IMPLEMENTASI KLASIFIKASI ITEM PERSEDIAAN PADA RUMAH SAKIT
MENGGUNAKAN METODE ABC-FUZZY CLASSIFICATION
Eliza Nurul L
1, Mahendrawathi ER
2, Renny P Kusumawardani
3Jurusan Sistem Informasi
Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS, Jl. Raya ITS, Sukolilo – Surabaya 60111
Telp. +62 31 5939214, Fax. +62 31 591380
1
eliza.laili@gmail.com
,
2mahendrawathi_er@yahoo.com
,
3renny_pradina@yahoo.com
Abstract
—
Rumah sakit rata-rata telah menghabiskan biaya jutaan tiap tahunnya untuk investasi obat-obatan. Namun sebagian besar pihak rumah sakit belum dapat menentukan strategi pengelolaan terhadap item persediaan dengan tepat. Padahal persediaan pada sebuah rumah sakit sangat penting sekali peran dan keberadaannya dikarenakan persediaan mempunyai sifat kekritisan yang tinggi. Sehingga pemenuhan akan persediaan harus dapat berjalan dengan baik agar tidak membahayakan keselamatan pasien. Salah satu aspek penting dalam manajemen persediaan yang dapat dilakukan oleh pihak rumah sakit adalah mengklasifikasikan item-item persediaan mereka. Pengklasifikasian ini bertujuan untuk mengetahui prioritas tiap kelompok item persediaan agar dapat menerapkan strategi pengelolaan persediaan yang sesuai dengan karakteristik persediaan. Metode yang umum digunakan untuk pengklasifikasian inventori ialah analisis ABC. Tetapi metode ini hanya menggunakan satu kriteria saja yang kurang sesuai untuk karakterisitk persediaan pada rumah sakit. Dalam tugas akhir ini dilakukan klasifikasi item persediaan pada rumah sakit dengan metode ABC-Fuzzy Classification yang menghasilkan tiga kelompok. Metode ini menggabungkan analisis ABC tradisional dengan fuzzy classification. Metode ini dapat menangani beberapa kombinasi informasi atribut item yang penting untuk kepentingan manajerial rumah sakit. Dari tugas akhir ini dihasilkan aplikasi yang dapat membantu untuk pengklasifikasian item persediaan menggunakan metode ABC-Fuzzy classification. Selain itu, dijelaskan juga perbandingan metode ini dengan metode pengklasifikasian item persediaan lainnya.Keywords
—
Klasifikasi, Analisis ABC, Klasifikasi Fuzzy, ABC-fuzzy Classifictaion, Persediaan
I.
PENDAHULUAN
Menurut McKone-Sweet (2005), selama
dekade terakhir, kebanyakan rumah sakit
menghadapi tantangan dalam hal naiknya biaya
yang dikeluarkan. Lebih dari tujuh tahun, biaya
dari perawatan kesehatan telah mengalami
kenaikan sangat cepat dibanding dengan inflasi.
Selain itu, menurut Alverson (2003), rumah sakit
rata-rata telah menghabiskan biaya jutaan tiap
tahun untuk investasi obat-obatan. Sementara itu
pihak rumah sakit belum memberikan perhatian
yang cukup untuk mengelola persediaan mereka.
Rata-rata, pihak rumah sakit belum menentukan
strategi pengelolaan yang tepat terhadap item
persediaan mereka dan proses pengelolaan banyak
dilakukan berdasarkan intuisi dan pengalaman staf.
Hal ini dapat berakibat pada rendahnya tingkat
pelayanan dan tingginya biaya pengelolaan
persediaan.
Persediaan pada rumah sakit melibatkan
banyak item yang memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Ada beberapa inventori pada rumah
sakit yang sangat berhubungan dengan nyawa
pasien, contohnya saja item-item inventori pada
ruang gawat darurat dan operasi. Jika item-item
tersebut tidak ada disaat pasien membutuhkan
maka membahayakan keamanan jiwa dari pasien.
Sedangkan sumber daya pada rumah sakit memiliki
keterbatasan sehingga tidak dapat menerapkan
strategi pengelolaan yang sama untuk setiap jenis
persediaan. Oleh karena itu rumah sakit perlu
mengetahui kelompok-kelompok item yang
termasuk penting, agak penting, dan kurang
penting, sehingga dapat menerapkan strategi
pengelolaan persediaan yang tepat untuk tiap
kelompok.
Kebanyakan rumah sakit masih
menggunakan cara manual untuk membuat catatan
tentang inventori mereka, sehingga menghasilkan
proses dokumentasi yang buruk. Dengan
dokumentasi mengenai inventori yang buruk,
nantinya dapat mengakibatkan informasi yang
kurang akurat dan tidak dapat diandalkan. Padahal,
informasi mengenai inventori yang benar sangat
dibutuhkan untuk menyusun strategi perlakuan
terhadap item-item inventori tersebut.
Dengan adanya teknologi yang telah
berkembang pesat dan cepat, maka dapat
membantu pihak rumah sakit dalam melakukan
pengelompokan item-item persediaan secara
terkomputerisasi dengan cepat dan mudah
dibanding dengan dilakukan secara manual yang
dapat memakan waktu lama dan sulit untuk
dilakukan. Selain itu dapat memperkecil kesalahan
dalam melakukan pengelompokan item-item
persediaan.
Metode pengelompokan persediaan yang
telah umum diterapkan adalah klasifikasi ABC
seperti yang telah dilakukan Guvenir dan Erel
(1998), Huiskonen (2001), dan Partovi dan
Anandarajan (2002). Pengelompokan pada
klasifikasi ABC hanya berdasarkan satu kriteria.
Untuk item inventori, kriteria yang digunakan
biasanya penggunaan per tahun. Sedangkan bisa
saja terdapat kriteria lain yang merepresentasikan
pertimbangan yang penting untuk manajemen.
Oleh karena itu, analisis ABC tradisional tidak
dapat menyediakan klasifikasi item invetori yang
baik pada praktiknya.
Teknik yang digunakan untuk
mengelompokkan item persediaan pada rumah
sakit adalah ABC-Fuzzy Classification (ABC-FC),
yaitu teknik klasifikasi yang menggabungkan
analisis ABC tradisional dengan fuzzy
classification. Teknik ini dapat menangani
beberapa kombinasi informasi atribut item yang
penting untuk kepentingan manajerial.
Pertama-tama item persediaan akan diklasifikasikan dengan
menggunakan analisis ABC tradisional sehingga
didapatkan tiga kelompok. Kemudian dilakukan
fuzzy classification pada tiga kelompok tersebut
dan didapatkan tiga subkelompok pada tiap
kelompok.
