• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Petani Perempuan dalam Sosial Ekonomi Keluarga di Desa Raya Huluan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi Petani Perempuan dalam Sosial Ekonomi Keluarga di Desa Raya Huluan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kontribusi

Kontribusi dapat diartikan sebagai sumbangan, andil, jasa, sokongan dan

pemberian (artikata.com). Sementara menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia,

kata kontribusi diartikan sebagai uang iuran pada perkumpulan, sumbangan.

Kontribusi berasal dari bahasa Inggris yaitu contribute, contribution,

maknanya adalah keikutsertaan, keterlibatan maupun sumbangan. Berarti dalam

hal ini kontribusi dapat berupa materi atau tindakan. Hal yang bersifat materi

misalnya saeorang individu memberikan pinjaman terhadap pihak lain demi

kebaikan bersama. Kontribusi dalam pengertian sebagai tindakan yaitu berupa

perilaku yang dilakukan oleh individu yang kemudian memberikan dampak

positif maupun negatif terhadap pihak lain.

Dengan kontribusi berarti individu tersebut berusaha meningkatkan

efisiensi dan efektivitas hidupnya. Hal ini dilakukan dengan cara menajamkan

posisi perannya, sesuatu yang kemudian menjadi bidang spesialis, agar lebih tepat

sesuai dengan kompetensi. Kontribusi dapat diberikan dalam berbagai bidang

yaitu pemikiran, kepemimpinan, profesionalisme, finansial dan lainnya.

Dengan pengertian kontribusi yang dikemukakan diatas maka dapat

diartikan bahwa kontribusi petani perempuan dalam penelitian ini adalah

keterlibatan dan sumbangan yang diberikan oleh petani perempuan dalam

(2)

2.2. Petani Perempuan

2.2.1. Petani

Eric R. Wolf (1986), mengemukakan bahwa petani adalah orang desa yang

bercocok tanam, artinya mereka bercocok tanam di daerah pedesaan, tidak dalam

ruangan tertutup di tengah kota. Petani tidak melakukan usaha tani dalam

ekonomi, petani mengelola sebuah rumah tangga, bukan sebuah perusahaan

bisnis, namun demikian dikatakan pula bahwa petani merupakan bagian dari

masyarakat yang lebih luas dan besar.

Definisi mengenai petani mencakup sedikitnya dua hal pokok. Pertama,

petani seorang pencocok tanam di pedesaan yang produksinya terutama ditujukan

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan konsumsi keluarga; ini mendefinisikan

tujuan ekonomisnya yang sentral. Kedua, petani merupakan bagian dari suatu

masyarakat yang luas (Scott, 1994:238).

Petani adalah seorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian utamanya

dengan cara melakukan pengolahan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan

memelihara tanaman, dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman

tersebut untuk digunakan senndiri maupun menjualnya kepada orang lain. Mereka

juga dapat menyediakan bahan mentah bagi industri, seperti serealia untuk

minuman beralkohol, buah untuk jus, dan wol atau flax untuk penenunan dan

pembuatan pakaian (wikipedia.org/wiki/petani).

Sektor pertanian merupakan sektor utama jika dilihat dari sumbangannya

(3)

pemberian prioritas pada sektor pertanian dalam kebijaksanaan ekonomi tidak

selalu menghasilkan pertumbuhan produksi yang tinggi, belum lagi dalam hal

peningkatan pendapatan petani. Hal ini disebabkan karena sektor pertanian selalu

ditandai oleh kemiskinan struktural yang berat, sehingga dorongan pertumbuhan

dari luar tidak selalu mendapat tanggapan positif dari penduduk petani berupa

kegiatan investasi (Subri, 2002: 197).

Kemiskinan sturktural seringkali dikaitkan dengan kebijakan yang

digariskan oleh pemerintah, pada umumnya kebijakan dibidang pembangunan.

Sebagai contoh, kebijakan industrialisasi di pulau Jawa secara signifikan

mempersempit lahan pertanian. Akibatnya, terjadi penurunan yang sangat tajam

dalam rasio penduduk dan lahan pertanian, yang mana secara signifikan akan

mengakibatkan tingkat kesejahteraan sebagai konsekwensi logis dari penurunan

pendapatan masyarakat. Bentuk lainnya adalah kelembagaan, seperti kelembagaan

sewa-menyewa lahan yang senantiasa lebih menguntungkan pemilik lahan. Juga

kelembagaan sistem upah di sektor pertanian yang tidak menguntungkan buruh

tani, karena proses penyempitan lahan pertanian mangakibatkan posisi buruh tani

semakin power less (Siagian, 2012: 62-63).

Pertanian yang ada sekarang didominasi oleh pertanian rakyat yang

bercorak subsistem dengan ciri-ciri kelemahan sebagai berikut : (a) skala usaha

kecil (sebesar 60 % usaha tani dengan kisaran kurang lebih sama dengan 0,30

hektar, jadi sebagai usaha tani “gurem”); (b) lokasi usaha tani yang terpencar

-pencar; (c) tingkat teknologi dan kemampuan manajemen yang rendah; (d)

permodalan lemah; (e) kurang akses terhadap pasar dan stuktur pasar (Subri,

(4)

Di masa kini dan mendatang, profil sumber daya manusia (SDM)

pertanian yang diharapkan adalah yang mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut:

1) Petani yang benar-benar memahami potensi, persoalan-persoalan yang

dihadapi, serta perannya dalam kegiatan pembangunan (dalam arti luas).

2) Memiliki kedewasaan dalam perilaku dan pola pikir, sehingga memahami

hak-hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat dan pelaku

pembangunan.

3) Memiliki keterampilan teknis dan manajerial yang sesuai dengan kondisi

yang selalu berkembang, dan memiliki kesiapan menerima imperatif

perubahan yang terjadi.

4) Sosok manusia pertanian yang dikemukakan tersebut berdimensi sangat

holistik, sehingga masukan sistem, dan strategi yang diperlukan untuk

menyiapkan memerlukan pula kemajemukan yang integratif (Subri, 2002:

198)

2.2.2 . Perempuan

Perempuan adalah salah satu dari jenis kelamin manusia; satunya lagi adalah

lelaki atau pria. Berbeda dari wanita, istilah “perempuan” dapat merujuk kepada

orang yang telah dewasa maupun yang masih anak-anak (Wikipedia.go.id)

Perbedaan antara laki-laki dan perempuan merupakan prinsip pengatur

universal dalam semua masyarakat. Sebagai anak, anak laki-laki dan perempuan

diharapkan mempelajari keterampilan-keterampilan yang berbeda dan

(5)

perempuan secara khas mengasumsikan penggolongan peran menurut jenis

kelamin yang berbeda, sebagai suami atau istri, sebagai ibu atau ayah.

Sebagian besar peran-peran yang terpenting berkaitan dengan jenis

kelamin; terdapat kode perilaku yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan,

suami dan istri, teman laki-laki dan perempuan, dan seterusnya. Laki-laki dan

perempuan memperoleh sikap, minat, keterampilan, dan ciri-ciri kepribadian yang

berbeda berdasarkan peran yang dikaitakan dengan jenis kelamin dalam

masyarakat. Faktanya, bahwa kaum perempuan berbeda antara yang satu dengan

yang lain, seperti juga laki-laki merupakan sebuah kelompok yang bervariasi. Hal

tersebut dapat terjadi karena adanya pengalaman belajar yang berbeda dari setiap

orang.

