• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIDROLOGI LAHAN PASANG SURUT DI KALIMANTAN SELATAN UNTUK MENDUKUNG PERTANIAN : PERUBAHAN KUALITAS AIR (KEMASAMAN DAN DAYA HANTAR LISTRIK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HIDROLOGI LAHAN PASANG SURUT DI KALIMANTAN SELATAN UNTUK MENDUKUNG PERTANIAN : PERUBAHAN KUALITAS AIR (KEMASAMAN DAN DAYA HANTAR LISTRIK)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

92 HIDROLOGI LAHAN PASANG SURUT DI KALIMANTAN SELATAN UNTUK MENDUKUNG PERTANIAN : PERUBAHAN KUALITAS AIR (KEMASAMAN DAN

DAYA HANTAR LISTRIK)

Zuraida Titin Mariana & Muhammad Mahbub

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian UNLAM, Banjarbaru

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang perubahan kualitas air (kemasaman dan daya hantar listrik) selama 6 bulan pada masing-masing 3 (tiga) bulan musim kemarau dan musim hujan di lahan pasang surut pada berbagai tipologi lahan. Penelitian ini menggunakan metode non eksperimental yang dilakukan dengan cara survei. Sampel air diambil pada tiga lokasi yang ditentukan berdasarkan fluktuasi pasang yaitu : (1) tipe luapan A yaitu daerah yang selalu mendapat luapan pasang pada saat pasang tunggal (purnama) maupun pasang ganda (perbani), (2) tipe luapan B yaitu daerah yang hanya mendapat luapan pasang hanya saat pasang tunggal (purnama), (3) tipe luapan C yaitu daerah yang tidak mendapat luapan pasang namun pengaruh ayunan pasang melalui resapan. Pengambilan sampel air pada saat pasang dan surut dilakukan pada masing-masing titik yang ditentukan secara site sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH air di saluran tipe luapan A lebih tinggi dari pada tipe luapan B dan C. Kemasaman air di saluran pada tipologi lahan A dan C pada saat pasang dan saat surut baik pada saat pasang purnama ataupun pasang perbani tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, namun pada tipologi lahan B menunjukkan bahwa kemasaman air di saluran lebih rendah pada saat pasang dibandingkan saat surut. Kualitas air yang ditinjau dari besarnya daya hantar listrik (DHL) menunjukkan bahwa pada tipologi lahan C lebih tinggi dari pada tipologi lahan B dan A baik pada saat pasang maupun saat surut.

Kata kunci: Lahan pasang surut, kemasaman air, DHL.

PENDAHULUAN

Lahan adalah matriks dasar kehidupan manusia dan pembangunan. Hampir semua aspek kehidupan dan pembangunan, baik langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan permasalahan lahan. Salah satu lahan yang cukup luas penyebarannya di Indonesia dan berpeluang di kembangkan menjadi lahan pertanian produktif dengan pengelolaan tertentu adalah lahan pasang surut, dimana luasannya diperkirakan sekitar 20,1 juta hektar yang sebagian besar tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya (Widjaja Adhi et al., 1992). Lahan pasang surut adalah lahan yang dipengaruhi secara langsung atau tak langsung oleh gerakan pasang surutnya air laut. Lahan yang dekat dengan sungai akan dipengaruhi langsung oleh gerakan pasang surut air (Noorsyamsi dan Syarwani, 1984).

Berdasarkan kemampuan arus pasang mencapai daratan, maka tipe luapan pada lahan rawa pasang surut dibedakan menjadi 4 macam tipe luapan yaitu tipe A merupakan lahan yang selalu terluapi air pasang, baik pada saat pasang tunggal (spring tide) maupun pasang ganda (neap tide), tipe B (lahan yang terluapi air pada saat pasang tunggal), Tipe C (lahan yang tidak mendapat luapan air pasang dan pengaruh ayunan pasang diperoleh hanya melalui resapan, tetapi air pasang berpengaruh pada air tanah dan kedalaman muka air tanah kurang dari 50 cm), dan Tipe D merupakan lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air pasang berpengaruh pada air tanah dan kedalaman muka air tanah lebih dari 50 cm (Haryono et al., 2013).