Dengan analisis ABC-FC, terdapat tiga
kelompok klasifikasi yang masing-masing dapat
membutuhkan manajemen persediaan yang
berbeda-beda. Untuk mengurangi kombinasi
menjadi jumlah yang mudah diatur, yang serupa
dengan analisis ABC tradisional, kemudian
dikombinasikan sembilan kelompok klasifikasi ke
dalam tiga kelompok kombinasi (sangat penting,
penting, dan tidak penting)
.Seiring dengan
perkembangan teknologi, ABC-Fuzzy
Classification ini dapat dilakukan secara otomatis
dengan bantuan komputer untuk memudahkan
proses pengelompokan.
Pada tugas akhir ini dilakukan pembuatan
aplikasi yang memudahkan pengklasifikasian item
persediaan pada rumah sakit dengan metode
ABC-Fuzzy Classification. Pada aplikasi tersebut dapat
dilakukan pengklasifikasian dari database dan
dapat langsung mengklasifikasikan item persediaan
yang baru dimasukkan. Aplikasi ini akan
menghasilkan keluaran berupa hasil klasifikasi item
persediaan baik dalam rincian daftar maupun
visualisasi, serta mampu menghasilkan laporan
dalam file excel.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Inventori Secara Umum
Inventori ialah persediaan atau stock.
Inventori dapat berupa bahan baku, barang
setengah jadi, bahan pembantu, suku cadang,
maupun produk jadi. Persediaan dapat muncul
di mana-mana, mulai dari lantai produksi,
gudang bahan baku, gudang barang jadi, hingga
konsumen.
Inventori atau persediaan dapat
diklasifikasikan dengan berbagai cara. Menurut
Pujawan dan ER (2010), klasifikasi persediaan
dapat dilihat dari berbagai cara berikut:
1.
Berdasarkan bentuknya, yaitu bahan baku
(raw material), barang setengah jadi
(WIP), dan produk jadi (finished product).
Klasifikasi ini biasanya hanya berlaku
pada perusahaan manufaktur.
2.
Berdasarakan fungsinya, persediaan
dibedakan menjadi:
a.
Pipeline/transit inventory
Persediaan yang muncul karena lead
time pengiriman dari satu tempat ke
tempat lain. Persediaan ini akan
menjadi banyak jika jarak
pengiriman panjang. Untuk
menguranginya yaitu dengan
mempercepat pengiriman.
b.
Cycle Stock
Merupakan persediaan karena akibat
motif untuk memenuhi skala
ekonomi. Persediaan ini mempunyai
siklus tertentu.
c.
Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Fungsi dari persediaan ini ialah
sebagai perlindungan terhadap
ketidakpastian permintaan maupun
pasokan. Biasanya perusahaan
menyimpan lebih banyak dari yang
diperkirakan dibutuhkan.
Menentukan berapa besarnya
persediaan pengaman merupakan
suatu pekerjaan yang sulit. Besar
kecilnya persediaan pengaman terkait
dengan biaya persediaan dan tingkat
layanan.
d.
Anticipation Stock
Persediaan yang dibutuhkan untuk
mengantisipasi kenaikan permintaan
akibat sifat musiman dari permintaan
terhadap suatu produk. Walaupun
pada hakekatnya mengantisipasi
permintaan yang tidak pasti, namun
perusahaan dapat memprediksi
adanya kenaikan dalam jumlah yang
signifikan (bukan sekadar pola acak).
Berdasarkan
sifat
ketergantungan
kebutuhan antara satu item dengan
item lainnya. Item-item yang
kebutuhannya tergantung pada
kebutuhan item lain dinamakan
dependent demand item. Sebaliknya,
kebutuhan independent demand item
tidak tergantung pada kebutuhan
item lain. Klasifikasi ini dilakukan
karena pengelolaan kedua jenis item
ini biasanya berbeda.
Ketergantungan permintaan ini
biasanya diwujudkan dalam bentuk
struktur/komposisi produk (bill of
material).
2.2.
Inventori Rumah Sakit
Rumah sakit memiliki karakteristik rantai
pasok yang unik dibanding dengan industri lainnya.
Menurut Hsiang, dkk (2008), pada umumnya di
rumah sakit, kritikalitas merupakan pertimbangan
yang penting dalam rantai pasok baik dari sisi
pasien maupun sisi barang atau item. Kemudian
biaya stock-out pada rumah sakit bisa menjadi
sangat besar karena terkadang stock-out yang
terjadi dapat mengancam nyawa pasien yang ada.
Selain itu permintaan yang sedikit menjadi
salah satu masalah dalam inventori pada rumah
sakit. Terkadang pada rumah sakit terdapat
beberapa item yang mempunyai permintaan kurang
dari satu unit tiap harinya bahkan ada yang tidak
memiliki permintaan sampai beberapa periode
bulan, tetapi rumah sakit harus tetap menyimpan
inventori ini untuk keadaan darurat.
Item seperti narkotika dan bahan-bahan
berbahaya lainnya membutuhkan perlakuan yang
spesifik dan khusus sepanjang proses distribusi.
Kemudian inventori pada rumah sakit sangat
bervariasi biayanya, mulai dari yang mempunyai
biaya rendah hingga yang sangat mahal. Dari sini
mengimplikasikan bahwa terdapat kompleksitas
yang harus dipahami supaya dapat mengelola
persediaan secara efisien.
Lovell dkk. (2005) telah merangkum
sejumlah variabel untuk segmentasi dan
memisahkan variabel ini ke dalam empat kategori,
yaitu: produk, pasar, sumber daya, geografis dan
lingkungan komersial. Lovell dkk. (2005)
menujukan variabel tersebut lebih pada perspektif
dari supplier daripada perspektif dari konsumen.
Danas dkk . (2006) mengadopsi variabel untuk
dilakukan segmentasi terhadap obat-obatan dan
mengatur kriteria klasifikasi untuk farmasi rumah
sakit dari perspektif konsumen. Semua variabel
segmentasi yang penting terangkum pada tabel 2.1.
Pada tabel rangkuman variabel segmentasi
juga dicantumkan keterangan kemampuan suatu
variabel untuk dapat diterapkan ke dalam rumah
sakit menurut penilaian dari Hsiang, dkk (2008).
Pada kategori produk, biaya unit termasuk variabel
yang fundamental ketika mempertimbangkan
holding cost untuk inventori yang merupakan
beban finansial yang besar bagi rumah sakit.
Ukuran, berat fisik, serta karakteristik penanganan
relevan terhadap biaya distribusi dan ruang
penyimpanan pada rumah sakit. Variabel ini juga
berpengaruh pada waktu penanganan material dan
biaya untuk seluruh staf medis. Waktu kadaluarsa
merupakan pertimbangan yang penting untuk
semua obat dan beberapa item medis atau operasi.
Segmen pasar atau kategori konsumen
sangat penting untuk industri rumah sakit.
