---
---
STUDI HIDRO-TOPOGRAFI PERSAWAHAN
PASANG SURUT DANDA BESAR
KALIMANTAN SELATAN
L. Budi Triadi
Peneliti Madya, Balai Rawa, Puslitbang Sumber Daya Air
Jalan Gatot Subroto 6, Banjarmasin, Telpon / Faks : 0511-3252029, 0511-3256623
E-mail:
bdytriadi@bdg.centrin.net.id
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Reklamasi rawa pasang surut daerah Danda Besar dimulai sejak tahun 1969 melalui program transmigrasi. Reklamasi rawa tersebut bertujuan untuk mengembangkan lahan pertanian yang telah dibuka masyarakat lokal. Pengembangan jaringan reklamasi ini dilakukan dengan melakukan rehabilitasi dan normalisasi jaringan yang ada serta membuat jaringan baru sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan.
Secara umum produktivitas lahan jaringan reklamasi rawa Danda Besar untuk tanaman padi masih rendah. Tanaman padi rata-rata hanya menghasilkan 2,0 ton/ha/th. Salah satu penyebab rendahnya produksi padi disebabkan oleh masalah kondisi fisik lahan dan pengelolaan air. Pengelolaan air yang berbasiskan kondisi topografi lahan merupakan kunci keberhasilan dalam pengelolaan lahan pasang surut.
Sehubungan dengan hal itu, kondisi hidro-topografi kawasan perlu diketahui sejak dini karena merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan studi dan sangat berperan dalam membuat perencanaan bagi kegiatan pengelolaan air dilahan rawa pasang surut. Kondisi hidrotopografi didefinisikan sebagai perbandingan relatif antara elevasi lahan dengan elevasi muka air sungai atau muka air disaluran terdekat. Secara umum dikenal ada 4 kategori hidrotopografi yaitu : Kategori/Kelas A, B, C dan D.
RUANG LINGKUP
Lingkup studi mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Luasan studi 2.200 ha
2. Kondisi batas muka air pasang surut sesaat ( di saat pengukuran saja, yaitu spring tide ) di musim kemarau (21 Agustus s/d 04 September 2007)
3. Kondisi topografi tahun 2006
4. Simulasi numerik hanya dilakukan untuk gerak air 5. Aliran air tidak tunak 1 ( satu ) dimensi horisontal MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari studi ini adalah membuat peta hidro-topografi daerah persawahan pasang surut Danda Besar dengan pembagian klasifikasinya berdasarkan kondisi topografi dan muka air sungai/saluran.
Tujuan dari studi ini adalah mengetahui kondisi hidro-topografi daerah persawahan pasang surut Danda Besar untuk mendukung rencana pengelolaan air yang handal dan mampu menjawab kebutuhan air bagi tanaman padi.
LOKASI STUDI
Lokasi studi adalah unit persawahan pasang surut Danda Besar, desa Danda Jaya, Kecamatan Rantau Badauh, Kabupaten Barito Kuala, propinsi Kalimantan Selatan. Lokasi studi disajikan pada Gambar 1.
KETERANGAN:
U
SUNGAI
SUMBER: P2DR KALIMANTAN SELATAN
SALURAN TERSIER
SALURAN SEKUNDER
SALURAN PRIMER
KUALA KAPUAS MARABAHAN BANJARMASIN ALUN-ALUN BESAR P. KAGET P. TEMPURUNG S. MUR UN G ANJI R SE RA PAT ANJI R T AM B A N UNIT TABUNGANEN PURWASARI TAMPAH UNIT ANJIR TAMBAN UNIT JELAPAT UNIT JE JANGKI T 2 GALAMRABAH UNIT JEJANGKIT 1 ANJI R P ASA R BELAWANG UNIT S. MUHUR UNIT S. SALUANG UNIT TAL AR AN UNIT SAKAGULUN UNIT BARAMBAI UNIT BALAWANG SEI KUAT IK BARAMBAI UNIT DANDA BESAR UNIT TERANTANG UNIT SEREPAT ANJIR MUARA UNIT HANDIL BAKTI MANDASTANA UNIT BAHANDANG S. AL AL AK ANTASAN T ANPAH S. MARTAPURA SEL LULUT SEL TABUK KERTAK HANYAR SUNGAI BA RIT OLAUT
JAW
A
---
--- PROBLEMA
Lahan persawahan pasang surut Danda Besar secara umum dibudidayakan dengan tanaman padi yang terletak disebagian besar petak kanan maupun petak kiri saluran Tersier seluas 2061 ha atau sebesar 84,6 % dari luas lahan keseluruhan. Walaupun sebagian besar adalah persawahan, namun sawah hanya dapat panen 1 ( satu ) kali di musim hujan saja, sementara di musim kemarau lahan tidak dapat diberdayakan.