(2)

93

Hampir semua masalah tanah muncul pada daerah pasang surut, baik berupa fisika, kimiawi, hidrologi, maupun biologi. Salah satu masalah yang sering dijumpai adalah penyusupan (intrusi) air laut secara musiman melalui saluran permukaan dan atau bawah tanah, yang di beberapa tempat dapat masuk jauh ke pedalaman (Notohadiprawiro, 1986). Peristiwa intrusi ini terjadi pada pasang maksimum, dimana debit air sungai lebih kecil sehingga air laut masuk kedalam sungai (Hakim et al., 1996). Intrusi air bergaram disebut periode “salin” yang terjadi pada musim kemarau, terutama pada bulan Agustus-September (Ismail et al., 1990). Intrusi garam dapat memberikan pengaruh yang menguntungkan atau merugikan terhadap tanah maupun terhadap pertumbuhan tanaman. Kadar garam yang terlalu tinggi dalam tanah akan sangat mengganggu penyerapan hara oleh akar tanaman. Disamping itu juga kadar garam yang terlalu tinggi dapat mengganggu sifat fisik tanah terutama watak kelengasan tanah karena tegangan lengas tanah yang meningkat tinggi (Notohadiprawiro, 1986).

Kualitas air di lingkungan lahan pasang surut sangat dipengaruhi oleh besarnya curah hujan atau musim, keadaan pasang atau surut dan jarak lokasi dari muara sungai atau saluran sekunder. Kualitas air pada saat musim hujan lebih baik daripada pada saat musim kemarau. Semakin jauh jarak lokasi secara melintang (transek) dengan muara sungai atau sekunder semakin jelek kualitas airnya, termasuk kualitas air tanah.

Perbaikan kualitas air di lahan petani untuk mendukung pertumbuhan tanaman mutlak diperlukan dalam penyusunan strategi pengembangan pertanian yang berkelanjutan dan yang bijaksana (wise use) sehingga pengkajian kualitas air pasang surut berdasarkan tipe luapan (tipologi lahan) sangat diperlukan melalui kajian penentuan periodik kualitas air di lahan pasang surut pada berbagai tipe luapan lahan (Tipe A, B dan C) saat pasang purnama atau pasang tunggal (spring tide) dan pasang ganda atau perbani (neap tide) pada musim penghujan dan musim kemarau yang meliputi pH dan daya hantar listrik (DHL)

BAHAN DAN METODE Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode non eksperimental yang dilakukan dengan cara survei. Sampel air diambil pada tiga lokasi yang ditentukan berdasarkan fluktuasi pasang yaitu pada tipe luapan A, B dan C. Pengambilan sampel air pada saat pasang dan surut dilakukan pada masing-masing titik yang ditentukan secara site sampling (koordinat)

Data yang diperoleh ditampilkan secara deskriptif dengan menggunakan grafik garis. Masing-masing parameter diuji dengan uji nilai tengah berpasangan (pared t-test) antara pH air pasang dan air surut, DHL air pasang dan air surut. Demikian juga antara kualitas air (pH dan DHL) di tipologi lahan dengan ketentuan jika P-value : lebih besar dari 0,05 tidak berbeda nyata (tn), 0,01 – 0,05 berbeda nyata (*) dan lebih kecil atau sama dengan 0,01 berbeda sangat nyata(**).

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian lapangan dilaksanakan di Kecamatan Tamban (tipe luapan A), Kecamatan Mekar Sari (tipe luapan B) dan Kecamatan Anjir Pasar (tipe luapan C). Sampel air diambil secara rutin pada saluran pengairan untuk menentukan periodik kualitas air di lahan pasang surut saat pasang tunggal (pasang purnama) dan pasang ganda (pasang perbani) yang dilakukan pada 3 bulan musim kemarau dan 3 bulan musim hujan pada tipologi lahan yang berbeda.

(3)

94

Sampel air dianalisa di laboratorium Fisika-Kimia Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemasaman Air Pada Berbagai Tipe Luapan

