan berbagai persoalan tersebut. Teknik penerjemahan adalah cara yang digunakan untuk mengalihkan pesan dari BSu ke BSa, diterapkan pada tataran kata, frasa, klausa maupun kalimat. Menurut Molina dan Albir (2002), teknik penerjemahan memiliki lima karakteristik yaitu 1) memengaruhi hasil terjemahan, 2) diklasifikasikan dengan perbandingan pada teks BSu, 3) berada pada tataran mikro, 4) tidak saling berkaitan tetapi berdasarkan konteks tertentu, dan 5) bersifat fungsional.

(19)

Penggunaan teknik-teknik penerjemahan akan membantu penerjemah dalam menentukan bentuk dan struktur kata, frasa, klausa, serta kalimat terjemahannya. Selain, itu penerjemah juga akan terbantu dalam menentukan padanan yang paling tepat di dalam bahasa sasaran. Kesepadanan terjemahan dapat diterapkan dalam berbagai satuan lingual. Selain itu, penggunaan teknik penerjemahan tidak hanya akan menghasilkan terjemahan yang akurat tetapi juga berterima dan mudah dibaca oleh pembaca teks sasaran. Kedelapanbelas teknik yang dikemukakan oleh Molina dan Albir (2002: 509) tersebut adalah adaptasi, amplifikasi, peminjaman, kalke, kompensasi, deskripsi, kreasi diskursif, padanan lazim, generalisasi, amplifikasi linguistik, kompresi linguistik, penerjemahan harfiah, modulasi, partikularisasi, reduksi, substitusi, transposisi, dan variasi.

Pemilihan suatu teknik harus disertai dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang mengenai pembaca sasaran, jenis teks, keinginan, dan maksud pengarang teks, dan tujuan penerjemahan teks tersebut. Pemakaian teknik penerjemahan juga harus menerapkan teori yang mendukung keberhasilan penerjemahan keseluruhan teks. Hal ini sesuai dengan pendapat Newmark bahwa

“While translation methods relate to whole texts, translation procedures are used for sentences and the smaller units of language” (Newmark, 1988: 81). Tidak seperti metode penerjemahan yang berada pada tataran makro, teknik penerjemahan berada pada tataran mikro. Dalam hal penelitian, jika teknik dapat dievaluasi dalam satuan linguistik kata, frasa, klausa, dan kalimat, metode diteliti berdasarkan teks utuh secara keseluruhan bukan berdasarkan contoh per contoh kasus.

(20)

Salah satu penerjemahan yang banyak didapati sekarang ini adalah penerjemahan pada buku pelajaran pada tingkat pendidikan termasuk Sekolah Menengah Atas. Kehadiran buku-buku bilingual merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mengejar informasi yang ada.

Perkembangan dan jumlah buku bilingual saat ini sangat besar peningkatannya.

Hal ini membuka pintu informasi dikalangan semua pihak baik dikalangan anak- anak maupun orang dewasa, baik dalam bentuk informasi, sastra maupun teknologi.

Berdasarkan data penerbit Yudistira mencetak 7 buku bilingual tingkat SMA, diantaranya buku Matematika, Kimia, Ekonomi, Pendidikan Kewarganegaraan, Geography, Biologi dan Accounting. Buku pelajaran Bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) SMA Kelas X yang ditulis oleh Hasim dan diterbitkan Yudhistira tahun 2010 dijadikan sumber data dalam penelitian karena dalam buku tersebut terdapat terminologi politik yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan buku ini masih dipakai sebagai bahan pembelajaran disekolah yang banyak digunakan di sekolah bertaraf internasional (SBI). Saat ini masyarakat Indonesia memandang bahwa Sekolah Bilingual Standar Internasional (SBSI) menjadi icon, bahkan menjadi pilihan sekolah nomor satu. Di Indonesia terdapat beberapa SBSI yang berkualitas tinggi terbukti dengan berbagai prestasi yang telah diraihnya, sebut saja misalnya Garuda Bilingual School, SMPN 1 Bantul Yogyakarta dan masih banyak lagi sekolah-sekolah unggulan seperti di Magelang dan Sumatera Utara yang mampu menghasilkan lulusan dengan prestasi akademik tertinggi.

(21)

Kehadiran buku bilingual seperti buku pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu alternatif untuk membantu siswa dan guru untuk memahami informasi dalam buku. Hal ini sekaligus membuat siswa terbiasa menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Untuk memperoleh buku bilingual yang berkualitas harus memenuhi beberapa tahapan proses penerjemahan agar memenuhi standar pendidikan Nasional yang ditetapkan; oleh karena itu dibutuhkan sebuah penerjemahan yang akurat agar informasi dalam buku pelajaran bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) terutama penerjemahan terminologi politik dapat dipahami oleh siswa secara baik dan benar.

Pengertian terminologi politik adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan seperti tentang sistem pemerintahan dan dasar pemerintahan. Segala urusan dan tindakan (kebijakan siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau negara lain. Serta cara bertindak dalam menghadapi atau menangani suatu masalah. Istilah politik dekat dengan istilah pemerintahan dan hukum.

Penilaian terhadap suatu karya terjemahan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kekuatan dan kelemahan terjemahan. Penilaian terhadap karya terjemahan berupa karya yang dipublikasikan dalam hal ini buku akan bermanfaat bagi penerjemah, penerbit, dan pembaca. Untuk penerjemah, penilaian terjemahan akan memberikan evaluasi dan masukan kepadanya yang akan berguna untuk perbaikan di masa yang akan datang. Bagi penerbit, adanya penilaian terjemahan akan memberikan masukan tentang mutu buku terjemahan yang mereka terbitkan. Dalam hal ini penerbit juga akan melakukan

(22)

upaya perbaikan terhadap mutu buku-buku terjemahannya di masa mendatang.

Para pembaca juga akan mendapatkan keuntungan dengan adanya kritik tentang mutu terjemahan suatu buku. Dengan demikian, tidak sia-sia mereka mengeluarkan uang untuk membeli buku terjemahan.

Setiap penerjemah memiliki teknik yang berbeda dalam proses penerjemahan yang berdampak pada kualitas terjemahan, oleh karena itu sangat perlu dilakukan penelitian tentang tingkat keberterimaan terjemahan buku pelajaran bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) karena buku ini sampai sekarang masih digunakan di sekolah-sekolah. Penyimpangan makna dapat menyebabkan pelajar sulit memahami makna yang terdapat dalam buku tersebut. Salah satu yang dapat dilakukan dalam menentukan kualitas suatu terjemahan adalah keberterimaan terjemahan. Penulis melakukan analisis terhadap terjemahan dari segi keberterimaan terjemahan karena ingin mengetahui apakah terjemahan terminologi politik buku pelajaran bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) telah tersampaikan dengan baik.

