• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN STRES KERJA DAN KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN PERUSAHAAN X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN STRES KERJA DAN KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN PERUSAHAAN X"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal

NOETIC

Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

196

HUBUNGAN STRES KERJA DAN KEPUASAN KERJA PADA

KARYAWAN PERUSAHAAN X

Felanny1

Sukma Rani Moerkardjono

Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Krida Wacana

Abstract. The aim of this research is to measure the relationship between job stress and job satisfaction of employees in the company X. Company X is one of companies that engages in entertainment/media. The hypotheses of this research were there is a negative relationship between job stress and job satisfaction. Subjects of this research consisted of 103 people using snowball sampling. Job stress was measured by four aspects such as physiological measurement, self-report assessment, measurement of personal life and measuring personal compatibility with the environment based theories of Hans Selye. Employee job satisfaction is measured based on six aspects consist of the work itself, salary, promotion, working group, supervision and environmental conditions based theories of Luthans. The scale of job stress was 30 item statement with reliability coefficient of 0.734. Job satisfaction scale were 30 items statement with a reliability coefficient of 0.855. The statistical method used in the research were the Pearson Product Moment Correlation. The results showed r = -0.645 with p <0.05. This indicated that the lower of job stress level increase job satisfaction level.

Keywords: entertainment company, job stress, job satisfaction

Pendahuluan

Perkembangan teknologi yang semakin pesat membuat proses pencarian informasi dan komunikasi semakin cepat dan efisien. Hal ini menyebabkan kebutuhan manusia bukan lagi terbatas pada kebutuhan sandang, papan dan pangan. Namun kebutuhan tersebut kini juga mencakup kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada. Selain itu, dorongan dari perusahaan untuk terus berkembang mendorong manusia untuk terus mengasah dan mempertajam kemampuan yang dimiliki. Tuntutan tersebut dapat berdampak positif sehingga karyawan mampu memberikan kontribusi yang positif. Namun, hal ini juga dapat berdampak negatif karena karyawan harus bekerja lebih cepat, tepat dan efisien sehingga menyebabkan ritme kerja yang semakin tinggi. Hal ini menyebabkan kelelahan secara fisik dan juga psikologis karena adanya tuntutan

(2)

Jurnal

NOETIC

Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

197

waktu yang semakin mendesa dan dapat menimbulkan stres kerja pada karyawan. Stres kerja yang dirasakan dapat berdampak pada kepuasan kerja yang dimiliki oleh karyawan. Wijono (2011) menambahkan bahwa beberapa fenomena yang terkait dengan kepuasan maupun ketidakpuasan kerja antara lain kurangnya memperoleh kesempatan untuk maju, merasa tertekan, perlakuan yang kurang adil, kesejahteraan dan gaji yang tidak sebanding dengan kinerja yang diberikan. Namun, penelitian lain yang dilakukan oleh Wijono (2011) menyatakan bahwa stres kerja tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa stres kerja bukan variabel yang mempunyai peran terhadap munculnya kepuasan kerja.

Hal ini pun terjadi pada karyawan yang bekerja di perusahaan yang bergerak dibidang media atau perusahaan entertainment. Karyawan yang bekerja pada perusahaan entertainment biasanya memiliki jam kerja yang tidak mengikat. Artinya mereka lebih dituntut pada hasil dibandingkan proses yang terjadi saat mereka bekerja. Hal ini yang akhirnya menimbulkan ritme kerja yang tidak beraturan, jam kerja yang tidak menentu serta intensitas kerja yang cukup tinggi. Menurut Nursofa dan Eka Putri (2009), para kru bekerja dengan waktu yang lebih panjang dan mulai timbul gejala stres secara fisik maupun mental, namun beberapa stres kadang menguntungkan karena memotivasi para kru untuk meningkatkan kinerja dan membuat perubahan-perubahan dalam mengatasinya. Hal ini yang disebut sebagai eustress. Eustress merupakan kekuatan positif dimana seseorang mampu menganggap stres sebagai suatu hal yang menyenangkan sehingga dapat merangsang unjuk kerjanya (Munandar, 2005).

