• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artikel, adalah jumlah kesatuan tertentu yang akan dibeli dengan macam-macam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artikel, adalah jumlah kesatuan tertentu yang akan dibeli dengan macam-macam"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Permintaan 1. Permintaan

Aktivitas ekonomi adalah aktivitas manusia dalam hal menggunakan alat-alat yang terbatas jumlahnya, guna memenuhi kebutuhannya. Permintaan akan sesuatu artikel, adalah jumlah kesatuan tertentu yang akan dibeli dengan macam-macam harga, selama jangka waktu tertentu.

Kita perlu membedakan :

a. Permintaan seorang individu akan sesuatu barang (dd); b. Permintaan total akan sesuatu barang atau (DD). D = demand

Permintaan total adalah jumlah kesatuan yang akan di beli oleh semua individu, pada pasar tertentu dengan macam- macam harga. Senantiasa ada harga tertentu, di atas mana individu menolak untuk membeli.

Determinan-determinan permintaan : i. Selera atau preferensi-preferensi konsumen; ii. Pendapatan para konsumen berupa uang;

iii. Harga benda-benda lain yang berhubungan dengannya;

iv. Perkiraan konsumen mengenai harga-harga dan pendapatan-pendapatan di masa yang akan datang;

(2)

v. Jumlah konsumen di pasar.

2. Teori Keynes Mengenai Permintaan Konsumsi a. Konsumsi dan Pendapatan Disposibel

Seperti dirumuskan oleh Keynes (Schaum 1993), fungsi konsumsi merupakan fungsi yang disposibel, karena direncanakan pada berbagai tingkat pendapatan disposibel. Keynes percaya bahwa skedul konsumsi yang direncanakan ini merupakan hukum psikologis yang fundamental dimana perubahan konsumsi lebih kecil dari perubahan pendapatan disposibel.

b. Teori Pendapatan Absolut

Teori Keynes menyatakan bahwa konsumsi agregat berhubungan secara langsung tetapi tidak proporsional dengan tingkat pendapatan disposibel agregat sekarang dalam jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka panjang para pakar ekonomi mencoba menyusun kembali dengan memasukkan variabel-variabel obyektif dan subyektif ke dalam fungsinya. Tetapi penyesuaian fungsi-fungsi jangka pendek dan jangka panjang ini di nilai tidak memuaskan, karena hubungan proporsional konsumsi jangka panjang dengan pendapatan disposibel tidak dijelaskan secara teoritis tetapi sebagai suatu gejala kebetulan.

c. Teori Pendapatan Relatif

Teori pendapatan relatif yang dikembangkan oleh James Dusenberry dinilai lebih unggul dibandingkan teori pendapatan absolut dalam menyatukan hubungan

(3)

proporsional dan tidak proporsional antara konsumsi agregat dan pendapatan disposibel agregat. Dalam menyajikan teorinya, mula-mula hipotesa tentang perilaku individu, kemudian dengan menggunakan asumsi-asumsi umum mengenai konsumsi agregat.

Menurut pandangan Dusenberry (Diulio, 1993 : 61), keputusan konsumsi dan tabungan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimana seseorang hidup. Jadi seseorang dengan pendapatan tertentu berkonsumsi lebih banyak bila dia hidup di lingkungan orang kaya daripada dia hidup di lingkungan yang lebih miskin. Perilaku konsumsi di dalam suatu lingkungan relatif terhadap pola konsumsi tetangganya, yaitu dia menggunakan uang agar dapat memelihara suatu status ekonomi tertentu di dalam lingkungannya. Jika distribusi pendapatan relatif konstan, mungkin sekali APC seseorang konstan karena konsumsi mempunyai hubungan dengan pendapatannya yang relatif di dalam suatu masyarakat dan tidak dihubungkan dengan tingkat pendapatan absolut. Karena itu secara agregat, kita mengharapkan suatu hubungan proporsional antara konsumsi agregat dengan pendapatan disposibel agregat.