Kritikalitas dan tingkat pelayanan yang dinginkan
merupakan dua variabel yang paling vital.
Persebaran atau lokasi permintaan menampilkan
bagaimana poin penggunaan untuk item tertentu
diletakkan pada bangsal rumah sakit. Tingkat
permintaan, frekuensi permintaan, dan variasi
permintaan ialah variabel penting untuk
mendeskripsikan pola permintaan untuk beberapa
item.
Untuk mengklasifikasikan item persediaan
pada rumah sakit maka perlu untuk menentukan
variabel-variabel mana saja yang dianggap penting
bagi rantai pasok rumah sakit tersebut. Untuk
menentukan variabel-variabel tersebut maka perlu
melihat kondisi rumah sakit yang dijadikan objek
penelitian dan melakukan wawancara terhdapa
pihak rumah sakit untuk mengetahui keadaan
persediaan di sana.
2.3.
Teknik-teknik Klasifikasi Inventori
Telah banyak dilakukan penelitian untuk
mengklasifikasikan item logistik. Klasifikasi ABC
banyak digunakan pada penelitian sebelumnya
untuk mengklasifikasikan item-item logistik ke
dalam tiga kelompok. Klasifikasi ABC hanya
berdasarkan satu kriteria. Untuk item inventori,
kriteria yang digunakan biasanya penggunaan per
tahun. Bagaimanapun bisa saja terdapat kriteria lain
yang merepresentasikan pertimbangan yang
penting untuk manajemen. Oleh karena itu, analisis
ABC tradisional tidak dapat menyediakan
klasifikasi item invetori yang baik pada praktiknya
(Guvenir dan Erel, 1998; Huiskonen, 2001; Partovi
dan Anandarajan, 2002; Min-Chun Yu, 2011).
Selain itu Flores dan Whybark (1986),
mengusulkan metodologi matrix-based yang
menggunakan dua kriteria. Kelemahan dari metode
ini ialah ketika kita membutuhkan lebih dari dua
kriteria yang harus dipertimbangkan. Ernst dan
Cohen (1990), mengusulkan metodologi
berdasarkan statistical clustering. Kelemahannya
ialah pendekatan ini memerlukan data substansial,
penggunaan analisis faktor, prosedur analisis, yang
menjadikannya tidak praktikal pada lingkungan
ruang inventori umumnya.
Analytic Hierarchy Process (AHP)
diperkenalkan oleh Saaty (1980) dan diadaptasi
oleh beberapa penulis untuk klasifikasi ABC
(Gajpal, Ganesh, dan Rajendran, 1994). Kelemahan
dari metode ini ialah jumlah subjektifitas yang
signifikan diikutkan dalam kriteria pairwise
comparison. Begitu juga dengan metode Fuzzy
AHP yang telah dilakukan Lasmaria (2010), yang
masih melibatkan subjektifitas yang signifikan
dalam memberikan penilaian perbandingan untuk
tiap kriteria yang digunakan.
Artificial Intelligence (AI) juga merupakan
salah satu cara untuk mengklasifikasikan inventori
dengan multi kriteria. Partovi dan Anandarajan
(2002), mengusulkan Artificial Neural Network
(ANN) untuk mengklasifikasikan stock keeping
unit pada industri farmasi. Pendekatan ini
merupakan pendekatan heuristik dan dapat tidak
menyediakan hasil yang baik untuk semua
lingkungan.
Kemudian terdapat metode discriminant
analysis yang masih berdasarkan asumsi, sehingga
jika situasi yang sebenarnya menyimpang dari
asumsi ini, maka hasil dari discriminant analysis
tidak akan akurat dan tidak dapat dihandalkan
(Johnson dan Wichern, 1998).
ABC-Fuzzy classification yang akan
digunakan dalam penelitian ini memiliki beberapa
kelebihan, antara lain: pendekatan ini dapat
menangani beberapa kombinasi informasi atribut
item yang penting untuk kepentingan manajerial,
pilihan manajer untuk mengelompokkan
berdasarkan kinerja operasional dapat diikutkan,
fuzzy statistical discrimination criteria juga
dipertimbangkan, dapat diimplementasikan dengan
mudah untuk para praktisi. Selain itu menurut
Nachtmann dan Needy (2001), teknik ini memiliki
beberapa keuntungan, yaitu: menyediakan
pengguna sistem dengan informasi tambahan
untuk membuat keputusan yang melibatkan biaya
produk, memberdayakan pengguna sistem dengan
informasi tentang kesalahan dan ketidakpastian
sistem inheren, menampilkan analisis sensitivitas
ABC seketika dengan menyediakan hasil best case
dan worst case.
Menurut Nachtmann dan Needy (2001),
fuzzy set theory pada ABC-FC dikembangkan
untuk menangani ketidaktepatan estimasi dan
ketidakpastian dalam sistem ABC. Karena data
ABC berdasarkan historis dan sering diestimasi,
nilai sebenarnya dari data tidak pasti, dan estimasi
yang dilakukan tidak tepat. Kontribusi utama dari
fuzzy ialah kemampuannya menampilkan
pengetahuan yang samar dengan
mengkuantifikasikan informasi yang tepat.
Untuk studi kasus kali ini, penulis hanya
melakukan pengklasifikasian item logistik yang
berupa barang medis ke dalam beberapa kelompok
untuk mengetahui prioritas tiap kelompok.
2.3.1 Analisis ABC
Pengklasifikasian item logistik ini
bertujuan untuk membedakan item logistik yang
sangat penting, penting, dan tidak terlalu penting.
Menurut Partovi dan Anandarajan (2002) item
logistik yang diklasifikasikan menjadi kelompok A
adalah item yang berjumlah sedikit yang berada di
urutan teratas pada daftar yang mengontrol
mayoritas total pengeluaran tahunan. Item yang
diklasifikasikan menjadi kelompok B adalah item
dengan penilaian yang cukup tinggi, dan item yang
diklasifikasikan sebagai kelompok C ialah item
yang berada di uratan bawah pada daftar yang
mengontrol porsi pengeluaran tahunan yang relatif
kecil.
Klasifikasi dilakukan berdasarkan nilai
penggunaan per tahun tiap item logistik. Kelompok
A mempunyai item sebanyak 10% dari total
banyaknya item dengan total penggunaan tiap
tahunnya sebanyak 70% dari total penggunaan per
tahun untuk seluruh item. Kelompok B mempunyai
item sebanyak 20% dari total banyaknya item
dengan total penggunaan tiap tahunnya sebanyak
20% dari total penggunaan per tahun untuk seluruh
item. Kelompok C mempunyai item sebanyak 70%
dari total banyaknya item dengan total penggunaan
tiap tahunnya sebanyak 10% dari total penggunaan
per tahun untuk seluruh item. Nilai prosentase ini
dapat diubah sesuai dengan kebijakan perusahaan.