Cara yang paling mudah untuk mengetahui perbedaan antara laki-laki dan

perempuan adalah dengan melihat organ fisiknya. Perempuan memiliki kulit yang

lebih tipis bila dibandingkan dengan laki-laki, pita suara yang lebih pendek, butir

darah merah yang lebih sedikit, ukuran tulang yang lebih kecil, tubuh lelaki lebih

dominan berotot daripada lemak, sedangkan perempuan memiliki lemak yang

secara langsung dibawah kulitnya. Perbedaan lain adalah susunan tulang lelaki

berbeda dengan perempuan, langkah kaki perempuan lebih pendek daripada

langkah laki-laki. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan susunan tulang

perempuan dan laki-laki. Jika dilihat dari segi fisik, kekuataan laki-laki lebih besar

daripada perempuan (Kamal, 2005: 18-19). Jika melihat dari ciri-ciri fisiknya,

laki-laki lebih cocok untuk menanggung pekerjaan yang berat seperti sektor

(6)

Menurut Basow (1980) perilaku perempuan banyak dipengaruhi

pandangan masyarakat yang berkembang disekitarnya yaitu :

1. Self Fulfiling Prophecy yang dikemukakan oleh Snyder dkk. Menyatakan

bila stereotip yang berkembang dalam masyarakat itu memandang

perempuan memiliki sesuatu ciri yang negatif bila dibandingkan terhadap

laki-laki, maka perempuan itu juga akan memandang dirinya seperti

stereotip yang berkembang dalam masyarakat sedemikan rupa, dan dalam

perilakunya yang mengembangkan ciri itu. Misalnya masyarakat

memandang perempuan kurang rasional dibandingkan laki-laki, maka

perempuan itu sendiri juga akan memandang dirinya serupa, kemudian

dalam perilakunya mereka akan kurang ambil bagian dalam pemecahan

masalah yang banyak menurut rasio, kurang menyukai matematika atau

hal-hal yang berhubungan dengan mesin.

2. Pandangan kedua berasal dari Zanna dan Pack(1975) yaitu Impression Management. Pandangan kedua ini menyatakan bahwa agar orang diterima oleh masyarakat maka orang itu harus mengambil strategi berdasarkan

kesan masyarakat. Bila kesan yang timbul dalam masyarakat itu menerima

perempuan bekerja diluar rumah, maka perempuan itu juga akan

melakukan pekerjaan di luar rumah atau sebaliknya (Suardiman, 2001:

45-46).

Masyarakat menciptakan perilaku pembagian gender untuk menentukan

apa yang mereka anggap sebagai suatu keharusan, untuk membedakan laki-laki

(7)

merawat anak acapkali dianggap sebagai kodrat perempuan. Padahal peran gender

semacam itu adalah hasil konstruksi sosial dan kultural dalam masyarakat.

Sehingga terkadang muncul ketidakadilan gender yang melahirkan berbagai

ketidakadilan baik bagi laki-laki, terutama terhadap perempuan (Narwoko &

Suyanto, 2004: 340).

Bentuk ketidakadilan gender dapat berupa proses marginalisasi perempuan

yang merupakan suatu proses pemiskinan atas suatu jenis kelamin tertentu, yang

dalam hal ini adalah perempuan. Marginalisasi atau pemiskinan perempuan dapat

bersumber dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsir agama, tradisi atau

kebiasaan, bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Revolusi hijau misalnya, secara

ekonomis telah menyingkirkan kaum perempuan dari pekerjaannya sehingga

terjadilah proses pemiskinan terhadap perempuan. Banyak perempuan yang tidak

dapat lagi bekerja di sawah karena adanya penyempitan lahan, hal ini berarti

bahwa program revolusi hijau direncanakan tanpa mempertimbangkan aspek

gender (Narwoko & Suyanto, 2004: 341).

Beban ganda juga merupakan salah satu contoh ketidakadilan gender,

dimana perempuan mendapatkan beban kerja ganda. Selain mengurus semua

urusan rumah tangga, perempuan juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup

keluarganya. Dalam kaitannya dengan beban ganda tersebut, Mosser (1999)

menyebutkan bahwa perempuan tidak hanya berperan ganda, akan tetapi

perempuan memiliki tripple role : peran reproduksi, yaitu peran yang

berhubungan dengan peran tradisional di sektor domestik; peran produktif, yaitu

peran ekonomis di sektor publik dan peran sosial, yaitu peran di komunitas

(8)

Horner seorang ahli psikologi sosial, dalam studinya menemukan bahwa

sebagian besar perempuan, khususnya yang memiliki kemampuan untuk sukses,

ternyata mengalami ketakutan untuk sukses. Studinya bermula dari rasa ingin

tahunya mengapa seseorang lebih berprestasi dari yang lain. Dia menemukan

beberapa variabel yang terlibat didalamnya, namun setelah memilah variabel yang

diduga berpengaruh, ditemukan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu

variabel yang sangat jelas berpengaruh. Dalam motivasi berprestasi ditemukan

bahwa skor untuk perempuan secara konsisten berbeda dengan laki-laki. Horner

selanjutnya menyatakan bahwa dalam suatu lingkungan kebudayaan, prestasi

intelektual perempuan secara tradisional berhubungan dengan hilangnya

feminitas. Sebagai hasilnya, perempuan dihadapkan pada satu pilihan yaitu lebih

baik kurang sukses tetapi diterima oleh masyarakat. Pandangan semacam itu kini

berangsur-angsur mulai berubah. Akhir-akhir ini dengan semakin meningkatnya

pendidikan perempuan serta berkembangnya pandangan masyarakat pada

umumnya maupun laki-laki pada khususnya terhadap perempuan, maka

perempuan yang meraih sukses justru dihargai dan dihormati (Suardiman, 2001:

46-47).

Untuk mendapatkan kesuksesan, perempuan dapat memanfaatkan

beberapa peluang yang berasal dari dalam pribadi yang disebut dengan kekuatan

(9)

Kekuatan yang dapat digunakan perempuan antara lain :

1. Lingkungan hidup dan fisik perempuan yang membentuk perilakunya

cenderung berprinsip feminim. Ciri feminim yang dominan dalam menjalin

relasi dengan sesama sangat didambakan manusia.

2. Kemampuan mendengarkan dan menginformasikan sesuatu yang

disesuaikan dengan tindakan untuk menanggapinya.

3. Kemampuan memperhatikan dan mempelajari hasil tindakan, meskipun

tanpa umpan balik (kebiasaan melakukan pekerjaan rumah tangga tanpa

mendapat imbalan).

4. Kemampuan menyesuaikan tindakan terhadap situasi yang mewujudkan

kebijaksanaan.

5. Kemampuan mempertemukan ide yang bertentang sehingga mampu mencari

akal untuk menyelesaikan masalah.

6. Kemampuan menerima situasi dan pengetahuan dengan lebih mementingkan

isinya daripada bentuk luar (suka praktis).

7. Mampu bertoleransi terhadap kekurangan dan keraguan, sehingga

membentuk sikap penuh pengampunan.

8. Kemampuan berpikir panjang dalam membuat pertimbangan karena

memperhatikan nalar dan rasa (intuisi).

9. Kemampuan memecahkan masalah secara realitas, tidak bertele-tele.

10.Kemampuan mencintai dan memelihara, sebab kaya akan intuisi (Murniati,

2004: 115-116).

Selain kekuatan, perempuan juga memiliki kesempatan yang terbuka untuk

(10)

1. Berkembangnya kesadaran laki-laki tentang paham feminisme, yang berarti

mereka mau menghargai dan memberi kesempatan kepada perempuan untuk

berkembang sebagai pribadi.

2. Makin banyak perempuan yang sadar akan potensinya, sehingga muncul

pemimpin perempuan diberbagai bidang.

3. Terbukanya kesempatan bagi perempuan untuk meningkatkan

pengetahuannya melalui berbagai pendidikan.

4. Ada jalinan kerjasama yang semakin luas bagi perkembangan perempuan,

sehingga perempuan semakin percaya diri dan menyadari bahwa mereka

tidak sendiri (Murniati, 2004: 116-117).