2.1.2 Perusahaan Pembiayaan

Pengertian dari perusahaan pembiayaan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang perusahaan pembiayaan, dalam pasal 1 huruf (b) dikatakan bahwa perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan

(4)

yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. Kegiatan perusahaan pembiayaan merupakan sebagian kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan. Dalam pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang perusahaan pembiayaan, disebutkan bahwa bentuk kegiatan usaha dari perusahaan pembiayaan antara lain: sewa guna usaha; anjak piutang; usaha kartu kredit; dan/atau pembiayaan konsumen.

Leasing (sewa-guna-usaha) adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.

Melalui pembiayaan leasing perusahaan dapat memperoleh barang-barang modal untuk operasional dengan mudah dan cepat. Hal ini sungguh berbeda jika kita mengajukan kredit kepada bank yang memerlukan persyaratan serta jaminan yang besar. Bagi perusahaan yang modalnya kurang atau menengah, dengan melakukan perjanjian leasing akan dapat membantu perusahaan dalam menjalankan roda kegiatannya. Setelah jangka leasing selesai, perusahaan dapat membeli barang modal yang bersangkutan. Perusahaan yang memerlukan sebagian barang modal tertentu

(5)

dalam suatu proses produksi secara tibatiba, tetapi tidak mempunyai dana tunai yang cukup, dapat mengadakan perjanjian leasing untuk mengatasinya. Dengan melakukan leasing akan lebih menghemat biaya dalam hal pengeluaran dana dibanding dengan membeli secara tunai.

Di Indonesia leasing baru dikenal melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia dengan No.KEP-122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/2/1974, dan No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang perizinan usaha leasing. Sejalan dengan perkembangan waktu dan perekonomian Indonesia permasalahan yang melibatkan leasing semakin banyak dan kompleks. Mulai dari jenis leasing yang paling sederhana sampai yang rumit.

Kata leasing sebenarnya berasal dari kata to lease yang bearti menyewakan. Leasing sebagai suatu jenis kegiatan dapat dikatakan masih baru atau muda dalam kegiatan yang dilakukan di Indonesia, yaitu baru dipakai pada tahun 1974. Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa perusahaan leasing yang statusnya sebagai suatu lembaga keuangan non bank.

Pengertian leasing menurut surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau

(6)

memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.

Dalam setiap transaksi leasing terdapat paling tidak 5 pihak yang berkepentingan, yaitu :

1. Lessee

Perusahaan atau pihak yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak perusahaan leasing.

2. Lessor

Pemilik dari aktiva yang akan di lease, atau pihak yang menyewakan barang dan dapat terdiri dari beberapa perusahaan. Lessor merupakan perusahaan yang menyediakan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk barang modal. 3. Supplier

Perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembiayaan secara tunai oleh lessor.

4. Bank

Secara tidak langsung bank terlibat dalam kontrak tersebut, namun pihak bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor.

5. Asuransi

Merupakan perusahaan yang akan menanggung resiko terhadap perjanjian antara lessor dengan lessee.

(7)

2.1.3 Macam-macam Leasing

Secara garis besar leasing dibagi dua jenis: 1. Finansial Lease

Ciri utama pada financial lease ini ialah pada akhir kontrak lessee mempunyai hak pilih (hak opsi) untuk membeli barang modal sesuai dengan nilai sisa yang disepakati, atau mengembalikannya kepada lessor, atau memperpanjang masa kontrak sesuai syarat-syarat yang telah disetujui bersama. Perusahaan leasing pada jenis ini berlaku sebagai suatu lembaga keuangan. Lessee yang akan membutuhkan suatu barang modal menentukan sendiri jenis serta spesifikasi dari barang yang dibutuhkan. Lessee juga mengadakan negoisasi langsung dengan supplier mengenai harga, syarat-syarat perawatan serta hal-hal lain yang berhubungan dengan pengoperasian barang tersebut. Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atas jasa pengguanaan barang tersebut lessee akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang berupa rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama.