Berikut contoh terminologi politik yang terdapat pada buku pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn):

No Data

Bahasa Sumber (Bahasa Indonesia)

Bahasa Sasaran (Bahasa Inggris)

Teknik penerjemahan 3 Bhinneka Tunggal Ika

merupakan faktor kesadaran antar-anggota masyarakat mengenai pentingnya persatuan dalam berbagai perbedaan

Unity in Diversity means awareness among members of a community on the importance of unity in diversity

Adaptasi

Penerjemahan menggunakan teknik adaptasi dalam menerjemahkan frasa

„bhinneka tungal ika‟ menjadi „unity in diversity‟. Teknik adaptasi adalah teknik

(23)

yang dilakukan dengan menggantikan unsur budaya yang mempunyai sifat yang sama dalam bahasa sasaran. Hal tersebut dapat terjadi karena unsur budaya dalam Bsu tidak ditemukan dalam Bsa, ataupun unsur budaya lebih akrab bagi pembaca Bsa.

Pada analisis diatas dapat dilihat bahwa penerjemah menggunakan teknik adaptasi dalam menerjemahkan frasa „Bhinneka Tunggal Ika‟. Hal ini dikarenakan Bhinneka Tunggal Ika‟ mempunyai makna „kesatuan dalam perbedaan‟. Maka diterjemahkan sebagai „unity in diversity‟ pada bahasa sasaran. Karena penerjemah berupaya untuk menyesuaikan budaya bahasa sumber dengan bahasa sasaran sehingga akrab bagi pembaca.

No Data

Bahasa Sumber (Bahasa Indonesia)

Bahasa Sasaran (Bahasa Inggris)

Teknik penerjemahan 41 Pancasila mempunyai

fungsi regulatif dan konstitutif

Pancasila has regulative and constitutive function

Peminjaman Murni

Pada data 41, penerjemah mempertahankan kata „pancasila‟ pada bahasa sasaran sehingga tergolong ke dalam teknik peminjaman murni. Kata „pancasila‟

jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi „the five basic principles of the Repubic of Indonesia‟. Namun pada terjemahan di atas penerjemah tetap mempertahankan kata pancasila agar tidak terjadi kesalahan dalam maknanya.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti teknik penerjemahan dan tingkat keberterimaan terminologi politik yang terdapat pada terjemahan buku bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) SMA kelas X.

Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Teknik Penerjemahan dan Tingkat

(24)

Keberterimaan Buku Pelajaran Bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) SMA Kelas X.”

1.2 Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pokok permasalahan mengenai teknik penerjemahan dan kualitas terjemahan dari segi keberterimaan yang berupa 75 data terminologi politik yang terdapat di dalam buku pelajaran bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) SMA kelas X.

1.3 Rumusan Masalah

Ada dua masalah yang ingin diangkat penulis dalam penelitian ini yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Teknik-teknik penerjemahan apa sajakah yang digunakan penerjemah pada penerjemahan terminologi politik dalam buku pelajaran bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) SMA kelas X?

2. Bagaimana kualitas terjemahan dari segi keberterimaan terminologi politik dalam buku pelajaran bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) SMA kelas X?

(25)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menemukan teknik-teknik penerjemahan yang digunakan penerjemah dalam penerjemahan terminologi politik dalam buku pelajaran bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) SMA kelas X.

2. Menilai kualitas terjemahan dari segi keberterimaan terminologi politik dalam buku pelajaran bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) SMA kelas X.

1.5 Manfaat Penelitian

Sejalan dengan tujuan yang dicapai, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik pada tataran teoritis maupun praktis, terutama di bidang pengkajian dan praktik penerjemahan yang mengandung unsur-unsur budaya.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan pemahaman mengenai teknik-teknik penerjemahan yang digunakan dalam buku pelajaran bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) SMA kelas X. Penelitian ini memberikan pemahan terhadap tingkat keberterimaan terjemahan dalam menerjemahkan buku pelajaran bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) SMA kelas X. Selain itu, memberikan sumbangan pengembangan ilmu kebahasaan dan menambah pustaka tulisan tentang terjemahan.

(26)

1.5.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai penambahan referensi bagi siapa saja yang tertarik melakukan proses penerjemahan pada buku pelajaran bilingual. Penelitian ini memberikan masukan bagi peneliti selanjutnya dalam memahami hubungan teknik penerjemahan dengan tingkat keterbacaan terjemahan. Penelitian ini juga memberikan informasi dan rujukan bagi peneliti lanjutan dan sebagai bahan perbandingan untuk melakukan kajian lanjut sehingga dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan.

1.6 Klarifikasi Makna Istilah

Terdapat beberapa istilah penting dalam penelitian ini. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman, makna istilah tersebut perlu diklarifikasi. Istilah-istilah penting yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Acceptable adalah jika terjemahannya mengikuti norma dan bahasas sasaran.

2. Adequate adalah jika norma yang diikuti merupakan budaya dan bahasa sumber.

3. Bahasa sasaran (Bsa) bahasa terjemahan. Dalam penelitian ini bahasa sasarannya adalah bahasa Inggris.

4. Bahasa sumber (Bsu) bahasa yang diterjemahkan. Dalam penelitian ini bahasa sumbernya adalah bahasa Indonesia.

5. Bilingual (dwibahasa) adalah kemampuan menggunakan dua bahasa. Hurlock (1993: 15).

(27)

6. Keberterimaan merujuk kepada kewajaran terjemahan berdasarkan norma budaya dan bahasa sasaran. Suatu terjemahan dapat dikatakan berterima jika dalam proses penerjemahannya mengikuti norma budaya pada bahasa sasaran (Munday, 2001).

7. Teknik penerjemahan adalah teknik untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan terjemahan berlangsung dan dapat diterapkan pada berbagai satuan lingual (Molina dan Albir, 2002:

509).

8. Terjemahan adalah penggantian materi tekstual dalam suatu bahasa sumber (BSu) dengan padanan materi tekstual dalam bahasa sasaran (BSa) (Catford, 1969:20).

9. Terminologi politik adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan seperti tentang sistem pemerintahan dan dasar pemerintahan.

