• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI PENGOLAHAN BAHAN BAKAR NABATI BERBASIS SELULOSA DAN HEMISELULOSA (BIO-OIL)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNOLOGI PENGOLAHAN BAHAN BAKAR NABATI BERBASIS SELULOSA DAN HEMISELULOSA (BIO-OIL)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

HEMISELULOSA (BIO-OIL)

1. Santiyo Wibowo, S.TP., M.Si

2. Djeni Hendra, M.SI

3. Rossi Margareth Tampubolon, S.si

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

(2)

ii

TEKNOLOGI PENGOLAHAN BAHAN BAKAR

NABATI BERBASIS SELULOSA DAN

HEMISELULOSA (BIO-OIL)

Bogor, Desember 2014 Mengetahui

Ketua Kelti,

Djeni Hendra, M.Si. NIP 19550108 198503 1 001

Ketua Tim Pelaksana

Santiyo Wibowo, STP, M.Si NIP 19730824 199903 1 003 Menyetujui

Koordinator,

Ir. Totok K. Waluyo, M.Si. NIP 19600506 198703 1 004 Mengesahkan Kepala Pusat, Dr. Ir. Rufi’ie, MSc. NIP 19601207 198703 1 005

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i LEMBAR PENGESAHAN ... ii

DAFTAR ISI ... iii

(3)

iii

DAFTAR GAMBAR ... v

Abstrak ... 1

BAB I. PENDAHULUAN ... 2

A. Latar Belakang ... 2

B Tujuan dan Sasaran ... 3

C. Luaran ... 3

D. Hasil yang Telah Dicapai ... 3

E. Rumusan Masalah ... 4

F. Ruang Lingkup ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Bio-oil ... 6

B. Teknologi Pengolahan Bio-oil ... 7

C. Rumput Gelagah ... 8

BAB III. METODE PENELITIAN ... 9

A. Lokasi Penelitian ... 9

B. Bahan dan Peralatan ... 9

C. Prosedur Kerja ... 9

D. Analisis Data ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

A. Analisa Proksimat Rumput Gelagah ... 16

B. Penelitian Utama ... 17

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

LAMPIRAN ... 33

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sifat fisiko kimia rumput gelagah ... 16

Tabel 2. Rendemen produk free fall pirolisis rumput gelagah ... 20

(4)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Batang, daun dan bunga rumput gelagah ... 17 Gambar 2. Rendemen liquid pirolisis rumput gelagah suhu 550-600oC dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh ... 20 Gambar 3. Kadar fenol bio-oil rumput gelagah suhu 550-600oC dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh ... 21

(5)

v

Gambar 4. pH bio-oil rumput gelagah suhu 550 – 600o

C dengan ukuran

20, 40 dan 60 mesh ... 23

Gambar 5. Bobot jenis bio-oil gelagah suhu 550 – 600o C dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh ... 24

Gambar 6. Uji daya nyala bio-oil ... 25

Gambar 7. Rumput gelagah ... 48

Gambar 8. Pengambilan rumput gelagah ... 48

Gambar 9. Proses pencacahan rumput gelagah ... 49

Gambar 10. Proses penjemuran rumput gelagah l ... 49

Gambar 11. Proses pengecilan ukuran rumput gelagah ... 50

Gambar 12. Proses pengayakan serbuk rumput gelagah ... 50

Gambar 13. Proses pencacahan rumput gelagah ... 51

Gambar 14. Crude bio-oil/pyrolysis oil ... 51

Gambar 15. Sampel Crude bio-oil untuk analisa ... 52

(6)

Santiyo Wibowo, Djeni Hendra dan Rossi Margaretha Tampubolon

Abstrak

Dengan semakin menurun potensi minyak bumi sedang konsumsinya terus menerus meningkat, banyak negara di dunia mulai mengembangkan berbagai alternatif bahan bakar nabati (BBN) seperti bioetanol, biodiesel dan bio-oil. Bio-oil adalah sejenis minyak bakar yang memiliki berat jenis tinggi namun minyak ini dibuat dari bahan nabati khususnya dari bahan berligno-selulosa seperti limbah kehutanan dan industri hasil hutan. Penggunaan bio-oil umumnya di dalam industri khususnya sebagai bahan bakar untuk boiler atau bahan bakar langsung untuk tujuan pengeringan seperti halnya minyak residu. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan informasi teknik pembuatan bio-oil dengan bahan baku rumput gelagah (Saccharum spontaneum). Dari proses tersebut akan keluar 3 produk yaitu bio-oil, arang dan gas. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu pirolisis dan ukuran bahan. Sasaran dari kegiatan penelitian ini adalah tersedianya informasi pembuatan bio-oil dari rumput gelagah dan sifat fisiko kimianya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen liquid tertinggi diperoleh dari rumput gelagah pada ukuran 40 mesh dengan suhu 550 oC yang menghasilkan liquid lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, dengan karakteristik sebagai berikut; rendemen liquid 30,88%, kadar fenol 7,58%, pH 2,62, bobot jenis

1,1108 g/cm3, nilai kalor 25,29 MJ/kg dan daya nyala lambat. Bio-oil yang

dihasilkan didominasi oleh asam asetat, fenol dan 1-hydroxy 2-propanone.

(7)

2 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan bahan bakar minyak Indonesia dari tahun ke tahun terus naik, pada tahun 1995 : 15,84 juta kilo liter (ton), tahun 2000 : 21,39 juta kilo litter, tahun 2005 : 27,05 juta kilo liter dan pada tahun 2011 sebesar 39,23 juta kiloliter (BPPT, 2011). Pada tahun 2001, impor solar 34% dari kebutuhan nasional dan pada tahun 2020 mendatang, diperkirakan Indonesia akan menjadi negara importir bahan bakar minyak (BBM) secara besar-besaran, (Reksowardoyo, 2005). Dari kilang minyak lama, Indonesia pada waktu ini masih mampu memproduksi BBM sebesar 8,7 triliun kubik per hari dan akan terus menurun produksinya. Pada tahun 2000, produksi BBM khususnya solar adalah 15,99 juta kilo liter dan kebutuhan domestik adalah 21,455 juta kilo liter, sehingga terdapat kekurangan suplai solar sebesar 6,25 juta kilo liter yang pengadaannya diperoleh dari impor. Kebijakan pengadaan solar dalam negeri dengan mengandalkan impor adalah keliru karena akan mengurangi devisa negara, terlebih lagi penjualan solar kepada masyarakat ataupun industri masih ditunjang oleh subsidi (Samiarso, 2001). Permasalahan lainnya adalah kenaikan harga minya bumi, harga minyak mentah yang pada tahun 2009 adalah US$ 90, akan naik secara linear menjadi US$ 200 pada tahun 2030 (BPPT, 2011). Hal ini akan semakin memberatkan APBN apabila tidak segera diatasi.

Sampai saat ini energy mix nasional masih didominasi minyak bumi. Pada tahun 2009, pasokan energi terbesar didominasi oleh minyak bumi sebesar 39,8%, kemudian diproyeksikan menurun menjadi 34,1% tahun 2014 dan 27,6% pada tahun 2030. Sementara itu porsi biofuel pada 2030 mencapai 5,9% (BPPT, 2011).

Permasalahan pemakaian BBM minyak bumi adalah karena sifatnya yang tidak dapat dipulihkan (non renewable), oleh karena itu perlu disubstitusi oleh bahan bakar yang dapat dipulihkan antara lain yang berasal dari tanaman pertanian atau kehutanan. Program nasional diversifikasi energi adalah

(8)

3

pengkayaan produksi jenis-jenis bahan energi baru yang dapat dipulihkan, di antaranya bahan bakar pengganti solar dari minyak nabati (Krause, 2001). Bio-oil atau dikenal juga sebagai pyrolysis Bio-oil adalah BBM sejenis solar yang memiliki berat jenis tinggi sebagai penggunaannya disesuaikan yaitu sebagai bahan bakar boiler atau dibakar langsung untuk keperluan pengeringan.

B. Tujuan dan Sasaran

1. Tujuan

Tujuan penelitian adalah mendapatkan teknik pengolahan bio-oil dengan bahan baku rumput gelagah.

. 2. Sasaran

Sasaran dari penelitian ini adalah tersedianya informasi teknik pengolahan bio-oil rumput gelagah dan informasi sifat fisiko kimianya.