2. Operating Lease

Pada operating lease, lessor membeli barang dan kemudian menyewakan kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Dalam praktik lessee membayar rental yang besarnya secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor. Di dalam menentukan besarnya pembayaran lease, lessor tidak memperhitungkan biaya-biaya tersebut karena setelah masa lease berakhir

(8)

diharapkan harga barang tersebut masih cukup tinggi. Di sini jelas tidak ditentukan adanya nilai sisa serta hak opsi bagi lessee.

2.1.4 Resiko di Dalam Perusahaan Pembiayaan

Secara umum, berbagai risiko yang mempengaruhi kinerja perusahaan pembiayaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut Risiko Mikro dan Risiko Makro. Berikut penjelasan risiko-risiko tersebut.

1. RISIKO EKONOMI MIKRO a. Risiko Pembiayaan

Risiko pembiayaan muncul ketika konsumen atau debitur mengalami kesulitan dalam membayar angsuran tepat pada waktunya. Risiko ini dapat meningkat saat jumlah pinjaman semakin bertambah. Pemantauan intensif terhadap saldo pokok pinjaman merupakan hal yang kritis dalam upaya menghindari risiko pembiayaan Risiko pembiayaan ini akan selalu menjadi sebuah faktor dalam pertumbuhan bisnis maka mengelola dan meminimalisasi risiko tetap harus menjadi fokus utama perusahaan.

b. Risiko Pendanaan

Risiko pendanaan akan muncul saat perusahaan menemui kesulitan dalam mendapatkan sumber dana, baik dalam bentuk pinjaman maupun pendanaan bersama. Kesulitan eksternal tersebut akan mempengaruhi perkembangan Perusahaan, dan

(9)

membatasi kemampuan untuk menawarkan fasilitas pembiayaan kepada konsumen. Risiko dapat juga berupa ketidaksesuaian atas jangka waktu sumber dana dengan jangka waktu pembiayaan maupun tingkat bunga yang diperoleh dengan tingkat bunga yang ditetapkan kepada konsumen yang berakibat pada tidak sesuainya arus kas hingga mempengaruhi perkembangan perusahaan.

c. Risiko Persaingan

Setelah krisis ekonomi di Indonesia yang tak terduga pada tahun 1998, sejumlah perusahaan pembiayaan terperangkap dengan lonjakan suku bunga tetap. Ini sangat bermasalah untuk mereka yang memfokuskan pada factoring & leasing serta produsen alat-alat berat. Sejak itu, perusahaan pembiayaan mulai beralih, menyusun strategi untuk sektor pembiayaan konsumen. Akhirnya, pada tahun 2001, pembiayaan konsumen adalah satu – satunya sektor yang terus berkembang dalam bidang pembiayaan -bermula dari pembiayaan sepeda motor dan mobil. Bisnis tersebut terus berkembang hingga sekarang, dan telah manjadi bagian penting dari perkembangan bidang pembiayaan di Indonesia. Aspek yang lain dari kegiatan ekspansi pembiayaan konsumen adalah setiap perusahaan pembiayaan di Indonesia menghadapi persaingan yang semakin tajam.

d. Risiko Operasional

Risiko operasional berhubungan dengan kontrol dan prosedur. Jika ditambah dengan kerusakan sistem komputer atau kesalahan prosedur di tempat kerja, akan

(10)

mengakibatkan efek negatif pada mutu layanan dan pengontrolan operasional. Jika kesalahan tersebut tidak terdeteksi atau tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang lama, quality control dan layanan bagi konsumen akan menderita -begitu juga dengan keuntungan dan reputasi Perusahaan.