(28)

13

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Penerjemahan

Penerjemahan pada dasarnya mengalihkan pesan dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Tentu saja, pengalihan pesan ini tidak mudah dilakukan. Ketika penerjemah mengalihkan pesan, dia tidak saja berhadapan bahasa yang digunakan tetapi juga budaya yang menyelimuti kedua bahasa tersebut. Jadi penerjemahan merupakan kegiatan yang komplek. Oleh karena itu, ketika menerjemahkan teks dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, penerjemah harus memperhatikan aspek- aspek dalam berkomunikasi.

Menerjemahkan juga memiliki arti yang menyerupai prinsip dasara berkomunikasi, yaitu menyampaikan pesan dengan benar. Hal ini berarti penerjemah harus bisa menyampaikan makna atau pesan dari satu bahasa ke bahasa lain. Meschonnic (2008: 340) menjelaskan bahwa “translating is an act of language, and every act of language implies an ethics of language”. Pendapat ini mengandung maksud bahwa penerjemahan merupakan suatu tindakan bahasa, dan tiap-tiap tindakan bahasa itu menyiratkan suatu etika bahasa. Setiap siratan bahasa ini smempunyai pesan yang berlainan. Oleh karena itu, dalam menyampaikan pesan atau informasi tersebut, penerjemah akan berhadapan dengan olah makna pada kata, frasa, klausa dan kalimat. Dengan kata lain, pemahaman terhadap makna atau pesan sangan penting dalam dunia penerjemahan.

Menurut pendapat Nida dan Taber (1982) yang mengatakan “translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent

(29)

of the source language message, first in the term of meaning secondly in the term of style,” bahwa proses penerjemahan itu harus dapat menghasilkan pesan dan padanan yang sedekat mungkin dan wajar baik dalam hal makna maupun gaya dari Bsa ke Bsu.

Catford (dalam Sang dan Zhang, 2008: 229) menjelaskan bahwa

“translation is an operation performed on languages: a process of producing one lan- guage based on the knowledge of another language”. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa penerjemahan merupakan bentuk penggunaan bahasa, penerjemahan juga sebagai proses yang menghasilkan penggunaan satu bahasa berdasarkan pengetahuan bahasa lain. Hal ini berarti bahwa ketika orang memahami dua bahasa atau lebih, dia bisa mengalihkan pesan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Dengan kata lain, proses penerjemahan merupakan proses reproduksi makna atau pesan dari satu bahasa kedalam bahasa lain.

Samiati (1998: 1) mengatakan bahwa penerjemahan terkait dengan pengalihan isis atau gagasan dari suatu bahasa (bahasa sumber/Bsu) ke dalam bahasa lain (bahasa sasaran/Bsa). Dalam penjelasannya yang lebih rinci, Samiati menegaskan bahwa isi pesan atau gagasan tersebut merupakan aspek sentral dalam terjemahan.

Ini berarti bahwa untuk dapat menerjemahkan dengan baik, orang atau penerjemah perlu mengacu pada makna sebagai isu sentral dalam Bsu untuk ditransfer ke dalam Bsa. Ilmuwan yang lain mengatakan bahwa menerjemahkan berarti (1) mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komuni- kasi, dan konteks budaya dari teks bahasa sumber, (2) menganalisis teks bahasa sumber untuk menemukan maknanya, dan (3) mengungkapkankembalimakna yangsamaitudengan menggunakan

(30)

leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran dan konteks budayanya ( Larson, 1984: 3-4).

Nord (2001:7) mengatakan bahwa translation leads from source language text to a target langauge text which is as close an equivalent as possible and presupposes an understanding of the content and style of the original. Sementara itu, Catford (1974: 35) menyatakan ‟it is generally agreed that meaning is important in translation particularly in total translation. Indeed, translation has often been defined with reference to meaning; a translation is said to have the same meaning as the original‟.

Seorang penerjemah pada dasarnya melakukan serangkaian kegiatan pada saat menerjemahkan. Serangkaian kegiatan yang dilakukan pada saat menerjemahkan tersebut dapat disebut proses penerjemahan. Pada dasarnya proses penerjemahan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang penerjemah pada saat dia mengalihkan amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Proses penerjemahan dapat pula diartikan sebagai suatu sistem kegiatan dalam aktivitas menerjemahkan. Berkaitan dengan proses penerjemahan ini, Newmark (2008: 144) menjelaskan bahwa: There are three basic translation processes: (a) the interpretation and analysis of the SL text, (b) The trans- lation procedures, which may be direct, or on the basis of SL and TL corre- sponding syntactic structures, or through an underlying logical„interlanguage‟and (c) the reformula- tion of the text in relation to the writer‟s intention, the readers‟ expec- tation, the appropriate norms of the TL.

Dalam hal ini Newmark juga sependapat bahwa terdapat tiga tahapan penting dalam proses penerjemahan, yaitu (a) analisis dan penafsiran teks bahasa sumber

(31)

(b) prosedur penerjemahan yang langsung mencarikan padanan struktur sintaksis antara Bsu dengan Bsa, dan (c) merumuskan ulang teks dalam Bsa hubungannya dengan tujuan penulis, harapan pembaca dan kaidah-kaidah dalam Bsa yang tepat. Dengan demikian, ketiga langkah ini menjadi penting sebagai proses penerjemahan yang mampu mewujudkan karya terjemahan yang baik.

Proses analisis atau penafsiran yang benar terhadap teks yang akan diterjemahkan tentu menjadi dasar untuk dilakukannya proses berikutnya. Begitupun dengan prosedur yang harus dilakukan tatkala penerjemah mengalihkan pesan yang telah diperoleh.

Tentunya, pertimbangan padanan makna yang ada di Bsu dan Bsa menjadi hal yang sangat fundamental. Kemudian pada tahap akhir penerjemah merumuskan ulang dengan memadukan tujuan penulis, harapan pembaca dan kaidah-kaidah yang berlaku di Bsa agar hasil terjemahan tersebut memiliki kualitas yang baik Pemikiran seperti ini juga diungkapkan oleh James Holmes (dalam Katan, 2004:

124) yang menjelaskan bahwa “actually the translation prosess is multi-level process. While we are translating sentences, we have a map of the original text in our minds and at the same time a map of the kind of text we want to produce in the target language”.

Jadi, proses penerjemahan itu sebagai proses yang berlapis. Ketika kita sedang menerjemahkan, kita harus memikirkan hal yang sama dalam dua bahasa yang berbeda. Kita harus mampu menangkap pesan yang ada dalam bahasa sumber dengan benar, sementara dalam waktu yang bersamaan kita juga harus menuangkan pesan tersebut dalam bahasa sasaran yang tepat. Dengan demikian, proses penerjemahan ini berjalan bersamaan di antara tahap-tahapan yang ada, sehingga penerjemah mampu membuat karya terjemahan yang baik.

