• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. Sistem Digital

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 5. Sistem Digital"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Elektronika Industri & Otomasi

(IE-204)

BAB 5.

Sistem Digital

Diktat ini digunakan bagi mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik

Universitas Kristen Maranatha

Ir. Rudy Wawolumaja M.Sc

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI - FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

2013

(2)

Rudy Wawolumaja Halaman 41

Bab 5. Sistem digital,

Sistem digital, sinyal digital, sistembilangan biner, Rangkaian Logika, Analog to Digital Converter dan Digital to Analog Converter.

5.1. Perbedaan Sistem Digital Dan Sistem Analog

Sistem digital adalah susunan peralatan yang dirancang untuk mengolah besaran fisik yang diwakili oleh besaran digital, yaitu oleh nilai diskrit.

Peralatan itu pada saat ini umumnya merupakan peralatan elektronika. Meskipun dapat juga merupakan peralatan mekanik atau pneumatic. Sistem digital yang umum dijumpai antara lain adalah computer, kalkulator, dan jam digital.

Sistem analog meliputi peralatan yang mengolah besaran fisik yang diwakili dalam bentuk analog. Dalam system analog besaran itu beragam dalam nilai yang sinambung. Sebagai contoh amplitudo sinyal keluaran pengeras suara dalam pesawat penerima radio dapat memiliki nilai yang sinambung dari nol sampai ke nilai maximum yang mampu ditahannya.

Pada saat ini, khususnya dalam bidang elektronika, penggunaan teknik digital telah banyak menggantikan kerja yang sebelumnya menggunakan teknik analog. Alasan utama terjadinya pergeseran menuju teknologi digital itu adalah sebagai berikut:

1. Sistem digital lebih mudah dirancang. Hal itu terjadi karena hal yang diggunakan adalah

rangkaian pengalih yanhg tidak memerlukan nilai tegangan atau arus yang pasti, hanya rentangan(tinggi atau rendah) yang diperlukan.

2. Penyimpanan informasi mudah dilakukan. Penyimpanan informasi itu dapat dilakukan oleh

rangkaian pengalih khusus yang dapat menyesuaikan informasi tersebut dan menahannya selama diperlukan.

3. Ketepatan dan ketelitiannya lebih tinggi. Sisttem digital ndapat menangani ketelitian sebanyak

angka yang diperlukan hanya dengan menambahkan rangkaian penganlih saja. Dalam system analog, ketelitian biasanya terbatas hanya sampai tiga atau empat angka saja karena nilai

tegangan dan arus didalamnya bergantung langsung pada kepada nilai komponen rangkaiannya. 4. Operasinya dapat dengan mudah diprogrankan. Sangat mudah untuk merancang suatu sisrem

digital yang kerjanya dikendalikan oleh program. Sistem analog juga dapat diprogram tetapi ragam dan kerumitan operasinya sangat terbatas.

5. Sistem digital lebih kebal terhadap noise. Perubahan tegangan yang tidak teratur tidak terlalu

mengganggu seperti halnya dalam system analog. Dalam system digital nilai pasti untuk tegangan tidak penting sepanjang noise itu tidak sebesar sinyal tinggi atau sinyal rendah yang telah ditetapkan.

6. Lebih banyak rangkaian digital yang dapat dibuat dalam bentuk chip rangkaian terpadu.

Meskipun rangkaian analog juga dapat dibuat dalam bentuk IC, kerumitannya membuat system analog itu lebih mahal dalam bentuk IC.

Satu-satunya kekurangan rangkaian digital adalah karena dunia nyata sesungguhnya adalah system analog. Hampir semua besaran fisik di dunia inibersifat analog dan besaran itulah yang

(3)

Rudy Wawolumaja Halaman 42

merupakan masukan dan keluaran yang dapat dipantau, yang dolah dan dikendalikan oleh system. Contohnya adalah suhu, tekanan, letak, dll.

Pada saat ini semakin banyak penggunaan teknik analog dan digital dalam suatu system untuk memanfaatkan keunggulan masing-masing. Tahapan terpenting adalah menentukan bagian mana yang menggunakan teknik analog danbagian mana yanhg menggunakan teknik digital. Dan dapat diramalkan di masa depan bahwa teknik digital akan menjadi lebih murah dan berkualitas. Contoh Sistem Digital:

1. Jam digital

2. Kamera digital

3. Penunjuk suhu digital

4. Kalkulator digital

5. Computer

6. HP

7. Radio digital

Contoh Sistem Analog: 1. Remote TV

2. Spedometer pada motor

3. Pengukur tekanan

4. Telepon

5. Radio analog

Sumber Referensi: Dasar-Dasar Rangkaian Logika Digital, Budiono Mismail http://blog.ub.ac.id/suheblog/2010/03/04/dasar-teknik-digital/

(4)

Rudy Wawolumaja Halaman 43

5.2. Sinyal Analog dan Digital Sistem Biner.

Sistem digital atau sistem biner adalah sistem elektronika yang hanya mengenal dua kondisi harga saja, yaitu “1” dan “0”. Sistem biner ini dapat mewakili semua informasi elektronik yang sebelumnya diwakili oleh besaran analog. Informasi tersebut antara lain berupa sinyal audio/suara, sinyal gambar diam, sinyal video, angka, tulisan atau besaran-besaran listrik yang ada pada sistem instrumentasi dan kendali.