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti stres kerja yang dialami oleh karyawan perusahaan X dan kaitannya dengan kepuasan kerja pada karyawan perusahaan X. Oleh karena itu, peneliti ingin menuangkan penelitian ini dalam bentuk karya ilmiah mengenai “Apakah ada Hubungan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Karyawan pada Perusahaan X?”.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara stres kerja dengan kepuasan kerja yang dimiliki oleh karyawan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan konsep-konsep mengenai teori stres kerja dan kepuasan kerja yang dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dalam bidang psikologi industri dan

(3)

Jurnal

NOETIC

Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

198

organisasi. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi dan sebagai bahan referensi khususnya mengenai hubungan antara stress kerja dengan kepuasan kerja. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi umpan balik bagi perusahaan X dalan upaya untuk menanggulanggi masalah yang terkait dengan stres kerja dan kepuasan kerja.

Kepuasan kerja

Kepuasan kerja merupakan penilaian dan persepsi karyawan mengenai pekerjaan yang dilakukan maupun lingkungan kerja yang dirasakan oleh karyawan. Schultz dan Schultz (2010) menjelaskan kepuasan kerja mengacu pada perasaan positif dan negatif karyawan dalam menangani sebuah pekerjaan atau tanggung jawab. Howell dan Dipboye (dalam Munandar, 2005) mengartikan kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari perasaan suka maupun tidak suka terhadap berbagai aspek pekerjaannya. Handoko dan Asa’ad (dalam Umar, 2005) menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian atau cerminan dari perasaan karyawan terhadap pekerjaannya.

Dampak dalam perilaku kerja yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerja menurut Schultz dan Schultz (2010), yaitu produktifitas, prososial dan perilaku kontraproduktif, tingkat presensi, pergantian karyawan (turnover). Selain itu, terdapat juga 5 faktor penyebab kepuasan kerja antara lain: pemenuhan kebutuhan, ketidakcocokan, pencapaian nilai, persamaan, komponen watak dan genetik. Kepuasan kerja terdiri dari 6 aspek yaitu pekerjaan itu sendiri, gaji, promosi, pengawasan (supervisi), kelompok kerja dan lingkungan kerja.

Stres Kerja

Stres kerja merupakan suatu kondisi yang dialami karyawan yaitu merasa adanya ancaman dan hasil dari ketidaksesuaian antara tuntutan dengan kebiasaan maupun kompetensi seseorang yang dihasilkan dari persepsi karyawan terhadap lingkungan maupun pekerjaannya. Hans Selye (dalam Riggio, 2003) mendefinisikan stres sebagai sebuah reaksi psikologis untuk menyatakan ancaman dari situasi lingkungan. Dalam perspektif Selye, stres kerja umumnya merujuk pada stres yang disebabkan karena pengaruh lingkungan kerja. Lazarus (dalam Riggio, 2003) menyatakan bahwa stres kerja

(4)

Jurnal

NOETIC

Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

199

bergantung pada cara pandang pekerja, dimana stres merupakan hasil dari persepsi pekerja dalam menyatakan situasi lingkungan sebagai ancaman atau tantangan. Menurut Marican (2005) stres adalah salah satu keadaan yang memberi kesan diluar keadaan yang normal ke atas emosi, pemikiran, proses fisiologi dan dan fisikal seseorang.