(32)

Machali (2009) mengatakan bahwa proses penerjemahan terdiri atas tiga tahap, yaitu (1) analisis, (2) pengalihan, dan (3) penyerasian, yang masing-masing dapat diulangi untuk lebih memahami isi teks. Analisis dilakukan untuk memahami maksud penulisan, cara atau gaya penyampaian, dan pemilihan satuan bahasa. Pengalihan dilakukan untuk menggantikan unsur teks sumber (Tsu) dengan teks sasaran (Tsa) yang sepadan baik bentuk maupun isinya dengan mengingat bahwa kesepadanan bukanlah kesamaan. Penyerasian dilakukan untuk penyesuaian hasil terjemahan dengan kaidah dan peristilahan dalam bahasa sasaran. Dalam analisis dan pengalihan, dapat dimanfaatkan konstruk konteksi situasi yang terdiri dari tiga unsur: bidang (field), suasana atau nada (tenor), dan cara (mode). Setelah analisis, seorang penerjemah harus memilih orientasi ke bahasa sumber (BSu) atau bahasa sasaran (BSa) dengan mempertimbangkan maksud penerjemahan, pembaca, jenis teks, dan kesenjangan waktu.

Proses penerjemahan juga bisa dilakukan dengan cara a) menerjemahkan kalimat sesuai dengan gaya bahasa yang akan diterjemahkan, b) memperhatikan konsistensi dari peristilahan yang sering digunakan, c) setelah suatu dokumen diterjemahkan semua, menggunakan waktu untuk membaca seluruh dokumen yang sudah diterjemahkan dengan hati-hati tanpa membandingkannya dengan dokumen asli untuk memastikan bahwa kalimat-kalimatnya dapat dimengerti dengan jelas dan tidak bermakna ganda, d) meminta orang lain yang tidak menerjemahkan dokumen yang dibuat, untuk memastikan bahwa mereka juga mengerti dokumen yang diterjemahkan dengan jelas dan tidak memiliki pengertian ganda, dan e) kejanggalan dan pengertian yang berbeda antara si penerjemah dengan si pembaca harus diselesaikan melalui meeting sebelum hasil terjemahan diserahkan ke klien. Cara yang

(33)

demikian sebenarnya tidak jauh berbeda dengan cara yang telah diungkapkan sebagaimana tersebut di atas. Dengan kata lain, kelima langkah ini dapat diringkas menjadi tiga langkah sebagaimana telah dikupas sebelumnya.

2.2 Ekuivalensi dalam Penerjemahan

Kesulitan dalam problematika penerjemahan adalah pada pencarian padanan atau ekuivalensi yang sesuai antara bahasa sumber dan bahasa penerima, sehingga dituntut kegiatan penerjemahan yang lebih memahami pada tataran tersebut, agar menghsilkan terjemahan yang tepat. Masalah padanan merupakan bagian inti dari teori penerjemahan dan praktek menerjemahkan sebagai realisasi dari proses penerjemahan selalu melibatkan pencarian padanan. Hoed (2006) mengatakan bahwa masalah pokok dalam penerjemahan adalah sulitnya menemukan ekuivalensi antara dua bahasa. Andaikan padanan sudah ditemukan, setiap unsur bahasa yang dipadankan itu pun masih terbuka untuk berbagai penafsiran.

Nord dalam Dollerup dan Lindegard (1994: 60) mengatakan bahwa equivalence dalam penerjemahan meliputi equivalence dalam (i) pragmatik, bahwasanya Bsa harus mempunyai fungsi atau communicative effect yang sama seperti Bsu; (ii) linguistik, bahwa Bsa harus merupakan cermin dari Bsu dalam hal aspek-aspek linguistik; dan (iii) semantik, bahwa makna atau pesan dalam Bsu harus sesuai dengan makna yang ada dalam Bsu.

Ekuivalensi merujuk pada salah satu prosedur penerjemahan sebagaimana dikemukakan Newmark (1998), bahwa prosedur ini digunakan untuk menerjemahkan kosa kata kebudayaan di dalam bahasa penerima dengan cara yang sedapat mungkin mendekati makna yang sebenarnya di dalam bahasa

(34)

sumber. Ekuivalensi tersebut dapat diperoleh dengan teori mengenai penerjemahan, seperti metode, prosedur, ataupun teknik.

Prosedur ekuivalensi adalah cara penerjemahan istilah bahasa sumber, tentang apa saja, kedalam bahasa penerima. Istilah tersebut sangatlah beragam kompleksitasnya sehingga beragam pula cara penerjemahannya. Keragaman cara penerjemahan istilah inilah yang dimaksud dengan teknik penerjemahan istilah sebagai penjabaran dari prosedur ekuivalensi. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan istilah dengan kata atau gabungan kata, yang dengan cermat mengungkapkan suatu makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.

Pakar terjemah Baker (2002), membedakan lima tipe padanan, yaitu:

padanan pada tataran kata (equivalence at word level), padanan diatas tataran kata (equivalence above word level), padanan gramatikal (grammatical equivalence), padanan tekstual (textual equivalence), dan padanan pragmatik (pragmatic equivalence). Sebelum pada tataran yang lain-lain, seorang penerjemah tentunya dalam melakukan tugasnya, pertama-tama akan melihat dan menganalisis makna suatu kata terlebih dahulu sebelum kepada kalimat. Sehingga dapat membantu untuk memahami makna dalam kalimat itu sendiri.

2.3 Pengertian Bilingual

Hurlock (1993: 15) menyatakan bahwa bilingual (dwibahasa) adalah kemampuan menggunakan dua bahasa. Kemampuan ini tidak hanya dalam berbicara dan menulis tetapi juga kemampuan memahami apa yang dikomunikasikan orang lain secara lisan dan tertulis. Hal ini sejalan dengan

(35)

pendapat Wei (2000: 6), “The word „bilingual‟ primaliry describes someone with the possession of two languages.” Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 192) mendefenisikan bilingual sebagai orang yang mampu atau bisa memakai dua bahasa dengan baik; bersangkutan dengan atau mengandung dua bahasa.