Untuk melakukan analisis ABC dengan
satu kriteria maka dapat dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Daftar semua item yang akan diklasifikasi,
beserta dengan data rata-rata pemakaian item
logistik per tahun dan data rata-rata harga
untuk setiap itemnya.
2. Kalikan rata-rata pemakaian per tahun dengan
rata-rata harga untuk setiap item untuk
mendapatkan nilai penggunaan per tahun tiap
item.
3. Urutkan nilai penggunaan per tahunnya mulai
dari yang terbesar hingga yang terkecil.
Jumlahkan secara kumulatif nilai penggunaan
per tahunnya.
4. Konversikan jumlah kumulatif tiap item
menjadi prosentase kumulatif. Prosentase
inilah yang menjadi ukuran item dalam
menentukan kelompok item tersebut.
Analisis klasifikasi ABC memiliki
beberapa manfaat, diantaranya sebagai berikut:
1. Membantu manajemen dalam menentukan
tingkat persediaan yang efisien
2. Memberikan perhatian pada jenis persediaan
utama yang dapat memberikan cost benefit
yang besar bagi perusahaan
3. Dapat memanfaatkan modal kerja (working
capital) sebaik-baiknya sehingga dapat
memacu pertumbuhan perusahaan
4. Sumber-sumber daya produksi dapat
dimanfaatkan secara efisien yang pada
akhirnya dapat meningkatkan produktifitas
dan efisiensi fungsi-fungsi produksi
2.3.2 Fuzzy Classification
Fuzzy classification analysis biasanya
digunakan untuk mengklasifikasikan training data
set (data set yang digunakan untuk menghasilkan
membership function) dan untuk memprediksi
testing data (Zhou dan Khotanzad, 2007). Training
data set berisi sejumlah contoh. Contoh berisi
atribut dependen dan beberapa nilai atribut dapat
berbetuk nominal atau non-nominal.
Karena sifat dari data nominal dan data
non-nominal berbeda, kita harus memperlakukan
dua tipe data tersebut secara. Berikut cara untuk
menghitung membership function pada tiap tipe
data (Chu, dkk, 2008):
2.3.2.1 Atribut Nominal Independen
Misalkan Y dan ,
, ... , menjadi
atribut nominal dependen dan atribut nominal
independen. Membership functiondari atribut
nominal independen dapat dihasilkan dengan cara
berikut:
1.
Untuk setiap Y dan (0 = 1, ... , k),
klasifikasikan semua contoh pada input
training data set dengan nilai atribut
dependen (j = 1,2,...,n) dan nilai atribut
independen (i = 1,2,...,m). Kita dapat
memperoleh tabel occurency frequency
seperti pada gambar 2.1 dengan menghitung
occurency frequency (
) sesuai pada
kombinasi dari dan .
2.
Untuk setiap baris pada gambar 1 , bagi setiap
masukan pada baris i (i = 1,2,...,m) dari
gambar 1 dengan jumlah dari keseluruhan
masukan pada baris i. Kemudian akan
dihasilkan gambar 2.2 yang mana jumlah
keseluruhan masukan pada tiap baris sama
dengan 1. Definisi untuk rumusan di atas
dijelaskan pada persamaan 2-1 :
∑
(2-1)
3.
Untuk setiap j, 1 ≤ j ≤ n, membership function
( ) didefiniskan pada persamaan 2-2:
, jika =
, jika =
( ) =
.
(2-2)
.
, jika =
Dengan diketahui:
= membership function untuk atribut
nominal independen
= nilai atribut dependen ke j
= atribut nominal independen
= nilai atribut nominal independen
= nilai dari occurency frequency Y dan
2.3.2.2 Atribut Non-nominal Independen
Untuk atribut non-nominal independen,
rata-rata sampel dan varian menyediakan informasi
yang berharga tentang populasi dan karena itu
digunakan untuk memformulasikan membership
function. Membership function dari atribut nominal
independen dapat dihasilkan dengan cara berikut:
1.
Hitunglah nilai potong
,
, dan nilai
batasan
,
,
, dan
yang
didefinisikan pada persamaan 2-3 sampai 2-8
Dengan diketahui:
S = nilai variance dari atribut Y dan X
2X = nilai rata-rata dari atribut Y dan X
22.
Temukan membership function
( )
untuk Y = ,
( ) untuk Y = , dan
( ) untuk Y = . Jika
>
, maka
membership functiondapat didefinisikan
Dengan diketahui:
= membership function untuk atribut
non-nominal independen
= nilai atribut dependen ke j
= atribut non-nominal independen
Jadi untuk aturan fuzzy classification dapat
diuraikan dengan langkah-langkah berikut:
1. Tentukan atribut dependet Y dan atribut
independen (0 = 1,2,...,k) dimana atribut Y
ialah nominal dan atribut independen (0 =
1,2,...,k) dapat berupa nominal atau
non-nominal
2. Temukan nilai atribut dependen Y dan atribut
independen
, dan gunakan ,
, … ,
untuk melambangkan nilai atribut dependen Y
dan ,
, … ,
untuk melambangkan nilai
atribut independen
3. Hasilkan membership function dari atribut
independen nominal berdasarkan langkah
yang telah dijelaskan pada 2.3.2.1
4. Hasilkan membership function dari atribut
independen non-nominal berdasarkan langkah
yang telah dijelaskan pada 2.3.2.2
5. Lambangkan item inventori yang spesifik
dengan
. Berdasarkan langkah tiga dan
empat,substitusikan nilai dari ke dalam
membership function, kita dapat memperoleh
nilai n
(
, ... , n
(
6. Definisikan
( )=
∑, yang
merepresentasikan grade of membership dari
pada kelas Y= . Aturan fuzzy classification
dapat didefinisikan seperti berikut:
Jika
( )=max {
( ),
( ), ...,
( )} maka item inventori diletakkan
pada kelas
2.3.3 Aturan ABC-Fuzzy Classification
Berdasarkan Ching-Wu Chu (2008), berikut
merupakan langkah-langkah untuk ABC-Fuzzy
classification (ABC-FC):
1. Rancang fungsi kritikalitas dari item inventori,
Y= f(
, ), dimana Y ialah kritikalitas item
inventori (yang merupakan atribut dependent)
termasuk tiga level dalam klasifikasi: sangat
kritis, kritis, dan tidak kritis. ialah kefatalan
dari dampak kehabisan inventori termasuk tiga
level dalam klasifikasi: sangat fatal, fatal, dan
tidak fatal. ialah frekuensi penggunaan item
inventori dalam periode perencanaan.