Hasil penelitian terhadap kemasaman air selama 6 bulan (3 bulan di musim kemarau dan 3 bulan di musim penghujan) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata baik pada saat pasang dan saat surut pada berbagai tipe luapan A, B dan C (Gambar 1 dan 2; Tabel 1) berdasarkan hasil uji nilai tengah berpasangan (paired t-test). Pada tipe luapan A, pH air saluran lebih tinggi dibandingkan pada lahan tipe luapan B dan C. Hal ini disebabkan karena pada tipe luapan A yang dekat dengan sungai lebih mudah airnya tergantikan pada saat pasang. Kemasaman air di saluran pada tipologi lahan C menunjukan pH yang sangat rendah (pH air kurang dari 3,5). Sifat fisik air yang jernih dan bening pada tipe luapan C menunjukkan kandungan Fe dan sulfat yang tinggi . Di samping itu adanya senyawa pirit dalam tanah pasang surut dapat menjadi sumber kemasaman yang jika teroksidasi menghasilkan asam sulfat yang mengakibatkan pH tanah turun menurut reaksi (Konsten dan Sarwani, 1992; Hicks et al., 1999) : FeS2 + 15/4 O2 + 7/2 H2O  Fe (OH)3 + 2 SO42- + 4 H+

Menurunnya permukaan air tanah akibat pembuatan saluran drainase primer-sekunder-tersier menyebabkan oksigen masuk ke dalam pori tanah dan akan mengoksidasi pirit membentuk asam sulfat, ion hidrogen dan Fe3+ (Dent, 1986; Hicks et al., 1999).

Pada tipe luapan C, dimana lahan tidak mendapatkan luapan pasang dan pengaruh ayunan pasang diperoleh hanya melalui resapan (seepage) menyebabkan air permukaan bercampur dengan air hujan yang telah bereaksi dengan tanah dan berdasarkan analisa pendahuluan kondisi tanah pada tipe luapan C ini mempunyai pH tanah yang rendah (Gambar 3) sehingga pH air di saluran tetap masam. Kemasaman yang tinggi juga sangat berhubungan dengan kemasaman potensial total. Berdasarkan hasil penelitian Mariana (2011) menunjukkan kemasaman potensial total berkorelasi negatif sangat nyata dengan reaksi tanah (pH). Meningkatnya kemasaman potensial total diikuti dengan menurunnya pH tanah.

Pada pada tipe luapan A, lahan yang selalu mendapat luapan pasang baik pasang tunggal (purnama) maupun pasang ganda (perbani) menyebabkan air di saluran mempunyai pH > 5 baik pada saat pasang maupun saat surut sehingga masih baik digunakan untuk irigasi pertanian. Pada tipe luapan A ini, air di saluran didominasi oleh air sungai baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Pada tipe luapan B, perubahan air permukaan berjalan lambat yang diakibatkan air pasang hanya dapat meluap pada saat pasang besar sehingga air permukaan bercampur dengan air hujan yang telah bereaksi dengan tanah, ditambah lagi kondisi tanah dengan pH sebesar 3,54 (Gambar 3).

Kemasaman air di saluran pada tipologi lahan B menunjukkan perbedaan yang nyata antara saat pasang dan saat surut baik pada saat pasang besar (pasang purnama) ataupun pasang kecil (pasang perbani) berdasarkan uji nilai tengah berpasangan (paired t-test), dimana kemasaman air di saluran lebih rendah pada saat surut dibandingkan saat pasang (Gambar 4 dan Tabel 2). Hal ini membuktikan bahwa adanya ion-ion H+ yang keluar bersama air pada saat surut. Sebaliknya pada tipologi lahan A dan C tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Derajat kemasaman air (pH) yang memungkinkan untuk dijadikan air irigasi adalah berkisar antara 5 – 9 (Alaerts, 1994) dan 6,5 – 8,4 (Landon, 1984), sehingga air yang mengalir di saluran pada tipe luapan A dapat digunakan untuk kegiatan pertanian. Pada tipe luapan B pada

(4)

95

saat pasang, air di saluran dapat digunakan untuk kegiatan pertanian kecuali ketika saat surut. Pada tipe luapan C, air di saluran tidak baik digunakan untuk pertanian.

Daya Hantar Listrik Pada Berbagai Tipe Luapan

Daya hantar listrik (DHL) adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Oleh karena itu semakin banyak garam-garam yang terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Reaktivitas, bilangan valensi dan konsentrasi ion-ion terlarut sangat berpengaruh terhadap nilai DHL. Asam, basa, dan garam merupakan penghantar listrik yang baik, sedangkan bahan organik (seperti sukrosa dan benzena) tidak dapat mengalami disosiasi, merupakan penghantar listrik yang jelek (APHA, 1976; Mackereth el al., 1989 dalam Effendi H, 2003).

Daya hantar listrik (DHL) di saluran tipe luapan A, B dan C saat pasang dan saat surut menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan hasil uji nilai tengah berpasangan (paired t-test), kecuali pada pada tipe luapan lahan antara A dan B pada saat pasang (Gambar 5 dan 6; Tabel 3).