Pengajaran bilingual merupakan model penggunaan dua bahasa untuk menyampaikan materi kurikulum dengan tujuan menguatkan kompetensi siswa dalam berbahasa asing. Dengan menggunakan model ini terdapat dua hal utama yang diperoleh siswa, yaitu penguasaan ilmu pengetahuan dan berbicara dalam dua bahasa. Belajar bahasa adalah belajar bagaimana mengungkapkan maksud sesuai konteks lingkungan. Semakin luas lingkungan sosial, kebutuhan akan penguasaan bahasa dengan segala kompleksitasnya akan semakin bertambah pula. Contoh bilingual dalam pelaksanaan pembelajaran adalah bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

2.3.1 Manfaat Bilingual

Baker (2002: 12) mengungkapkan bahwa bilingual memberi dampak pada kehidupan orang tuanya. Bilingual akan mempengaruhi identitas anak saat dewasa yaitu sekolah, pekerjaan, pernikahan, area, tempat tinggal, perjalanan dan cara berpikir. Kemampuan bilingual bukan hanya sekedar mempunyai dua bahasa akan tetapi mempunyai konsekuensi pendidikan,sosial, ekonomi dan budaya.

Baker (2002: 12) juga mengatakan bahwa terdapat banyak keuntungan dan sangat sedikit kerugian dengan menguasai bilingual. Menguasai

(36)

bilingual membuat anak mampu berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda bangsa dan etnis dalam ruang lingkup yang lebih luas dan bervariasi dibanding anak yang monolingual. Selanjutnya, ketika anak belajar dalam dua bahasa, saat dewasa dapat mengakses dua literature, memahami tradisi yang berbeda, juga cara berpikir dan bertindak.

Menurut Baker (2002:12) ada lima manfaat potensial dari bilingual yaitu:

1. Manfaat Komunikasi (Communication advantages) yaitu komunikasi yang lebih luas (wider communication) dan memahami dua bahasa (literacy in two languages). Mengembangkan kemampuan komunikasi pada anak dan dapat berkomunikasi dengan mengunakan bahasa yang dipelajari oleh keluarga terhadap anggota keluarga dan orang lain.

2. Manfaaat budaya (Cultural advantages) yaitu penyerapan budaya asing (broader enculturation) dan memiliki rasa toleransi lebih besar dan kurang rasisme (greater tolerance and less racism). Pemanfaatan bilingual dalam belajar dapat membantu anak mengenal budaya asing karena setiap bahasa berjalan dengan sistem perilaku dan budaya berbeda. Melalui pengenalan bahasa, anak mampu memahami budaya dari bahasa tersebut, serta membentuk sikap toleransi anak terhadap orang lain yang memiliki budaya yang berbeda.

3. Manfaat kognitif (Congnitive advantages) yaitu menciptakan kreativitas dan sensitivitas dalam berkomunikasi (creativity, sensitivity to communication). Penggunaan bilingual bermanfaat dalam memacu kemampuan berfikir anak, lebih kreatif serta memiliki dua tau lebih kata- kata

(37)

untuk setiap obyek dan ide, serta membuat anak lebih berhati-hati dalam berkomunikasi terhadap orang- orang yang memiliki bahasa yang berbeda.

4. Manfaat kepribadian (Character advantages; raised self-esteem) yaitu meningkatkan rasa percaya diri. Manfaat bilingual dapat menumbuhkan dan menaikkan rasa percaya diri pada anak, karena dengan menguasai dua bahasa anak lebih berani untuk berkomunikasi dan tetap merasa aman dalam lingkungan yang menggunakan dua bahasa yang dipahami anak.

5. Manfaat pendidikan (Curriculm advantages) yaitu meningkatkan prestasi pendidikan dan lebih mudah mempelajari bahasa ketiga. Penggunaan bilingual akan memudahkan anak mempelajari bahasa ketiga, ketika anak sudah menguasai dua bahasa. Di samping itu, prestasi anak akan meningkat karena anak memperoleh kata-kata baru dalam bahasa Inggris, untuk kata yang sama dalam bahasa Indonesia.

2.4 Penilaian Terjemahan

Berkualitas tidaknya suatu terjemahan dapat ditentukan melalui tiga sudut pandang, yaitu keakuratan terjemahan, keberterimaan terjemahan dan keterbacaan keterjemahan. Masalah keakuratan pesan menempati prioritas utama sebagai konsekuensi dari konsep dasar penerjemahan bahwa suatu teks dapat disebut sebagai terjemahan jike teks tersebut mempunyai hubungan padanan (equivalence relation) dengan teks sumber. Karena suatu terjemahan ditujukan kepada pembaca sasaran, maka terjemahan yang dihasilkan tersebut tidak boleh bertentangan dengan kaidah, norma dan budaya yang berlaku dalam masyarakat pembaca Bsa.

Maka dari itu, masalah keberterimaan terjemahan tidak dapat dikesampingkan,

(38)

begitu pula dengan unsur-unsur kebahasaan yang digunakan oleh penerjemah di dalam penerjemahan harus mampu membantu pembaca Bsa dalam memahami terjemahan tersebut dengan mudah. Karena untuk menilai ketiga aspek tersebut tidak dapat dilakukan orang-perorangan, karena 10 orang penerjemah tidak pernah sama dalam menerjemahkan suatu teks. Maka dari itu diperlukan teori yang berkaitan dengan penelitian ketiga aspek utama penerjemahan tersebut. Berikut akan dijelaskan ketiga aspek utama dalam penilaian terjemahan.

2.4.1 Kualitas Keakuratan Terjemahan

Keakuratan merupakan sebuah istilah yang digunakan dalam pengevaluasian terjemahan untuk merujuk pada apakah teks Bsu dan teks Bsa sudah sepadan ataukah belum. Konsep kesepadanan mengarah pada kesamaan isi atau pesan antarkeduanya. Suatu teks dapat disebut sebagai suatu terjemahan, jika teks tersebut mempunyai makna atau pesan yang sama dengan teks lainnya (baca: teks Bsu). Oleh sabab itu, usaha-usaha untuk mengurangi atau menambahi isi atau pesan teks Bsu dalam teks Bsa harus dihindari. Usaha-usaha tersebut berarti mengkhianati penulis asli teks Bsu dan sekaligus membohongi pembaca sasaran.

Dalam konteks yang lebih luas, pengurangan atau penambahan dapat menimbulkan akibat yang fatal pada manusia yang menggunakan suatu karya terjemahan, terutama pada teks-teks terjemahan yang berisiko tinggi, seperti teks terjemahan dibidang hukum, kedokteran, agama dan teknik.

Dalam literatur teori penerjemahan terdapat beberapa teknik penerjemahan yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah padanan. Dua diantaranya adalah penghilangan (deletion) dan penambahan (addition). Kedua teknik

(39)

penerjemahan itu bukan dimaksudkan untuk mengurangi informasi atau menambahi informasi sesuka hati, tetapi dimaksudkan untuk menghasilkan terjemahan yang berterima dan mudah dipahami oleh pembaca sasaran. Dalam praktik penerjemahan yang sesungguhnya, teknik penambahan di tujukan untuk mengeksplisitkan atau memperjelas suatu konsep Bsu terutama jika konsep tersebut tidak mempunyai one-to-one correspondence dalam Bsa.