2.2.3. Perempuan Sebagai Petani

Perempuan Indonesia, terkhusus mereka yang tinggal di desa sudah

terbiasa dengan peran ganda, dimana sebagai ibu rumah tangga yang mengurus

anak, perempuan juga bekerja untuk membantu suaminya. Pertanian merupakan

salah satu lahan yang banyak ditekuni oleh perempuan desa sebagai sumber

tambahan pendapatan keluarganya. Dengan berlalunya waktu, peran perempuan

semakin besar, bahkan sudah banyak perempuan yang mandiri dalam pertanian

tanpa bantuan laki-laki sehingga banyak yang mengandalkan pertanian sebagai

sumber pendapatan utama keluarganya.

Dalam rumah tangga biasanya perempuan yang menjadi pengelola dalam

menyelesaikan proses pekerjaan domestik. Karena perempuan dinilai lebih

mampu bekerja dalam hal membersihkan dan memelihara lingkungan rumah

tangganya seperti menyapu lantai, mencuci piring, memasak, dan memelihara

(11)

kaya dan mampu seringkali jenis pekerjaan domestik dibebankan kepada

pembantu rumah tangga. Sedangkan pada keluarga miskin, seluruh pekerjaan

domestik harus dikerjakan oleh perempuan itu sendiri dan seringkali perempuan

juga yang harus mencukupi kebutuhan hidup untuk keluarganya. Kebanyakan

perempuan desa melakukan tugas rutin pemeliharaan rumah tangga dan selain itu

perempuan juga harus ke ladang untuk mencukupi kebutuhan ekonomi (Listanti

dkk, 2002:21).

Keterlibatan perempuan dalam pertanian yang masih tradisional cukup

besar. Perempuan khususnya terlihat dalam rentetan panjang pekerjaan menanam

padi di sawah. Ketika gulma-gulma datang menyerbu, perempuanlah yang dengan

tekun mencabuti rumputnya satu persatu untuk dilemparkan ke pematang atau

dibenamkan jauh-jauh kedalam lumpur di sela-sela tanaman padi yang masih

muda (Rahardi, 1994 : 3).

Perempuan tani pedesaan merupakan kelompok orang yang tak berupaya,

yang tercampak dari proses pembangunan. Kenyataan yang senada juga

dikemukakan oleh Mansour Fakih (1999) bahwa pembangunan di Jawa telah

menimbulkan marginalisasi perempuan atau telah memiskinkan kaum perempuan.

Misalnya saja program Revolusi Hijau di Jawa yang memperkenalkan jenis padi

unggul yang tumbuh lebih rendah, dan pendekatan panen dengan sistem tebang

dengan menggunakan sabit, tidak memungkinkan lagi penggunaan ani-ani,

masuknya huller juga menggeser peran tradisional perempuan sebagai penumbuk

padi. Akibatnya banyak kaum perempuan miskin di desa menjadi termajinalisasi,

partisipasi tradisional mereka sebagai pekerja di sawah menjadi tersingkir

(12)

Pada tahun enam puluhan, pemandangan perempuan Jawa yang selalu

berduyun-duyun turun dari gunung untuk menuai padi di dataran rendah menjadi

pemandangan yang tidak asing, kini pemandangan seperti itu sudah tak ada lagi.

Hal ini terjadi karena kehidupan di desa yang dulunya merupakan basis penuai

padi sudah lebih baik. Di kawasan yang agak terpencil seperti di pedalaman

Sumatera Utara, masih terlihat pemandangan perempuan yang dengan tegar

menggendong anak serta menenteng cangkul berangkat ke ladang (Rahardi, 1994:

4-6). Berkurangnya jumlah perempuan yang bekerja di sektor pertanian

disebabkan oleh kehadiran sektor non-pertanian, seperti sektor industri dan jasa.

Dengan terbukanya kesempatan kerja di sektor non-pertanian mengakibatkan

tersebarnya alokasi tenaga kerja keluarga ke berbagai sektor tersebut,

kadang-kadang di luar desa atau di luar negeri.

Jadi dapat disimpulkan petani perempuan adalah perempuan yang bekerja

sebagai petani yang bercocok tanam dengan melakukan pengelolaan tanah dengan

tujuan untuk menumbuhkan dan merawat tanaman sehingga diperoleh hasil yang

dapat dipergunakan sendiri maupun dijual kepada orang lain untuk memperoleh

pendapatan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan tidak

bergantung pada laki-laki.

2.3. Sosial Ekonomi Keluarga

2.3.1. Pengertian Sosial Ekonomi

(13)

maupun bahasa sehari-hari untuk menyebutkan kesatuan hidup manusia

(Koentjaraningrat, 2005: 119).

Kata sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu

yang berkenaan dengan masyarakat. Sedangkan dalam sosiologi manusia sering

disebut makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup dengan wajar

tanpa orang lain disekitarnya. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari

interaksi dengan manusia baik individu, kelompok dan lingkungan alam. Kegiatan

sosial tidak terlepas dari tindakan-tindakan sosial dan interaksi sosial, tindakan

sosial adalah hal-hal yang dilakukan individu atau kelompok. Di dalam interaksi

adalah proses dimana individu dengan individu, individu dengan kelompok atau

kelompok dengan kelompok yang satu dengan yang lain (Narwoko &

Suyanto,2006: 20).

Kehidupan sosial adalah kehidupan bersama manusia atau kesatuan

manusia yang hidup dalam suatu pergaulan. Oleh karena itu kehidupan sosial pada

dasarnya ditandai dengan :

1. Adanya kehidupan bersama yang pada ukuran minimalnya berjumlah dua

atau lebih.

2. Manusia tersebut bergaul (berhubungan) dan hidup bersama dalam waktu

yang cukup lama. Oleh karena itu berhubungan dan bergaul cukup lama dan

hidup bersama, maka akan terjadi adaptasi dan pengorganisasian perilaku

serta munculnya suatu perasaan sebagai kesatuan (kelompok).

3. Adanya kesadaran bahwa mereka merupakan satu kesatuan.

(14)

Kepentingan interaksi mempunyai kepentingan praktis yang sesuai dengan

hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Interaksi sosial merupakan syarat utama

terjadinya aktivitas sosial. Manusia merupakan makhluk sosial dan makhluk

ekonomi yang tidak mungkin dapat hidup sendiri dan mencukupi kebutuhan tanpa

orang lain. Kebutuhan fisik (sandang, pangan dan papan), kebutuhan akan rasa

aman, dan kebutuhan yang lain tidak dapat dipenuhi tanpa orang lain. Jadi dapat

disimpulkan bahwa arti sosial adalah sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat

sedangkan kata ekonomi merupakan ilmu mengenai azas-azas produksi, distribusi

dan konsumsi.

Istilah ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Oikos”

artinya rumah tangga dan “nomos” artinya mengatur, jadi secara harafiah ekonomi

berarti cara mengatur rumah tangga dalam pengertian yang paling sederhana.

Serta pengertian ekonomi juga lebih luas seiring dengan perkembangan dan

perubahan masyarakat. Ekonomi juga sering diartikan sebagai cara manusia

memenuhi kebutuhan sehari-hari (Sudarman, 2004:25).

Sosial ekonomi harus dipandang sebagai suatu keadaan atau kedudukan

yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam

struktur sosial masyarakat, beberapa faktor yang sering diikutsertakan oleh

beberapa ahli dalam melihat kondisi sosial ekonomi, yakni antara lain perumahan,

kesehatan, dan sosialisasi dalam lingkungan masyarakat (Soekanto, 1990:35).

Kehidupan sosial ekonomi harus dipandang sebagai sistem (sistem sosial),

yaitu suatu keseluruhan bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan

(15)

kedudukan yang diatur secara sosial dan merupakan seseorang dalam posisi

tertentu dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula

dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pembawa status

(Koentjaraningrat, 1997: 35).

Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi pada dasarnya

selalu menghadapi masalah ekonomi. Inti dari masalah ekonomi yang dihadapi

manusia adalah kenyataan bahwa kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas,

sedangkan alat pemuas kebutuhan manusia jumlahnya terbatas. Kebutuhan

manusia selalu berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini tentunya

berhubungan dengan kemiskinan, termasuk kemiskinan struktural, yaitu

kemiskinan yang disebabkan oleh struktur ekonomi. Karena itu terlebih dahulu

perlu dipahami inti pokok suatu struktur.

Inti pokok dari struktur adalah realisasi hubungan antara subjek dan objek,

dan antara subjek-subjek komponen-komponen yang merupakan bagian dari suatu

sistem. Maka permasalahan struktur yang penting dalam hal ini adalah pola relasi.

Ini mencakup masalah posisi dan kondisi komponen dari struktur yang

bersangkutan dalam keseluruhan fungsi dan sistem.

Pola relasi dalam struktur sosial ekonomi ini dapat diuraikan sebagai

berikut :

1. Pola relasi antara manusia (Subjek) dengan sumber-sumber kemakmuran

ekonomi seperti alat-alat produksi, fasilitas-fasilitas negara, perbankan, dan

kekayaan sosial. Apakah ini dimiliki, disewa, bagi-hasil, gampang atau sulit

(16)

2. Pola relasi antara subjek dengan hasil produksi. Ini menyangkut masalah

distribusi hasil, apakah memperoleh apa yang diperlukan sesuai dengan

kelayakan derajat hidup manusiawi.

3. Pola relasi antara subjek atau komponen-komponen sosial ekonomi

dalam keseluruhan mata rantai kegiataan dengan bangunan sistem

produksi. Dalam hal ini adalah mekanisme pasar, bagaimana posisi

dan peranan manusia sebagai subjek dalam berfungsinya mekanisme

tersebut (Soelaeman, 2006: 229-230).

2.3.2. Keluarga

2.3.2.1. Pengertian Keluarga

Keluarga dapat diartikan sebagai unit dasar terkecil dalam masyarakat

yang merupakan segala bentuk hubungan kasih sayang antar manusia. Su’adah

menyatakan keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk

dari suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang

berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak (Su’adah dalam Kuantari,

2010 : 156).

Secara lebih lengkap Burges dan Locke mengemukakan ada empat

karakteristik keluarga, yaitu :

1. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan

perkawinan, darah dan adopsi.

2. Keanggotaan keluarga hidup bersama dibawah satu atap dan merupakan

(17)

3. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan

berkomunikasi yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi suami dan

istri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan saudara

perempuan.

4. Keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama yang diperoleh

pada hakekatnya dari kebudayaan umum tetapi dalam suatu masyarakat

yang kompleks, masing-masing keluarga memiliki ciri-ciri yang berlainan

dengan keluarga lain (Khairuddin dalam Kuntari, 2010: 156)

Keluarga merupakan lembaga sosial dasar sebagai titik awal dari semua

lembaga sosial berkembang. Dimanapun, keluarga merupakan kebutuhan manusia

yang bersifat universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam

kehidupan individu (Setiadi, 2011: 303).

Berdasarkan karakteristik-karekteristik yang telah diuraikan, keluarga

dapat didefenisikan sebagai suatu kelompok orang-orang yang disatukan oleh

ikatan-ikatan perkawinan, darah dan atau adopsi, merupakan susunan rumah

tangga sendiri, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan

peranan-peranan sosial bagi suami dan istri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara

laki-laki dan saudara perempuan dan merupakan pemeliharaan kebudayaan

bersama. Pada hakekatnya keluarga merupakan hubungan seketurunan maupun

tambahan (adposi) yang diatur melalui kehidupan perkawinan bersama sedarah

dengan keturunannya yang merupakan suatu satuan yang khusus (Kuntari, 2010:

(18)

Ada dua macam tipe keluarga yang utama saat ini, yaitu:

1. Keluarga batih (Nuclear family) merupakan keluarga atau kelompok yang

terdiri dari suami/ayah, istri/ibu dan anak-anak yang belum menikah.

2. Keluarga luas (extended family) merupakan suatu keluarga yang meliputi

lebih dari satu generasi dan suatu lingkungan kaum keluarga yang lebih

luas daripada hanya ayah, ibu dan anak-anaknya (Soekanto dalam Kuntari,

2010: 157)

2.3.2.2.Fungsi Keluarga

Keluarga mempunyai fungsi-fungsi pokok yang meliputi : pemenuhan

kebutuhan biologis dan emosional/perasaan, pendidikan sosialisasi, ekonomi dan

pengawasan sosial.

Hartomo dan Azis mengemukakan bahwa :

1. Fungsi keluarga ini meliputi : hubungan seks, ekonomi, reproduksi, dan

edukasi. Mengenai fungsi seksual didalam keluarga dapat dikemukakan,

bahwa priveledge seksual yang diberikan kepada dua orang suami istri itu

memperkokoh hubungan mereka dalam keluarga inti itu. Di dalam

melaksanakan fungsi seksual di dalam keluarga, tiap-tiap masyarakat

menyusun tata tertib, berdasarkan atas sistem nilai-nilai sosial budaya dan

faktor kebutuhan biologis.

2. Keluarga juga memiliki fungsi ekonomi, artinya kelangsungan bagi

hidupnya, keluarga harus mengusahakan penghidupannya. Di dalam

masyarakat yang sederhana pembagian kerja dalam rangka kerjasama

(19)

umumnya saling melengkapi. Pembagian tugas serta pekerjaan yang

dilakukan oleh anggota-anggota keluarga seperti suami atau istri, khususnya

oleh para perempuan pada umumnya lebih banyak ditentukan oleh

faktor-faktor kebudayaan daripada kondisi fisik maupun psikologi. Perkawinan

hanya mungkin ada, apabila fungsi ekonomi dan fungsi seksual dalam relasi

antara personal disatukan. Koperasi ekonomi itu hanya menyangkut suami

istri saja, melainkan juga memperkuat berbagai relasi sosial antara orang tua

dan anak-anak.

3. Fungsi ketiga yang vital dalam keluarga adalah reproduksi. Mengenai ini

telah diuraikan, bahwa dorongan dasar manusia untuk melangsungkan

kehidupan jenisnya menimbulkan basic needs untuk menimbulkan daya tarik seks, percintaan, pengorbanan menimbulkan kebutuhan dasar

biologis untuk memenuhi kebutuhan seksual yang kemudian dapat

menghasilkan keturunan itu. Keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak

merupakan pranata sosial yang paling memadai untuk memlihara

anak-anak yang kemudian dilahirkan dalam keluarga itu.

4. Fungsi keluarga inti yang keempat adalah fungsi edukasi. Fungsi ini

merupakan konsekuensi yang logis daripada pemeliharaan anak-anak yang

dilahirkan di dalam keluarga. Proses sosialisasi dari seorang anak dimulai

di dalam lingkungan keluarga. Dari lingkungan keluarga itulah anak

belajar berbahasa, mengumpulkan pengertian-pengertian dan

menggunakan nilai-nilai kebudayaan yang berlaku. Keluarga dalam

hubungan ini mempunyai fungsi meneruskan kebudayaan. Didikan yang

(20)

daya tangkap dan sifat-sifat emosionalnya (Hartomo & Azis, 2008 :

86-88).

Sementara itu menurut Elly M.Setiadi, fungsi keluarga pada semua

masyarakat adalah sama. Secara terperinci beberapa fungsi keluarga yaitu :

1. Fungsi keturunan. Meskipun sebagian masyarakat tidak membatasi

kehidupan seks pada situasi perkawinan, tetapi semua masyarakat setuju

bahwa keluarga akan menjamin reproduksi.