Daya hantar listrik digunakan dalam kriteria air irigasi yang dikelompokkan sebagai berikut :

1. Konduktivitas rendah (C1) jika nilai DHL  250 S/cm. 2. Konduktivitas sedang (C2) jika nilai DHL 250 - 750 S/cm. 3. Konduktivitas tinggi (C3) jika nilai DHL 750 - 2250 S/cm. 4. Konduktivitas sangat tinggi (C4) jika nilai DHL  2250 S/cm.

Selama 6 bulan pengamatan, DHL air di saluran tipologi lahan C lebih tinggi dari pada tipologi lahan B dan A baik pada saat pasang maupun saat surut. Air yang masuk pada saat pasang tunggal (purnama) atau pasang ganda (perbani) ataupun keluar pada saat surut di tipologi lahan C pada musim kemarau berada pada kriteria C3 (konduktivitas tinggi) sehingga tidak sesuai untuk pengairan. Sementara pada musim hujan, air saluran berada pada kriteria C2 (konduktivitas sedang), jika digunakan untuk pengairan maka tanaman yang ditanam harus bertoleransi terhadap konsentrasi garam sedang. Tingginya nilai DHL di tipologi lahan C disebabkan oleh adanya oksidasi pirit yang menghasilkan asam sulfat (Van Moormann et al., 1985 dalam Hardjowigeno dan Rayes, 2001). Hal ini bersesuaian dengan rendahnya nilai pH air dan pH tanah di tipologi lahan C di bandingkan tipologi A dan B. Nilai pH yang sangat rendah dapat menghancurkan liat sehingga membebaskan aluminium dan kation-kation lain seperti Ca, Mg, Na dan K dari kompleks adsorbsi (Sitomorang dan Sudadi, 2001).

Salinitas (kadar garam) berkaitan erat dengan keadaan drainase yang buruk akibat dari pengelolaan air yang kurang baik seperti sistem jaringan drainase yang kurang lancar, fungsi pintu-pintu air yang kurang baik, konstruksi tanggul yang kurang pejal sehingga rembesan air dapat menembus dinding tanggul dan kondisi tanah lapisan bawah yang masih mentah sehingga mudah mengalami amblesan (Dent, 1986). Kondisi kegaraman juga ditentukan oleh keadaan musim atau curah hujan, ketinggian pasang atau lokasi wilayah dari sungai, dan sistem pengelolaan air yang diterapkan. Kadar garam yang tinggi umumnya terjadi di musim kemarau. Kelarutan garam yang tinggi dapat menghambat penyerapan (uptake) air dan hara oleh tanaman karena tekanan osmotik yang meningkat.

Berdasarkan analisis uji nilai tengah berpasangan (paired t-test), DHL air di saluran pada saat pasang dan saat surut baik pada saat pasang tunggal ataupun pasang ganda tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, kecuali pada tipologi lahan B (Tabel 4).

(5)

96 KESIMPULAN

1. Kemasaman air di saluran tipe luapan A lebih tinggi dari pada tipe luapan B dan C. Derajat kemasaman air (pH) di saluran tipe luapan A dan B dapat digunakan untuk air irigasi, namun pada tipe luapan C tidak sesuai untuk digunakan sebagai air irigasi.

2. Kemasaman air di saluran pada tipologi lahan A dan C pada saat pasang dan saat surut baik pada saat pasang purnama ataupun pasang perbani tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, namun pada tipologi lahan B menunjukkan bahwa kemasaman air di saluran lebih rendah pada saat pasang dibandingkan saat surut.

3. Kualitas air yang ditinjau dari besarnya daya hantar listrik (DHL) menunjukkan bahwa pada tipologi lahan C lebih tinggi dari pada tipologi lahan B dan A baik pada saat pasang maupun saat surut.

4. Pada tipe luapan C pada musim kemarau berada pada kriteria C3 (konduktivitas tinggi) sehingga tidak sesuai untuk pengairan. Sementara pada musim hujan, air saluran berada pada kriteria C2 (konduktivitas sedang), jika digunakan untuk pengairan maka tanaman yang ditanam harus bertoleransi terhadap konsentrasi garam sedang.