2.4.2 Kualitas Keberterimaan Terjemahan

Istilah keberterimaan merujuk pada apakah suatu terjemahan sudah diungkapkan sesuai dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya yang berlaku dalam Bsa ataukah belum, baik pada tataran mikro maupun pada tataran makro. Konsep keberterimaan ini sangat penting karena meskipun suatu terjemahan sudah akurat dari segi isi atau pesannya, terjemahan tersebut akan ditolak oleh pembaca sasaran jika cara pengungkapannya bertentangan dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya Bsa.

Suatu terjemahan dalam bahasa Indonesia yang diungkapkan menurut kaidah-kaidah kata bahasa Inggris, misalnya akan membuat terjemahan tersebut menjadi tidak alamiah dan dalam banyak kasus akan sulit dipahami maksudnya.

Demikian pula, suatu terjemahan abstrak penelitian sebagai salah satu bentuk dari teks ilmiah akan ditolak pembaca sasaran jika terjemahan tersebut diungkapkan dengan bahasa gaul. Demikian pula sebaliknya, suatu terjemahan karya sastra akan tidak berterima bagi pembaca sasaran jika terjemahan karya sastra tersebut diungkapkan dengan kaidah-kaidah tata bahasa baku. Suatu istilah teknis mungkin mempunyai padanan yang akurat dalam Bsa. Namun, penerjemah seyogyanya

(40)

tidak serta merta menggunakan padanan tersebut karena bisa berakibat terjemahan yang dihasilkannya tidak berterima bagi pembaca sasaran.

Menurut (Munday, 2001) jika norma yang diikuti merupakan budaya dan bahasa sumber maka terjemahannya akan menjadi adequate, sementara jika terjemahannya mengikuti norma dan bahasa sasaran maka terjemahannya akan berterima (acceptable).

2.4.3 Kualitas Keterbacaan Terjemahan

Keterbacaan merupakan suatu tolak ukur mudah atau sulitnya suatu terjemahan dipahami. Tolak ukur yang dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat keterbacaan ialah pembaca bahasa sasaran. Suatu teks dapat dikatakan berhasil dari segi keterbacaannya jika tidak terdapat kebingungan dalam memahami teks terjemahan tersebut. Dalam konteks penerjemahan, istilah keterbacaan itu pada dasarnya tidak hanya menyangkut keterbacaan teks bsu tetapi juga keterbacaan teks bsa. Hal ini sesuai dengan hakekat dari setiap proses penerjemahan yang memang selalu melibatkan kedua bahasa itu sekaligus. Namun, hingga saat ini indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keterbacaan suatu teks masih perlu dipertanyakan keandalannya. Bahkan, terlepas dari belum mantapnya alat ukur keterbacaan itu, seorang penerjemah perlu memahami konsep keterbacaan teks bsu dan bsa.

Menurut Nababan dkk (2012: 45) aspek keterbacaan merujuk pada mudah atau sukarnya suatu teks terjemahan dipahami. dalam konteks penerjemahan, istilah keterbacaan pada dasarnya tidak hanya menyangkut keterbacaan teks bahasa sumber tetapi juga keterbacaan teks bahasa sasaran.

(41)

2.5 Penerjemahan dan Unsur-unsur Kebudayaan

Dalam penelitian ini, penulis menjadikan sebuah buku bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai objek penelitiannya. Namun seperti yang kita ketahui, begitu banyak tantangan yang harus dihadapi seorang penerjemah dalam proses penerjemahan teks budaya. Beberapa alasan mengenai kesulitan ini telah dipaparkan pada sub-bab sebelumnya.

Dalam hal ini, Newmark (1988: 95) membagi lima atas unsur-unsur budaya yang harus diperhatikan yaitu:

1. Ecology, yaitu merupakan unsur-unsur geograpis yang 'membungkus' kedua bahasa tersebut seperti flora, fauna, iklim, ataupun cuaca. Dalam hal ini unsur politik ataupun ekonomi tidak banyak berpengaruh.

2. Material culture, yaitu berupa makanan, pakaian, rumah, wilayah, alat transportasi, peninggalan-peninggalan sejarah danbanyak lainnya. Contoh yang bisa dijadikan pemahaman adalah kasus 'ulos' yang telah dipaparkan pada sub-bab sebelumnya.

3. Social culture, yaitu berhubungan dengan kehidupan sosial suatu masyarakat yang pastinya tidak sama dengan kehidupan sosial masyarakat di wilayah lain. Contohnya kata 'delman' pada bahasa Indonesia disepadankan dengan kata carriage pada bahasa Inggris.

4. Social organization - political and administrative, yaitu suatu tatanan sosial pada masyarakat tertentu yang mencakup aturan-aturan yang berlaku pada wilayah itu. Maksudnya adalah setiap wilayah memiliki tatanan hukum dan politik masing-masing yang sangat mempengaruhi sebuah karya sastra.

(42)

Contohnya pada zaman presiden Soeharto dulu, kebebasan berpendapat itu dibatasi. Jadi banyak seniman-seniman yang ingin menyampaikan aspirasinya dengan kata-kata kiasan yang disusun menjadi penggalan puisi ataupun jenis karya sastra lainnya. Hal seperti ini harus diperhatikan seorang penerjemah, agar dia tidak melakukan kesalah saat menerjemahkan teks dengan gaya penulisan seperti itu.

5. Gestures and Habits, yaitu gaya hidup dan kebiasaan masyarakat pada suatu wilayah juga sangat mempengaruhi tingkat keterbacaan pada teks hasil penerjemahan. Secara tidak langsung, tingkat pendidikan seseorang juga dapat mempengaruhi kemampuan dalam menilai sebuah teks hasil terjemahan. Oleh karena itu, seorang penerjemah harus menyesuaikan juga pada target pembacanya apakah dari kalangan umum, kalangan mahasiswa, kalangan dewasa ataupun kalangan remaja.

2.6 Teknik Penerjemahan

Teknik penerjemahan ialah cara yang digunakan untuk mengalihkan pesan dari BSu ke BSa, diterapkan pada tataran kata, frasa, klausa maupun kalimat.