Gambar 1.1.a. memperlihatkan perbedaan utama antara sinyal analog (kiri) dengan sinyal digital (kanan). Sinyal analog memiliki harga yang kontinyu, baik terhadap sumbu mendatar (sumbu waktu) maupun sumbu tegak (sumbu tegangan), sedangkan sinyal digital hanya memiliki 2 nilai saja pada sumbu tegaknya, yaitu “1” dan “0” atau HIGH dan LOW. Variasi sinyal digital hanya berkisar pada 2 harga sumbu tegak beserta variasi durasi waktu atau lebar nilai HIGH atau LOW tersebut.

(a) (b)

Gambar 5.1. (a). Perbandingan sinyal analog dengan sinyal digital. (b). Pemulihan kualitas sinyal digital.

Keunggulan sinyal digital terhadap sinyal analog antara lain :

a. Lebih kebal terhadap noise dan lebih mudah dipulihkan kualitasnya (lihat Gambar 1.1.b.). b. Sederhana, murah dan aman untuk diterapkan pada sistem pengolahan data.

Kelemahan sinyal digital terhadap sinyal analog antara lain :

a. Memerlukan lebih banyak transistor untuk penerapan atau aplikasi tertentu. Misalnya, pada rangkaian filter analog lebih sedikit menggunakan transistor daripada di rangkaian filter digital, namun sebenarnya kelemahan ini telah tertutupi dengan berkembangnya teknologi semikonduktor, sebab dengan teknologi VLSI atau ULSI, puluhan juta transistor dapat dikemas dalam satu wafer / keping yang ukurannya tidak lebih dari 1 cm2.

b. Pada banyak situasi, respon sistem digital lebih lambat jika dibandingkan dengan respon sistem analog yang setara dengannya. Namun, kelemahan inipun sebenarnya sudah dapat diatasi dengan penerapan teknik kompresi sinyal dan paralell processing. Meskipun lambat, namun karena ukuran sinyal diperkecil sedemikian rupa atau prosesnya dilakukan secara paralel (1 tugas diselesaikan oleh banyak prosesor), maka kecepatan proses atau transmisinya dapat menjadi setara atau lebih baik dari sistem analog yang setara dengan-nya.

(5)

Rudy Wawolumaja Halaman 44

Berikut ini adalah beberapa contoh representasi biner (binary representation) atau hal-hal yang berkaitan dengan teknik mewakili informasi analog dengan informasi digital.

a) Tulisan.

Setiap huruf atau angka pada tulisan latin dan arab dapat diwakili dengan kode biner tertentu. Untuk tulisan latin kita mengenal istilah kode ASCII yaitu kode 7-bit bilangan biner untuk mewakili huruf atau angka tertentu, misalnya huruf a kecil dapat diwakili dengan kode biner 011 1010.

b) Bilangan.

Saat ini terdapat 2 jenis bilangan, yaitu bilangan bulat (integer) dan bilangan riil (floating point). Bilangan integer dapat diwakili dengan 8-bit unsigned integer, yaitu 8-bit kode biner yang mewakili bilangan bulat desimal mulai 0 sampai 255. Atau bit signed integer, yaitu 8-bit kode biner yang mewakili bilangan bulat desimal mulai –127 sampai 127. Misalnya angka 63 dapat diwakili oleh 8-bit unsigned integer dengan kode 00111001.

Sedangkan bilangan riil biasa diwakili dengan 32-bit kode biner, sebagian bit untuk besaran (magnitude) dan sebagian lagi untuk pangkat sepuluh (mantissa). Misalnya angka 2,287 dapat diwakili dengan 24-bit kode biner magnitude dan 8-bit kode biner mantissa, sehingga kode biner tsb mewakili angka 2287.10-3. Untuk jangkauan yang lebih besar atau resolusi yang lebih teliti, jumlah bit pada kode binernya dapat ditambah menjadi 64-bit, 128-bit dan seterusnya tergantung kebutuhan.

c) Sinyal 1 dimensi.

Gambar 1.2. memperlihatkan teknik mengubah sinyal analog 2 dimensi (a) menjadi deretan kode biner serial (c) atau paralel (d) melalui diskritisasi atau kuantisasi (b).