Faktor-faktor penyebab stres kerja antara lain intrinsik, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan dan individu. Menurut Hans Selye dalam Riggio (2003), ia mengukur stres kerja berdasarkan pengukuran fisiologis, self

report assesment (pelaporan diri), pengukuran dari kehidupan pribadi dan pengukuran

kecocokan personal dengan lingkungan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fadhilah (2010) mengenai analisis faktor pengaruh stres kerja terhadap kepuasan kerja, maka didapatkan hasil bahwa stres kerja memiliki pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja. Artinya, semakin tinggi stres kerja, maka membuat tingkat kepuasan kerja karyawan semakin menurun. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah stres kerja, maka semakin tinggi tingkat kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan. Karyawan yang merasa ketidaksetaraan dalam kinerja yang diberikan maupun ketidaknyamanan dalam bekerja akan menimbulkan tekanan secara fisik maupun psikologis. Adanya gesekan-gesekan yang terjadi dan ketidaknyamanan didalam lingkungan kerjanya, maka akan menimbulkan ketidakcocokan baik dengan kondisi kerja maupun adanya perbedaan-perbedaan tujuan pribadi dengan perusahaan. Perbedaan-perbedaan ini kemudian akan menimbulkan adanya konflik. Semakin tinggi atau semakin sering konflik timbul dan terjadi, akan membuat persepsi dan penilaian karyawan tersebut semakin negatif. Apabila karyawan tersebut merasa bahwa ia sudah tidak mendapatkan kesehjahteraan pribadi dari lingkungan pekerjaannya yang berdampak pada tingginya tingkat stres kerja. Walaupun karyawan mendapatkan gaji, promosi maupun kelompok kerja yang memadai, namun perasaan negatif karyawan dapat mengakibatkan rendahnya tingkat kepuasan kerja. Berdasarkan hal tersebut, peneliti berhipotesis bahwa ada hubungan negatif antara stres kerja dengan kepuasan kerja.

(5)

Jurnal

NOETIC

Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

200

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian berupa penelitian korelasional yang akan dianalisa dengan menggunakan Pearson

Product Moment. Populasi dalam penelitian ini merupakan karyawan yang bekerja di

Perusahaan X yang bergerak di bidang entertainment yaitu sekitar 1600 orang. Kriteria populasi dalam penelitian ini yaitu terdiri dari pria dan wanita, berusia sekitar 19 – 50 tahun dengan alasan mempertimbangkan usia produktif, jabatan sebagai staff hingga

section head dan merupakan karyawan dari perusahaan X. Perusahaan X terdiri dari 5

divisi yaitu HRD & GA; News & Program; Programming; FRM; Produksi.

Peneliti mendapatkan rujukan subyek penelitian dalam pengambilan sampel penelitian ini. Hal ini dikarenakan ada beberapa karyawan dalam departemen tertentu yang saat peneliti mengambil data sedang sibuk dan tidak bisa diganggu serta karyawan yang tidak diketahui oleh peneliti. Oleh karena itu, pengambilan sampel ini disebut dengan teknik sampling bola salju (snowball sampling). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap. Metode pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode rating yang dijumlahkan atau biasa disebut sebagai skala Likert. Alat pengumpulan data menggunakan skala dengan pengukuran skala Likert yaitu STS (sangat tidak sesuai); TS (tidak sesuai); S (sesuai); SS (sangat sesuai). Uji reliabilitas dan validitas dengan menggunakan uji terpakai (try-out terpakai). Validitas yang digunakan adalah validitas konstruk. Teknik yang digunakan untuk menemukan indeks validitas alat ukur dalam penelitian ini adalah korelasi inter-aitem dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment.

Skala kepuasan kerja terdiri dari 30 aitem dan setelah peneliti melakukan uji reliabilitas maka didapatkan hasil reliabilitas pada skala kepuasan kerja yaitu sebesar 0,855. Pada skala ini, semua aitem dinyatakan valid sehingga tidak ada aitem yang dieliminasi. Skala stres kerja terdiri dari 30 aitem dan setelah peneliti melakukan uji reliabilitas, maka didapatkan hasil reliabilitas pada skala stres kerja sebesar 0,734.

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 103 orang dari total alat ukur sebanyak 150 eksemplar. Subyek terdiri dari 69 pria dan 34 wanita. Subyek diperoleh dengan cara penyebaran alat ukur secara acak ke berbagai divisi dan departemen.