C. Luaran

1. LHP yang berisi informasi teknologi pengolahan bio-oil dengan proses pirolisis sistem free fall reactor serta sifat fisiko kimia bio-oil.

2. Draf karya tulis ilmiah.

D. Hasil yang Telah Dicapai

Pembuatan bio-oil dari serbuk kayu jati dan acacia sudah dilaksanakan tahun 2011 menggunakan alat hydrotermal liquifaction di Laboratorium Tekmira (Teknologi Minyak dan Batubara) Bandung. Rendemen minyak bio-oil yang diperoleh berkisar antara 67,26 – 71,60%, dan rendemen fraksi destilat berkisar antara 54,06 – 60,32%.

Pembuatan bio-oil dari serbuk kayu sengon sudah dilaksanakan tahun 2012 menggunakan proses pyrolisis lambat (slow pyrolysis) di Laboratorium Kimia Pustekolah (Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan) Bogor, dengan suhu 350 – 500 o

(9)

4

60 menit, diperoleh rendemen bio-oil yang masih rendah berkisar antara 5,29 – 7,99%, kadar fenol 3,71 – 3,82%, pH 2,83 – 3,11, berat jenis 1,16 – 1,17 g/cm3

, nilai kalor 19,51 – 22,42 MJ/kg, dan daya nyala termasuk dalam katagori lambat – sedang. Bio-oil yang dihasilkan didominasi oleh asam asetat, fenol, dan furfural serta terdapat beberapa komponen yang mudah terbakar yaitu 2-propanon (CAS) aseton, benzene, 1,2,4 trimethylbenzene, dan 2-Furanmethanol (furfuril alkohol). Perlakuan yang menghasilkan bio-oil yang optimum adalah suhu 500 oC selama 30 menit, yang mempunyai karakteristik; rendemen liquid 43,75%, rendemen bio-oil sebesar 7,95%, kadar fenol 3,80%, pH 2,84, bobot jenis 1,116 g/cm3, nilai kalor 22,42 MJ/kg dan daya nyala sedang.

Pembuatan bio-oil tahun 2013 menggunakan limbah industri kehutanan dengan alat reaktor pirolisis cepat (free fall reactor). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen liquid tertinggi diperoleh dari serbuk kayu mahoni pada suhu 550 oC yang menghasilkan liquid lebih tinggi dibandingkan dengan kulit kayu mahoni dan sludge kertas, dengan karakteristik; rendemen liquid 25% dengan rendemen bio-oil sebesar 5%, kadar fenol 3,66, pH 2,98, bobot jenis 1,092 g/cm3, nilai kalor 9,28 MJ/kg dan daya nyala lambat. Bio-oil yang dihasilkan didominasi oleh asam asetat dan fenol. Hasil tersebut, rendemen dan mutu biooil yang dihasilkan, masih rendah. Sehingga disarankan perlu dilakukan perbaikan dan modifikasi alat free fall reactor dan selanjutnya diujicoba pada bahan baku limbah biomassa.

E. Rumusan Masalah

Usaha mengatasi krisis energi adalah dengan mencari energi alternatif pengganti bahan bakar minyak yang diantaranya adalah biofuel. Saat ini sudah dikembangkan biodiesel dan bioetanol berbahan dasar pangan atau dikenal dengan istilah biofuel generasi I. Untuk itu perlu terus dilakukan penelitian dan pengembangan biofuel generasi II yang berbahan dasar non pangan seperti

non-edible seeds atau lignocelulosa dari limbah baik pertanian maupun

kehutanan. Biofuel generasi II menghasilkan biodiesel, bioetanol dan bio-oil. Limbah kehutanan banyak mengandung selulosa dan hemiselulosa sangat

(10)

5

potensial untuk diolah menjadi biooil. Limbah tersebut adalah serbuk gergajian kayu berasal dari industri perkayuan yang jumlahnya cukup besar mencapai 1,4 juta m3 pertahun. Selain limbah industi kehutanan terdapat bahan baku lain yang berpotensi sebagai bahan pembuatan bio-oil yaitu rumput gelagah. Rumput gelagah (Saccharum spontaneum) merupakan tumbuhan yang termasuk dalam golongan rerumputan yang tumbuh di kawasan hutan. Pemanfaatan rumput gelagah masih terbatas sebagai tanaman pencegah erosi dan bunganya sebagai bahan pembuatan sapu, padahal potensinya sebagai sumber energi berbasis biomasa cukup besar. Penelitian mengenai pembuatan bio-oil berbahan baku rumput swichtgrass (Panicum virgantum) telah dilakukan oleh Imam dan Capareda (2012), selain itu limbah daun teh(Camelia sinensis) juga sudah dilaksanakan oleh Uzun et al. (2010). Hal ini menunjukkan bahwa bio-oil dapat dibuat dari berbagai jenis biomasa meskipun karakteristik yang diperoleh akan berbeda. Rumput gelagah sebagai salah satu sumber biomasa perlu diteliti potensi dan karakteristiknya sebagai bahan baku bio-oil.

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan pembuatan bio-oil menggunakan teknik pyrolisis cepat, namum belum memberikan hasil yang optimal. Untuk itu perlu dilakukan beberapa penyempurnaan alat free fall

reactor.

F. Ruang Lingkup

Penelitian tahun 2014 berfokus pada kegiatan pembuatan bio-oil dari rumput gelagah serta pengujian sifat fisiko-kimia bio-oil yaitu : rendemen, berat jenis, kadar fenol, pH, nilai kalor, daya nyala dan sifat kimia (GCMS) dengan teknik pirolisis cepat dengan sistem free fall design. Selain itu dilakukan juga analisa kadar air, ekstraktif, holoselulosa, selulosa dan lignin rumput gelagah.

(11)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-oil

Bio-oil merupakan bahan bakar cair berwarna kehitaman yang berasal dari biomassa seperti kayu, kulit kayu dan biomassa lainnya melalui teknologi pirolisis cepat (fast pyrolysis) yaitu teknologi degradasi termal pembuatan arang (karbonisasi), tanpa kehadiran udara (oksigen) dalam proses pembuatannya, berlangsung pada suhu 400- 600oC dengan waktu yang relatif singkat dan proses pemadaman dilakukan secara cepat agar diperoleh produk dengan berat molekul tinggi. Selain bio-oil, dihasilkan juga arang dan gas. Dalam produksi bio-oil tidak dihasilkan limbah (zero waste). Seratus persen bahan baku dikonversi menjadi bio-oil dan arang, sementara gas yang tidak dapat dikondensasai dikembalikan ke dalam proses sebagai sumber energi (Hambali

et al. 2007).

Komponen organik terbesar dalam bio-oil adalah lignin, alkohol, asam organik dan kerbonil. Karakteristik tersebut menjadikan bio-oil sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan. Bio-oil dapat menjadi alternatif pengganti bahan bakar hidrokarbon untuk industri seperti untuk mesin pembakaran, boiler, mesin diesel statis dan gas turbin dan efektif digunakan sebagai pensubstitusi diesel, heavy fuel oil. ligth fuel oil dan natural gas untuk berbagai macam boiler (Hambali, et al., 2007).

Bio-oil terbuat dari berbagai senyawa oksigenat organik yang berbeda-beda dan tidak bercampur dengan bahan bakar minyak. Hal ini karena tingginya kadar air sekitar 15 - 20% yang berfungsi juga sebagai pengikat ratusan molekul yang berbeda yang disebut sebagai emulsi mikro. Crude bio-oil dapat digunakan pemanas rumah tangga dan bila dimurnikan akan menjadi bahan bakar yang lebih murni dan tinggi kalorinya yang bisa digunakan untuk berbagai kebutuhan dalam industri kimia, seperti halnya petroleum fuel. Bio-oil dapat dimurnikan (refined oil) untuk bahan bakar dan bila diolah lanjut dapat digunakan sebagai bahan kimia (oleo-kimia). Bio-oil merupakan sumber energi alternatif yang menarik untuk sejumlah alasan tertentu. Khususnya bahan bakar ini merupakan energi terbarukan dan diproduksi dari bahan baku

(12)

7

yang dikategorikan sebagai limbah. Penggunaan sederhana crude bio-oil adalah untuk bahan bakar di rumah tangga (pawon) atau untuk industri kecil yaitu boiler dengan sedikit modifikasi. Penggunaan lebih lanjut dari bio-oil untuk berbagai aplikasi terbuka lebar. Sebagai contoh, bio-oil dapat diolah lanjut melalui proses hidrogenasi yaitu untuk memecah ikatan senyawa karbon menjadi bahan bakar yang lebih berkualitas (Sudradjat dan Hendra, 2011).