2. Klasifikasikan semua item inventori
berdasarkan analisis ABC tradisional. Kita
dapat menghasilkan tiga kelompok item
inventori (kelompok A, kelompok B, kelompok
C) dan notasikan tiap kelompok dengan ,
,
3. Gunakan
fuzzy classification untuk
mengklasifikasikan kelompok ,
,
.
Semua item inventori pada tiap kelompok ,
,
dapat dibagi ke dalam sub kelompok
berdasarkan kekritisannya.
Dengan analisis ABC-FC, terdapat sembilan
kelompok klasifikasi yang masing-masing dapat
membutuhkan manajemen persediaan yang
berbeda-beda. Untuk mengurangi kombinasi
menjadi jumlah yang mudah diatur, yang serupa
dengan analisis ABC tradisional, kemudian
dikombinasikan sembilan kelompok klasifikasi ke
dalam tiga kelompok kombinasi sebagai berikut:
- Kelompok sangat penting = {
,
,
- Kelompok penting = {
,
,
- Kelompok tidak penting = {
,
,
III.
PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI
PERANGKAT LUNAK
3.1. Perancangan dan Implementasi Data Masukan
Data yang digunakan sebagai data masukan
ialah data yang berasal dari Rumah Sakit XYZ
yang merupakan rumah sakit spesialis. Barang
farmasi pada rumah sakit ini diatur dan dikelola
oleh bagian instalasi farmasi. Barang farmasi yang
digunakan ialah barang obat-obatan medis saja.
Data yang digunakan berjumlah 341 buah item
obat-obatan.
Dalam hal klasifikasi item inventori, pihak
rumah sakit mempertimbangkan beberapa kriteria
sebagai pertimbangan untuk melakukan klasifikasi
tersebut.
Data masukan yang digunakan dalam
aplikasi ini ialah data yang dibutuhkan dalam
proses analisis ABC dan klasifikasi fuzzy nantinya.
Data diambil dari database yang telah disediakan,
namun ada beberapa data yang diambil dari hasil
proses yang dilakukan. Data masukan yang
diambil dari database berisi data setiap item
persediaan, data variabel, dan data nilai variabel
setiap item persediaan. Data item persediaan berisi
informasi dasar tiap obat-obatan pada rumah sakit,
seperti kode obat dan nama obat. Data variabel
berisi daftar variabel yang digunakan untuk proses
analisis ABC dan klasifikasi fuzzy. Data nilai
variabel berisi nilai dari setiap variabel, yaitu data
nilai tingkat kepentingan obat, nilai kritikalitas
obat, lead time, pemakaian obat, dan harga obat.
Data masukan yang diambil dari proses yang
dilakukan terdiri dari: Data hasil analisis ABC,
occurency frequency,
relative frequency,
membership function, cut values, thresholds values,
grade of membership, dan hasil klasifikasi fuzzy.
Untuk menghubungkan aplikasi dengan
database maka pengguna nantinya harus
memasukkan nama database, host, username, dan
password pada aplikasi.
3.2. Perancangan dan Implementasi Sistem
Sistem ini dibangun dengan menggunakan
bahasa pemrograman Java dan database SQL.
Implementasi sistem ini terdiri dari empat proses,
yaitu: pemrosesan data, proses analisis ABC,
proses fuzzy classification, dan aturan ABC-fuzzy
classification.
3.2. 1. Pemrosesan Data
Proses ini dimulai jika pengguna telah
menghubungkan aplikasi dengan database yang
akan digunakan. Pengguna harus mengisi semua
field yang dibutuhkan untuk melakukan koneksi
terhadap database. Detail field apa saja yang harus
isi dapat dilihat pada gambar 3.1.
Setelah pengguna berhasil
menghubungkan aplikasi dengan database, maka
pengguna dapat memproses data dengan
melakukan klasifikasi yang ada pada aplikasi.
Gambar 3.1 Antarmuka koneksi database
3.2. 2. Proses Analisis ABC
Data yang digunakan dalam proses ini
ialah data item obat-obatan, data harga obat, dan
data jumlah pemakaian obat.
Untuk setiap item obat-obatan akan dicari
nilai penggunaan per tahunnya. Nilai penggunaan
didapat dengan mengkalikan harga rata-rata item
obat dalam satu tahun dengan jumlah pemakaian
rata-rata item obat dalam satu tahun. Kemudian
nilai penggunaan per item dibagi dengan nilai
penggunaan terbesar. Setelah itu nilai penggunaan
akan diurutkan mulai dari yang terbesar hingga
yang terkecil. Nilai penggunaan yang telah
diurutkan tadi dijumlahkan secara kumulatif dan
diubah menjadi bentuk prosentase. Nilai prosentase
kumulatif yang telah didapatkan nantinya akan
menjadi ukuran item dalam menentukan termasuk
kelompok yang mana. Tiap item obat-obatan
dikelompokkan dalam beberapa kelompok sesuai
dengan aturan pada tinjauan pustaka.
3.2. 3. Proses Fuzzy Classification
Pada permasalahan sekarang terdapat satu
atribut dependen yaitu tingkat kepentingan (y), satu
atribut nominal independen yaitu tingkat
kritikalitas (x
1) dan satu atribut non-nominal
independen yaitu lead time (x
2).
Untuk pemrosesan atribut nominal
independen, yang pertama dilakukan ialah
menghitung frekuensi kejadian (occurrence
frequency) dari kombinasi atribut dependen (y)
dan atribut independen (x
1). Kemudian dari nilai
frekuensi kejadian tersebut dapat diperoleh
frekuensi relatif (relative frequency) dengan
membagi tiap nilai frekuensi dengan jumlah tiap
baris seperti yang dijelaskan pada tinjauan pustaka.
Setelah mendapatkan frekuensi relatif maka
membership function dari atribut nominal
independen dapat dihitung.
Untuk memproses atribut non-nominal
independen yang dilakukan ialah mendapatkan
nilai rata-rata (µ
i) dari kombinasi atribut dependen
(tingkat kepentingan) dan atribut independen (lead
time). Kemudian mendapatkan nilai variance (
ܵ
ଶሻ
nya. Setelah mendapatkan nilai rata-rata dan
variance, maka kita dapat memperoleh nilai potong
(cut values) dan nilai batasan (thresholds values).
Gambar 3.2 Alur proses fuzzy classification
Penghitungan yang dilakukan ialah untuk
memperoleh
ܺ
భమ,
ܺ
మయ,
ܺ
ଶ,
ܺ
ଷ,
ܺ
ଵோ,
ܺ
ଶோ.
Kemudian akan dilakukan penghitungan
membership function
ߤ
௬ୀభuntuk ܻ ൌ ܥ
ଵ,
ߤ
௬ୀమuntuk
ܻ ൌ ܥ
ଶ, dan ߤ
௬ୀయuntuk ܻ ൌ ܥ
ଷsesuai
dengan persamaan 2-9 sampai 2-11.