Diskritisasi membatasi kehalusan sinyal analog pada kisi-kisi dengan ukuran tertentu. Makin kecil ukuran kisi, makin teliti upaya mewakili sinyal analog, tetapi makin banyak kode biner yang dibutuhkan untuk mewakilinya.

(6)

Rudy Wawolumaja Halaman 45

Gambar 5.2. Representasi sinyal digital untuk sinyal analog 2 dimensi.

d) Sinyal 2 dimensi.

Gambar 1.3. memperlihatkan sebuah gambar diam yang dipecah menjadi kotak-kotak kecil. Jika ukuran kotak diperkecil hingga mencapai ukuran 1 titik, kotak kecil tsb disebut pixel atau picture element, setiap pixel memiliki warna tertentu. Jika gambar yang ingin diwakili hanya berupa gambar hitam putih, maka setiap pixel cukup diwakili dengan 1-bit data. Makin halus ukuran pixel dan makin banyak jumlah warna yang harus diwakilinya, maka makin besar pula jumlah bit yang harus mewakilinya. Sebagai contoh, gambar pada desktop window operating system biasanya dipecah menjadi 800 x 600 pixel dengan 32-bit atau 232 kemungkinan variasi warna untuk setiap pixel. Artinya untuk mewakili sebuah gambar pada desktop diperlukan 800 x 600 x 4 byte data digital.

(7)

Rudy Wawolumaja Halaman 46

Gambar 5.3. Sebuah gambar diam yang dipecah menjadi 256 kotak.

Kesimpulan

1. Keunggulan sinyal digital terhadap sinyal analog antara lain : a. Lebih kebal terhadap noise dan lebih mudah dipulihkan kualitasnya.

b. Sederhana, murah dan aman untuk diterapkan pada sistem pengolahan data. 2. Sedangkan kelemahannya antara lain :

a. Memerlukan lebih banyak transistor untuk penerapan pada aplikasi tertentu. Misalnya filter analog lebih sedikit menggunakan transistor dari pada filter digital. Tetapi kelemahan ini tertutupi dengan berkembangnya teknologi semikonduktor. Dengan teknologi VLSI atau ULSI, puluhan juta transistor dapat dikemas dalam wafer yang ukurannya tidak lebih dari 1 cm2.

b. Pada banyak situasi, respon sistem digital lebih lambat dari respon sistem analog yang setara dengannya. Tetapi kelemahan inipun dapat diatasi dengan penerapan teknik kompresi sinyal dan paralel processing. Meskipun lambat, tetapi karena ukuran sinyal diperkecil sedemikian rupa atau prosesnya dilakukan secara paralel (1 tugas diselesaikan oleh banyak prosesor), maka kecepatan proses atau transmisinya dapat menjadi setara atau lebih baik dari sistem analog yang setara dengannya.

3. Contoh representasi biner (binary representation) informasi digital adalah: Tulisan, Bilangan, Sinyal 1 dimensi, Sinyal 2 dimensi.

5.3. Sistem Bilangan dalam Biner

Sistem bilangan desimal kurang serasi digunakan pada sistem digital karena sulit untuk mendesain rangkaian elektronik sedemikian rupa sehingga dapat bekerja dengan 10 level tegangan yang berbeda ( 0 – 9 ).

Sebaliknya akan lebih mudah mendesain rangkaian elektronik yang beroperasi dengan hanya menggunakan 2 level tegangan saja. Untuk alasan ini hampir semua sistem digital menggunakan

(8)

Rudy Wawolumaja Halaman 47

sistem bilangan biner ( dasar 2 ) sebagai dasar operasinya. Pada sistem biner hanya digunakan dua simbol / nilai digit yang mungkin yakni : 0 dan 1.

Semua ketentuan – ketentuan yang berlaku pada sistem cesimal juga berlaku pada sistem biner. Perhatikan ilustrasi bilangan biner : 1011,101

25 24 23 22 21 20 2-1 2-2 2-3 2-4

1 1 1 0 1 1 1 0 1 1

.

MSB TB LSB

Setiap digit biner dinamakan BIT, sedang BIT paling kiri dinamakan Most Significant Bit ( MSB ) dan BIT paling kanan dinamakan Least significant Bit ( LSB ).

Untuk membedakan bilangan pada sistem yang berbeda cara penulisannya menggunakan subskrib. Sebagai contoh bilangan ( 9 )10 menyatakan desimal sedang ( 1001 )2 menyatakan

bilangan biner.

5.3.1. Konversi Desimal ke Biner

Konversi desimal ke biner dapat dilakukan dengan beberapa cara namun yang paling mudah menggunakan metoda trial and error. Bilangan desimal yang akan diubah secara berturut-turut dibagi 2 dengan memperhatikan sisa pembagiannya. Sisa pembagian akan brnilai 1 atau 0 yang akan membentuk bilangan biner dengan sisa yang terakhir merupakan MSB.