B. Teknologi Pengolahan Bio-oil

Bio-oil atau dikenal dengan pyrolysis oil dapat dihasilkan melalui proses pirolisis. Pirolisis lambat dengan suhu rendah telah dilakukan selama berabad-abad dan dikenal pada proses pembuatan arang. Pada pirolisis lambat produk utama yang dihasilkan adalah arang, selain itu dihasilkan destilat yang mengandung bio-oil. Perkembangan selanjutnya adalah pirolisis cepat (fast

pyrolysis), yaitu suatu proses dimana bahan organik atau biomasa dipanaskan

secara cepat (waktu tinggal biomasa di dalam reaktor harus secepat mungkin sekitar 1-2 detik) pada suhu 850-1000oF atau sekitar 450 – 600oC tanpa keberadaan oksigen. Produk utama pirolisis cepat adalah bio-oil sekitar 60-70%, arang 12-15% dan gas 13-25%. Kelebihan fast pyrolysis adalah dapat dioprasikan pada suhu moderat yaitu 450oC dengan tekanan atmospir, sedangakan kekurangannya adalah kandungan oksigen dan airnya cukup tinggi dan tempat penyimpanannya harus dari bahan tahan karat. Beberapa jenis teknologi fast pyrolysis antara lain bubling fluidized bed, circulating fluidized

beds/trasport reactor, rotating cone pyroyzer, ablative pyrolysis, vacum pyrolysis, auger reactor (Brown dan Holmgren, 2012). Selain itu mulai

dikembangkan juga free fall reactor dimana bahan baku dimasukkan dari bagian atas menuju reaktor yang sudah dipanaskan, selain diperoleh bio-oil akan dihasilkan juga arang dan gas (Onay dan Kockar, 2006).

(13)

8 C. Rumput Gelagah

Rumput Gelagah (Saccharum spontaneum) adalah jenis tanaman yang tumbuh secara liar di hutan. Tumbuhan yang hidup tumbuh bergerombol/koloni ini memiliki akar yang sangat kuat sehingga bisa di manfaatkan untuk mencegah terjadinya erosi. Rumput gelegah tumbuh di dataran tinggi dan tinggi batang mencapai 2-3 m. Tanaman ini tumbuh sepanjang tahun, dan biasanya musim bunga rumput gelagah antara bulan Juli-Agustus. Meskipun selain bulan tersebut dapat juga ditemukan namun tidak sebanyak pada saat musim bunga. Sekilas nampak rumput ini tidak bermanfaat karena hanya mengganggu tanaman masyarakat, sehingga petani selalu membabatnya ketika melakukan pembersihan lahan agar tidak mengganggu tanaman yang ada. Saat ini pemanfaatan rumput gelagah adalah sebagai pakan ternak dan bahan baku sapu (Melung, 2013).

(14)

9 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitan

Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Pengolahan Kimia dan Energi Hasil Hutan, P3KKPHH Bogor, analisa sifat fisiko-kimia yang tidak dimiliki P3KKPHH dilakukan di UPI Bandung. Pengambilan bahan baku akan dilakukan di daerah Jawa Barat (Sukabumi dan Bandung).

B. Bahan dan Peralatan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput gelagah. Bahan kimia yang digunakan antara lain metanol, etanol, asam klorida, air suling, asam asetat, natrium tio sulfat, kalium yodida, natrium hidroksida, kalium hidroksida, penolphtallin (PP) dan lain-lain.

Peralatan yang digunakan antara lain mesin pembuat serbuk kayu, saringan, reaktor pirolisis bio-oil free fall reactor, penampung larutan bio-oil, penampung partikulat, alat distilasi, pengaduk (stirer), desikator, pH meter, piknometer, erlenmeyer asah, neraca, oven dan lain-lain.

C. Prosedur Penelitian 1. Persiapan bahan

a. Rumput gelagah diambil dari lapangan, selanjutnya dikeringkan menggunakan oven pada suhu 80oC sampai kering, lalu dihaluskan. b. Serbuk rumput gelagah diseragamkan ukurannya yaitu 20, 40 dan 60

mesh (lolos ayakan 20 tertampung di 40, lolos ayakan 40 tertampung di 60 dan lolos ayakan 60 tertampung di 80)

2. Pembuatan bio-oil

a. Penelitian pembuatan bio-oil menggunakan alat free fall reactor pada suhu reaksi 550 dan 600oC dengan ukuran serbuk 20, 40 dan 60 mesh.

(15)

10 b. Pemurnian bio-oil.

Bio-oil yang ada dalam penampungan masih kotor, oleh karena itu masih harus dimurnikan dengan menggunakan kertas saring.

3. Pengujian Kualitas

Pengujian dilakukan terhadap sifat fisiko-kimia yaitu : rendemen (arang, cairan/liquid, bio-oil, dan gas), berat jenis, pH, kadar fenol, nilai kalor, daya nyala dan sifat kimia menggunakan GCMS.

a. Rendemen

1. Rendemen arang

Rendemen arang ditetapkan dengan menghitung perbandingan berat arang terhadap berat bahan baku awal.

Rendemen (%) = Berat arang x 100 Berat bahan baku

2. Rendemen cairan/liquid

Botol berwarna gelap yang bersih ditimbang dengan teliti, lalu diisi dengan cairan/liquid. Lalu botol ditimbang lagi. Selanjutnya ditentukan rendemennya dengan formula berikut:

Rendemen (% b/b) = bobot cairan (botol isi–botol kosong) x 100 bobot bahan baku

3. Rendemen bio-oil

Botol berwarna gelap yang bersih ditimbang dengan teliti, lalu diisi dengan bio oil. Lalu botol ditimbang lagi. Selanjutnya ditentukan rendemennya dengan formula berikut:

Rendemen (% b/b) = bobot bio-oil (botol isi–botol kosong) x 100 bobot bahan baku

4. Rendemen gas

(16)

11 b. Bobot jenis

Bj = Bc – Bp Ba – Bp

Bc = Berat piknometer + contoh (gram) Bp = Berat piknometer kosong (gram) Ba = Berat piknometer + aquades (gram)

c. pH

Pengujian pH bio-oil dilakukan menggunakan pH meter. Prinsip cara uji derajat keasaman (pH) dengan menggunakan alat pH meter adalah sebuah metode pengukuran pH berdasarkan pengukuran aktifitas ion hidrogen secara potensiometri/elektrometri dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan dilakukan kalibrasi alat pH-meter dengan larutan penyangga sesuai instruksi kerja alat setiap kali akan melakukan pengukuran. Prosedurnya adalah sebagai berikut:

1. Keringkan dengan kertas tisu selanjutnya bilas elektroda dengan air suling.

2. Bilas elektroda dengan contoh uji.

3. Celupkan elektroda ke dalam contoh uji sampai pH meter menunjukkan pembacaan yang tetap.

4. Catat hasil pembacaan skala atau angka pada tampilan dari pH meter. d. Kadar fenol

Sebanyak 0,5 g bio-oil ditambah 5 ml NaOH 2 N, kemudian diencerkan sampai 250 ml. Sebanyak 25 ml larutan tersebut ditambah 10 ml larutan bromida kromat, 5 ml HCl pekat dan 50 ml aquades, kemudian dikocok selama 1 menit dan didiamkan selama 5-30 menit. Sebanyak 5 ml larutan KI 15% ditambahkan ke dalam larutan, lalu dikocok 1 menit, kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap

(17)

12

Kadar fenol total = (b-a) x N x BM x fp x 100% 1000 x S

b = ml Na2S2O3 untuk blangko

a = ml Na2S2O3 untuk contoh

BM = bobt molekul fenol N = Normalisasi Na2S2O3

S = bobot sampel fp = faktor pengenceran e. Nilai Kalor Pembakaran

Nilai kalor pembakaran menunjukkan energi kalor yang dikandung dalam tiap satuan massa bahan bakar. Nilai kalor dapat diukur dengan bomb calorimeter Parr 6200 calorimeter bomb. Sejumlah 1 – 2 ml sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam wadah pembakar, lalu dimasukkan ke dalam tabung 1108 oxigen bomb, dipasangkan sumbu pembakar dan tabung ditutup. Selanjutnya tabung divakum dan dimasukkan ke dalam kalorimeter dan alat dihidupkan. Hasil analisis akan keluar secara otomatis pada layar monitor yang terdapat di bagian atas alat calorimeter bomb. f. Daya nyala

Daya nyala adalah kemampuan bahan bakar cair untuk menyala ketika diberi sumber api. Pengukuran daya dilakukan dengan cara; disiapkan sejumlah kawat dengan panjang ±10 cm, pada bagian ujung kawat dililitkan kapas secukupnya dan dicelupkan ke dalam bio-oil sampai ± ¾ bagian kapas. Selanjutnya ujung kapas dinyalakan dengan cara mendekatkan ujung kapas tersebut pada nyala dari sebuah lilin sambil dihitung pada detik keberapakah kapas tersebut terbakar dan dicatat juga karakteristik nyala yang timbul. Untuk mengetahui daya nyala bio-oil dibuat skoring sebagai berikut: cepat : 0 – 2 detik, sedang : 3 – 5 detik, lambat > 6 - 10 detik, bila di atas 11 detikndikatagorikan tidak menyala.