Untuk meghitung derajat keanggotaan
(grade of memebership) diperlukan nilai dari fungsi
keanggotaan (membership function) yang telah
didapat sebelumnya. Derajat keanggotaan
didapatkan dengan menggunakan perhitungan
seperti yang telah dijelaskan. Setelah mendapatkan
nilai derajat keanggotaan, maka dapat diperoleh
hasil dari fuzzy classification. Untuk alur yang
lebih jelas dapat dilihat pada gambar 3.2.
3.2. 4. Proses Aturan ABC-Fuzzy Classification
Setelah mendapatkan hasil dari analisis ABC dan
fuzzy classification, maka dapat diterapkan aturan
ABC-fuzzy classification. Aturan ini merupakan
kombinasi dari hasil analisis ABC dan fuzzy
classification yang dipadatkan menjadi tiga
kelompok seperti yang telah dijelaskan pada
tinjauan pustaka.
3.3. Perancangan dan Implementasi Data Keluaran
Aplikasi klasifikasi item persediaan ini
menghasilkan keluaran berupa daftar item yang
sudah dikelompokkan pada tabel di aplikasi.
Kemudian juga ditampilkan visualisasi berupa
grafik tabular rangkuman hasil klasifikasi pada
aplikasi. Selain itu, aplikasi ini menyediakan fitur
eksport hasil klasifikasi menjadi file excel.
Pada tabel daftar hasil klasifikasi berisi
kode item, nama item, hasil analisis ABC, hasil
klasifikasi fuzzy, hasil ABC-fuzzy classification,
dan jumlah total item tiap kelompok klasifikasi.
Tabel daftar hasil klasifikasi dapat dilihat pada
gambar 3.3.
Gambar 3.3 Daftar hasil klasifikasi
Visualisasi grafik tabular berisi
rangkuman jumlah item tiap kelompok pada
ABC-fuzzy classification. Grafik tabular dapat dilihat
pada gambar 3.4.
Gambar 3.4 Grafik hasil klasifikasi
File excel hasil ekspor berisi sesuai
dengan yang ditampilkan pada tabel daftar hasil
klasifikasi, yaitu kode item, nama item, hasil
analisis ABC, hasil klasifikasi fuzzy, dan hasil
ABC-fuzzy classification. Ekspor file dapat dilihat
pada gambar 3.5.
Gambar 3.5 Fitur ekspor file
3.4.
Implementasi Pengisian Data Baru
Pada aplikasi klasifikasi item persediaan
ini juga terdapat fitur untuk memasukkan data baru
ke dalam database. Setelah mengisi semua field
yang telah disediakan pada aplikasi maka dapat
ditekan tombol masukkan untuk memasukkan ke
database. Untuk mendapatkan nilai Y maka
pengguna dapat menekan tombol proses nilai Y.
Implementasi untuk pengisian data baru dapat
dilihat pada gambar 3.6.
Gambar 3.6 Form pengisian data baru
IV.
UJI COBA DAN ANALISIS
4.1. Uji Coba Verifikasi
Verifikasi dari model bertujuan untuk
menjamin kebenaran suatu model secara matematis
dan konsisten secara logika. Dalam uji coba ini
akan dilihat apakah hasil dari aplikasi telah sesuai
dengan hasil yang didapatkan dari paper acuan agar
dapat meyakinkan bahwa ekspresi-ekspresi
matematis merepresentasikan hubungan yang ada
dengan benar.
Pada paper acuan atribut-atribut yang
digunakan untuk ABC-fuzzy classification terdiri
dari nilai penggunaan, tingkat kritikalitas, tingkat
keakutan, dan frekuensi pemakaian. Terjadi
beberapa perbedaan dalam hasil penghitungan pada
program dengan yang ada pada aplikasi. Hal ini
terletak pada hal pembulatan angka di belakang
koma saja. Pada bahasa pemrograman java tidak
dapat mmenentukan berapa besar pembulatannya,
java hanya dapat melakukan pembulatan ke atas
atau ke bawah saja. Dapat dilihat pada tabel 4.1
terjadi perbedaan pembulatan pada nilai ߤ
௬ୀଵܺ
ଵ,
pada paper bernilai 0.359 sedangkan pada program
bernilai 0.359375, program cenderung tidak
melakukan pembulatan menjadi tiga angka
dibelakang koma seperti pada paper.
Tabel 4
4.2. A
yang tel
aplikasi
classifica
ialah 56
A, 63 te
38 terkel
menunjuk
4.3. Uj
classifica
hasil da
Perbandi
perbedaa
Salah s
klasifikas
digunaka
pemakaia
dapat dili
obat-obat
pengguna
nilai pen
B dan k
pada kel
paling ke
pada kelo
dokumen
Kriteria
tingkat kr
Uy 1 4 11 Item No 4.1 Perbedaan inAnalisis Uji Co
Berdasarkan
lah dilakukan
yang meng
ation telah be
item terkelom
erkelompokkan
ompokkan me
kkan potongan
Tabel 4.2 HasUji Coba Valid
Pada uji cob
ation nantinya
ari analisis
ngan ini di
an hasil yang
satunya adala
si.
Untuk uji c
an atribut harg
an tiap obat
ihat pada gam
Gambar 4.1
Dari tabel 4.
tan pada kel
aan yang leb
nggunaan item
kelompok C.
las C memil
ecil dibanding
ompok A dan
Untuk hasil
n tugas akh
yang diguna
ritis, pemakai
=o(X1) Uy=1(X1) 0.5 0.359 0.5 0.359 0.5 0.359 Pada Pape pembulatan a dependenoba Verifikasi
pada hasil uji
n, telah dib
implementasi
enar. Hasil d
mpokkan me
n menjadi ke
enjadi kelomp
n hasil uji cob
sil uji coba ver
dasi
ba ini, hasil
a akan diband
ABC dan
ilakukan unt
didapat dalam
ah menemuk
coba metode
ga rata-rata tia
. Grafik dar
mbar 4.1.
Hasil analisis.3 dapat dilih
lompok A m
bih besar dib
m obat-obatan
Sedangkan it
liki nilai pen
gkan dengan n
kelompok B.
fuzzy AHP
hir milik La
akan pada m
ian, harga, dan
Uy=2(X1) Uy=o(X 9 0.141 9 0.141 9 0.141 r tribut nomina
i coba verifik
buktikan bahw
kan ABC-fuz
ari uji coba
njadi kelomp
elompok B, d
pok C. Tabel 4
ba verifikasi.
rifikasidari ABC-fuz
dingkan deng
fuzzy AH
tuk memaha
m klasifikasiny
kan perbeda
analisis AB
ap item obat d
ri hasil anali
ABC
hat bahwa ite
mempunyai ni
banding deng
pada kelomp
tem obat-obat
nggunaan ya
nilai pengguna
didapatkan d
asmaria (201
metode ini ial
n lead time.