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. Sri Sumestri Santika. 1994.Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. Dent, D. 1986. Acid Sulphate Soils : A Baseline for Research and Development. Wageningan. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Dan Lingkungan

Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Hakim. N., M. Yusuf Nyakpa, A.M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung.

Hardjowigeno, S dan M. Luthfi Rayes. Tanah Sawah. 2001. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Haryono, M. Noor, H. Syahbuddin, M. Syarwani. 2013. Lahan Rawa : Penelitian dan Pengembangan. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta

Hicks W.S., G.M. Bowman and R.W. Fitzpatrick. 1999. East Trinity acid sulfate soils Part 1 : Enviromental hazards. Technical Report 14/99. CSIRO Land and Water. Queensland. Ismail, I.G., Suwarno, M.H. Togatorop, D.E.Sianturi. 1990. Proyek penelitian lahan pasang

surut dan rawa swamps II Laporan Tahunan 1988/1989. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Dsepartemen Pertanian.

Konsten, C.J.M. and M. Sarwani. 1992. Actual and potential acidity and related chemical characteristics of acid sulphate soils in Pulau Petak, Kalimantan. In Workshop on Acid Sulphate Soil in the Humid Tropic. Bogor. Indonesia.

Landon, J.R. 1984. Booker Tropical Soil Manual. Longman Group Ltd. England.

Mariana, Z.T. 2011. Kajian Kemasaman Potensial Total pada Tanah Rawa Di Kalimantan Selatan. Jurnal Agroscientiae. 18: 70-73.

Noorsyamsi dan Syarwani. 1984. Tidal Swamp Rice. Internasional Rice Research Institute. Los Banos, Philiphines.

Notohadiprawiro, T. 1986. Tanah Estuarin, Watak, Sifat, Kelakuan dan Kesuburannya. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.

(6)

97

Situmorang, R dan Untung Sudadi. 2001. Tanah Sawah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Widjaja Adhi, I.P.G., K. Nugroho, D.S. Ardi dan A.S. Karama. 1992. Sumber Daya Lahan Rawa. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

(7)

98

Gambar 1. Derajat kemasaman (pH) air di saluran pada tipe luapan A, B dan C pada saat kondisi pasang selama 3 bulan musim kemarau dan 3 bulan musim hujan di lahan pasang surut Kalimantan Selatan.

Gambar 2. Derajat kemasaman (pH) air di saluran pada tipe luapan A, B dan C pada saat kondisi surut selama 3 bulan musim kemarau dan 3 bulan musim hujan di lahan pasang surut Kalimantan Selatan. 1 2 3 4 5 6 7 8 7 Sya 'ba n 14 Sy a'b an 21 Sy a'b an 1 R am ad han 7 R am ad han 14 R am adhan 21 R am adhan 1 Sya w al 7 Sya w al 14 Sy awal 21 Sy awal 1 Zul qai dah 7 Zul qai dah 14 Zu lqa ida h 21 Zu lqa ida h 1 Zul hi ja h 7 Zul hi ja h 14 Zu lhi ja h 21 Zu lhi ja h 1 M uhar ra m 7 M uha rr am 14 M uha ram 21 M uha ram 1 s yaf ar 7 s yaf ar

Musim Kemarau Musim Hujan

p

H

Air

Waktu Pengamatan

pH Air pada Waktu Pasang Tipe A

Tipe B Tipe C 1 2 3 4 5 6 7 8 7 Sya 'ba n 14 Sy a'b an 21 Sy a'b an 1 R am ad han 7 R am ad han 14 R am adhan 21 R am adhan 1 Sya w al 7 Sya w al 14 Sy awal 21 Sy awal 1 Zul qai dah 7 Zul qai dah 14 Zu lqa ida h 21 Zu lqa ida h 1 Zul hi ja h 7 Zul hi ja h 14 Zu lhi ja h 21 Zu lhi ja h 1 M uh ar ra m 7 M uhar ra m 14 M uha ram 21 M uha ram 1 s yaf ar 7 s yaf ar

Musim Kemarau Musim Hujan

p

H

Ai

r

Waktu Pengamatan

pH Air pada Waktu Surut Tipe ATipe B

(8)

99

Tabel 1. Hasil uji nilai tengah berpasangan (paired t-test) terhadap parameter pH air di saluran antara saat pasang dan saat surut pada berbagai tipe luapan lahan pasang surut Kalimantan Selatan