(18)

13 g. Analisa GCMS

Bio-oil dianalisis kandungan senyawa kimianya menggunakan GCMS Shimadzu QP 5050 A. Kondisi alat memakai suhu kolom 60oC, suhu detector 300oC, suhu injector 280oC dan waktu analisa 35 menit. Bio-oil disaring dengan kertas saring, kemudian diinjeksikan ke dalam GC sejumlah 0,2 μL sehingga terkromatografi dengan komponen yang terpisah. Selanjutnya spektrum puncak kromatogram dari sampel akan dicocokkan oleh spektrum yang ada dalam Library GCMS yang menyimpan berbagai jenis senyawa.

4. Analisa proksimat bahan baku a. Kadar ekstraktif

Sebanyak 2 g sampel serbuk rumput gelagah dimasukkan ke dalam cawan saring. Selanjutnya cawan saring dimasukkan ke dalam Soxhlet sedemikian sehingga ujung cawan saring lebih tinggi dari ujung sifon dan sampel didalamnya lebih rendah. Ekstraksi dilakukan dengan 200 ml alkohol - benzena (1 : 2) selama 4-6 jam. Setelah selesai, cawan dikeluarkan dan dihisap dengan pompa vakum, lalu dicuci dengan alkohol untuk menghilangkan benzena dan dihisap lagi dengan pompa vakum. Selanjutnya cawan saring dan isinya dikeringkan dalam tanur pada suhu 100-105 oC dan ditimbang sampai beratnya konstan.

% kadar ekstraktif = berat awal-berat kering tanur x 100% berat kering tanur

b. Penentuan holoselulosa

Sampel bebas ekstraktif ekuivalen 2 g berat kering ditempatkan dalam erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 100 ml air destilat, 1g sodium klorit dan 1 ml asam asetat glasial. Panaskan dengan water bath pada suhu 80oC. Jaga agar permukaan air dalam water bath lebih tinggi dari permukaan larutan dalam erlenmeyer. Tambahkan 1 g sodium klorit dan 0,2 ml asam asetat setiap interval pemanasan selama 1 jam, dan penambahan dilakukan sebanyak 4 kali. Saring sampel dengan menggunakan glass

(19)

14

filter, cuci dengan menggunakan air panas. Tambahkan 25 ml asetat 10 %, lalu dicuci dengan air panas hingga bebas asam. Sampel dioven pada suhu 105 ± 3oC hingga beratnya konstan, dinginkan dan timbang.

Holoselulosa, % = berat holoselulosa x 100% berat serbuk bebas ekstraktif

c. Lignin

Sebanyak 1,0 ± 0,1 g serbuk bebas ekstraktif dimasukkan ke dalam gelas piala. Tambahkan larutan asam sulfat 72 % sebanyak 15 ml. Penambahan asam dilakukan secara perlahan dan bertahap sambil diaduk dengan suhu dijaga pada ± 1oC. Setelah tercampur sempurna, simpan gelas piala pada suhu 20 ± 1oC selama 2 jam sambil diaduk sesekali. Tambahkan sekitar 300 – 400 ml air ke dalam erlenmeyer 1000 ml dan pindahkan sampel dari gelas piala ke dalam erlenmeyer. Bilas dan encerkan larutan dengan air hingga dicapai konsentrasi asam sulfat 3%, yaitu hingga total volume 575 ml. Didihkan larutan selama 4 jam dan jaga agar volume larutan konstan dengan menambahkan air panas. Saring lignin dengan gelas filter dan cuci dengan air panas hingga bebas asam. Keringkan sampel lignin dalam oven pada suhu 105 ± 3oC hingga beratnya konstan, dinginkan dan timbang.

Lignin, % = berat lignin x 100% berat serbuk bebas ekstraktif d. Selulosa

Ke dalam erlenmeyer 300 ml yang berisi g serbuk bebas ekstraktif ditambahkan 125 ml HNO3 3,5%. Kemudian diekstrak pada waterbath

dengan suhu 80 oC selama 12 jam. Setelah itu serbuk disaring dengan cawan saring dan dikeringudarakan. Cawan saring dimasukkan ke dalam gelas piala 200 ml dan ditambahkan 125 ml larutan NaOH + Na2SO3 (20:20

g dalam 1 liter). Selanjutnya diekstrak pada suhu 50 oC selama 2 jam. Setelah itu serbuk kayu dikeluarkan dari gelas piala, disaring dan ditambahkan NaClO2 10% sampai berwarna putih. Lalu ditambahkan 100

(20)

15

ml CH3COOH 10% dan dicuci sampai bebas asam. Terakhir ditambahkan

50 ml etanol. Kemudian cawan dikeringkan pada suhu 100-105 oC dan ditimbang sampai beratnya konstan.

% kadar selulosa = berat selulosa x 100% berat serbuk bebas ekstraktif

5. Ujicoba upgrading bio-oil

Ujicoba upgrading bio-oil dilakukan pada perlakuan yang memberikan hasil optimum. Proses upgrading dilakukan dengan cara cracking non

catalytic (tanpa katalis) tanpa penambahan hidrogen dan berlangsung pada

kondisi tekanan 1 atmosfir. Proses cracking adalah pemecahan senyawa organik rantai panjang menjadi dua atau lebih senyawa organik rantai lebih pendek. Hasil upgrading dianalisa daya nyala dan kandungan senyawa kimia menggunakan GCMS.

C. Analisis Data

Analisis data pada penelitian pendahuluan dilakukan secara deskriptif dan tabulasi. Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian utama terdiri dari 2 faktor yaitu : Faktor ukuran serbuk (A) dengan 3 jenis ukuran yaitu 20 mesh (A1), 40 mesh (A2), dan 60 mesh (A3) dan faktor suhu dengan 2 level yaitu 550 o

C (A1) dan 600 oC (A2). Pengujian statistik menggunakan rancangan

percobaan acak lengkap faktorial, 3 kali ulangan. Jumlah total kombinasi perlakuan adalah 3 x 2 x3 = 18.

(21)

16 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Proksimat Rumput Gelagah

Hasil analisis kimia rumput gelagah dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat fisiko kimia rumput gelagah

Parameter Kadar (%)

Kadar Air 8,12

Kadar ekstraktif 6,59

Kadar holoselulosa 51,32

Kadar alpha selulosa 33,22

Kadar hemiselulosa 18,10

Kadar Lignin 23,78

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rumput gelagah yang digunakan dalam penelitian ini cukup kering dengan kadar air 8,12%. Kadar holoselulosa adalah 51,32%, hasil ini lebih kecil dari polisakarida kayu pada umumnya yang berkisar antara 65-75% dan tempurung nyamplung sebesar 87,64% (Fengel dan Wegener 1995; Wibowo, 2009). Holoselulosa merupakan karbohidrat dalam kayu yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan pektin. Meskipun kadar holoselulosa lebih rendah dari bahan kayu dan tempurung, rumput gelagah masih dapat dikonversi menjadi produk pirolisis berupa pyrolitic oil, dan arang/arang aktif, dan sebagai sumber energi wood pellet. Menurut Asano et

al. (1999), bahan yang mengandung karbon baik organik maupun anorganik

dapat dijadikan bahan baku pembuatan arang dan turunannya.