(6)

Jurnal

NOETIC

Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

201

Sampel penelitian terdiri dari 103 orang yang dilengkapi dengan beberapa data demografi sebagai informasi tambahan yaitu nama (inisial), usia, jenis kelamin, status pernikahan, jabatan, departemen dan lama bekerja.

Tabel 1

Tabulasi Demografi Subyek Penelitian

Indikator demografi Total subyek Persentase

1. Jenis Kelamin Pria Wanita 69 34 67% 33% 2. Status pernikahan Belum menikah Menikah Janda/duda Tidak diisi 64 35 0 4 62,1% 34% 0% 3,9% 3. Lama Bekerja < 1 tahun 1-3 tahun 4-6 tahun > 6 tahun Tidak diisi 17 41 23 20 2 16,5% 39,8% 22,3% 19,4% 1,9% Hasil Penelitian

Berdasarkan analisa data dengan mengunakan rumus korelasi Pearson Product

Moment, diperoleh hasil r=−0,645 dengan p<0,05. Dalam penelitian ini, diperoleh rerata

kepuasan kerja sebesar 82,52 dalam kategori sedang dengan jumlah responden (n) sebanyak 103 orang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian karyawan perusahaan X mengalami kepuasan kerja dalam taraf sedang dalam menghadapi hal pekerjaan itu sendiri, gaji, promosi, pengawasan, rekan kerja dan kondisi kerja. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai minimal sebesar 46 dan nilai maksimal sebesar 98.

Peneliti menggunakan tiga kategori dalam menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran kepuasan kerja yaitu: rendah, sedang dan tinggi. Penggolongan kategori tersebut dilakukan peneliti berdasarkan mean empirik yang diperoleh. Kemudian peneliti melakukan analisa standar skor (Z score) untuk mengetahui keberadaan subyek dalam

(7)

Jurnal

NOETIC

Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

202

kurva normal. Berdasarkan standar skor tersebut dapat ditentukan kategori sebagai berikut:

Tabel 2

Frekuensi dan Persentase Hasil Pengukuran Kepuasan Kerja

Skor Kategori Frekuensi Persentase

(%)

Rata- rata Standar

deviasi

X > 1 Tinggi 14 13,6

-1 < X < 1 Sedang 80 77,7

X < -1 Rendah 9 8,7

103 100 82,52 7,66306

Dalam penelitian ini, diperoleh rerata sebesar 69,116 dalam kategori sedang dengan jumlah responden (n) sebanyak 103 orang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian karyawan perusahaan X mengalami stres kerja dalam taraf sedang dalam menghadapi tuntutan pekerjaan baik dari persepsi internal (pribadi) maupun persepsi eksternal (perusahaan dan lingkungan). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai minimal responden sebesar 52 dan nilai maksimal 88.

Tabel 3

Frekuensi dan Persentase Hasil Pengukuran Stres Kerja

Skor Kategori Frekuensi Persentase

(%) Rata-rata Standar deviasi X > 1 Tinggi 16 15,5 -1 < X < 1 Sedang 74 71,9 X < -1 Rendah 13 12,6 103 100 69,116 6,39593 Tabel 4

Rerata dan Standar Deviasi Stres kerja dan Kepuasan Kerja

Rata-rata Standar deviasi N

Stres Kerja 69,1165 6,39593 103

(8)

Jurnal

NOETIC

Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

203

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, maka peneliti memperoleh hasil korelasi antara kepuasan kerja dengan stres kerja sebesar -0,645 dengan nilai signifikansi sebesar p<0,05. Hal ini menunjukan adanya hubungan signifikan antara kepuasan kerja dengan stres kerja yang bersifat negatif pada karyawan perusahaan X.