Molina dan Albir (2002: 509) mendefenisikan teknik penerjemahan sebagai prosedur untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana kesepadanan terjemahan berlangsung. Ada lima karakteristik utama mengenai teknik-teknik penerjemahan:

1. Teknik-teknik penerjemahan berpengaruh terhadap hasil terjemahan.

2. Teknik-teknik penerjemahan membandingkan Bsu dan Bsa.

(43)

3. Teknik-teknik penerjemahan berpengaruh terhadap satuan-satuan teks terkecil, misalnya kata, frasa dan kalimat.

4. Teknik-teknik penerjemahan bersifat diskursif alamiah dan konstektual.

5. Teknik-teknik penerjemahan juga fungsional.

Para ahli terkadang memiliki istilah tersendiri dalam menentukan teknik dalam penerjemahan. Teknik yang dimaksud sama namun memiliki istilah yang berbeda. Dalam hal keberagaman tentunya hal ini bersifat positif, namun di sisi lain terkait penelitian menimbulkan kesulitan dalam menentukan istilah suatu teknik tertentu. Oleh karena itu, dalam tesis ini penulis menggunakan 18 teknik penerjemahan yang dikemukakan oleh Molina dan Albir, yaitu (1) Adaptasi (Adaptation), (2) Amplifikasi (Amplification), (3) Peminjaman (Borrowing), (4) Kalke (Calque), (5) Kompensasi (Compensation), (6) Deskripsi (Description), (7) Kreasi Diskursif (Discrusive Creation), (8) Kesepadanan Lazim (Established Equivalent), (9) Generalisasi (Generalization), (10) Amplifikasi Linguistik (Linguistic Amplification), (11) Kompresi Linguistik (Linguistic Compression), (12) Terjemahan Harfiah (Literal Translation), (13) Modulasi (Modulation), (14) Partikularisasi (Particularization), (15) Reduksi (Reduction), (16) Subsitusi (Subsitution), (17) Transposisi (Transposition), (18) Variasi (Variation). Selain untuk keseragaman, teknik yang dikemukakan Molina dan Albir telah melalui penelitian kompleks dengan mengacu dan membandingkan dengan teknik-teknik penerjemahan yang telah ada dari pakar penerjemahan sebelumnya. Berikut ini 18 teknik penerjemahan yaitu:

(44)

2.6.1 Teknik Adaptasi (adaptation)

Teknik ini dikenal dengan teknik adaptasi budaya. Teknik ini dilakukan dengan mengganti unsur-unsur budaya yang ada Bsu dengan unsur budaya yang mirip dan ada pada Bsa. Hal tersebut bisa dilakukan karena unsur budaya dalam Bsu tidak ditemukan dalam Bsa, ataupun unsur budaya pada Bsa tersebut lebih akrab bagi pembaca sasaran. Teknik ini sama dengan teknik padanan budaya.

Contoh:

BSu: Bhinneka Tunggal Ika BSa: Unity in Diversity

2.6.2 Teknik Amplifikasi (amplification)

Teknik amplifikasi adalah teknik untuk memberikan rincian-rincian yang tidak diformulasikan dalam bahasa sumber yakni penerjemahan dengan mengeksplisitkan atau memparafrase suatu informasi yang implisit dalam Bsu.

Teknik ini sama dengan eksplisitasi, penambahan, parafrasa eksklifatif. Catatan kaki merupakan bagian dari amplifikasi. Teknik reduksi adalah kebalikan dari teknik ini.

Contoh:

BSu: Ramadhan

BSa: Bulan puasa kaum muslimin

2.6.3 Teknik Peminjaman (borrowing)

Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan meminjam kata atau ungkapan dari BSu. Peminjaman itu bisa bersifat murni (pure borrowing) tanpa penyesuaian atau peminjaman yang sudah dinaturalisasi (naturalized

(45)

borrowing) dengan penyesuaian pada ejaan ataupun pelafalan. Kamus resmi pada BSa menjadi tolok ukur apakah kata atau ungkapan tersebut merupakan suatu pinjaman atau bukan.

Contoh:

BSu: Pancasila Peminjaman murni BSa: Pancasila

BSu: Pancasila Peminjaman alamiah BSa: The Five Basic Principles

of Republik of Indonesia

2.6.4 Teknik Kalke (calque)

Teknik kalke adalah teknik penerjemahan harfiah sebuah kata atau frasa Bsu secara langsung ke dalam Bsa (urutan unsur dalam Bsu tidak harus sama dengan Bsa). Teknik ini digunakan untuk menerjemahkan kata/frasa secara harfiah (literal) baik leksikal atau struktural. Dalam banyak kasus, teknik kalke mirip dengan teknik peminjaman murni dan alamiah. Perbedaanya adalah bahwa teknik ini biasanya diterapkan pada tataran frasa dengan jalan tidak mengubah susunan kata (word-for word translation) atau mengubah susunan kata (literal translation) tetapi dengan meminjam istilah aslinya.

Contoh:

BSu: Waterfall BSa: Air terjun

2.6.5 Teknik Kompensasi (compensation)

Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menyampaikan pesan pada bagian lain dari teks terjemahan. Hal ini dilakukan karena pengaruh stilistik (gaya) pada BSu tidak bisa di terapkan pada BSa. Hal ini muncul dimana letak

(46)

terjemahan satu kalimat akan muncul atau terjemahan pada bagian yang berbeda.

Teknik ini sama dengan teknik konsepsi.

BSu: Never did she visit her mother

BSa: Wanita itu benar-benar tega tidak menemui ibunya

2.6.6 Teknik Deskripsi (description)

Teknik penerjemahan yang diterapkan dengan menggantikan sebuah istilah atau ungkapan dengan deskripsi bentuk dan fungsinya.

Contoh:

BSu: Batik

BSa: Traditional cloth that is traditionally made using a manual wax-resist dyeing technique

2.6.7 Teknik Kreasi diskursif (discursive creation)

Teknik penerjemahan dengan penggunaan padanan yang keluar konteks. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian calon pembaca. Teknik ini serupa dengan teknik proposal.

Contoh:

BSu: The Geisha BSa: Sang Geisha

2.6.8 Teknik Padanan lazim (establish equivalence)

Teknik dengan penggunaan istilah atau ungkapan yang sudah lazim (berdasarkan kamus atau penggunaan sehari-hari). Teknik ini mirip dengan penerjemahan harfiah.

(47)

Contoh:

BSu: Jaksa Agung BSa: Attorney general

2.6.9 Teknik Generalisasi (generalization)

Teknik ini menggunakan istilah yang lebih umum pada BSa untuk BSu yang lebih spesifik. Hal tersebut dilakukan karena BSa tidak memiliki padanan yang spesifik. Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan (acceptation).