Alpha selulosa rumput gelagah adalah sebesar 33,22% dan kadar hemiselulosa yang ditentukan sebagai pentosan sebesar 18,10%. Selulosa α digunakan sebagai penduga atau penentu tingkat kemurnian selulosa. Hemiselulosa merupakan heteropolisakarida yang tersusun dari 5 jenis gula yaitu 3 heksosa (glukosa, manosa dan galaktosa) dan 2 pentosa (xilosa dan arabinosa) (Ahmadi 1990).

(22)

17

Kadar ekstraktif rumput gelagah yang larut dalam alkohol benzena adalah 6,59%. Zat ekstraktif terdiri dari berbagai jenis komponen senyawa organik seperti minyak atsiri, terpenoid, steroid, lemak, lilin, fenol (stilben, lignan, tanin terhidrolisis, tanin kondensasi, flavonoid) (Sjostrom 1998).

Kadar lignin dalam rumput gelagah adalah 23,78 %. Kadar lignin tersebut masuk dalam rentang kadar lignin kayu pada umumnya yang berkisar antara 20 – 25%. Lignin merupakan zat organik polimer yang penting dan banyak terdapat dalam tumbuhan tingkat tinggi. Terdapat dalam lamela tengah dan dinding sel primer. Lignin dapat meningkatkan sifat kekuatan mekanik pada tumbuhan untuk berdiri kokoh (Fengel dan Wagener 1995).

Gambar 1. Batang, daun dan bunga rumput gajah

B. Penelitian Utama 1. Rendemen

Hasil rendemen produk dari pirolisis serbuk rumput gelagah pada ukuran 20-40, 40-60 dan 60-80 mesh (selanjutnya disebut 20, 40 dan 60 mesh) dan temperatur 550 dan 600oC menggunakan free fall pyrolisis dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 3. Dari hasil penelitian diperoleh liquid atau cairan

(23)

18

berkisar antara 23,81-30,88% , atau dari 1 kg serbuk rumput gelagah akan diperoleh sekitar 238,1 - 308,8 g liquid. Liquid atau cairan hasil pirolisis merupakan gabungan antara produk cair (terdiri dari asam pyrolignic atau cuka kayu) dan fase minyak (tar kayu atau pyrolitic oil) (Sensoz, 2003). Rendemen terbesar diperoleh dari serbuk rumput gelagah pada perlakuan suhu 550oC dengan ukuran 40 mesh yaitu sebesar 30,88% dan yang terkecil dihasilkan dari sampel rumput gelagah pada ukuran 60 mesh dengan suhu 600oC. Terdapat penurunan rendemen pada suhu di atas 550oC. Rendemen cairan rumput gelagah pada ukuran 20 mesh lebih rendah dari 40 mesh pada suhu 550 dan 600oC. Hal ini diduga disebabkan oleh ukuran partikel yang besar yang menyebabkan pembakaran belum sempurna, hal ini dibuktikan dengan masih adanya serbuk gelagah yang tidak terbakar sempurna dan warna arang yang tidak seluruhnya berwarna hitam pekat. Sementara itu pada ukuran yang lebih halus 60 mesh rendemen pyrolytic oil lebih rendah dibandingkan ukuran 40 mesh dan 20 mesh. Hal ini disebabkan oleh menempelnya sejumlah serbuk dengan ukuran yang lebih halus pada dinding pipa reaktor bagian atas tempat keluarnya serbuk dari screw feeder menuju reaktor pemanas. Berbeda pada penelitian sebelumnya (Wibowo dan Hendra, 2013) dengan menggunakan ukuran 60 mesh, serbuk kayu mahoni tidak terjadi sumbatan atau bahan baku yang menempel di reaktor. Hal ini diduga disebabkan perbedaan karakteristik bahan baku. Karakteristik rumput gelagah berbeda dengan serbuk kayu pada umumnya, dimana rumput gelagah (Saccharum spontaneum) merupakan jenis rumputan yang umumnya memiliki berat jenis yang rendah dibandingkan kayu, contohnya rumput switchgrass yang memiliki berat jenis antara 0,22-0,24 (Lam

et al, 2008) sedangkan kayu mahoni 0,52-0,72 (Mulyono, 2013). Berat jenis

yang ringan dan partikel serbuk yang lebih halus dapat menyebabkan serbuk mudah menempel bahkan menggumpal pada saat memasuki pipa dengan suhu tinggi. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor suhu dan ukuran baku berpengaruh nyata terhadap rendemen bio-oil.

Hasil rendemen liquid bio-oil menggunakan free fall reactor bervariasi tergantung model dan peralatan pendukung lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Zanzi et al. (1996) dan Yu et al. (1997) dalam Ellens, (2009) menghasilkan

(24)

19

rendemen bio-oil maksimum 5 dan 8% menggunakan suhu 750 dan 700oC. Tetapi terdapat juga teknik free fall reactor yang menghasilkan rendemen mencapai 50-73% ( Xu et al, 2003; Li et al, 2004; Zhang et al, 2007), hal ini dapat terjadi karena adanya penggunaan alat tambahan yaitu Electrostatic

Presipitor (ESP) dan cooled ice box atau dry ice cooled condenser untuk unit

kondenser pendingin. Penggunaan ESP akan meningkatkan jumlah rendemen liquid yang dihasilkan dengan cara menangkap asap yang tidak dapat didinginkan dalam unit kondenser. Prinsip kerja ESP yaitu dengan memberi muatan negatif kepada asap tersebut melalui beberapa elektroda (biasa disebut discharge electrode). Jika asap tersebut dilewatkan lebih lanjut ke dalam sebuah kolom yang terbuat dari plat yang memiliki muatan lebih positif (biasa disebut collecting electrode), maka secara alami asap tersebut akan tertarik oleh plat-plat tersebut, dan keluar dari kolom dalam bentuk cairan bila bahan utamanya asap atau berbentuk butiran abu halus bila bahan utamanya abu. Sementara penggunaan cooled ice box atau dry ice cooled condenser dapat mempercepat proses pendinginan uap yang mengalir dalam tabung kondenser.

Rendemen arang berkisar antara 21,78-31,87%, dengan rendemen terbesar berasal dari sampel 20 mesh suhu 550oC dan terkecil pada ukuran 60 mesh 600oC dan rendemen gas berkisar antara 40,98-54,4% dengan rendemen terbesar diperoleh pada dari ukuran 60 mesh dan suhu 600oC dan terkecil diperoleh dari sampel 20 mesh dan suhu 550oC. Sebagai hasi samping pengolahan bio-oil, arang masih dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan merupakan produk yang sudah dimanfaatkan masyarakat dan mempunyai nilai ekonomi. Sementara itu hasil samping gas dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif untuk memasak, tetapi masih memerlukan tahapan proses penyaringan dan pemurnian gas agar dapat terbakar sempurna. Selain itu terdapat kendala dalam penyimpanan gas, karena gas yang dihasilkan dari proses pengolahan bio-oil bukan gas bertekanan tinggi, tetapi bertekanan rendah yang sulit dimasukkan ke dalam tabung penyimpanan.

(25)

20

Tabel 2. Rendemen produk free fall pirolisis rumput gelagah

Produk (%) Ukuran serbuk Temperatur (oC) 550 600 Arang 20 31,87 27,47 40 23.28 22,37 60 22,57 21,78 Liquid 20 27,15 25,47 40 30,88 26,15 60 24,63 23,81 Bio-oil 20 5,43 5,09 40 6,18 5,23 60 4,93 4,76 Gas 20 40,98 46,46 40 45,84 51,48 60 52,8 54,4

Gambar 2. Rendemen liquid produk pirolisis serbuk gelagah suhu 550 – 600o

C dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh

0 5 10 15 20 25 30 35 550 600 R e n d e m e n , % Suhu 20 mesh 40 mesh 60 mesh

(26)

21 2. Kadar fenol

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar fenol bio-oil rumput gelagah adalah 4,96-8,11% (Tabel 3). Fenol terendah diperoleh pada sampel rumput gelagah ukuran 20 mesh dengan suhu 550oC yaitu 4,96% dan kadar fenol tertinggi diperoleh pada sampel serbuk kayu dengan ukuran 60 mesh suhu 600oC. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu, ukuran bahan baku dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap kadar fenol (Lampiran 2). Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi suhu pirolisis kadar fenol semakin bertambah besar. Hasil ini lebih besar dari bio-oil serbuk kayu mahoni yang berkisar antara 3,58-3,66% (Wibowo dan Hendra, 2013) pada suhu 400-550oC. Menurut Girard (1992) kandungan fenol dalam cairan hasil pirolisis dipengaruhi oleh kandungan lignin bahan dan suhu pirolisis. Lignin pada dasarnya adalah suatu fenol yang sangat stabil dan sukar dipisahkan dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam, sehingga baru akan terurai pada suhu tinggi seperti pada proses pirolisis suhu 300 – 500oC (Djatmiko et al. 1985; Maga, 1987; Haygreen dan Bowyer, 1996).