2. RISIKO MAKRO EKONOMI a. Risiko Perekonomian

Berbagai risiko ekonomi mempunyai hubungan erat dengan kondisi umum perekonomian nasional, perubahan tak terduga seperti penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi, lonjakan inflasi, tingkat suku bunga yang sangat tinggi, fluktuasi mata uang atau bahkan harga energi yang tinggi. Semua faktor yang seperti tidak mempunyai hubungan satu sama lain ini dapat memberi efek negatif bagi kinerja Perusahaan.

b. Risiko Sosial dan Keamanan

Perkembangan sosial yang negatif di Indonesia (seperti huru-hara dan kerusuhan sosial yang lain) mempunyai pengaruh negatif untuk bisnis. Untuk itu, perkembangan bisnis strategis atau peningkatan jumlah cabang harus dipelajari dengan teliti, sambil mengawasi keadaan sosial dan keamanan.

(11)

c. Risiko Kebijaksanaan Moneter dan Fiskal

Kebijaksanaan moneter dan fiskal dapat mempengaruhi operasional Perusahaan Dalam era keuangan yang ketat, Perusahaan harus dapat mengimbangi efek kebijaksanaan tersebut dengan mencari sumber dana alternatif, seperti pasar modal atau sumber dana luar negeri. Sumber dana yang lancar akan memberi pengaruh jangka panjang yang baik untuk sebuah pemimpin pasar. Dalam waktu yang sama, seluruh peningkatan suku bunga harus bisa diimbangi dengan strategi pendanaan yang terpadu; pendek kata, Perusahaan harus terus menerus mencari strategi pendanaan yang kreatif dan menghasilkan.

2.1.5 Kredit

1. Pengertian Kredit

Dalam artian luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Begitu pula dalam bahasa Latin kredit berarti “credere” artinya percaya. Maksud dari percaya bagi si pemberi kredit adalah ia percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.

Dalam melaksanakan penjualan kepada konsumen dapat dilakukan dengan dua cara, yakini dengan cara tunai maupun dengan cara kredit. Penjualan secara tunai akan menimbulkan pendapatan secara langsung bagi perusahaan sedangkan penjualan secara kredit akan menimbulkan piutang bagi perusahaan. Menurut Undang-Undang

(12)

Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 kredit adalah uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan puhak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Ada beberapa pengertian kredit, di antara menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 31,4) merumuskan kredit adalah peminjaman atau tagihan yang dapat diperssamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutagnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Dari pengertian tersebut piutang dapat dipersamakan dengan kredit. Dari rumusan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dengan kredit terjadi suatu penyerahan barang, uang, atau tagihan yang menimbulkan tagihan tersebut kepada pihak lain dengan harapan pihak yang memberi pinjaman mendapata tambahan nilai dari pokok pinjaman yang berupa bunga sebagai pendapatan.

Penjualan kredit sering dilakukan oleh perusahaan namun melalui proses seleksi. Seleksi dalam pemberian kredit adalah suatu keputusan dimana seseorang / perusahaan akan memberikan kredit kepada pelanggannya dan berapa besar kredit yang akan diberikan. Ada beberapa manfaat kredit bagi perusahaan diantaranya :

(13)

a. Untuk meningkatkan penjualan. b. Untuk menarik daya beli konsumen.

c. Dengan meningkatnya penjualan baik secara kredir maupun tunai maka diharapkan keuntungan akan meningkat.

d. Dengan adanya hubungan hutag piutang, maka hubungan perusahaan dengan pelanggan akan semakin erat.

Sebelum kredit diberikan, untuk meyakinkan bank bahwa si nasabah benar-benar dapat dipercaya, maka bank terlebih dahulu mengadakan analisis kredit. Analisis kredit mencakup latar belakag nasabah atau perusahaan, prospek usahanya, jaminan yang diberikan serta faktor-faktor lainnya. Tujuan analisis ini adalah agar bank yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar aman.