Contoh:

BSu: Peradilan Militer BSa: Military Tribunal

2.6.10 Teknik Amplifikasi linguistik (linguistic amplification)

Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menambahkan unsur-unsur linguistik dalam BSa. Teknik ini lazim diterapkan pada pengalihbahasaan konsekutif dan sulih suara.

Contoh:

BSu: No way

BSa: De ninguna de las maneras (Spain)

2.6.11 Teknik Kompresi linguistik (linguistic compression)

Teknik yang dilakukan dengan mensintesa unsur-unsur linguistik pada BSa. Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik amplifikasi linguistik. Teknik ini lazim digunakan pada pengalih bahasaan simultan dan penerjemahan teks film.

Contoh:

BSu: Wait a minute!

BSa: Tunggu

(48)

2.6.12 Teknik Penerjemahan harfiah (literal translation)

Teknik yang dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata dan penerjemah tidak mengaitkan dengan konteks.

Contoh:

BSu: Pengadilan Negeri BSa: State Court

2.6.13 Teknik Modulasi (modulation)

Teknik penerjemahan yang diterapkan dengan mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan BSu. Perubahan sudut pandang tersebut dapat bersifat leksikal atau struktural.

Contoh:

BSu: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) BSa: Non-government Organization

2.6.14 Teknik Partikularisasi (particularizaton)

Teknik penerjemahan dimana penerjemah menggunakan istilah yang lebih konkrit, presisi atau spesifik, dari superordinat ke subordinat. Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik generalisasi.

Contoh:

BSu: Air transportation BSa: Pesawat

2.6.15 Teknik Reduksi (reduction)

Teknik yang diterapkan dengan penghilangan secara parsial, karena penghilangan tersebut dianggap tidak menimbulkan distorsi makna. Dengan kata

(49)

lain, mengimplisitkan informasi yang eksplisit. Teknik ini kebalikan dari teknik amplifikasi.

Contoh:

BSu: Durian the original fruit of Indonesia BSa: Durian

2.6.16 Teknik Subsitusi (subsitution)

Teknik ini dilakukan dengan mengubah unsur-unsur linguistik dan paralinguistik (intonasi atau isyarat). Contoh: menganggukkan kepala di Indonesia diterjemahkan “ya!”.

2.6.17 Teknik Transposisi (transposition)

Teknik penerjemahan dimana penerjemah melakukan perubahan kategori gramatikal. Teknik ini sama dengan teknik pergeseran kategori, struktur dan unit.

Seperti kata menjadi frasa.

Contoh:

BSu: Adept BSa: Sangat terampil

2.6.18 Teknik Variasi (variation)

Teknik ini biasanya digunakan dalam menerjemahkan naskah drama.

Teknik dilakukan dengan mengganti elemen linguistik atau paralinguistik yang berdampak pada variasi linguistik. Misalnya perubahan textual tone, style, geographical dialect, dan social dialect.

Contoh:

BSu: What is the name?

BSa: Apalah arti sebuah nama.

(50)

Dari pemaparan teknik penerjemahan diatas, Molina dan Albir (2002) mengklasifikasikan teknik penerjemahan adalah sebagai berikut:

1. Memisahkan konsep teknik penerjemahan dari nosi lain yang barkaitan (strategi, metode dan kesalahan penerjemahan).

2. Hanya memasukkan prosedur yang merupakan karakteristik penerjemahan dan bukan yang berkaitan dengan perbandingan bahasa.

3. Untuk mempertahankan nosi bahwa teknik penerjemahan bersifat fungsional dan tidak menilai apakah sebuah teknik tepat atau benar, karena selalu tergantung pada situasi di dalam teks dan konteksnya.

4. Dalam hubungannya dengan terminologi, untuk mempertahankan istilah- istilah yang biasa digunakan.

5. Untuk memformulasikan teknik baru dalam rangka menjelaskan mekanisme yang belum digambarkan.

Berdasarkan pemaparan di atas, mereka berpendapat kebanyakan kajian teknik penerjemahan tidak cocok dengan sifat dinamika kesepadanan terjemahan.

Sebuah teknik adalah hasil dari pilihan yang dibuat penerjemah. Kesahihannya bergantung pada konteks misalnya tujuan penerjemahan dan harapan pembaca sasaran. Jika sebuah teknik dievaluasi diluar konteks dan dinyatakan tepat atau tidak tepat, pola ini tidak sejalan dengan sifat dinamis dan fungsional penerjemahan. Dengan demikian, sebuah teknik hanya bisa dinilai tepat atau tidak tepat apabila dievaluasi dalam konteks. Teknik penerjemahan bukan masalah baik dan buruk melainkan fungsional dan dinamis dalam hal: 1) genre teks, 2) tipe penerjemahan (teknik atau non teknik), 3) mode penerjemahan, 4)

Gambar

Gambar 3.1 Analisis Model Interaktif oleh Miles, Huberman dan  Saldana (2014) Data collection  Data   display  Conclusions: drawing/ verifying Data condensation
Diagram 4.1 Frekuensi Penggunaan Teknik Penerjemahan Terminologi  Politik Buku Bilingual Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)  SMA Kelas X
Diagram 4.2 Kualitas Keberterimaan Terjemahan

Referensi

Dokumen terkait

Karena sering dalam karya potret-diri Suwage kita toh melihat gambaran manusia (dia) dalam keadaan kesakitan dan penderitaan, tak jarang juga kita lihat image manusia (dia)

pembelajaran ekonomi dengan kooperatif Deep Dialog. Kelompok kedua adalah.. kelompok siswa yang mendapat perlakuan pembelajaran ekonomi dengan pembelajaran ceramah.

Bersyukur pada Tuhan untuk keputusan Saudara/i yang berkomitmen melayani bersama di Gereja, oleh karena itu, kami mengundang Saudara/i yang mengisi formulir komitmen pelayanan pada

Tetapi pada penelitian pengeringan tepung tapioka dengan menggunakan pengering unggun terfluidisasi ini, semakin cepat laju alir (4,5 m/s) kadar air produk tidak

Tujuan umum modul ini disusun guna mendukung pelaksanaan diklat pengembangan keprofesian berkelanjutan melalui Peningkatan Kompetensi bagi guru SMP Bahasa Inggris untuk kompetensi

Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39

Dari uraian judul yang dijabarkan pada latar belakang dan berdasarkan pengamatan serta pengalaman yang di alami, maka penulis mencoba merumuskan

Objective: The purpose of this study is to optimize the extraction method of eurycoma or pasak bumi roors using simplex lattice design.. ]Iethods: One gram of root