Tipe Luapan T-Hitung

P-Value Saat Pasang : A B 5.47 ** 0.000 A C 14.7 ** 0.000 B C 6.96 ** 0.000 Saat Surut : A B 10.83 ** 0.000 A C 16.98 ** 0.000 B C 3.10 ** 0.000

Gambar 3. Hasil analisa pendahuluan kemasaman tanah pada berbagai tipe luapan lahan pasangsurut Kalimantan Selatan

4,55 3,54 3,47 3 3,5 4 4,5 5 A B C Tipe luapan p H tanah

(9)

100

Gambar 4. Perbedaan derajat kemasaman (pH) air di saluran tipologi lahan A, B dan C pada saat kondisi pasang dan surut selama 3 bulan musim kemarau dan 3 bulan musim hujan di lahan pasang surut Kalimantan Selatan

2 3 4 5 6 7 8 7 Sy a'b an 14 S ya'b an 21 S ya'b an 1 R am ad han 7 R am ad han 14 R am ad han 21 R am ad han 1 S yaw al 7 Sy awa l 14 S ya w al 21 S ya w al 1 Zu lq aid ah 7 Zu lq aid ah 14 Z ulq aidah 21 Z ulq aid ah 1 Zu lh ijah 7 Zu lh ijah 14 Z ulh ijah 21 Z ulh ijah 1 M uh ar ra m 7 Mu har ram 14 Mu har am 21 Mu har am 1 sy af ar 7 sy af ar

Musim Kemarau Musim Hujan

pH

ai

r

Waktu Pengamatan

pH Air Di Saluran Tipe Luapan A Pasang

Surut 1 2 3 4 5 6 7 7 Sy a'b an 14 S ya'b an 21 S ya'b an 1 R am ad han 7 R am ad han 14 R am ad han 21 R am ad han 1 S ya w al 7 Sy awa l 14 S yawa l 21 S yawa l 1 Zu lq aid ah 7 Zu lq aid ah 14 Z ulq aid ah 21 Z ulq aid ah 1 Zu lh ijah 7 Zu lh ijah 14 Z ulh ijah 21 Z ulh ijah 1 Mu har ram 7 Mu har ram 14 Mu har am 21 Mu har am 1 sy af ar 7 sy af ar

Musim Kemarau Musim Hujan

pH

A

ir

Waktu Pengamatan

pH Air Di Saluran Tipe Luapan B Pasang

Surut 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 7 Sy a'b an 14 S ya'b an 21 S ya'b an 1 R am ad han 7 R am ad han 14 R am ad han 21 R am ad han 1 S yaw al 7 Sy awa l 14 S yawa l 21 S yawa l 1 Zu lq aid ah 7 Z ulq aid ah 14 Z ulq aid ah 21 Z ulq aid ah 1 Zu lh ija h 7 Zu lh ija h 14 Z ulh ijah 21 Z ulh ijah 1 Mu har ram 7 Mu har ram 14 Mu har am 21 Mu har am 1 sy af ar 7 sya far

Musim Kemarau Musim Hujan

pH

A

ir

Waktu Pengamatan

pH Air Di Saluran Tipe Luapan C Pasang

(10)

101

Tabel 2. Hasil uji nilai tengah berpasangan (paired t-test) terhadap parameter pH air di saluran antara saat pasang dan saat surut pada masing-masing tipe luapan lahan pasang surut Kalimantan Selatan

Tipologi Lahan T-Hitung

P-Value Saat Pasang Saat Surut

A A -1.88 tn 0.073

B B 3.89 ** 0.001

C C -1.93 tn 0.065

Gambar 5. DHL air di saluran pada tipe luapan A, B dan C pada saat kondisi pasang selama 3 bulan musim kemarau dan 3 bulan musim hujan di lahan pasang surut Kalimantan Selatan.