Pemberian kredit tanpa analisis terlebih dahulu akan sangat membahayakan bank. Nasabah dalam hal ini dengan mudah memberikan data-data fiktif sehingga kredit tersebut sebenarnya tidak layak untuk diberikan. Akibatnya jika salah dalam menganalisis, maka kredit yang disalurkan akan sulit untuk ditagih alias macet. Namun, faktor analisis ini bukanlah penyebab utama kredit macet walaupun sebagian besar kredit macet diakibatkan salah dalam mengadakan analisis. Penyebab lainnya mungkin disebabkan oleh bencana alam yang memang tidak dapat dihindarkan oleh nasabah.

(14)

Jika kredit yang disalurkan mengalami kemacetan, maka langkah yang dilakukan untuk penyelamatan kredit tersebut beragam. Dikatakan beragam karena dilihat terlebih dahuli penyebabnya. Jika memang masih bisa dibantu, maka tindakan membantu apakah dengan menambah jumlah kredit atau dengan memperpanjang jangka waktunya. Namun, jika memang sudah tidak dapat diselamatkan kembali, maka tindakan terakhir bagi bank adalah menyita jaminan yang telah dijaminkan oleh nasabah.

2. Unsur -Unsur Kredit

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut.

a. Kepercayaan

Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu di masa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara intern maupun ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.

b. Kesepakatan

Disamping unsur percaya di dalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini

(15)

dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

c. Jangka waktu

Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang.

d. Risiko

Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu risiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kedit semakin besar risikonya demikan pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun risiko yang tidak disengaja.

e. Balas jasa

Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal denagn nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil.

(16)

3. Tujuan Kredit

Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu. Tujuan pemberian kredit tersebut tidak akan terlepas dari misi bank tersebut didirikan. Adapun tujuan utama pemberian kredit adalah sebagai berikut.

a. Mencari keuntungan

Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank. Jika bank yang terus-menerus menderita kerugian, maka besar kemungkinan bank tersebut akan dilikuidasi (dibubarkan).

a. Membantu usaha nasabah

Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas uasahanya.

b. Membantu pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin kredit berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor.

(17)

4. Jenis-Jenis Kredit

Beragam jenis kegiatan usaha mengakibatkan beragam pula kebutuhan akan jenis kreditnya. Dalam prakteknya kredit yang ada pada masyarakat terdiri dari beberapa jenis. Begitu juga dengan pemberian fasilitas kredit kepada masyarakat. Secara umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain sebagai berikut.

a. Dilihat dari segi kegunaan (1) Kredit investasi

Biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru untuk keperluan rehabilitasi. Masa pemakaiannya untuk satu periode yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan.

(2) Kredit modal kerja

Digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.

b. Dilihat dari segi tujuan kredit (1) Kredit produktif

Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk mengahasilkan barang dan jasa.

(18)

Kredit yang digunakan untuk dikonsumsikan secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan oleh seseorang atau badan usaha.

(3) Kredit perdagangan

Kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar.

c. Dilihat dari segi jangka waktu (1) Kredit jangka pendek

Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. (2) Kredit jangka menengah

Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun, biasanya untuk investasi.

(3) Kredit jangka panjang

Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka panjang waktu pengembaliannya di atas 3 tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang.

(19)

d. Dilihat dari segi jaminan (1) Kredit dengan jaminan

Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur.

(2) Kredit tanpa jaminan

Merupakan kredit yang diberikan tapa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama ini.

5. Prosedur Pemberian Kredit

Prosedur atau pemberian kredit adalah langkah yang harus dilalui oleh suatu permohonan kredit mulai dari permohonan diajukan sampai dengan kredit itu direalisasikan hingga kredit lunas. Secara umum ada beberapa tahapan yang harus dilalui dalam prosedur pemberian kredit.

a. Tahapan permohonan

Yaitu tahapan dimana pemberi kredit menerima permohonan kredit yang diajukan oleh calon nasabah beserta dengan proyek proposalnya (bila ada).

b. Tahapan penilaian analisis

Yaitu tahapan dimana pihak pemberi kredit melakukan analisa terhadap permohonan kredit yang diajukan oleh calon nasabah.