Korelasi antara aspek stres kerja dengan kepuasan kerja paling kuat terdapat pada korelasi antara aspek kecocokan personal dengan lingkungan pada skala stres kerja dengan pekerjaan itu sendiri pada skala kepuasan kerja yaitu sebesar -0,666 dengan nilai signifikansi p<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa semakin karyawan merasa lingkungan pekerjaannya tidak menekan, maka kepuasan kerja terhadap pekerjaan yang dilakukannya semakin tinggi. Selain itu, korelasi antara self report assesment (pelaporan diri) pada skala stres kerja dengan aspek supervisi (pengawasan) pada skala kepuasan kerja juga memperoleh nilai sebesar -0,585. Hal ini menunjukkan bahwa apabila karyawan merasa pengawasan yang diberikan menunjang pekerjaannya, maka penjabaran dirinya terhadap pekerjaannya juga semakin baik. Hal inilah yang terjadi pada karyawan perusahaan X. Mereka merasa pengawasan yang diberikan sangat membantu pekerjaan mereka sehingga terlihat dari hasil pengukuran stres kerja, karyawan perusahaan X cenderung menjabarkan dirinya secara positif.

Korelasi antara self report assesment (pelaporan diri) pada skala stres kerja dengan aspek pekerjaan itu sendiri pada skala kepuasan kerja memperoleh hasil korelasi sebesar -0,413. Hasil ini menunjukkan bahwa tingginya kepuasan kerja karyawan terhadap pekerjaan yang dilakukan menimbulkan penjabaran diri yang positif bagi pekerjaannya. Hal ini menandakan rendahnya stres kerja karyawan karena mereka memiliki perasaan dan penilaian positif terhadap pekerjaan yang dilakukannya.

Berdasarkan hasil analisis antara aspek-aspek stres kerja dan kepuasan kerja, terdapat beberapa aspek yang memiliki korelasi positif. Korelasi yang paling kuat terdapat antara pengukuran fisiologis pada skala stres kerja dengan pekerjaan itu sendiri pada skala kepuasan kerja yaitu sebesar 0,596. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan perusahaan X memiliki kepuasan yang tinggi terhadap pekerjaan yang dilakukannya berhubungan dengan rendahnya gejala-gejala fisiologis yang dialami oleh karyawan.

(9)

Jurnal

NOETIC

Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

204

Selain itu, korelasi yang paling lemah terdapat pada aspek pengukuran fisiologis pada skala stres kerja dengan kondisi kerja pada skala kepuasan kerja yaitu sebesar 0.054 dengan signifikansi sebesar 0,683, p>0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kerja tidak berkaitan dengan pengukuran fisiologis pada karyawan perusahaan X. Selain itu, kemungkinan lain adalah karena kondisi kerja memiliki pengaruh yang kecil terhadap kepuasan kerja karyawan (Hariandja, 2007) sehingga tidak berhubungan secara signifikan. Dengan kata lain, tidak ada hubungan antara pengukuran fisiologis dengan kondisi kerja karyawan perusahaan X.

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, maka peneliti memperoleh hasil kepuasan kerja karyawan perusahaan X berada dalam kategori sedang. Hal ini dipengaruhi oleh salah satu faktor kepuasan kerja yaitu komponen watak/genetik sehingga karyawan memiliki penilaian dan persepsi mengenai pekerjaan maupun lingkungan kerja yang cukup positif. Selain itu, diperoleh hasil stres kerja karyawan perusahaan X berada dalam kategori sedang. Hal ini dipengaruhi oleh faktor hubungan dalam pekerjaan dan individu. Karyawan perusahaan X memiliki hubungan kerja yang baik antara sesama karyawan maupun dengan atasan. Selain itu, perbedaan cara pandang karyawan yang positif yang diturunkan dalam visi misi perusahaan menyebabkan stres kerja karyawan berada dalam kategori sedang.