Gambar 6. DHL air di saluran pada tipe luapan A, B dan C pada saat kondisi surut selama 3 bulan musim kemarau dan 3 bulan musim hujan di lahan pasang surut Kalimantan Selatan. 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 7 Sy a'b an 14 S ya'b an 21 S ya'b an 1 R am ad han 7 R am ad han 14 R am ad han 21 R am ad han 1 S ya w al 7 Sy awa l 14 S yawa l 21 S yawa l 1 Zu lq aid ah 7 Zu lq aid ah 14 Z ulq aid ah 21 Z ulq aid ah 1 Zu lh ijah 7 Zu lh ijah 14 Z ulh ijah 21 Z ulh ijah 1 Mu har ram 7 Muh ar ra m 14 Mu har am 21 Mu har am 1 sy af ar 7 sy af ar

Musim Kemarau Musim Hujan

D H L (S/c m ) Waktu Pengamatan

DHL pada waktu Air Pasang Tipe A

Tipe B Tipe C 0 200 400 600 800 1000 1200 7 Sy a'b an 14 S ya'b an 21 S ya'b an 1 R am ad han 7 R am ad han 14 R am ad han 21 R am ad han 1 S yaw al 7 Sy awa l 14 S yawa l 21 S yawa l 1 Zu lq aid ah 7 Zu lq aid ah 14 Z ulq aid ah 21 Z ulq aid ah 1 Zu lh ijah 7 Zu lh ijah 14 Z ulh ijah 21 Z ulh ijah 1 Mu har ram 7 Mu har ram 14 Mu har am 21 Mu har am 1 sy af ar 7 sy af ar

Musim Kemarau Musim Hujan

D H L (S/c m ) Waktu Pengamatan

DHL pada Waktu Air Surut Tipe A

Tipe B Tipe C

(11)

102

Tabel 3. Hasil uji nilai tengah berpasangan (paired t-test) terhadap parameter DHL air di saluran antara saat pasang dan saat surut pada berbagai tipe luapan lahan pasang surut Kalimantan Selatan

Tipologi Lahan T-Hitung

P-Value Saat Pasang : A B -1.70 tn 0.102 A C -8.01 ** 0.000 B C -5.83 ** 0.000 Saat Surut : A B -5.56 ** 0.000 A C -10.11 ** 0.000 B C -4.03 ** 0.000

Tabel 4. Hasil uji nilai tengah berpasangan (paired t-test) terhadap parameter DHL air di saluran antara saat pasang dan saat surut pada masing-masing tipe luapan lahan pasang surut Kalimantan Selatan

Tipologi Lahan T-Hitung

P-Value Saat Pasang Saat Surut

A A 0.15 tn 0.089

B B -2.75 * 0.011

Gambar

Gambar 1.  Derajat kemasaman (pH) air di saluran pada tipe luapan A, B dan C pada saat kondisi  pasang selama  3  bulan  musim kemarau dan 3 bulan musim hujan di lahan pasang  surut Kalimantan Selatan
Gambar  3.  Hasil  analisa  pendahuluan  kemasaman  tanah  pada  berbagai  tipe  luapan  lahan  pasangsurut Kalimantan Selatan
Gambar 4.  Perbedaan derajat kemasaman (pH) air di saluran tipologi lahan A, B dan C pada saat  kondisi pasang dan surut selama 3 bulan musim kemarau dan 3 bulan musim hujan di  lahan pasang surut Kalimantan Selatan
Gambar 5.  DHL air di saluran pada tipe luapan A, B dan C pada saat kondisi pasang selama 3  bulan musim kemarau dan 3 bulan musim hujan di lahan pasang surut Kalimantan  Selatan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Darusman (1995) menegaskan bahwa bahwa hutan rakyat dan industri pengolahan hasilnya merupakan pilihan teknologi budidaya dan industri yang tepat guna

Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa profil penalaran kuantitatif dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari kecerdasan numerik tinggi kedua

Risiko-risiko dalam peminjaman kredit tersebut antara lain adalah risiko penundaan pembayaran, risiko pengurangan pembayaran suku bunga atau pinjaman pokok, dan risiko tidak

Penarikan jumlah sampel menggunakan Cluster Random Sampling (Area Sampling). Temuan yang didapat dari penelitian ini adalah: 1) Sikap siswa berpengaruh langsung

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional yang bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan

INAKAWATI (REKONTRUKSI) AFRISAL (VITRORETINA) DINA NOVITA (INFEKSI) KENTAR (ONKOLOGI) PROF WINARTO (INFEKSI) AFRISAL (VITRORETINA) WISNU SADASIH (KATARAK) INAKAWATI (REKONSTRUKSI)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : “Pengaruh Penerapan Total Quality Management yang Berorientasi pada Sumber Daya Manusia terhadap Kualitas Pelayanan pada

Apabila kawat jamper hantaran netal ke grounding putus (gambar 4.2 dengan titik B putus), maka akibatnya besarnya nilai tahanan pengetanahan bersama akan bertambah yang