(20)

c. Tahapan pemutusan

Tahapan dimana pihak pemberi kredit memberikan keputusan terhadap hasil analisa permohonan kredit, apakah disetujui atau tidak.

d. Tahapan pengikatan jaminan

Yaitu tahapan dimana dilakukan pengikatan jaminan yang diserahkan oleh calon nasabah kepada puhak pemberi kredit.

e. Tahap realisasi

Yaitu tahap dimana pemberi kredit memberikan prestasi kepada debitur berupa jaminan.

f. Tahap pengawasan dan pembinaan nasabah

Yaitu tahap dimana pihak pemberi kredit harus secara lebih aktif melakukan pengawasan dan pembinaa terhadap nasabah, agar kredit yang diberikan tidak disalahgunakan.

g. Tahap penyelamatan atau penyelesaian kredit

Yaitu tahap dimana pemberi kredit melakukan penyelamatan penyelesaian atas kredit yang diterima nasabahnya.

2.1.6 Kredit Kendaraan Bermotor

Kredit Kendaraan Bermotor merupakan jenis kredit yang termasuk ke dalam jenis kredit konsumtif, yaitu kredit yang digunakan untuk konsumsi secara pribadi. Dalam jenis kredit konsumtif ini tidak ada penambahan barang atau jasa yang

(21)

dihasilkan, karena memang ditujukan untuk digunakan oleh seseorang atau badan usaha. Kredit konsumtif ini ditujukan untuk memperlancar jalannya proses konsumtif, dalam artian uang kredit akan habis digunakan atau semua akan terpakai untuk memenuhi kebutuhannya.

Salah satu kredit dalam jenis kedit konsumtif yang paling banyak diminati adalah kredit kendaraan bermotor, yang merupakan salah satu kredit yang diberikan berdasarkan penentuan besaran kredit yang diajukan.Besarnya jumlah kredit yang dibutuhkan ditentukan oleh :

1. Bagian dari pendapatan tetap yang akan disisihkan untuk pembayaran angsuran dan bunga kredit setiap bulannya.

2. Nilai dari rumah, kendaraan, alat-alat rumah tangga dan lainnya yang akan dibeli atau dibutuhkan

Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat, yaitu diantaranya bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis, memberikan kredit kepada usaha yang sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat dan akan membawa kerugian, memberikan kredit melampaui batas maksimum pemberian kredit (legal lending kredit), bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham,dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham.

Para nasabah yang telah memperoleh fasilitas kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikan utangnya dengan lancar sesuai dengan waktu yang

(22)

telah diperjanjikan. Pada kenyataannya di dalam praktik selalu ada sebagian nasabah yang tidak dapat mengembalikan kredit kepada bank yang telah meminjaminya. Akibat nasabah tidak dapat membayar lunas utangnya, maka akan tergambar perjalanan kredit menjadi terhenti atau macet. Penyebab lainnya juga bisa disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pihak bank sendiri yakni perilaku pengelola dan pemilik bank yang cenderung mengeksploitas, mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam berusaha menjadi salah satu penyebab sistem perbankan keropos juga karena lemahnya pengawasan dari Bank Indonesia.

Penanganan atas KKB bermasalah dapat dilakukan secara sistemtris dengan menindaklanjuti peringatan dini, yang diperoleh dari pengamatan secara langsung terhadap nasabah. Kejadian-kejadian atau gejala-gejala yang diperoleh secara langsung dari nasabah patut diidentifikasi dan diwaspadai dengan menentukan langkah yang tepat dan segera harus diambil untuk melakukan perbaikan sebelum KKB menjadi bermasalah dan berkembang semakin memburuk. Dalam pelaksanaan angsuran oleh nasabah terdapat tanda-tanda atau kejadian yang dapat dikategorikan sebagai gejala dini KKB bermasalah, yaitu:

a. Angsuran tidak tepat waktu.

b. Jumlah angsuran tidak sesuai dengan jumlah kewajiban.

c. Sulit ditemui atau sering menghindar.