Contoh : konversikan bilangan decimal 25 Caranya ditempuh jalan sbb:

25/2 = 12 + sisa 1 12/2 = 6 + sisa 0 6/2 = 3 + sisa 0 3/2 = 1 + sisa 1 2/2 = 0 + sisa 1 1 1 0 0 1 MSB LSB Jadi ( 25 )10 = ( 11001 )2 Penjumlahan Biner ( 1011 )2 + ( 1011 )2 = ( ---)2

(9)

Rudy Wawolumaja Halaman 48

Untuk memudahkan hitungan dibuat bersusun : 1 0 0 1 1 0 1 1 --- + 1 0 1 0 0 ( hasil ) Perkalian Biner ( 101 )2 x ( 11 )2 = ( --- )2 1 0 1 1 1 --- x 1 0 1 1 0 1 --- + 1 1 1 1 Pengurangan Biner ( 1001 )2 - ( 11 )2 = ( ---)2 Dibuat secara bersusun berikut : 1 0 0 1 11 --- - 1 1 0 Pembagian Biner

Pembagian biner berlangsung sama dengan proses pembagian bilangan desimal bahkan lebih sederhana karena hanya menerapkan digit:0 dan 1.

Contoh : ( 1101 )2 : ( 11 )2 = ( ---)2

Penyelesaiannya ditempuh jalan : 11 Pembagi 11 1101 11 11 11 00 ( habis dibagi )

(10)

Rudy Wawolumaja Halaman 49

5.3.2. Konversi Biner ke Desimal

Ikuti langkah-langkah berikut ini :

1. Tuliskan bilangan biner dengan lengkap

2. Tulis deret bilangan : 1,2,4,8,16,32,64, …..dst, di bawah bilangan biner dimulai dari bit paling kanan (LSB )

3. Coret semua bilangan desimal yang bertepatan dengan digit biner 0. 4. Jumlahkan seluruh bilangan desimal yang masih tersisa .

Contoh : ( 101101 )2 = ( ---)10

1 0 1 1 0 1 32 16 8 4 2 1 32 + 8 + 4 + 1 = 45 Dapat pula dengan cara :

1 0 1 1 0 1 = 1.25 + 0.24 + 1.23 + 1.22 + 0.21 + 1.20 = 32 + 8 + 4 + 1

= 45

5.4. Bilangan Octal

Dalam sistem digital selain bilangan biner juga digunakan sistem bilangan octal, namun sistem ini tidak dipakai dalam perhitungan melainkan untuk memendekkan bilangan biner saja. Bilangan octal dikenal dengan sistem bilangan dasar delapan. Berikut diberikan tabel yang memuat perbandingan antara bilangan: Desimal,Biner dan Octal

DESIMA L BINER OCTAL 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 2 3 4 5 6 7 10 11

5.4.1. Konversi Desimal ke Octal

Konversi dilakukan dengan membagi delapan bilangan desimal hingga bilangan desimal habis dibagi dan sisanya dituliskan disebelah kanannya ( seperti konversi desimal ke biner ).

(11)

Rudy Wawolumaja Halaman 50 Contoh : ( 1359 )10 = ( ---)8 Penyelesaian : 1359/8= 169 + 7 169/8 = 21 + 1 21/8 = 2 + 5 2/8 = 0 + 2 2 5 1 7

5.4.2. Konversi Biner ke Octal

Proses perubahannya dilakukan dengan mengelompokkan bilangan – bilangan biner menjadi beberapa group , dimana setiap group terdiri dari 3 bit biner dan dimulai dari LSB.

Langkah berikutnya mengkonversi setiap kelompok kedalam bentuk octal. Contoh : ( 1110111001111000 )2 = ( ---)8

1 110 111 001 111 000

1 6 7 1 7 0

5.4.3. Konversi Octal ke Biner

Prosesnya merupakan kebalikan dari perubahan biner ke octal. Contoh : ( 1726 )8 = ( ---)2

1 7 2 6

1 111 010 110 (MSB) (LSB)

Penjumlahan dan Pengurangan Octal

Guna memudahkan dalam pelaksanaan penjumlahan maupun pengurangan bilangan octal maka dibuatkan tabel seperti berikut

+ /-

(12)

Rudy Wawolumaja Halaman 51 0 0 1 2 3 4 5 6 7 1 1 2 3 4 5 6 7 10 2 2 3 4 5 6 7 10 11 3 3 4 5 6 7 10 11 12 4 4 5 6 7 10 11 12 13 5 5 6 7 10 11 12 13 14 6 6 7 10 11 12 13 14 15 7 7 10 11 12 13 14 15 16 Contoh : ( 2067 )8 + ( 7647 )8 Penyelesaian : D C B A 2 0 6 7 7 6 4 7 --- + 1 1 7 3 6 Penjelasan :  kolom A : 7 + 7 = ( 14 )10 = ( 16 )8  kolom B : 6 + 4 + 1 = ( 11 )10 = ( 13 )8  kolom C : 0 + 6 + 1 = ( 7 )8  kolom D : 2 + 7 + 0 = ( 9 )10 = ( 11 )8 Jadi hasilnya adalah : ( 11736 )8