Gambar 3. Kadar fenol bio-oil rumput gelagah suhu 550 – 600o

C dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 550 600 Fen o l, % Suhu, oC 20 40 60

(27)

22 Tabel 3. Karakteristik bio-oil rumput gelagah

Suhu (oC) Ukuran bahan baku Parameter Fenol (%) pH Bobot jenis g/cm3 Nilai kalor MJ/kg Daya nyala 550 20 4,96 2,69 1,0988 23,88 lambat 40 7,58 2,62 1,1108 25,29 lambat 60 7,65 2,5 1,1166 20,83 lambat 600 20 6,73 2,58 1,0989 22,24 lambat 40 7,96 2,51 1,1107 23,04 lambat 60 8,11 2,49 1,1163 20,66 lambat 3. pH bio-oil

Tabel 3 dan Gambar 6 menunjukkan bio-oil rumput gelagah mempunyai kadar pH antara 2,49 - 2,69. pH terendah diperoleh pada suhu 600oC dengan ukuran serbuk sebesar 60 mesh yaitu sebesar 2,49 dan pH tertinggi diperoleh pada sampel dengan ukuran 20 pada suhu 550oC yaitu sebesar 2,69. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan ukuran bahan baku serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap pH bio-oil (Lampiran 3).

Keasaman yang tinggi disebabkan adanya asam asetat dan asam lainnya akibat proses pirolisis yang memecah selulosa dan lignin serta zat ekstraktif yang bersifat asam. Hal ini sesuai pendapat Easterly (2002) bahwa keasaman bio-oil cukup tinggi yaitu antara 2,5 sampai 3,0 sehingga mensyaratkan penanganan penyimpanan bio-oil menggunakan bahan yang tahan karat, seperti stainless steel, gelas kaca, plastik, dan fiberglass.

(28)

23

Gambar 4. pH bio-oil rumput gelagah suhu 550 – 600o

C dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh

4. Bobot jenis

Hasil pengujian bobot jenis atau densitas bio-oil yang diperoleh dari sampel serbuk rumput gelagah pada ukuran 20,40 dan 60 dan suhu 550 - 600oC berkisar antara 1,0988-1,1166 g/cm3 (Tabel 3). Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor suhu, ukuran bahan baku dan interaksi keduanya berpengaruh nyata. Hasil ini lebih rendah dari penelitian Sensoz (2003) yang menghasilkan densitas bio-oil kulit kayu Pinus brutia Ten sebesar 1,2 g/cm3. Tingginya bobot jenis bio-oil disebabkan oleh senyawa kimia yang terkandung di dalam bio-oil banyak yang mempunyai berat molekul yang tinggi. Menurut Otomotif (2008), semakin banyak presentasi zat dengan berat molekul tinggi, maka berat jenis larutan bahan bakar tersebut akan semakin tinggi. Berbeda dengan bahan bakar minyak bumi yang mempunyai presentase zat bermolekul berat yang rendah, sehingga densitasnya cenderung lebih ringan. Bila bahan bakar mengandung banyak senyawa dengan berat molekul tinggi akan menyulitkan proses penguapan dalam ruang bakar mesin, dan cenderung menjadi jelagah yang tidak terbakar sempurna.

2,35 2,4 2,45 2,5 2,55 2,6 2,65 2,7 2,75 550 600 pH Suhu 20 mesh 40 mesh 60 mesh

(29)

24

Gambar 5. Bobot jenis bio-oil rumput gelagah pada suhu 550-600oC dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh

5. Nilai kalor

Nilai kalor pembakaran menunjukkan energi kalor yang dikandung dalam tiap satuan massa bahan bakar. Tabel 3 menunjukkan nilai kalor bio-oil dari serbuk rumput gelagah yang diukur dengan alat calorimeter bomb yaitu 20,66 dan 25,29 MJ/kg. Nilai kalor tertinggi diperoleh pada sampel 40 mesh 550oC dan terendah pada sampel 60 mesh 600oC. Nilai kalor ini lebih tinggi jika dibandingkan bio-oil sengon dengan proses pirolisis lambat menghasilkan nilai kalor 22,42 MJ/kg (Wibowo dan Hendra, 2012), tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan penelitian (Onay dan Kockar, 2006) yang menghasilkan bio-oil dari biji rapeseed dengan nilai kalor sebesar 37,9 MJ/kg Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan bahan baku dan alat pirolisis yang digunakan. Biji

rapeseed merupakan sumber minyak nabati yang dikenal sebagai minyak rapeseed atau rapa yang diperoleh dari tumbuhan bermarga Brassica. Adanya

kandungan minyak nabati dalam bahan baku bio-oil akan meningkatkan nilai kalor dari bio-oil yang dihasilkan.

1,085 1,09 1,095 1,1 1,105 1,11 1,115 1,12 550 600 bj Suhu 20 mesh 40 mesh 60 mesh

(30)

25 6. Daya nyala

Pengujian daya nyala dilakukan untuk mengetahui kemampuan bio-oil untuk menyala bila diberi sumber api. Daya nyala bio-oil rumput gelagah menggunakan free fall pyrolisis dapat dilihat pada Tabel 3. Semua sampel mempunyai katagori lambat. Hal ini disebabkan masih dominannya senyawa asam asetat dan fenol di dalam liquid hasil pirolisis free fall. Biooil atau pirolitic

oil tidak sama dengan bahan bakar minyak pada umumnya yang mempunyai

kemampuan daya nyala yang cepat terbakar. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan air (cuka kayu) yang terdapat di dalam sampel bio-oil tersebut. Untuk dapat memperbaiki daya nyala bio-oil dapat dilakukan dengan mencampurkan bahan aditiv polar seperti etanol. Stamatov, et al. (2005) telah melakukan ujicoba mengenai daya bakar biooil yang sudah dipisahkan bagian airnya dengan mencampurkan etanol lalu diujicoba menggunakan combuster, hasil ujicoba memberikan hasil nyala bio-oil lebih pendek, lebih lebar dan lebih terang dibandingkan dengan nyala bahan bakar diesel dengan kondisi yang sama. Adanya penambahan polar aditive seperti etanol tersebut menurut Stamatov, et al. (2005) dapat memperbaiki atomisasi yang lemah dan nilai kalor yang rendah dari bio-oil. Kemampuan nyala bio-oil rumput gelagah lebih baik dibandingkan biooil dari sludge kertas yang masuk katagori tidak terbakar (Wibowo dan Hendra, 2013). Hal ini dapat terjadi karena perbedaan karakteristik bahan baku yang digunakan.

(31)

26

7. Hasil GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrometry)

Hasil pengujian GCMS menunjukkan bahwa komponen kimia bio-oil serbuk rumput gelagah ukuran 20 mesh pada suhu 550oC terdeteksi 20 komponen (Lampiran 5), yang didominasi oleh asam asetat, 1-hydroxy 2-propanone, golongan phenol, dan 3-furaldehyd. Sedangkan untuk ukuran 20 mesh pada suhu 600oC (Lampiran 8), terdeteksi 34 komponen kimia dan didominasi oleh asam asetat, golongan phenol, 1-hydroxy 2-propanone, atau aceton, dan 2-furancarboxaldehyde. Suhu yang tinggi menyebabkan komponen kimia terpecah menjadi komponen lainnya sehingga jumlah komponen bertambah.

Komponen kimia bio-oil serbuk rumput gelagah ukuran 40 mesh pada suhu 550oC terdapat 38 komponen (Lampiran 6), yang juga didominasi oleh asam asetat, golongan phenol, 1-hydroxy 2-propanone atau aseton, butanedial dan furfural. Sementara pada suhu 600oC (Lampiran 9) juga terdeteksi sebanyak 38 komponen dan didominasi oleh asam asetat, golongan phenol, 1-hydroxy 2-propanone atau aseton, butanedial dan benzenmethanol.