(23)

e. Adanya pengurangan hari atau jam kerja.

f. Adanya pemutusan hubungan kerja atau program pensiun dipercepat.

Dari beberapa gejala dini yang telah disebutkan di atas, ada beberapa gejala yang menyebabkan kredit bermasalah pada KKB,antara lain :

(1) Nasabah dipecat, hal ini menyebabkan nasabah tidak dapat lagi menjalankan kewajibannya sebab gaji yang menjadi agunan pokok dari kredit ini sudah tidak ada lagi.

(2) Perusahaan atau instansi tempat dimana nasabah bekerja bangkrut atau tutup, hal ini menyebabkan nasabah tidak dapat bekerja lagi sehingga untuk memenuhi kewajibannya cukup sulit untuk dilakukan.

(3) Banyaknya pinjaman lain, apabila nasabah juga mempunyai banyak pinjaman lain maka kemungkinan jumlah angsuran akan berkurang atau tidak dibayarkan. (4) Menurunnya hasil usaha debitur, seperti misalnya pada nasabah professional yaitu

berkurangnya jumlah pasien/klien sehingga sumber untuk melakukan angsuran berkurang.

(5) Pengalihan tujuan penggunaan kredit.

Dalam setiap perjanjian kredit bank selalu dicantumkan tujuan penggunaan kredit tersebut, tetapi berdasarkan data di lapangan diperoleh data bahwa nasabah seringkali mengalihfugsikan kendaraan bermotor yang menjadi objek kredit untuk keperluan usaha, misalnya yaitu menyewakan kepada orang lain.

(24)

(7) Nasabah meninggal dunia.

Penyelesaian melalui jalur hukum, dilakukan apabila upaya restrukturisasi atau penyelesaian secara damai sudah diupayakan secara maksimal dan belum memberikan hasil atau debitur tidak menunjukkan itikad baik. Sebagai pihak yang menghadapi masalah, pihak bank setidaknya mempertimbangkan lembaga penyelesaian sengketa mana yang dipandang secara efektif dan efisien dengan yang memuaskan, antara lain :

1. Penyelesaian melalui Pengadilan Negeri, dapat dilakukan dengan memberikan somasi atau peringatan yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan dengan mengajukan gugatan secara perdata kepengadilan negeri.

2. Penyelesaian melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).

3. Lembaga lelang negara.

Adanya melalui lembaga lelang ini dikarenakan pada setiap KKB-BRI bermasalah yang dalam penyelesaian secara damai tidak membuahkan hasil, maka kendaraan yang menjadi objek kredit ditarik dari kepemilikan nasabah untuk selanjutnya dilelang melalui lembaga yang sah.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Wiwie Kurnia menyebutkan kekuatan daya beli masyarakat dan laju pertumbuhan industri otomotif menjadi mesin pendorong industri pembiayaan. Penyaluran pembiayaan naik 20 persen sampai dengan akhir tahun 2010. Tahun 2011, industri pembiayaan masih terus tumbuh 20 - 30 persen. Jika suku bunga pembiayaan naik, penurunan

(25)

penyaluran dana tidak bisa dihindarkan. Ini yang harus diantisipasi oleh perusahaan pembiayaan.