Masalah ini terjadi karena pengetahuan akan kondisi-hidro-topografi lokal kurang mendapat perhatian sehingga budi daya dilakukan tanpa melihat batasan-batasan dari masing-masing kategori/kelas hidro-topografi.
HIPOTESA
Permasalahan rendahnya produktivitas padi di lahan jaringan reklamasi rawa Danda Besar disebabkan antara lain adalah teknik pengelolaan air yang tidak memperhitungkan/disesuaikan dengan kondisi hidro-topografi lahan setempat. Hampir seluruh luasan lahan diperuntukkan untuk budidaya tanaman padi.
Permasalahan ini semestinya dapat dieliminasi dengan adanya pemahaman yang cukup akan ketinggian/elevasi lahan dan air setempat yang diwakili oleh kategori/kelas hidro-topografi.
TINJAUAN PUSTAKA
Pustaka yang digunakan dan berkaitan langsung dengan studi ini, yaitu :
1. Laporan Supervisi dengan Model Matematik Pekerjaan Desain Pemeliharaan Khusus Unit Pasang Surut Puntik Danda besar Kalimantan Selatan, Puslitbang Pengairan, tahun 1988
2. Laporan Akhir Penerapan Pintu Klep Otomatis Di Rawa Pasang Surut Kalimantan Selatan, Puslitbang SDA, tahun 2007 3. Penilaian Kebutuhan Sarana dan Prasarana Pendukung Sistem Jaringan Tata Air di Rawa Pasang Surut , PT. DDC
Consultants, Jakarta, tahun 2007
Ketiga literatur tersebut memberikan gambaran tentang sistem jaringan dan kondisi hidro-topografi areal studi sehingga dapat memberikan arahan dalam proses analisis selanjutnya.
Kondisi hidrotopografi kawasan merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan dalam membuat perencanaan kegiatan operasi dilahan rawa pasang surut. Kondisi hidrotopografi didefinisikan sebagai perbandingan relatif antara elevasi lahan dengan elevasi muka air sungai atau muka air disaluran terdekat.
METODOLOGI
METODE
Metode dari studi ini secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :
Analisis kontur untuk memperoleh ketinggian lahan
Simulasi gerak air dengan perangkat lunak HECRAS untuk mendapatkan ketinggian muka air
Analisis interpolasi untuk mendapatkan peta hidro-topografi
Analisis statistik untuk memperoleh luasan dari masing-masing kelas hidro-topografi Seluruh analisis di atasdilakukan dengan metode Sistim Informasi Geografis (SIG). LINGKUP STUDI
Akuisisi data ketinggian lahan (spot level) dan muka air musim musim penghujan dan kemarau
Pembuatan peta kontur ketinggian lahan
Simulasi gerak air musim penghujan dan kemarau
Pembuatan peta Hidro-topografi
Perhitungan luasan masing-masing kelas hidro-topografi KETINGGIAN LAHAN
Data topografi yang digunakan dalam studi ini adalah data hasil pengukuran pada bulan Maret – Mei 2006 yang dilakukan oleh Balai Rawa Pantai, Puslitbang Sumber Daya Air, Bandung. Data topografi yang dimaksud berupa spot level yang diukur dengan metode Poligon Tertutup untuk seluruh kawasan studi.