X1) Uy=1(X1) U 0.5 0.359375 0.5 0.359375 0.5 0.359375 Pada Program lasi
wa
zzy
ini
pok
dan
4.2
zzy
gan
HP.
ami
ya.
aan
BC
dan
isis
em
ilai
gan
pok
tan
ang
aan
dari
0).
lah
M
di
pe
m
ak
kl
ya
da
ob
ya
in
ni
Te
ut
kr
ni
pa
cl
ite
ke
G
4.
Uy=2(X1) 0.140625 0.140625 0.140625 Tabel 4Masing-masing
iperbandingka
erbandingan te
masing-masing
kan digunak
lasifikasi AB
ang diperoleh
apat dilihat pa
Ta TabelDari t
bat-obatan yan
ang paling tin
ni dikarenakan
ilai bobot pal
etapi nilai bo
tama untuk m
riteria dapat m
ilai bobot kri
ada obat Tamo
Untuk
lassificationdi
em obat,
epentingan, t
Grafik dari has
2.
Gambar 4. 4.3 Rincian hasg kriteria
an dengan per
ersebut akan d
g kriteria. Bob
kan dalam
BC. Rangkum
h dari tugas
ada tabel 4.4.
abel 4.4 Hasil F 4.5 Rincian hatabel 4.5 dap
ng memiliki
ggi masuk seb
n tingkat kri
ling tinggi dia
obot tiap ite
mendapatkan
mempengaruhi
terianya lebih
oplex 20 mg d
k uji coba
igunakan atrib
pemakaian
ingkat kritika
sil analisis dap
.2 Hasil ABC-F
sil analisis ABC
yang
d
rbandingan A
didapatkan bo
bot tiap kriteri
melakukan
man hasil fuz
akhir Lasma
Fuzzy AHP
asil Fuzzy AHP
pat dilihat ba
nilai tingkat
bagai kelomp
itikalitas men
antara kriteria
m bukanlah
nilai item. N
i hasil nilai it
h kecil. Hal i
dan Femara.
metode A
but harga rata
tiap obat,
alitas, dan le
pat dilihat pad
Fuzzy classific C
digunakan,
AHP. Dari
obot untuk
ia tersebut
analisis
zzy AHP
aria(2010)
Phwa item
kekritisan
ok A. Hal
ndapatkan
a lainnya.
pengaruh
Nilai tiap
tem walau
ini terjadi
ABC-fuzzy
a-rata tiap
tingkat
ead time.
da gambar
ation
Tabel 4.6 Rincian hasil ABC-Fuzzy classification
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa item
obat-obatan yang masuk kelompok very important
ialah hanya item yang termasuk dalam kelompok A
dan B serta masuk dalam kelompok 2 dan 1. Hasil
dari penglompokan ABC bukan menjadi pengaruh
utama dalam pengklasifikasian ini. Hal ini
dikarenakan terdapatnya variabel lain selain nilai
penggunaan yang juga menjadi pertimbangan yang
diproses melalui fuzzy classification. Jadi belum
tentu jika suatu item termasuk dalam kelompok B
maka item tersebut akan masuk ke kelompok
important.
4.4. Analisis Uji Coba Validasi
Hasil uji coba untuk semua metode
dirangkum dalam tabel 4.7.
Tabel 4.7 Hasil uji coba validasi
Tabel 4.8 Perbedaan hasil Fuzzy AHP dan ABC-Fuzzy classification
Tabel 4.8 menjelaskan perbedaan hasil
yang didapat dari klasifikasi dengan metode Fuzzy
AHP dan metode ABC-fuzzy classification.
Perbedaan yang terjadi pada item Fentanyl dan
Sufenta ialah ketika diklasifikasikan dengan
metode Fuzzy AHP kedua item tersebut termasuk
pada kelompok unimportant, sedangkan jika
dengan metode ABC-fuzzy classification, kedua
item tersebut termasuk ke dalam kelompok
important.
Hal ini karena kedua item tersebut
sebenarnya termasuk item dengan tingkat
kritikalitas yang tinggi dan lead time yang panjang.
Tetapi kedua obat ini jarang dipakai. Pada Fuzzy
AHP, nilai item untuk masing-masing kriteria
kemudian dikalikan dengan bobot masing-masing
kriteria. Perkalian ini menghasilkan bobot item dan
prosentase item terhadap keseluruhan. Dalam kasus
Fentanyl dan Sufenta, bobot item ini menjadi kecil
sehingga ketika diurutkan dengan item lain
menempati ranking terbawah dan dikategorikan
sebagai unimportant item.
Berbeda dengan fuzzy AHP, pada metode
ABC-fuzzy classification, kriteria harga dan
pemakaian digunakan untuk menghasilkan analisis
ABC seperti layaknya metode analisis ABC
tradisional. Sementara itu tingkat kritikalitas dan
lead time digunakan untuk melakukan fuzzy
classification. Hasil dari analisis ABC kemudian
dikombinasikan dengan hasil dari kasifikasi fuzzy
sehingga diperoleh kelas ABC-fuzzy classification.
Jadi, walaupun pada Fuzzy AHP item Fentanyl dan
Sufenta tersebut masuk kelompok unimportant
karena perkalian pemakaian dan harganya relatif
rendah dibandingkan item lain namun keduanya
memiliki nilai tingkat kritikalitas yang tinggi dan
lead time yang cukup lama. Kedua kriteria ini yang
dijadikan pertimbangan ketika dilakukan proses
klasifikasi fuzzy sehingga keduanya dapat masuk
ke dalam kelompok important.
Hal ini bisa menjadi masukan yang sangat
penting bagi pihak manajemen Rumah Sakit. Jika
pihak RS hanya menerapkan klasifikasi ABC
tradisional yang hanya memperhitungkan nilai
ekonomis dari sebuah item obat, maka item yang
sebenarnya memiliki tingkat kritikalitas yang tinggi
ataupun lead time yang panjang bisa salah
diklasifikasikan yang akhirnya berakibat pada
kesalahan pengelolaan bagi item tersebut. Oleh
karena itu, untuk organisasi dimana pengelolaan
item persediaan dipengaruhi oleh banyak atribut
selain harga dan tingkat pemakaian, penggunaan
sistem ABC tradisional sebaiknya diganti dengan
metode Multi-Objective Classification seperti
metode ABC-Fuzzy Classification yang diterapkan
dalam tugas akhir ini. Selain itu, implementasi
metode ABC-Fuzzy Classification lebih sesuai
dengan realita yang ada, karena pada kenyataannya
atribut yang digunakan bisa jadi lebih dari dua.