2. Fungsi sosialisasi atau pendidikan. Fungsi ini adalah untuk mendidik anak

mulai dari awal sampai pertumbuhan anak hingga terbentuk

personality-nya. Anak-anak itu lahir tanpa bekal sosial, dan karenanya agar si anak

dapar berpartisipasi, maka harus disosialisasikan oleh orang tuanya tentang

nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

3. Fungsi ekonomi atau unit produksi. Urusan-urusan pokok untuk

mendapatkan kehidupan dilaksanakan keluarga sebagai unit-unit produksi

yang seringkali dengan mengadakan pembagian kerja diantara

anggota-anggotanya. Jadi, keluarga bertindak sebagai unit yang terkoordinasi dalam

produksi ekonomi.

4. Fungsi pelindung. Fungsi ini adalah melindungi seluruh anggota keluarga

dari berbagai bahaya yang dialami oleh sebuah keluarga.

5. Fungsi penentuan status. Jika dalam masyarakat terdapat perbedaan status

yang besar, maka keluarga akan mewariskan statusnya pada tiap-tiap

anggota atau individu sehingga tiap-tiap keluarga mempunyai hak-hak

(21)

6. Fungsi pemeliharaan. Keluarga pada dasarnya berkewajiban untuk

memelihara anggota keluarga yang sakit, menderita, dan tua. Fungsi

pemeliharaan ini pada setiap masyarakat berbeda-beda, akan tetapi

sebagian masyarakat membebani keluarga dengan pertanggungjawaban

khusus terhadap anggotanya bila mereka tergantung pada masyarakat.

7. Fungsi afeksi. Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan

kasih sayang atau rasa dicintai. Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa

kenakalan yang serius adalah salah satu ciri khas dari anak yang sama

sekali tidak pernah mendapatkan atau merasakan kasih sayang (Setiadi,

2011 : 310-311).

2.3.3. Sosial Ekonomi Keluarga Petani

Dari segi ekonomi pertanian, berhasil atau tidaknya produksi petani dan

tingkat harga yang diterima oleh petani untuk hasil produksinya merupakan faktor

yang sangat mempengaruhi perilaku dan kehidupan petani. Perbedaan yang jelas

antara persoalan ekonomi pertanian dan ekonomi di luar pertanian dengan

penerimaan hasil penjualan. Ketika petani menanam padi, ia membutuhkan dana

untuk pembibitan, pupuk dan pemeliharaan tanamannya dan petani harus

menunggu 4-5 bulan sebelum panennya dapat dijual. Jadi ciri khas dari kehidupan

petani adalah perbedaan pola penerimaan pendapatan dan pengeluarannya.

Pendapatan petani hanya diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluaran

harus dilakukan setiap hari, setiap minggu atau kadang-kadang dalam waktu yang

sangat mendesak sebelum musim panen (Mubyarto, 1989 : 35-36).

Petani sering dirugikan ketika ada pengeluara-pengeluaran dalam jumlah

(22)

keluarga yang sakit parah, kecelakaan, meninggal, menikah dan yang lainnya.

Dalam kondisi demikian terkadang petani harus menjual tanamannya pada saat

masih hijau, menjual tanah atau bahkan berhutang kepada orang lain. Dalam

kondisi-kondisi yang tidak terduga tersebut membuat petani dekat dengan

subsistem. Pertanian subsistem adalah suatu sistem bertani dimana tujuan utama

dari si petani adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga

(Mubyarto, 1973 : 339).

Bagi petani miskin, modal dan kekurangan tanah bukan menjadi soal,

tetapi dia berusaha untuk menghidupi keluarganya dari apa yang ia punyai.

Keharusan memenuhi kebutuhan keluarganya yang mengatasi segala-galanya,

seringkali memaksa petani tidak saja menjual dengan harga berapa saja asal laku,

akan tetapi juga membayar lebih jika membeli atau menyewa tanah (Scott, 1994 :

19).

Beberapa studi membuktikan bahwa perempuan pedesaan pada semua

lapisan sosial ekonomi memberikan sumbangan yang nyata baik dalam kegiatan

di luar rumah tangga yang langsung memberikan pendapatan maupun kegiatan

atau pekerjaan rumah tangga yang tidak langsung memberikan imbalan; yaitu

mengurus dan merawat semua anggota keluarga sehingga memungkinkan

berlangsungnya kegiatan-kegiatan produktif (White, Hart & Sayogyo dalam

Suardiman, 2001:67-68).

Teori sumber daya (Resources) menyatakan bahwa pengaruh setiap

pasangan dalam hubungan perkawinan banyak tergantung pada sumber daya

(23)

dalam bentuk pendidikan, pendapatan, status pekerjaan, pengalaman kerja,

kedudukan keluarga dan kontaknya diluar keluarga. Sumber daya yang dibawa

oleh salah satu pasangan akan membantu memenuhi kebutuhan atau mencapai

tujuan. Dalam hal ini perempuan yang mempunyai sumber daya lebih, diduga

akan memiliki kemampuan untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar,

memiliki kemampuan untuk membuat keputusan.

Adapun beberapa faktor yang diduga memiliki pengaruh terhadap besar

kecilnya pendapatan, yaitu :

1. Umur, terbentuk suatu pola yang berupa curvafilier antara umur seseorang dengan tingkat produktivitasnya. Dapat dikatakan bahwa sampai umur

tertentu, umur berhubungan secara positif dengan pendapatan, kemudian

diikuti dengan menurunnya kemampuan sehingga umur berkolerasi negatif

dengan pendapatan.

2. Pendidikan; pendidikan akan memberikan kemampuan seseorang untuk

berpikir rasional dan objektif dalam menghadapi masalah. Tingkat

pendidikan mempunyai korelasi yang positif dengan pendapatan. Bukan

hanya pendidikan formal, pendidikan nonformal yang diikuti pun perlu

untuk dipertimbangkan. Pendidikan nonformal ini biasanya berupa

kursus-kursus atau pembinaan-pembinaan yang didapatkan biasanya lebih

menyentuh kedalam kebutuhan hidup yang aktual serta memberikan manfaat

langsung, diduga cukup berarti untuk meningkatkan pendapatan.

3. Luas tanah garapan; penduduk desa yang kegiatan utamanya bertani

(24)

garapan yang dimilikinya menjadi salah satu penunjuk besarnya pendapatan

yang diterimanya.

4. Jumlah anak; beberapa hasil studi, nilai anak menunjukkan bahwa harapan

orang tua mempunyai anak berkaitan dengan sumbangan anak terhadap

ekonomi keluarga. Kangicibasi (1982) yang meneliti masalah perubahan

nilai anak di Turki menemukan bahwa nilai ekonomi anak berhubungan

positif dengan jumlah anak dalam keluarga, sedangkan nilai psikologis anak

mempunyai hubungan yang negatif. Berkurangnya nilai ekonomi anak dan

meningkatnya nilai psikologis anak berkaitan dengan kemajuan sosial

ekonomi, sehingga perhatian terhadap anak meningkat dan fertilitas

cenderung turun. Dalam analisi selanjutnya dikatakan bahwa penduduk

pedesaan lebih mengutamakan nilai ekonomi anak dengan harapan

banyaknya anak akan memberikan sumbangan ekonomi bagi masyarakat

petani.

5. Status kerja; perempuan yang bekerja memiliki pendapatan yang lebih tinggi

daripada tidak bekerja. Bagi perempuan desa, bekerja bukanlah masalah

pilihan tetapi suatu tuntutan. Mereka harus bekerja demi mempertahankan

hidupnya. Kemiskinan telah membawa perempuan desa untuk bekerja dalam

kondisi apapun, betapapun buruknya imbalan yang diterima, berapapun

beratnya kondisi kerja mereka, karena memang tidak memiliki kekuatan

tawar-menawar.