SIMULASI MUKA AIR
Simulasi jaringan dilakukan dengan menggunakan data profil saluran Primer dan Sekunder dan pengamatan muka air di saluran yang sama yang diukur dan diamati oleh Tim Konsultan DDC pada 21 Agustus s/d 04 September 2007.
Foto 1. Pengukuran S. Primer dan Sekunder
Foto 2. Pengamatan Muka Air
Selanjutnya elevasi muka air di jaringan diperoleh dari simulasi numerik aliran tidak tunak 1 (satu) dimensi dengan perangkat lunak HEC-RAS versi 3.1.1untuk seluruh kawasan studi dengan kondisi batas di muara Saluran Primer. Simulasi dilakukan pada jaringan saluran Primer, Sekunder, dan Tersier dengan bagan alir simulasi sebagaimana yang disajikan pada Gambar 2.
PERMASALAHAN
PERMASALAHAN
PENGAMATAN MUKA AIR
---
--- Gambar 2. Bagan Alir Simulasi Jaringan Saluran
HIDRO-TOPOGRAFI
Peta hidro-topografi diperoleh dengan melakukan analisis Sistem Informasi Geografi (SIG) berdasarkan peta titik-titik ketinggian (spot level) yang telah dibuat dan berdasarkan elevasi muka air yang diperoleh dari simulasi numerik. Analisis dilakukan dengan cara interpolasi spasial kontur dari peta titik-titik ketinggian berdasarkan angka-angka ketinggian muka air sehingga dimungkinkan pembuatan peta baru, yaitu peta hidro-topografi yang memberikan batasan dari masing-masing kelas hidro-topografi.
Dari Peta Hidro-topografi tersebut, kemudian juga dengan SIG dilakukan analisis statistik sehingga dapat dicari luasan dari masing-masing kelas hidrotopografi.
ANALISIS
KETINGGIAN LAHAN
Pengukuran ketinggian lahan diukur pada sisi tanggul kanan dan kiri secara berantai dari hulu sampai hilir saluran dengan interval 100 m. Pengukuran ini menggunakan alat Digital Theodolit (DT). Salah satu BM yang digunakan untuk mengikat ketinggian adalah BM PDB 01 dengan ketinggian +10.000. Sementara itu pengukuran penampang melintang saluran dilakukan setiap 200 m dengan menggunakan alat yang sama.
INFORMASI MUKA AIR
Pengamatan muka air dilakukan dengan papan duga di sepanjang saluran primer dan sekunder dengan pengikatan elevasi pada BM setempat yang berdekatan dengan lokasi pengamatan. Secara keseluruhan pengamatan pada saluran primer dan sekunder disajikan pada gambar sebagai berikut :
Penggumpulan 1. Data pengukuran sekunder S. Tesier 2. Profil Memanjang dan melintang S.