2.1.7 Penelitian Terdahulu

1. Jeanne Ananti Sutanto (2012) dengan judul: Analisis Dampak Rencana Regulasi Loan To Value (LTV) pada Kredit Konsumsi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak LTVR pada kredit konsumen, baik keuntungan dan kerugian dari pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dan pengumpulan data menggunakan studi dokumen dengan teknik analisis data melalui tahap pengumpulan informasi, reduksi, presentasi dan kesimpulan gambar. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa skema regulasi LTV pengetatan oleh bank sentral akan memiliki dampak yang signifikan dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dampak menguntungkan adalah meningkatnya kualitas kredit dan transisi diharapkan untuk kredit produktif sehingga dapat menumbuhkan perekonomian. Dampak negatif terutama dalam industri otomotif adalah penurunan ditakuti dalam penjualan mobil yang menurunkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

2. Wahyu Wibisono dengan judul : Analisis Pengaruh Minimal Uang Muka Kredit (Down Payment) Terhadap Volume Penjualan Sepeda Motor di Kabupaten Jombang. Penelitian ini bertujuan untuk Permasalahan yang akan diteliti adalah

(26)

bagaimana pengaruh kebijakan minimal uang muka kredit (down payment) terhadap volume penjualan sepeda motor di Kabupaten Jombang. Berdasarkan hasil analisis, maka dapat diambil beberapa kesimpulan yakni melalui perhitungan uji T bahwa besaran uang muka kredit berpengaruh signifikan terhadap volume penjualan sepeda motor. Uang muka kredit merupakan penentu besarnya jumlah pembiayaan yang harus dikeluarkan perusahaan pembiayaan untuk membiayai pembelian sepeda motor. Dalam konsep time value of money pada skedul amortisasi pinjaman, presentase uang muka kredit yang lebih kecil dibandingkan dengan pokok pinjaman akan merugikan pembeli (debitor). Hal tersebut mengakibatkan jumlah bunga yang harus dibayarkan akan menjadi sangat besar. Perusahaan pembiayaan yang bekerjasama dengan dealer sepeda motor melakukan penyesuaian terhadap peraturan pemerintah tentang pemberlakuan minimal uang muka kredit.

(27)

2.2 Kerangka Konseptual Perusahaan Pembiayaan Kredit Kendaraan Bermotor Permintaan Mobil Peningkatan sifat konsumtif masyarakat Kenaikan Volume Permintaan Mobil Kebijakan Down Payment

• Pengaruh Kebijakan minimum Down to Payment terhadap permintaan mobil di Kota Medan

• Perkembangan permintaan mobil sebelum dan sesudah Kebijakan minimum Down to Payment di Kota Medan • Dampak kebijakan minimum Down to Payment

terhadap perekonomian di Indonesia

Bubble Perekonomian

(28)

2.3 Hipotesis

Hipotesa merupakan suatu dugaan sementara terhadap suatu permasalahan yang ada. Hal ini menjadi suatu kesimpulan sementara yang harus di uji kebenarannya.

Adapun yang menjadi hipotesa dalam skripsi ini adalah :

1. Kebijakan minimum Down to Payment berpengaruh positif terhadap permintaan mobil di kota Medan.

2. Ada perbedaan permintaan mobil di kota Medan setelah kebijakan minimum Down to Payment dengan sebelum kebijakan down to payment.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam setahun terakhir (Agustus 2016–Agustus 2017), persentase penduduk bekerja dengan status berusaha dibantu buruh tidak tetap meningkat cukup tinggi dari 16.28 persen

Lulus dari Satuan Pendidikan SMA/MA/SMK/MAK/Pesantren Mu’adalah atau yang setara dan dibuktikan dengan ijazah, lulus seleksi PMB UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan

memperoleh data tentang variabel yakni kedisiplinan mengajar guru. Teknik dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan untuk memperoleh data tentang nilai hasil

Dari jawaban-jawaban yang didapat melalui penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa para informan kunci dalam penelitian ini tergolong kedalam tipe pemilih yang rasional

Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas 1 Kembaran.. Metode:

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan adanya kerja keras, ketekunan, dan ketelitian, serta dorongan semangat dan bantuan dari semua pihak baik secara materiil

Prevalensi adalah jumlah seluruh kasus kusta baik baru maupun lama, hasilnya adalah jumlah prevalensi kusta tahun 2019 di Kabupaten Blora 1/10.000 penduduk, artinya ada

[r]