Komponen kimia bio-oil serbuk rumput gelagah ukuran 60 mesh pada suhu 550oC terdapat 33 komponen (Lampiran 7), didominasi oleh asam asetat, golongan phenol, golongan 1-hydroxy 2-propanone atau aseton, butanedial dan toluen. Sementara pada suhu 600oC (Lampiran 10) juga terdeteksi sebanyak 45 komponen dan didominasi oleh asam asetat, golongan phenol, 1-hydroxy 2-propanone atau aseton, butanedian, dan propanal.

Dari hasil analisis GCMS dapat dilihat bahwa ukuran bahan baku dan suhu dapat mempengaruhi komponen kimia bio-oil yang dihasilkan. Pada ukuran 60 mesh atau halus, lebih banyak komponen kimia sampel yang terurai pada suhu tinggi dibandingkan sampel berukuran lebih besar. Jumlah komponen kimia sampel 60 mesh 600oC lebih banyak diduga karena ukuran sampel yang halus memudahkan pecahnya sampel menjadi komponen-komponen kimia lainnya.

(32)

27

Bio-oil serbuk rumput gelagah pada ukuran 20, 40 dan 60 dengan suhu 550oC dan 600oC didominasi asam asetat dan fenol. Ini tidak berbeda dengan bio-oil yang dihasilkan dari serbuk kayu sengon (Wibowo dan Hendra, 2012). Asam asetat berperan penting dalam produksi etanol di mana dua pertiga energi di dalam etanol berasal dari asam asetat, dan sepertiganya berasal dari penambahan hidrogen (Kanellos, 2009). Tidak terdapat komponen hidrokarbon alkana di dalam crude liquid pirolisis, meskipun demikian terdapat komponen yang termasuk bahan bakar mudah terbakar yaitu aseton, benzene, dan toluen.

Hasil ujicoba upgrading pada bio-oil yang dihasilkan dari serbuk rumput gelagah 40 mesh dengan suhu 550oC, diperoleh 2 fraksi cairan yaitu asap cair 55-60% dan liquid (sejenis minyak) yang berada di lapisan atas asap cair dan sisa bio-oil yang sangat kental sekitar 39-44%. Liquid yang berada di lapisan atas asap cair dipisahkan dan diperoleh rendemen berkisar antar 0,8 - 1% v/v dengan rendemen rata-rata 0,87%. Rendemen yang dihasilkan masih rendah, hal ini diduga disebabkan upgrading yang dilakukan tanpa menggunakan katalis, sehingga proses cracking belum berjalan optimal memecah senyawa organik rantai panjang menjadi rantai yang lebih pendek.

Hasil uji daya nyala menunjukkan liquid tersebut masuk dalam katagori cepat (0-2 detik) sama seperti daya nyala bahan bakar minyak bumi; bensin atau solar (0-2 detik). Hasil uji GCMS terdapat senyawa benzenmethanol, dan teridentifikasi adanya senyawa alkena yaitu 3-hexadecene (C16H32) dan

cyclotetradecene (C14H28), selain itu terdapat juga n-heptacosane (C27H56),

n-triacontane (C30H62) dan n-tetratriacontane (C34H70) yang merupakan turunan

hidrokarbon alkana (CnH2n+2) dengan rantai yang masih panjang atau sering

disebut higher alkanes karena mempunyai rantai karbon yang panjang (Lampiran 11). Senyawa alkena merupakan senyawa hidrokarbon yang mengandung ikatan rangkap karbon-karbon/ikatan rangkap dua atau disebut ikatan tidak jenuh, mempunyai rumus CnH2n. Sementara itu senyawa yang

banyak terdapat dalam minyak bumi adalah alkana CnH2n+2 yang tidak memiliki

ikatan rangkap atau disebut ikatan jenuh (Fessenden dan Fesenden, 1992). Untuk dapat dihasilkan senyawa turunan hidrokarbon alkana adalah dengan

(33)

28

cara upgrading (peningkatan kualitas) bio-oil melalui proses cracking dengan penambahan katalis (Catalitic cracking) dan hidrogen pada proses pengolahan bio-oil. Adanya proses hidrogenasi pada senyawa alkena dapat merubah alkena menjadi alkana dan memecah rantai panjang menjadi rantai yang lebih pendek (Fessenden dan Fesenden, 1992).

(34)

29 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pembuatan bio-oil dari rumput gelagah dilakukan dengan teknik pirolisis free

fall pyrolysis pada suhu 550 dan 600 oC dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh, diperoleh sifat fisiko kimia yaitu rendemen liquid berkisar antara 23,81– 30,88%, kadar fenol 4,96.–8,11%, pH 2,49–2,69, bobot jenis 1,0988–1,1166 g/cm3, daya nyala di atas 6 detik, dan nilai kalor 20,66-25,29 MJ/kg. Bio-oil yang dihasilkan didominasi oleh asam-asam terutama asam asetat, dan fenol serta terdapat beberapa komponen zat yang mudah terbakar yaitu aseton, benzene, dan toluen.

2. Biomassa rumput gelagah dengan ukuran lolos ayakan 40 mesh menghasilkan liquid lebih baik pada suhu 550oC dengan karakteristik; rendemen liquid 30,88%, kadar fenol 7,58%, pH 2,62, bobot jenis 1,1108 g/cm3, nilai kalor 25,29 MJ/kg dan daya nyala di atas 6 detik.

B. Saran

Hasil samping pengolahan bio-oil adalah arang dengan rendemen berkisar antara 21,78-31,87%, dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif arang briket dan pellet serta arang aktif yang perpotensi meningkatkan nilai tambah. Sedangkan hasil samping gas dengan rendemen antara 40,98- 54,4% masih belum dimanfaatkan. Untuk meningkatkan mutu bio-oil sebagai bahan bakar mesin perlu dilakukan penelitian upgrading bio-oil melalui teknik cracking yaitu pemecahan senyawa organik rantai panjang menjadi dua atau lebih senyawa organik rantai lebih pendek.

(35)

30

DAFTAR PUSTAKA

BPPT. 2011. Energi masa depan di sektor transportasi dan kelistrikan. Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya dan Energi. BBPT. BPPY-Press. Jakarta.

Brown, R.C dan J. Holmgren. 2012. Fast Pyrolisis and bio-oil upgrading. http://www.ascension-publishing.com/BIZ/HD50.pdf. Diakses 27 Februari 2012.

Djatmiko B, Ketaren S, Setyahartini S. 1985. Pengolahan Arang dan

Kegunaannya. Bogor. Agro Industri Press.

Easterly J.L. 2002. Assessment of bio-oil as a replacement for heating oil. CONEG Policy Research Center, Inc.

Fessenden, R. J., Fessenden, J. S. (1992), Kimia Organik, Jilid 2, Edisi ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Girard JP Morton. 1992. Smoking In: Teknologi of meat and meat products, Girard JP and Morton I (Ed). Ellis Horwood Limited, New York.

Hambali E, Mujdalifah S, Tambunan AH, Pattiwiri AW, Hendroko R. 2007.

Teknologi Bioenergi. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Haygreen JG, Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar. Hadikusomo SA, Penerjemah; Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Forest Product and wood science, an introduction.

Imam, T dan Capareda, S. 2012. Characterization of bio-oil, syn-gas and bio- char from switchgrass pyrolysis at various temperatures. Journal of Analytical and Applied Pyrolysis. Volume 93. Januari 2012. 170-177 Kanellos M. 2009. Fuel from Vinegar? Zeachem Gets $34M to Try it Out.

http://www.greentechmedia.com/articles/read/fuel-from-vinegar-zeachem-gets-34m-to-try-it-out-5472/. Diakses tanggal 3 Desember 2012.

Krause, R. 2001. Bio and alternative fuels for mobility. In enhancing biodiesel

development and use. Proceedings of the International Biodiesel

Workshop, Tiara Convention Center, Medan. 24 Oktober 2001. Ditjen Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta.

(36)

31

Lam, P.S., S. Sokhansanj, X.Bi., C.J. Lim, L.J. Naimi, M.Hoque, S.Mani, A.R. Womac, X.P. Ye, dan S. Narayan. 2008. Bulk density of wet and dry wheat straw and switchgrass particles. Applied Engineering inAgriculture. Vol.24(3): 351-358. Amerika.

Li, S., S. Xu, S. Liu, C. Yang, Q. Lu. 2004. Fast pyrolysis of biomass in free-fall

reactor for hydrogen-rich gas. Fuel Processing Technology, 2004. 85: p.