6. Kemandirian; Hutherington mengemukakan bahwa perilaku kemandirian

dinyatakan dengan adanya kemampuan untuk mengambil inisiatif,

(25)

dari usahanya serta berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang

lain. Kemandirian berhubungan secara tidak langsung dengan pendapatan,

dan kemandirian berpengaruh terhadap pendapatan (Suardiman, 2001:

74-88).

ILO mengemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan minimum manusia

mengandung dua elemen, yakni :

1. Kebutuhan-kebutuhan minimum tertentu dari suatu keluarga untuk

dikonsumsi pribadi mereka, dan yang disediakan sendiri oleh keluarga itu,

meliputi:

a) Makanan yang mencukupi dan memenuhi syarat gizi

b) Tempat berteduh (Rumah)

c) Pakaian

d) Perabot/perlengkapan rumah tangga

2. Kebutuhan-kebutuhan minimum dalam bentuk-bentuk pelayanan penting

yang disediakan oleh negara bagi masyarakat luas, meliputi:

a) Air bersih

b) Sanitasi

c) Kebersihan

d) Transport umum

e) Fasilitas kesehatan

f) Fasilitas pendidikan

(26)

Sementara itu, PBB menetapkan adanya sembilan jenis komponen yang

harus digunakan sebagai dasar untuk memperkirakan kebutuhan manusia yang

dikelompokkan kedalam 3 kelompok, yaitu :

1) Kelompok A, meliputi; kebutuhan fisik, gizi, tempat berlindung dan

kesehatan.

2) Kelompok B, meliputi; kebutuhan kultural, pendidikan, waktu terluang dan

rekreasi serta ketenangan hidup.

3) Kelompok C, yaitu kelebihan pendapat (United Nation dalam Siagian,

2012:75-76).

BKKBN merumuskan konsep keluarga sejahtera yang dikelompokkan

secara bertahap menjadi keluarga pra sejahtera, keluarga sejahtera tahap I,

keluarga sejahtera tahap II, keluarga sejahtera tahap III, serta keluarga sejahtera

tahap III PLUS. Batas operasional dari keluarga sejahtera adalah kemampuan

keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan sosial, kebutuhan

psikologis, kebutuhan pengembangan dan kepedulian sosial.

Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi

kebutuhan dasar, yaitu :

1) Melaksanakan ibadah menurut Agama oleh masing-masing anggota

keluarga

2) Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 x sehari atau lebih

3) Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah,

bekerja, sekolah dan bepergian

(27)

5) Bila anak sakit atau pasangan usia subur (PUS) ingin ber-KB dibawa ke

sarana kesehatan

Keluarga sejahtera I adalah keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan

dasar minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan psikologis yaitu :

1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur

2) Minimal 1 x seminggu keluarga menyediakan daging/telur

3) Seluruh anggota keluarga minimal memperoleh 1 stel pakaian baru

pertahun

4) Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk setiap penguni

5) Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir sehat

6) Minimal 1 anggota keluarga berumur lebih dari 15 tahun berpenghasilan

tetap

7) Seluruh anggota keluarga berumur 10-60 tahun bisa baca tulis huruf Latin

8) Seluruh anak berusia antara 5-15 tahun bersekolah saat ini

9) Bila anak hidup dua orang atau lebih, keluarga yang masih PUS memakai

kontrasepsi (kecuali sedang hamil).

Keluarga sejahtera II adalah keluarga yang telah memenuhi kebutuhan

dasar, kebutuhan sosial, dan kebutuhan psikologis, tetapi belum memenuhi

kebutuhan pengembangan, yaitu :

1) Memiliki upaya untuk meningkatkan pengetahuan

2) Sebagian dari penghasilan dapat disisihkan untuk tabungan keluarga

3) Biasanya makan bersama paling kurang 1 x sehari dan kesempatan itu

(28)

4) Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggal

5) Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang 1 x dalam 6 bulan

6) Dapat memperoleh berita dari Surat Kabar/Radio/TV/Majalah

7) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi sesuai kondisi

daerah

Keluarga sejahtera III adalah keluarga yang telah memenuhi kebutuhan

fisik, sosial, psikologis dan pengembangan, namun belum memenuhi kepedulian

sosial yaitu :

1. Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan

sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi

2. Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus

perkumpulan/yayasan atau institusi masyarakat

Keluarga sejahtera III PLUS adalah keluarga yang telah mampu memenuhi

semua kebutuhan fisik, sosial, psikologis, pengembangan, serta dapat memberikan

sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan

(BKKBN, 2007:39-49).

Melly G.Tan menyatakan kedudukan sosial ekonomi dapat dilihat dari

pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan. Berdasarkan pernyataan tersebut,

masyarakat dapat digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi rendah,

sedang, tinggi. (1) Golongan masyarakat berpenghasilan rendah, yaitu

masyarakat yang menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk

memenuhi tingkat hidup yaitu minimal untuk memenuhi kebutuhan hidup yang

(29)

masyarakat berpenghasilan sedang, yaitu pendapatan yang hanya cukup untuk

kebutuhan pokok dan tidak dapat menabung. (3) Golongan masyarakat

berpenghasilan tinggi, yaitu selain dapat memenuhi kebutuhan pokok, sebagian

dari pendapatannya itu dapat ditabungkan (Tan dalam Koentjaranigrat, 1981:35).

2.3.4. Kontribusi Ekonomi dari Sektor Pertanian

Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964), pertanian di negara sedang

berkembang merupakan suatu sektor pertanian yang sangat potensial dalam empat

bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi

nasional, yaitu sebagai berikut;

1. Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi nonpertanian sangat tergantung pada

produk-produk sektor pertanian. Bukan hanya dalam penyediaan pangan,

tetapi pertanian juga merupakan penyedia bahan-bahan baku untuk

keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor nonpertanian, terutama industri

pengolahan, seperti industi-industri makanan dan minuman, tekstil dan

pakaian jadi, barang-barang dari kulit, dan farmasi.

2. Karena kuatnya bias agraris dari ekonomi selama tahap-tahap awal

pembangunan, maka populasi di sektor pertanian (daerah pedesaan)

membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar domestik terhadap

produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain dalam negeri, baik untuk

barang-barang produsen maupun barang-barang konsumen.

3. Karena pentingnya pertanian dan andilnya terhadap penyerapan tenaga kerja

tanpa bisa dihindari menurun dengan pertumbuhan atau semakin tingginya

(30)

modal untuk investasi dalam ekonomi. Jadi, pembangunan ekonomi

melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor-sektor

nonpertanian.

4. Sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi

surplus neraca pembayaran, baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau

peningkatan produksi komoditi-komoditi pertanian menggantikan impor

(Tambunan, 2003: 9-10)

2.3.5 Kemiskinan

Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk

memenuhi kebutuhan pokok. Dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila

pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang paling pokok seperti

pangan, pakaian, termpat berteduh, dan lain-lain (Emil Salim dalam Soelaman,

2006:228).

Adapun ciri-ciri orang yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri

sebagai berikut :

1. Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, keterampilan,

dan sebagainya.

2. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aseet produksi dengan

kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal

usaha.

3. Tingkat pendidikan rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena harus

(31)

4. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas (self employed),

berusaha apa saja.

5. Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai

keterampilan (Soelaeman, 2006: 228-229)

BPS (Badan Pusat Statistik) membuat 14 kriteria masyarakat miskin,

yaitu:

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang,

2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan,

3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah,

tembok tanpa diplester,

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga

lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik,

6. Sumber mata air berasal dari sumur/mata air tidak terlindungi/sungai/air

hujan,

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak

tanah,

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu,

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10.Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari,

11.Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik,

12.Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan

500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau

(32)

13.Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat SD/

hanya SD,

14.Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.

500.00, seperti sepeda motor, emas, ternak, atau barang modal lainnya (BPS

dalam Siagian,2012: 80-81).