Primer-Sekunder
MULAI
Hasil Simulasi Pengamatan muka air
Kalibrasi jaringan saluran
Kesimpulan
SELESAI Pembaganan Model
Gambar 3. Lokasi Pengamatan Muka Air di Saluran Primer dan Sekunder
T 17
T 27
T 12
T 1
T 3
T 6
---
--- Hasil pengamatan muka air di atas disajikan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4. di bawah ini :
Gambar 4. Kurva Muka Air di Saluran Primer dan Sekunder
KLASIFIKASI HIDRO-TOPOGRAFI
Kondisi hidrotopografi kawasan merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan dalam membuat perencanaan kegiatan operasi dilahan rawa pasang surut. Kondisi hidrotopografi didefinisikan sebagai perbandingan relatif antara elevasi lahan dengan elevasi muka air sungai atau muka air disaluran terdekat. Secara umum dikenal ada 4 kategori hidrotopografi yaitu : Kategori/Kelas A, B, C dan D. Adapun penjelasan untuk masing-masing kategori seperti disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Klasifikasi hidrotopografi
Lahan terluapi minimum 4-5 kali per siklus pasang purnama baik musim hujan maupun musim kemarau
Katagori A Katagori B
Katagori C
Katagori D
Salur a
n tersier
Muka air pasang musim hujan (MH)
Muka air surut MH
Muka air pasang musim kemarau (MK)
Muka air surut MK
Lahan tidak terluapi oleh air
pasang. Tetapi muka air
tanah masih dipengaruhi air
pasang surut
Lahan tidak terluapi oleh air
pasang. Tidak ada pengaruh pasang surut pada air tanah Muka lahan Lahan terluapi minimum 4-5 kali per siklus pasang purnama hanya musim hujan hujan
Kondisi hidrotopografi kawasan merupakan pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan studi, dikarenakan sangat berperanan dalam membuat perencanaan bagi pengelolaan air dilahan rawa pasang surut. Secara umum dikenal ada 4 kategori hidrotopografi sebagai berikut :
a) Kategori A : Lahan terluapi pasang surut
Lahan terluapi oleh air pasang paling sedikit 4 atau 5 kali selama 14 hari siklus pasang tinggi, baik musim hujan maupun musim kemarau. Kebanyakan dari lahan yang masuk dalam kategori A adalah lahan rendah disepanjang sungai dan dekat dengan saluran utama, atau secara alamiah merupakan lahan cekungan. Pada lahan kategori ini sangat dimungkinkan tanam padi dua kali setahun. Padi jenis unggul dapat dibudidayakan asalkan muka air dapat dikendalikan untuk mencegah genangan yang terlalu tinggi dan juga untuk menjamin agar drainase air berlangsung baik.
b) Kategori B : Lahan terluapi air pasang yang hanya pada waktu tertentu saja
Lahan terluapi air pasang sekurang-kurangnya 4 atau 5 hari selama 14 hari siklus pasang purnama, dan hanya terjadi dimusim penghujan saja. Tanam padi dua kali setahun kemungkinan bisa tidak berhasil karena akan mengalami kekurangan air pada musim kemarau. Disamping mengalami defisit air dimusim kemarau, kehilangan air akibat perkolasi lebih besar dibandingkan pada lahan kategori A, dan lapisan genangan air diatas permukaan tanah sulit dipertahankan.
c) Kategori C : Lahan diatas muka air pasang
Lahan tidak terluapi air pasang secara reguler, akan tetapi air pasang masuk dalam saluran tersier atau masih mempengaruhi muka air tanah. Elevasi lahan yang relatif tinggi dapat mengakibatkan banyaknya kehilangan air lewat rembesan dan sulit atau tidak mungkin menahan lapisan air di dalam lahan persawahan. Oleh karena itu, tanaman palawija dan tanaman keras lebih cocok dari pada tanaman padi.
d) Kategori D : Lahan yang elevasinya jauh diatas level pasang (lahan kering)
Lahan dengan elevasi jauh lebih tinggi dari muka air pasang, pengelolaan airnya sama dengan yang dilakukan dilahan kering (up land).
Peta hidro-topografi dipersiapkan dengan data sebagai berikut : a. Peta elevasi muka lahan (peta titik-titik ketinggian lahan) b. Data muka air pasang purnama pada musim penghujan c. Data muka air pasang purnama pada musim kemarau
Data pada butir a) dan b) tersebut di atas merupakan data sekunder yang diukur pada bulan Maret – Mei 2006 oleh Balai Rawa dan Pantai, Puslitbang Sumber Daya Air, Bandung, sedangkan data pada butir c) diamati oleh Konsultan DDC, Jakarta pada tanggal 4 s/d 22 September 2007.