Hasil penelitian yang dilakukan pada karyawan perusahaan X bertentangan dengan beberapa penelitian yang dilakukan oleh penelitian lain. Penelitian yang dilakukan oleh Tunjungsari (2011) memeroleh hasil bahwa adanya hubungan positif antara stres kerja dengan kepuasan kerja. Artinya, stres kerja yang semakin baik akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Hal serupa juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Anitawidanti (2010) yang melakukan penelitian mengenai analisis hubungan stres kerja dengan kepuasan kerja berdasarkan gender. Walaupun kedua penelitian tersebut mendapatkan hasil adanya korelasi dalam tahap sedang antara stres kerja dan kepuasan kerja, namun hubungan diantara kedua variabel bersifat positif.

Berbeda dengan hasil penelitian di atas, beberapa peneliti menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara stres kerja dengan kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Henny (2007) menunjukkan adanya hubungan negatif antara stres

(10)

Jurnal

NOETIC

Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

205

kerja dengan kepuasan kerja. Hal ini mengindikasikan apabila stres kerja meningkat, maka kepuasan kerja akan menurun. Sebaliknya, apabila stres kerja menurun maka kepuasan kerja akan meningkat. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ismail, Yao dan Yunus (2009) yang menemukan ketika stres kerja meningkat, maka kepuasan kerja akan menurun. Pendapat ini juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusumadewi, Wijono dan Prapunoto (2011) yang menyatakan bahwa adanya hubungan negatif antara kedua variabel yaitu stres kerja dan kepuasan kerja. Jadi, dapat disimpulkan bahwa stres kerja berhubungan negatif dengan kepuasan kerja.

Penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Chaudhry (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara stres kerja dengan kepuasan kerja secara keseluruhan. Meskipun pada hasil analisa statistik menunjukkan hasil yang signifikan, namun korelasi yang ada antara kedua variabel hanya sebesar -0,005 (mendekati nol) sehingga disimpulkan antara stres kerja dan kepuasan kerja tidak memiliki korelasi.

Penutup

Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang bersifat negatif antara kedua variabel penelitian yaitu stres kerja dan kepuasan kerja dengan nilai r = -0,645 dengan p<0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa stres kerja dan kepuasan kerja saling berkorelasi secara signifikan dengan nilai korelasi sebesar 0,645 dan merupakan korelasi negatif. Artinya, semakin tinggi stres kerja maka semakin rendah kepuasan kerja. Sebaliknya, semakin rendah stres kerja, maka semakin tinggi kepuasan kerja.

Korelasi paling kuat yang bersifat negatif antara stres kerja dengan kepuasan kerja yaitu antara aspek kecocokan personal dengan lingkungan pada skala stres kerja dengan pekerjaan itu sendiri pada skala kepuasan kerja yaitu sebesar -0,666 dengan nilai signifikansi p<0,05. Korelasi paling kuat yang bersifat positif antara stres kerja dengan kepuasan kerja terdapat pada pengukuran fisiologis pada skala stres kerja dengan pekerjaan itu sendiri pada skala kepuasan kerja yaitu sebesar r= 0,596.

Berdasarkan analisis hasil pengukuran variabel penelitian stres kerja karyawan perusahaan X yang menjadi sampel penelitian yang berjumlah sebanyak 103 orang (n =

(11)

Jurnal

NOETIC

Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

206

103 orang), stress kerja tergolong dalam kategori sedang yaitu dengan rerata 69,1165 dan standar deviasi sebesar 6,39593. Berdasarkan analisis hasil pengukuran variabel penelitian kepuasan kerja, karyawan perusahaan X terdapat pada kategori sedang yaitu dengan rerata 82,5243 dan standar deviasi sebesar 7,66306.

Daftar Pustaka

Anitawidanti, H. (2010). Analisis hubungan antara stres kerja dan kepuasan kerja

karyawan berdasakan gender: Studi pada PT Trasindo Surya Sarana. Semarang:

Universitas Diponegoro.

Chaundhry, A. Q. (2012). The relationship between occupational stres and job satisfaction: The case of Pakistani Universitie”. Canadian Center of Science and

Education, 5(3), 212-221.