Perkalian dan Pembagian octal

Proses perkalian octal dapat ditempuh dengan 2 cara :

1. Merubah dahulu octal ke desimal, kemudian dilakukan perkalian biasadan hasilnya dikonversi ke octal.

2. Bentuk langsung dengan menggunakan tabel . X /: 0 1 2 3 4 5 6 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 2 3 4 5 6 7 2 0 2 4 6 10 12 14 16 3 0 3 6 11 14 17 22 25 4 0 4 10 14 20 24 30 34 5 0 5 12 17 24 31 36 43 6 0 6 14 22 30 36 44 52 7 0 7 16 25 34 43 52 61 Contoh : ( 24 )8 x ( 56 )8 Penyelesaian :

(13)

Rudy Wawolumaja Halaman 52 24 56 --- x 170 144 --- + 1630 Penjelasan :  4 x 6 = ( 24 )10 = ( 30 )8  2 x 6 = ( 12 )10 = ( 12 )8 + ( 3 )8  5 x 4 = ( 20 )10 = ( 24 )8  5 x 2 = ( 10 )10 = ( 12 )8

 tambahkan sisa ( 2 )8 menghasilkan ( 14 )8

 jumlahkan masing – masing : 0 + 0 = 0 7 + 4 = ( 11 )10 = ( 13 )8 1 + 1 + 4 = ( 6 )8 0 + 1 = ( 1 )8 Pembagian octal

Seperti pada perkalian , pembagian octal juga dapat ditempuh dengan 2 cara :

1. Pembagi dan yang dibagi diubah dulu kedalam bentuk desimal kemudian hasilnya dikonversi ke octal.

2. Menggunakan aritmatik octal langsung. Contoh : ( 1637 )8 : ( 34 )8 Penyelesaian : 41 ( hasil ) 34 1637 160 --- - 37 34 --- - 3 ( sisa )

(14)

Rudy Wawolumaja Halaman 53

5.5. Hexa Desimal

Sistem bilangan ini dikenal dengan basis enam belas . Seperti halnya octal, hexa juga dipergunakan untuk memendekkan persamaan-persamaan bilangan biner.

Berikut tabel komparasi antara Biner , Octal dan Hexa. Biner Hexa Octal Desimal

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 0 2 2 2 0 0 1 1 3 3 3 0 1 0 0 4 4 4 0 1 0 1 5 5 5 0 1 1 0 6 6 6 0 1 1 1 7 7 7 1 0 0 0 8 10 8 1 0 0 1 9 11 9 1 0 1 0 A 12 10 1 0 1 1 B 13 11 1 1 0 0 C 14 12 1 1 0 1 D 15 13 1 1 1 0 E 16 14 1 1 1 1 F 17 15 1 0 0 0 0 10 20 16

Sistem operasi hexa desimal sama seperti sistem bilangan yang lain.

5.5.1. Konversi Hexa ke Desimal

Konversi Hexa ke Desimal berlangsung sama seperti bilangan yang lainnya,melainkan menggunakan bilangan dasar 16.

Contoh: Ubah ( 2C9 )16 ke Desimal

Penyelasaian :

( 2C9 )16 = 2 x 162 + 12 x 161 + 9 x 160

= 512 + 192 + 9 = ( 713 )10

(15)

Rudy Wawolumaja Halaman 54

5.5.2. Konversi Desimal ke Hexa

Bilangan decimal dapat diubah kedalam bentuk Hexa menggunakan pembagian dengan factor pembagi 16. Hasilnya berupa sisa yang diterjahkan kedalam bentuk hexa yang dibaca dari bawah ke atas

Contoh 1: Ubah (423)10 ke Hexa

Penyelesaian :

423/16 = 26 + sisa 7 7 26/16 = 1 + sisa 10 A 1/16 = 0 + siasa 1 1 Jadi hasilnya adalah : (1A7)16

5.5.3. Konversi Hexa ke Octal

Contoh 1 : Ubah( 7FE )16 ke Octal

Bilangan asli = 7 F E Ubah ke biner = 0111 1111 1110

Regruping = 011 111 111 110 Octal = 3 7 7 6 Jadi hasilnya : ( 7FE )16 = ( 3776 )8