Selanjutnya untuk membuat peta kelas hidrotopografi ini diperlukan simulasi HECRAS. Dari simulasi HECRAS selanjutnya akan diketemukan batas-batas elevasi tertinggi untuk lahan dari masing-masing kelas hidro-topografi. Batas-batas ketinggian untuk masing-masing kelas hidrotopografi tersebut kemudian di analisis dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) dengan menggunakan peta kontur yang telah dibuat, sehingga dapat digambarkan peta sebaran kelas hidrotopografi daerah penelitian. SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)
Untuk pembuatan peta hidro-topografi perlu dibuat terlebih dahulu peta dasar dengan menggunakan peta titik-titik ketinggian yang kemudian diuji dengan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), Lembar Belawang (1712-53) skala 1:50.000 dan kompilasi peta sket daerah penelitian hasil pengukuran terestrial serta pengukuran koordinat di lapangan dengan menggunakan GPS. Tahapan-tahapan yang dilakukan sebagai berikut :
1. Scanning/ Penyiaman peta RBI Lembar Belawang dan peta sket daerah penelitian hasil pengukuran terestrial, sehingga diperoleh peta berstruktur raster
2. Digitasi peta hasil sanning, dengan menggunakan software R2V, dengan langkah-langkah sebagai berikut : Input koordinat/ titik ikat peta
Manajemen Layer/ lapis informasi
Digitasi dan pelabelan data spasial titik, data spasial garis, dan data spasial poligon
3. Editing hasil digitasi, baik untuk digitasi data spasial titik, garis, maupun poligon, sehingga diperoleh data spasial yang benar 4. Export vektor (transformasi format data)
5. Pembentukan topologi kotor, pembentukan topologi bersih dengan program Arc View
6. Penayangan data data spasial (titik, garis, dan poligon) hasil digitasi ke dalam program Arc View
Peta dasar yang diperoleh melalui tahap di atas, digunakan untuk menguji peta titik-titik ketinggian lahan di daerah studi. Data yang digunakan untuk penyusunan peta, diperoleh melalui pengukuran lapangan. Penyusunan peta tematik hidro-topografi dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi / Geographic Information System (GIS), sementara itu penayangan, pengolahan dan analisis peta menggunakan software Arc View versi 3.3.Selanjutnya peta yang dihasilkan, diperoleh melalui tahapan sebagai berikut :
---
---
Input Data
Pengumpulan dan persiapan data spasial dan atribut dari berbagai sumber , sekaligus konversi atau transformasi format-format data asli ke format-format yang dapat diterima dan dapat dipakai dalam GIS.
- Data spasial berstruktur raster (misalnya citra satelit), input data melalui proses penyiaman / scanning - Data spasial berstruktur vektor (misalnya peta analog), input data melalui digitasi
- Data atribut, input melalui proses tabulasi
Pengelolaan Data
Penyusunan hasil input data ke dalam data base komputer, semua data tersebut bereferensi geografi
Analisis dan Simulasi Data
Pengolahan dan analisis data, antara lain dengan menggunakan analisis interpolasi spasial
Penayangan/ Keluaran peta tematik , yaitu penampilan data hasil analisis dalam bentuk peta yang memenuhi kaidah kartografis untuk pembuatan peta hidro-topografi
HASIL DAN PEMBAHASAN
MORFOLOGI DAN TOPOGRAFI
Lokasi studi secara fisiografis termasuk sistem dataran aluvial. Sebagaian besar daerah mempunyai bentuk wilayah datar sampai berombak. Tidak tampak adanya bentuk wilayah yang bergelombang. Morfologi wilayah Danda Besar merupakan dataran rendah dengan elevasi ketinggian antara 7,0 sampai dengan 13,0 meter dari permukaan laut. Kemiringan lereng didominasi oleh kelas lereng datar (0–3%) dan sebagian kecil berkelas lereng agak miring (4-8%). Namun karena lokasi ini berupa lahan pemukiman transmigrasi maka lahan dengan kelas lereng datar sudah diubah menjadi lahan sawah.
Secara morfologis permukaan lahan (relief mikro) adalah datar. Perbedaan relief bukan lagi terlihat sebagai kelas lereng, tetapi berupa beda elevasi antara petak yang satu dengan yang lain (teras). Sementara lahan yang mempunyai kelas lereng (4-8)% diperuntukkan sebagai lahan permukiman yang juga telah banyak mengalami perubahan morfologi lahan oleh karena campur tangan penghuninya.