Fadhilah, M.L. (2010). Analisis pengaruh stres kerja terhadap kepuasan kerja dengan

dukungan sosial sebagai variabel moderating: Studi pada PT Coca Cola Amatil Indonesia. Semarang: Universitas Dipenegoro.

Hariandja, M.T.E. (2007) Manajemen sumber daya manusia: Pengadaan, pengembangan, pengkompensasian dan peningkatan produktivitas pegawai.

Jakarta: PT Grasindo.

Henny. (2007). Hubungan stres kerja dan kepuasan kerja karyawan bagian customer

care pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Bekasi. Bogor: Institut Pertanian

Bogor.

Ismail, A., Yao, A., & Yunus, N. K. Y. (2009). Relationship between occupational stres and job satisfaction: An empirical study in Malaysia. Journal of Romanian Economic

Malaysia, 34, 134-142.

Kusumadewi, S., Wijono, S., & Prapunoto, S. (2011). Stres kerja dan kepuasan kerja guru-guru di rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Jurnal Noetic, 3(1). 195-211.

Marican, S. (2005). Membentuk suasana kerja positif. Kuala Lumpur: Sanon Printing Corporation.

Munandar, A.S. (2005). Psikologi industri dan organisasi. Universitas Indonesia: UI-Press Nursofa, L., & Eka Putri, D. (2009). Manajemen stres kerja pada kru sinetron kejar tayang. Diunduh dari www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psycholo-gy/2009/Artikel_10504095.pdf

Riggio, R.E. (2003). Introduction to industrial/organizational psychology (4th ed.). New

Jersey: Pearson Education.

Schultz, D., & Schultz, S. E. (2010). Psychology and work today. New Jersey: Pearson Education Publisher.

Suhanto, E. (2009). Pengaruh stres kerja dan iklim organisasi terhadap turnover intention

dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening: Studi di Bank Internasional Indonesia. Semarang: Universitas Diponegoro.

(12)

Jurnal

NOETIC

Psychology Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2013

207

Tunjungsari, P. (2011). Pengaruh stres kerja terhadap kepuasan kerja karyawan pada

kantor pusat PT Pos Indonesia (Persero) Bandung. Universitas Komputer

Indonesia, 1(1) 1-14.

Umar, H. (2005). Riset sumber daya manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Utami, D. R. R. B. (2009). Hubungan iklim organisasi dengan kepuasan kerja perawat

pelaksana di ruang rawat inap RS PKU Muhammadiyah Karanganyar. Fakultas

Kedoketeran, Semarang: Universitas Dipoengoro. Diunduh dari: http://skripsistikes.files.wordpress.com/2009/08/59.pdf

Wijono, S. (2011). Stres kerja dan ketegangan psikologis sebagai prediktor terhadap kepuasan kerja karyawan. Jurnal Noetic, 3(1).178-194.

Referensi

Dokumen terkait

Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data hasil. penilaian kelayakan adalah dengan teknik analisis

Untuk tujuan ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dan teknik pengambilan data yaitu total sampling dari 42 responden di 4 SMK sedangkan

Kendala-kendala yang menghambat stategi pembelajaran menulis puisi bahasa Indonesia di kelas VI SD Negeri Cangkol 3 Kabupaten Sragen antara lain : kurang

M.Hum., as the Head of English Departement of Teacher Training English and Education Faculty of Muhammadiyah University of Purwokerto.. Endang Kusrini,

a) Jenis dan bentuk serat dapa dibeli di pasaran haruslah sesuai dengan tujuan penangkapan ikan yang digunakan, dimana jenis serta itu seperti; benang PA

Idad and jihad are some of basic concepts that radical Islamic groups and terrorists including in Indonesia use to express their strategies in dealing with

Alhamdulillahirabbill’alamin atas segala Anugerah Rahmat dan Karunia yang dilimpahkan Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan

[r]