Kemiskinan menurut orang lapangan dapat dikategorikan kedalam tiga unsur;

(1) kemiskinan yang disebabkan oleh mental seseorang, (2) kemiskinan yang

disebabkan oleh bencana alam, dan (3) kemiskinan buatan. Yang relevan dalam

hal ini adalah kemiskinan buatan, buatan manusia terhadap manusia, yang

disebut kemiskinan struktural.

2.3.6 Kontribusi Petani Perempuan Dalam Sosial Ekonomi Keluarga

Perempuan dalam rumah tangga sangat berperan dalam menyediakan

kebutuhan pangan keluarganya. Perempuan pedesaan dalam pertanian dan

produksi pangan memerankan posisi kunci.

1. Perempuan berperan pada hampir semua tahapan proses budidaya dari

mulai menyiapkan bibit, persemaian, penanaman, perawatan dan

pemanenan bahkan terlibat pada pemasarannya.

2. Keterlibatan perempuan di sektor pertanian disebabkan karena perempuan

memiliki rasa tanggung jawab dan kepemilikan yang besar terhadap

keluarga. Perempuan lebih responsif dalam mengatasi persoalan pangan

keluarga dan upaya peningkatan pendapatan dibandingkan laki-laki.

(33)

perempuan, tetapi nampaknya hal ini lebih karena desakan ekonomi yang

memaksa mereka harus bekerja.

3. Perempuan merupakan pilar utama dalam keluarga tani, bahkan menjadi

penopang hidup di kala krisis ekonomi menerpa keluarga. Hal ini

disebabkan karena perempuan lebih tanggap mengatasi masalah-masalah

yang timbul dalam keluarga (Jurnal Pertanian, 2006:37).

Dihampir semua komunitas, perempuan pedesaan dalam sektor pertanian

cenderung memiliki alokasi waktu kerja lebih besar dibandingkan laki-laki.

Distribusi kerja perempuan bervariasi tergantung karakteristik bangsa, budaya dan

situasinya. Pada umumnya peranan perempuan pedesaan sangat vital karena selain

terlibat dalam kerja-kerja pertanian, perempuan juga harus bertanggung jawab

atas pekerjaan domestik rumah tangga, seperti mengurus anak, memasak dan

mengelola kegiatan rumah tangganya.

Keberlanjutan usaha tani akan tercapai bila secara ekologis kualitas

sumber daya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara

menyeluruh termasuk manusia taninya mampu ditingkatkan. Dengan demikian

akan mengarah pada keberlanjutan secara ekonomi dan sosial dimana petani bisa

mencukupi keperluan kebutuhan hidup (termasuk pendidikan, kesehatan, jaminan

dan sebagainya) dan usaha tani selanjutnya (Jurnal pertanian, 2006:38).

Safridal, seorang mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU

meneliti tentang peran perempuan terhadap sosial ekonomi keluarga di Desa

(34)

perempuan sebagai respondennya menemukan adanya peran yang berarti dari

petani perempuan terhadap sosial ekonomi keluarganya.

Adapun peran petani perempuan dalam sosial ekonomi keluarga di Desa

Kutarayat Kecamatan Namantaren Kabupaten Karo ini meliputi;

1. Rumah: sebagian besar responden sudah memiliki rumah sendiri yaitu

sebanyak 49 responden (89.1%) dan sisanya 5 responden menyewa, dan 1

reponden masih menumpang di rumah orang tuanya. Kondisi rumah yang

dimiliki responden sebagian besar sudah permanen yaitu sebanyak 44

responden (80%), 8 responden memiliki rumah semi permanen, 2 responden

dengan kondisi rumah yang tidak permanen dan 1 responden dengan kondisi

rumah darurat.

2. Modal Usaha : modal dipergunakan petani untuk membeli bibit tanaman,

pestisida, pupuk, biaya pemeliharaan dan lain sebagainya. Modal sangat

menentukan berhasil tidaknya suatu tanaman. Sebagian besar responden di

desa Kutarayat memiliki sumber modal sendiri untuk usaha tani yaitu

sebanyak 42 responden (74,6%), 4 responden mendapatkan modal dari

koperasi, dan 9 responden mendapatkan modal dari agen sayur-mayur.

Responden yang memiliki sumber modal sendiri berasal dari tabungan atau

hasil pendapatan yang senantiasa disisihkan oleh responden dari setiap hasil

panen.

3. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari : 40 responden menyatakan kebutuhan

sehari-hari terpenuhi dan 15 responden yang lain menyatakan kebutuhan

(35)

4. Pangan : seluruh responden menyatakan bahwa anggota keluarga makan 3

kali sehari, walaupun jam makannya berbeda-beda. Selain frekuensi makan,

kebutuhan gizi seimbang 4 sehat 5 sempurna terpenuhi oleh 45 responden

(81,8 %) dan 10 responden (18,2 %) lainnya menyatakan pemenuhan

kebutuhan gizi keluarganya cukup terpenuhi.

5. Kepemilikan kendaraan : seluruh responden di Desa Kutarayat ini memiliki

kendaraan, dimana mayoritas responden menggunakan kendaraan sebagai

alat transportasi termasuk juga sebagai transportasi ke ladang. Dari 55

responden, 16 diantaranya telah memiliki mobil pribadi dan 39 diantaranya

memiliki sepeda motor.

6. Kesehatan : sebagian besar responden lebih memilih berobat ke puskesmas

terdekat apabila ada anggota keluarganya yang sakit yaitu sebanyak 35

responden (63,6%), 14 responden (25,5%) lebih memiliki untuk berobat ke

rumah sakit, dan 6 responden lagi lebih memilih pengobatan alternatif.

Responden yang memilih pengobatan altrenatif karena sebagian dari pada

responden tidak terlalu percaya pada medis dan mereka menganggap

pengobatan alternatif lebih mudah dan murah.

7. Pendidikan : tanggungan pendidikan anak dalam keluarga sangat

mempengaruhi jumlah kebutuhan dalam keluarga yang harus dipenuhi.

Semakin tinggi jenjang pendidikannya maka akan semakin besar dana/biaya

yang harus dikeluarkan. Adapun jenjang pendidikan anak responden yaitu;

anak dari 15 responden sedang mengikuti pendidikan di jenjang perguruan

tinggi, 15 di SMA, 11 di SMP, 12 di SD dan 2 responden yang lainnya

(36)

48 responden menyatakan bahwa pendidikan norma dalam keluarga sangat

penting dan 7 responden lainnya menyatakan pendidikan norma dalam

keluarga diperlukan. 43 responden menyatakan sumber dari biaya

pendidikan anak berasal dari hasil kerjasama antara responden dan

suaminya, sedangkan 12 responden menyatakan sumber dana pendidikan

anaknya berasal dari responden sendiri.

8. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan keluarga : mayoritas responden

sering dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dalam keluarga yaitu

sebanyak 35 responden, dan 20 responden yang lain menyatakan sangat

sering dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

9. Keikutsertaan dalam kegiatan sosial di sekitar lingkungan : 30 responden

menyatakan sering mengikuti kegiatan sosial di sekitar lingkungan dan 25

responden yang lain menyatakan cukup sering mengikuti kegiatan sosial di

sekitar lingkungan. Adapun kegiatan sosial yang paling banyak diikuti

adalah acara adat (32 responden), kegiatan keagamaan (10 responden) dan

gotong royong (10 responden).

10.Tabungan : responden biasanya menabung dari hasil panen yang disisihkan.

Semua responden menyatakan memiliki tabungan walaupun tempat

penyimpanan tabungannya berbeda-beda. 13 responden menabung di rumah,

25 responden menabung dengan cara jula-jula, 10 responden menabung di Bank dan 7 responden menabung dalam bentuk emas (Safridal, 2012:

53-77).

Berdasarkan ulasan diatas, dapat disimpulkan bahwa petani perempuan

(37)

terlihat dari peran aktif petani perempuan pada setiap aktivitas dalam keluarga.