Dengan demikian untuk memilahkan wilayah ini berdasarkan bentuk lahannya adalah sangat sulit. Demikian pula untuk membuat peta kelas kemiringan lereng, karena wilayah ini sudah banyak mengalami perubahan morfologi karena pengaruh campur tangan manusia. Oleh karena itu untuk membedakan bentuk lahan di daerah semacam ini akan lebih mengena jikalau lahan ini dibedakan berdasar kelas hidro-topografinya. Kondisi hidrotopografi kawasan merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan dalam membuat perencanaan kegiatan operasi dilahan rawa pasang surut.
Hasil simulasi HECRAS menunjukkan bahwa :
a. Elevasi tertinggi lahan kelas hidrotopografi A = 8,71 m dpal b. Elevasi tertinggi lahan kelas hidrotopografi B = 9,34 m dpal c. Elevasi tertinggi lahan kelas hidrotopografi C > 9,34 m dpal
Di kawasan studi tidak ditemukan lahan kelas hidrotopografi D. Selanjutnya dapat digambarkan peta sebaran kelas hidrotopografi daerah penelitian sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6.
---
--- Dari Peta Hidro-topografi tersebut, kemudian dengan analisis SIG dapat dicari luasan masing-masing kelas hidrotopografi yang hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Luas dan Penyebaran lahan kelas hidrotopografi
No. Kelas Hidrotopografi lokasi penyebaran Luas
(Ha) (%)
1 A di bagian dalam dan luar Tka serta di bagian tengah Tki 800.20 32.85
2 B di bagian tengah Tka sebelah timur & di bagian luar Tki 820.78 33.69 3 C di bagian dalam dan luar Tka Seb. timur serta bagian dalam Tki 815.17 33.46
Total 2436.15 100.00
Sumber : Analisis Peta Hidro-topografi
KESIMPULAN
1. Dari hasil analisis ditemukan bahwa kawasan studi memiliki kelas hidro-topografi A, B, dan C. Kawasan tidak memiliki kelas hidro-topografi D
2. Pembagian luas dari ketiga kelas hidro-topografi di atas hampir berimbang, dengan luasan terkecil, yaitu sebesar 800 ha adalah kelas A
3. Sementara itu kelas hidro-topografi B dan C memiliki luasan yang hampir berimbang, yaitu berturut-turut 821 dan 815 ha atau 34 dan 33 % dari luas total kawasan studi sebesar 2436 ha
SARAN
Mengingat akan keterbatasan data yang digunakan dalam studi ini maka diperlukan suatu analisis lanjutan dengan data yang lebih akurat. Sebaiknya data yang digunakan merupakan data yang diukur dan diamati pada waktu yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
1. Puslitbang Pengairan, Laporan Supervisi dengan Model Matematik Pekerjaan Desain Pemeliharaan Khusus Unit Pasang Surut Puntik Danda Besar Kalimantan Selatan, Bandung, tahun 1988.
2. Puslitbang SDA, Laporan Akhir Penerapan Pintu Klep Otomatis di Rawa Pasang Surut Kalimantan, Bandung, tahun 2006 dan 2007
3. Puslitbang SDA – PT. DDC Consultants, Laporan Akhir Penilaian Kebutuhan Sarana dan Prasarana Pendukung Sistem Jaringan Tata Air di Rawa Pasang Surut, tahun 2007
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Tim Survai dan Pengolah Data dari PT. DDC Consultants, Jakarta, atas kontribusinya dalam melakukan pengumpulan data primer dan sekunder serta kontribusinya dalam melakukan pengolahan data sehingga studi dan penulisan makalah ini terwujud.
BIBLIOGRAFI
L. Budi Triadi adalah Peneliti Madya, di Balai Rawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Depertemen Pekerjaan Umum serta Dosen Luar Biasa Jurusan Teknik Sipil di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung dan Institut Teknologi Nasional, Bandung.