5.6. Binary Coded Decimal ( BCD )

Apabila setiap digit dari suatu bilangan desimal dinyatakan dalam ekivalen binernya maka prosedur pengkodean ini disebut : Binary Coded Decimal dan disingkat BCD. Karena digit desimal besarnya dapat mencapai 9 maka diperlukan 4 bit untuk mengkode setiap digit desimal. Untuk menunjukkan kode BCD, ambillah suatu bilangan desimal 874. Setiap digit diubah menjadi ekivalen binernya sbb:

8 7 4

1000 0111 0100

Sebagai contoh lain , ubahlah bilangan 94,5 menjadi representasi kode BCD ! 9 4 , 5

1001 0100 0101

Sekali lagi, setiap digit desimal diubah menjadi ekivalen biner langsungnya. Namun harap diingat bahwa 4 bit selalu digunakan untuk setiap digit.

(16)

Rudy Wawolumaja Halaman 55

Dengan demikian kode BCD dapat dilihat dalam urutan berikut :

0000 – 0001 – 0010 – 0011 – 0100 – 0101 – 0110 – 0111 – 1000 – 1001 . Contoh : 0011 1000 00101 1001 ( BCD )

3 8 5 9 ( Des ) Perbandingan antara kode BCD dan kode Biner langsung.

Penting untuk diketahui bahwa bilangan BCD tidak sama dengan bilangan biner langsung. Kode biner langsung mengkodekan lengkap seluruh bilangan desimal dan menyatakan dalam biner, sedang kode BCD mengubah desimal menjadi biner individual ( satu persatu ).

Contoh :

( 137 )10 = ( 10001001 ) ( biner )

( 137 )10 = 000100110111 ( BCD )

Penjumlahan BCD

Penjumlahan bilangan desimal yang berbentuk BCD paling mudah dipahami melalui dua kasus yang dapat terjadi pada saat digit – digit desimal dijumlahkan.

I. Jumlah samadengan sembilan atau kurang

Ikuti penjumlahan 5 dan 4 yang menggunakan BCD untuk menyatakan tiap-tiap digit : 5 0101 ( BCD ) 4 0100 ( BCD ) -- --- 9 1001 ( BCD ) Contoh lain : 45 01000101 ( BCD ) 33 00110011 ( BCD ) --- --- 78 01111000 ( BCD )

II. Penjumlahan lebih dari sembilan Perhatikan contoh berikut :

6 0110 ( BCD ) 7 0111 ( BCD ) -- ---

13 1101 ( ? )

(17)

Rudy Wawolumaja Halaman 56

Untuk membetulkan digunakan koreksi ( 0110 ) sehingga menjadi : 6 0110 ( BCD ) 7 0111 ( BCD ) --- --- 13 1101 ( salah ) 0110 ( koreksi ) --- 13 10011 ( benar )

(18)

Rudy Wawolumaja Halaman 57

5.7. Rangkaian Logika

Sebuah sistem digital merupakan basis dalam melaksanakan berbagai tugas komputasional, oleh karena itu perlu dilakukan manipulasi informasi biner dengan menggunakan rangkaian-rangkaian logika yang disebut gerbang-gerbang (gates). Gerbang didefinisikan sebagai blok-blok piranti keras (hardware) yang menghasilkan sinyal-sinyal biner; 1 atau 0, jika persyaratan-persyaratan input logika dipenuhi. Hubungan input dan output dari variabel biner untuk setiap gerbang dapat disajikan dalam sebuah tabel yang disebut “tabel kebenaran” (truth table). Gerbang-gerbang logika yang dibahas dalam modul 1 ini adalah AND, OR, NOT, NAND, NOR dan X-OR

5.7.1. Gerbang AND

Gerbang AND dinyatakan sebagai Y = A  B, dimana output rangkaian Y bernilai 1, hanya jika kedua inputnya A dan B masing-masing bernilai 1; dan output Y bernilai 0 untuk nilai-nilai A dan B yang lain. Simbol gerbang AND dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4. Simbol gerbang AND

Sedangkan tabel kebenaran untuk rangkaian gerbang AND adalah:

Tabel 1. Tabel kebenaran dari gerbang AND

A B Y = A B 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 5.7.2. Gerbang OR

Gerbang OR dinyatakan sebagai Y = A + B, dimana output rangkaian Y bernilai 0, hanya jika kedua inputnya A dan B masing-masing bernilai 0; dan output Y bernilai 1 untuk nilai-nilai A dan B yang lain. Simbol gerbang OR dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5. Simbol gerbang OR

Adapun tabel kebenaran untuk rangkaian gerbang OR, sebagai berikut:

Tabel 2. Tabel kebenaran dari gerbang OR

A B Y = A + B

0 0 0

0 1 1

1 0 1

(19)

Rudy Wawolumaja Halaman 58

5.7.3. Gerbang NOT

Gerbang NOT juga dikenal sebagai inverter dan dinyatakan sebagai Y = A. Nilai output Y

merupakan negasi atau komplemen dari input A. Jika input A bernilai 1, maka output Y bernilai 0, demikian sebaliknya. Simbol gerbang NOT dapat dilihat pada Gambar 5.6.