1201-1211.

Maga, JA. 1987. Smoke in Food Processing. CRC Pres. Inc. Boca Raton. Florida.

Melung. 2013. Rumput gelagah yang belum termanfaatkan.

http://melung.desa.id/2012/10/30/rumput-gelagah-yang-belum-termanfaatkan/. Diakses 1 Desember 2013.

Mulyono, A. 2013. 6 Jenis kayu untuk membuat mebel yang telah diuji oleh Balai Penelitian Kayu. http://www.vedcmalang.com/pppptkboemlg/ index.php/menuutama/departemen-bangunan-30/542-6-jenis-kayu-untuk-membuat-mebel-yang-telah-diuji-oleh-balai-penelitian-kayu. Diakses 17 November 2014.

Onay, dan O.M. Kockar. Pyrolysis of rapeseed in a free fall reactor for production of bio-oil. Fuel 85 (2006) 1921–1928.

Otomotif. 2008. Pengaruh berat jenis pada pembakaran. http://otomotif-

inovatif.blogspot.com/2008/07/pengaruh-berat-jenis-pada-pembakaran.html. Diakses 28 November. 2014.

Reksowardoyo, R. P. 2005. Melaju kendaraan berkat biji-bijian. Trubus, XXXVI / November 2005. Jakarta.

Samiarso, L. 2001. Indonesian policy on renewable energy development dalam

enhancing biodiesel development and use. Proceedings of the

International Biodiesel Workshop, Tiara Convention Center, Medan. 24 Oktober 2001. Ditjen Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta. Sensoz, S. 2003. Slow pyrolisis of wood bark from Pinus bruti Ten. end

product compositions. Jurnal Bioresource Technology 89 pp. 307-311. Stamatov, V., D. Honnery, J.Soria. 2005. Combustion properties of slow

pyrolysis bio-oil produced from indegenous Austalian species. Renewable Energy 31 (2006) 2108-2121.

Sudradjat, R dan Hendra, D . 2011. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati

berbasis selulosa dan hemiselulosa (bio-oil). Laporan Hasil Penelitian.

(37)

32

Uzun, B.B., E.P. Varol, F.Ates, N. Ozbay dan A.E. Putun . 2010. Synthetic fuel production from tea waste: Characterisation of bio-oil and bio-char. Fuel Volume 89, Issue 1. 176–184.

Wibowo, S. 2009. Karakteristik arang aktif tempurung biji nyamplung (Calophyllum inophyllum linn) dan aplikasinya sebagai adsorben minyak nyamplung. Bogor. Tesis. (Tidak diterbitkan).

Wibowo, S dan Hendra, D. 2012. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati

berbasis selulosa dan hemiselulosa (bio-oil). Laporan Hasil Penelitian.

Pustekolah. Bogor. (Tidak diterbitkan).

Wibowo, S dan Hendra, D. 2013. Teknologi pengolahan bahan bakar nabati

berbasis selulosa dan hemiselulosa (bio-oil). Laporan Hasil Penelitian.

Pustekolah. Bogor. (Tidak diterbitkan).

Xu, W.C., K.Matsuoka, H.Akiho, M.Kumagai, A.Tomita. 2003. High pressure hydropyrolysis of coals by using a continuous free-fall reactor. Fuel, 2003. 82: p. 677-685.

Zhang, L., S. Xu, W.Zhao, S.Liu. 2007. Co-pyrolysis of biomass and coal in a free fall reactor. Fuel, 2007. 86: p. 353-359.

(38)

33

Lampiran1: Rekapitulasi analisa keragaman hasil pengamatan pengaruh suhu dan ukuran bahan baku terhadap rendemen bio-oil rumput gelagah

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 93.970a 5 18.794 31.901 .000 Intercept 12496.856 1 12496.856 21212.224 .000 suhu 26.021 1 26.021 44.168 .000 bahan 55.303 2 27.652 46.936 .000 suhu * bahan 12.646 2 6.323 10.733 .002 Error 7.070 12 .589 Total 12597.896 18 Corrected Total 101.040 17 a. R Squared = ,930 (Adjusted R Squared = ,901)

(39)

34

Lampiran 2 : Rekapitulasi analisa keragaman hasil pengamatan pengaruh suhu dan ukuran bahan baku terhadap fenol bio-oil rumput gelagah.

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 20.887a 5 4.177 2892.089 .000 Intercept 924.213 1 924.213 639840.015 .000 suhu 3.415 1 3.415 2364.062 .000 bahan 15.651 2 7.825 5417.612 .000 suhu * bahan 1.822 2 .911 630.581 .000 Error .017 12 .001 Total 945.118 18 Corrected Total 20.905 17 a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,999)

(40)

35

Lampiran 3 : Rekapitulasi analisa keragaman hasil pengamatan pengaruh suhu dan ukuran bahan baku terhadap pH bio-oil rumput gelagah.

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .098a 5 .020 70.500 .000 Intercept 118.426 1 118.426 426333.780 .000 suhu .028 1 .028 100.820 .000 bahan .060 2 .030 108.420 .000 suhu * bahan .010 2 .005 17.420 .000 Error .003 12 .000 Total 118.527 18 Corrected Total .101 17 a. R Squared = ,967 (Adjusted R Squared = ,953)

(41)

36

Lampiran 4 : Rekapitulasi analisa keragaman hasil pengamatan pengaruh suhu dan ukuran bahan baku terhadap bj atau density bio-oil serbuk rumput gelagah

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model .001a 5 .000 3533.829 .000

Intercept 22.125 1 22.125 4.064E8 .000

suhu 5.556E-8 1 5.556E-8 1.020 .332

bahan .001 2 .000 8833.133 .000

suhu * bahan 1.011E-7 2 5.056E-8 .929 .422

Error 6.533E-7 12 5.444E-8

Total 22.126 18

Corrected Total .001 17 a. R Squared = ,999 (Adjusted R Squared = ,999)

(42)

37

(43)

38

(44)
(45)

40

(46)

41

(47)

42

(48)
(49)

44

(50)
(51)

46

(52)
(53)

48 Lampiran 12. Foto Kegiatan Penelitian

Gambar 7. Rumput gelagah (Saccharum spontaneum)

(54)

49

. Gambar 9. Proses pencacahan rumput

Gambar 10. Proses penjemuran rumput gelagah

(55)

50

Gambar 11. Proses pengecilan ukuran

(56)

51

Gambar 13. Proses pembuatan bio-oil pada suhu 550oC

(57)

52

Gambar 15. Sampel crude bio-oil untuk analisa

Gambar

Tabel 1.  Sifat fisiko kimia rumput gelagah
Gambar 1.  Batang, daun dan bunga rumput gajah
Gambar 2.  Rendemen liquid produk pirolisis serbuk gelagah suhu 550 – 600 o C           dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh
Gambar 3.  Kadar fenol bio-oil rumput gelagah suhu 550 – 600 o C              dengan ukuran 20, 40 dan 60 mesh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan penelitian terhadap variabel pengembangan produk pada KFC Sudirman Pekanbaru dapat diketahui bahwa secara keseluruhan pengembangan produk yang

Dengan adanya sistem monitoring kegiatan akademik ini diharapkan membantu Kepala Sekolah untuk mengetahui informasi presensi guru dan tata usaha dengan

Para pihak sebelumnya telah sepakat untuk menyerahkan penyelesaian sengketa atau perselisihannya yang mungkin akan terjadi di kemudian hari kepada lembaga arbitrase seperti ini

Pengambilan data suhu ruangan dibagi menjadi empat tahap pengujian yang akan dibandingkan, yaitu data suhu ruangan tanpa alat pendingin (elemen peltier off ), data suhu

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun konsentrasi agen pencemar masih di bawah baku mutu, namun tingkat risiko tidak aman masih ditemukan pada beberapa PKL. Nilai

Berdasarkan Indikator diatas, Penelitian dengan judul analisis pemahaman konsep teorema pythagoras ditinjau dari perbedan gender ini menggunakan indikator pemahaman

Golongan nasionalis bagaimanapun menentang usul ini sebab pejabat-pejabat desa sebagian besar dikenal sebagai pendukung kelompok nasionalis yang menguasai jumlah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pendidikan Islam nonformal yang diselenggarakan oleh Pimpinan Ranting Aisyiyah (PRA) Pabelan dapat mempengaruhi