Dengan metode ABC-Fuzzy Classification juga
dapat mengurangi tingkat subjektifitas dalam
pengimplementasian klasifikasi item persediaan
dibanding dengan metode Fuzzy AHP.
Berdasarkan rangkuman hasil klasifikasi
dari beberapa metode yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa terdapat beberapa perbedaan
antara klasifikasi yang dilakukan dengan metode
analisis ABC, Fuzzy AHP, ABC-fuzzy
classification, dan fuzzy classification. Berikut
perbedaan-perbedaan tersebut:
1. Hasil dari metode ABC-fuzzy classification
lebih baik dibandingkan dengan hasil metode
analisis ABC tradisional. Hal ini dikarenakan
pada metode ABC-fuzzy classification
memperhitungkan lebih banyak kriteria
termasuk kriteria yang dipertimbangkan
manajerial dalam mengelola persediaan. Item
yang termasuk kelompok B pada analisis ABC
tradisional belum tentu nantinya juga akan
masuk kelompok important pada metode
ABC-fuzzy classification, karena kriteria lain selain
nilai penggunaan juga diperhitungkan.
2. Dengan ABC-fuzzy classification maka
ketidaktepatan estimasi dan ketidakpastian
dalam sistem ABC dapat ditangani. Karena data
analisis ABC berdasarkan historis dan sering
diestimasi. Kontribusi fuzzy di sini ialah
menampilkan pengetahuan yang samar dengan
mengkuantifikasikan informasi yang tepat.
3. ABC-fuzzy classification diperlukan dalam
pengklasifikasian ini karena dapat menyediakan
pengklasifikasian yang tidak hanya melibatkan
biaya produk. Fuzzy diperlukan untuk
mengkuantifikasikan atribut seperti tingkat
kritikalitas nya.
4. Pada metode Fuzzy AHP, terjadi subjektifitas
yang tinggi dibandingkan dengan metode
ABC-fuzzy classification. Pada metode Fuzzy AHP
subjektifitas terjadi saat menentukan prioritas di
antara kriteria-kriteria yang digunakan.
Sedangkan pada metode ABC-fuzzy
classification, subjektifitas muncul saat
menentukan nilai dari faktor penentu (tingkat
kepentingan). Selain itu, pada fuzzy AHP jika
terdapat data baru maka harus dilakukan
penghitungan kelas ulang.
5. Dengan metode ABC-fuzzy classification ketika
sudah terbentuk membership function, jika
terdapat data baru, maka dapat langsung
dilakukan perhitungan untuk menentukan
kelompok dari data yang baru dimasukkan
tersebut.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1.
Hasil ABC-fuzzy classification yang
dihasilkan oleh aplikasi sudah sesuai dengan
hasil yang diperoleh dari paper acuan.
2.
Hasil klasifikasi dengan menggunakan
metode ABC-fuzzy classification lebih baik
daripada dengan metode analisis ABC
tradisional. Karena dengan metode ABC-fuzzy
classification dapat dimasukkan beberapa
kriteria yang menjadi pertimbangan dalam
mengelola persediaan.
3.
Uji coba dengan memperhitungkan tingkat
kritikalitas dan lead time dari obat sebagai
atribut fuzzy classification dan tingkat
penggunaan untuk ABC bisa memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan
teknik klasifikasi ABC tradisional. Item yang
dalam klasifikasi tradisional tergolong tidak
penting (kelas B) tetapi dengan
memperhitungkan tingkat kritikalitas dan lead
time bisa menjadi item yang penting untuk
diperhatikan.
5.2 Saran
Berikut ini adalah beberapa saran yang diajukan
untuk perbaikan dan pengembangan lebih lanjut:
1.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih
komprehensif tentang pentingnya sebuah item
maka dapat dipertimbangkan kriteria-kriteria
lain untuk melakukan fuzzy-classification.
2.
Untuk mengurangi subjektifitas dalam
menentukan kelas untuk fuzzy classification
dapat dilakukan analisa clustering yang
mempertimbangkan beberapa kriteria yang
akan digunakan pada fuzzy classification.
VI.
DAFTAR PUSTAKA
Alverson, C. (2003, November 1). Beyond
purchasing--Managing hospital inventory. Retrieved Februari 25, 2010,
http://managedhealthcareexecutive.modernmedicine.com/mhe/ Web+Exclusives/Beyond-purchasing--Managing-hospital-inventory
Broyles, J. R., Cochran, J. K., & Montgomery, D. C. (2010). A statistical Markov chain approximation of transient hospital inpatient inventory. European Journal of Operation Research , 1645-1657.
Chu, C.-W., Liang, G.-S., & Liao, C.-T. (2008). Controlling Inventory by Combining ABC Analysis and fuzzy Classification. Computer & Industrial Engineering , 841-851. Ernst, R., & Cohen, M. A. (1990). Operations Related Groups (ORGs): A Clustering Procedure for Production/Inventory Systems. Journal of Operations Management , 574-598. Flores, B. E., Olson, D. L., & Dorai, V. (1992). Management of Multicriteria Inventory Classification. Mathematical Computing
Modelling vol 16 , 71-82.
Gajpal, P. P., Ganesh, L. S., & Rajendran, S. (1994). Criticality Analysis of Spare Parts Using the Analytic Hierarchy Process.
International Journal of Production Economics , 293-297.
Ghazanfari, M., & Nojavan, M. (2004). Reducing Inconsistency In Fuzzy AHP By Mathematical Programming Models.
Asia-Pacific Journal of Operational Research , 379-391.
Hsiang, S., Cheng, J., & Whittemore, G. J. (2008). An
Engineering Approach to Improving Hospital Supply Chains.
Massachusets: Massachusets Institute of Technology.
Lasmaria, B. (2010). Sistem Pendukung Keputusan untuk
Klasifikasi Inventori dengan Multi-kriteria Menggunakan Metodologi Fuzzy-AHP. Surabaya.
Partovi, F. Y., & Anandarajan, M. (2002). Classifying Inventory Using an Artificial Neural Network Approach. Computers &
Industrial Engineering 41 , 389-404.
Pujawan, I. N., & ER, M. (2010). Supply Chain Management. Surabaya: Guna Widya.
Rezaei, J., & Dowlatshahi, S. (2009). A Rule-Based Multi-Criteria Approach To Inventory Classification. International
Roztocki, N., & Weinstroffer, H. (2005). Evaluating Information Technology Investments: A Fuzzy Activity-Based Costing Approach. Journal of Infromation Science and
Technology , 30-43.
Yu, M.-C. (2010). Multi_Criteria ABC analysis using artificial-intelligence-base classification techniques. Expert Systems with
Applications , 3416-3421.
Zhou, E., & Khotanzad, A. (2007). Fuzzy Classifier Design Using Genetic Algorithm. Pattern Recognition , 3401-3414