Gambar 5.6. Simbol gerbang NOT

Sedangkan tabel kebenaran untuk rangkaian gerbang NOT adalah:

Tabel 3. Tabel kebenaran dari gerbang NOT

A Y = A

0 1

1 0

5.7.4. Gerbang NAND

Gerbang NAND dinyatakan sebagai Y = AB, dimana output rangkaian Y bernilai 0, hanya jika kedua inputnya A dan B masing-masing bernilai 1; dan output Y bernilai 1 untuk nilai-nilai A dan B yang lain. Jadi NAND adalah komplemen dari AND. Simbol gerbang NAND dapat dilihat pada Gambar 5.7.

Gambar 5.7. Simbol gerbang NAND

Adapun tabel kebenaran untuk rangkaian gerbang NAND, sebagai berikut:

Tabel 4. Tabel kebenaran dari gerbang NAND

A B Y = AB 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 5.7.6. Gerbang NOR

Gerbang NOR dinyatakan sebagai Y = AB, dimana output rangkaian Y bernilai 1, hanya jika kedua inputnya A dan B masing-masing bernilai 0, dan output Y bernilai 0 untuk nilai-nilai A dan B yang lain. Jadi NOR adalah komplemen dari OR. Simbol gerbang NOR dapat dilihat pada

(20)

Rudy Wawolumaja Halaman 59

Gambar 5.8 Simbol gerbang NOR

Sedangkan tabel kebenaran untuk rangkaian gerbang NOR adalah:

Tabel 5. Tabel kebenaran dari gerbang NOR

A B Y = AB 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 5.7.7. Gerbang X-OR

Gerbang X-OR dinyatakan sebagai Y = ABAB atau disederhanakan menjadi Y = A  B, dimana output rangkaian Y bernilai 0, jika kedua input A dan B memiliki nilai yang sama, dan output Y bernilai 1 jika kedua input A dan B memiliki nilai yang tidak sama. Simbol gerbang X-OR dapat dilihat pada Gambar 5.9. .

Gambar 5.9. Simbol gerbang X-OR

Sedangkan tabel kebenaran untuk rangkaian gerbang X-OR adalah:

Tabel 4. Tabel kebenaran dari gerbang X-OR

A B Y = A B

0 0 0

0 1 1

1 0 1

(21)

Rudy Wawolumaja Halaman 60

5.8. Rangkaian Penjumlah

Dalam sistem digital dikenal beberapa rangkaian (circuit) penjumlahan (addder), antara lain adalah rangkaian penjumlah setengah (half adder), rangkaian penjumlah penuh (full adder), rangkaian penjumlah biner sejajar.

5.8.1. Rangkaian / Untai penjumlah setengah (half adder)

Rangkaian / untai penjumlah setengah (half adder) adalah suatu untai yang terdiri atas dua buah masukan (bilangan yang akan dijumlahkan) dan dua buah keluaran terdiri atas hasil penjumlahan (s) dan hasil bawaan (luapan = carry = c). Untuk menyusun untai half adder ini digunakan gerbang-gerbang dasar yang telah dipraktikkan pada modul sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

A : Terminal masukan B : Terminal keluaran

A dan B adalah bilangan yang dijumlahkan S : Hasil penjumlahan

C : Hasil bawaan (luapan/carry) S = A  B

C = A . B

5.8.2. Untai penjumlah penuh (full adder)

Untai penjumlah penuh (full adder) adalah suatu untai yang terdiri atas tiga buah masukan dan dua buah keluaran.

Masukan terdiri atas dua buah bilangan yang akan dijumlahkan dan sebuah luapan yang berasal dari full adder sebelumnya.

Keluaran terdiri atas sebuah hasil penjumlahan (s) dan hasil bawaan (luapan = carry = c). Untuk menyusun untai full adder ini digunakan gerbang-gerbang dasar yang telah dipraktikkan pada modul sebelumnya.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini : An : Terminal masukan

Bn : Terminal keluaran

Cn-1 : Luapan dari full adder sebelumnya

An dan Bn adalah bilangan yang dijumlahkan

Sn : Hasil penjumlahan

Cn : Hasil luapan (bawaan / carry)

Sn = (An Bn)  Cn-1 Cn = (An Bn). Cn-1 + (An . Bn) A B HA S C An Bn Cn-1 FA Sn Cn

(22)

Rudy Wawolumaja Halaman 61

5.8.3. Untai penjumlah sejajar

Untai penjumlah sejajar ini adalah merupakan pengembangan dari untai full adder yang telah dibahas sebelumnya. Penyusunan dari untai penjumlah sejajar tersebut adalah sebagai berikut :

Jika diinginkan suatu untai yang dapat berfungsi sebagai penjumlahan dan pengurangan, maka perlu ditambahkan lagi untai EXOR pada masing-masing kaki input bilangan B. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Jika akan digunakan sebagai untai penjumlahan maka "Sub" diberi nilai 0 (dihubungkan dengan Ground), jika akan digunakan sebagai untai pengurangan maka "Sub" diberi nilai 1 (dihubungkan dengan Vcc), dimana A adalah bilangan yang akan dikurangi bilangan B.

(23)

Rudy Wawolumaja Halaman 62

5.9. ADC & DAC

Analog to Digital Converter (Peubah dari Analog ke Digital) dan Digital to Analog Converter (Peubah dari Digital ke Analog) Pendahuluan

Operasi internal sistem digital selalu menggunakan biner atau beberapa tipe kode biner, begitu pula segala input atau masukan kedalam sistem digital harus pula dalam format biner sebelam diproses dalam rangkaian digital, demikian pula halnya pada keluaran (output) sebagai hasil proses dari rangkaian digital juga dalam bentuk biner.

Oleh karena kebutuhan sistem pengendali digital adalah menggunakan transduser analog pada sisi input atau masukan dan penggerak analog pada sisi output atau keluaran, seperti digambarkan pada gambar 39.

Pada gambar xx masukan atau input merupakan besaran analog yang didapat dari hasil proses dalam trasduser, kemudian oleh perangkat pengubah analog ke digital (ADC) diubah menjadi besaran digital. Besaran digital tersebut adalah merupakan masukan atau input dari sebuah sistem digital untuk diproses secara aritmatik atau logik sehingga dihasilkan suatu besaran digital. Oleh karena output atau keluaran dari sistem digital berupa besaran digital sedangkan yang dibutuhkan untuk menggerakan rangkaian berikutnya adalah besaran analog, maka diperlukan perangkat pengubah digital ke analog yang berfungsi untuk mengubah besaran digital dari hasil proses menjadi besaran analog sebagai contoh untuk mengendalikan sebuah kecepatan motor dc dibutuhan besaran anlog.

Sehingga dapat kita lihat adanya interface berupa ADC dan DAC pada sebuah sistem rangkaian digital (Komputer, mikroprosessor dll.) dengan dunia analog, disini menunjukan kepada kita bahwa sebuah sistem pengendali terdapat kemungkinan kombinasi dari dua besaran yaitu analog dan digital dimana sistem sensor merupakan dunia analog, proses dengan digital dan penggerak utama sebagai output adalah besaran analog.

Gambar 39. Sistem pengendali digital

Gambar

Gambar  1.1.a.  memperlihatkan  perbedaan  utama  antara  sinyal  analog  (kiri)  dengan  sinyal  digital (kanan)
Gambar 1.2. memperlihatkan teknik mengubah sinyal analog 2 dimensi (a) menjadi deretan  kode biner serial (c) atau paralel (d) melalui diskritisasi atau kuantisasi (b)
Gambar 1.3. memperlihatkan sebuah gambar diam yang dipecah menjadi kotak-kotak kecil.
Gambar 5.4.   Simbol gerbang AND  Sedangkan tabel kebenaran untuk rangkaian gerbang AND adalah:
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ukuran yang kecil, nanopartikel memiliki nilai perbandingan luas permukaan dan volume yang lebih besar dibandingkan dengan partikel sejenis dalam ukuran

Nilai Tobin’s Q atau Q ratio pada umumnya dapat dihitung dengan membagi nilai pasar suatu perusahaan (yang diukur dengan nilai pasar dari saham yang beredar dan hutang)

Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini membahas tentang ruang lingkup sosiologi dan kebudayaan pertanian, proses sosial, konsep dasar budaya dan masyarakat, kelembagaan

Guru pamong memiliki peranan yang sangat penting dalam kesuksesan praktikan dalam melaksanakan PPL ini, baik PPL 1 maupun PPL 2. Guru pamong yang membimbing mahasiswa

orang yang pertama masuk islam dari keluarga Nabi Muhammad saw,

Dalam kerangka pembinaan dan pengembangan dat a st at ist ik yang dibut uhkan oleh Badan Pusat St atist ik Kot a Tidore Ut ara Kepulauan, Saya mint a kepada semua lint as sekt or

adalah penelitian yang dilakukan oleh Retno Mardiana dengan judul “Pengaruh Risiko Usaha terhadap Return On Asset (ROA) pada Bank-bank Swasta Nasional.. yang Go

Tabel 4 menunjukkan bahwa antara tahun dasar sampai tahun 2025 diasumsikan intensitas energi per rumah tangga meningkat, kemudian meningkat lagi tetapi dengan laju