Petani perempuan di desa Kutarayat ini bukan lagi sebagai penghasil pendapatan

tambahan, melainkan sebagai pengahasil pendapatan utama.

Usaha petani perempuan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya

melalui bekerja di sektor pertanian pada akhirnya bertujuan untuk mencapai

kesejahteraan keluarganya. Dalam praktiknya, kesejahteraan sosial mencakup

kegiatan-kegiatan di dan oleh masyarakat maupun dalam bentuk kelembagaan

yang diorganisir baik oleh pemerintah dalam segala tingkatan, regional dan lokal.

Tujuan kesejahteraan sosial adalah pemberian terhadap hak-hak

kepentingan masyarakat, maka kesejahteraan sosial haruslah dipahami sebagai

kegiatan masyarakat. Dalam kaca mata ini, kesejahteraan sosial ada karena

masyarakat, diselenggarakan untuk masyarakat dan pada hakekatnya juga

dilakukan oleh masyarakat. Masalah masyarakat, aspirasi masyarakat dan

kebutuhan masyarakat harus menempati prioritas yang menentukan (Suharto,

1997:346).

Kesejahteraan sosial diselenggarakan oleh masyarakat dan dilakukan oleh

masyarakt itu sendiri. Sama halnya dengan petani perempuan yang bekerja di

sektor pertanian dengan harapan akan mendapatkan penghasilan yang kelak akan

dapat mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya. Dengan terpenuhinya

kebutuhan ekonomi, keluarga petani tersebut dapat menjalankan fungsi sosialnya

dan dapat melangsungkan interaksi dengan masyarakat disekitarnya. Kegiatan

pertanian yang diselenggarakan dan dilakukan oleh petani perempuan tersebut

(38)

2.4. Kerangka Pemikiran

Kemiskinan merupakan masalah klasik yang belum bisa diatasi hingga

pada saat ini. Kemiskinan sangat nyata di lingkungan Indonesia, baik di daerah

perkotaan maupun daerah pedesaan. Kasus kemiskinan di daerah pedesaan

biasanya dialami oleh para petani yang lebih condong ke pertanian rakyat.

Sektor pertanian selalu ditandai dengan kemiskinan struktural, sehingga

dorongan pertumbuhan dan pembangunan dari luar tidak selalu mendapat

tanggapan positif dari penduduk petani. Kebijakan yang digariskan oleh

pemerintah khususnya kebijakan dalam bidang pembangunan seringkali

merugikan petani dimana lahan yang digunakan untuk pertanian semakin hari

semakin sempit. Lahan yang semakin sempit akan mengurangi produksi petani

dan secara otomatis akan mengurangi pendapatan petani.

Perempuan dapat berkontribusi pada setiap tahapan pertanian mulai dari

pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemamenan dan dalam

pemasarannya. Keterlibatan perempuan dalam pertanian khususnya terlihat dalam

rentetan panjang dalam pekerjaan penanaman, pemeliharaan dan pemamenan

tanaman. Ketika gulma-gulam datang menyerbu tanaman, petani perempuanlah

yang tekun dan sabar mencabuti rumputnya satu-persatu. Keterlibatan perempuan

dalam sektor pertanian seringkali dibatasi oleh peran-peran yang bias gender yang

sudah terbiasa dalam masyarakat. Petani perempuan seringkali dianggap hanya

sebagai “pembantu suami” dan hanya sebagai pencari nafkah tambahan. Petani

perempuan juga kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam bidang

(39)

Petani perempuan memiliki peran ganda yaitu sebagi petani dan ibu rumah

tangga. Dengan perannya yang ganda ini, perempuan secara tidak langsung

memiliki jam kerja yang lebih banyak daripada laki-laki, perempuan juga lebih

responsif dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi keluarganya. Dalam

kondisi tersebut, petani perempuan masih cukup berkontribusi dalam pertanian

dan pemenuhan kebutuhan keluarganya, walau seringkali kontribusi petani

perempuan dianggap tak nyata dan perempuan hanya dianggap sebagai pencari

nafkah tambahan. Hal ini berkaitan dengan stereotip yang dibebankan kepada

perempuan ditambah lagi dengan anggapan bahwa laki-laki selalu lebih kuat dan

lebih penting daripada perempuan.

Dengan kontibusinya pada sektor pertanian, perempuan mendapatkan

penghasilan yang digunakan untuk kebutuhan keluarganya. Penghasil petani

perempuan dan penghasilan suaminya dapat digunakan untuk memenuhi

kebutuhan sandang, pangan , perumahan, kesehatan, pendidikan anak dan modal

usaha tani. Setelah memenuhi kebutuhannya penghasilan petani dapat ditabung

untuk kebutuhan masa depan kelurganya. Rasa tanggung jawab petani perempuan

terhadap keluarganya menjadikan petani perempuan menjadi perempuan yang

mandiri dan bekerja secara mandiri. Dengan demikian perempuan merasakan

adanya peningkatan, dimana perempuan tidak harus bergantung pada laki-laki.

Dengan pendapatan yang diperoleh, petani perempuan dapat memenuhi kebutuhan

ekonominya yang akan berpengaruh kepada kehidupan sosial seperti bagaimana

keluarga dapat berinteraksi sosial sehingga petani perempuan dan keluarganya

(40)

Untuk memperjelas alur pemikiran diatas dapat dilihat dari bagan berikut

(41)

Kemiskinan

Peran dalam sektor pertanian

Penghasilan

Kontribusi dalam Sosial ekonomi keluarga

1. Pangan

2. Sandang

3. Perumahan

4. Kesehatan

5. Pendidikan anak

6. Modal usaha

7. Tabungan

(42)

2.5. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

2.5.1. Defenisi Konsep

Konsep adalah sejumlah pengertian atau ciri-ciri dari yang berkaitan

dengan peristiwa, objek, kondisi, situasi, dan hal-hal sejenisnya. Defenisi konsep

memiliki tujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara

mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta

menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi,

2009: 112).

Adapun yang menjadi konsep yang diangkat dalam penelitian ini dapat

didefenisikan sebagi berikut :

1. Yang dimaksud dengan kontribusi dalam penelitian ini adalah keterlibatan

dan sumbangan terhadap suatu variabel tertentu. Dalam hal ini kontribusi

merupakan keterlibatan dan sumbangan petani perempuan dalam sosial

ekonomi keluarganya.

2. Yang dimaksud dengan petani perempuan dalam penelitian ini adalah

perempuan yang bekerja sebagai petani yang bercocok tanam dengan

melakukan pengelolaan tanah, menanam dan merawat tanaman dengan

harapan akan mendapatkan hasil yang akan dipergunakan untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya dan keluarganya.

3. Yang dimaksud dengan sosial ekonomi dalam penelitian ini adalah

terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, perumahan, akses kesehatan dan

pendidikan sehingga keluarga petani dapat berinteraksi dengan baik dalam

(43)

4. Yang dimaksud dengan keluarga dalam penelitian ini dapat diartikan

sebagai unit dasar terkecil dalam masyarakat yang merupakan segala

bentuk hubungan kasih sayang antar manusia, dimana antara yang satu

dengan yang lainnya saling membutuhkan.

5. Yang dimaksud dengan kesejahteraan sosial dalam penelitian ini adalah

suatu kondisi dimana tata kehidupan diliputi oleh rasa aman dari berbagai

ancaman, tentram lahir dan batin serta mencapai standar kesehatan yang

memuaskan.

2.5.2. Defenisi Operasional

Defenisi konsep sering disebut sebagai suatu proses operasionalisasi

konsep. Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat

statis menjadi dinamis. Jika konsep sudah bersifat dinamis, maka akan

memungkinkan untuk dioperasikan. Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam

bentuk sajian yang benar-benar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang

terangkum dalam konsep tersebut terangkat dan terbuka (Siagian,2011:141).

Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Kondisi pangan yaitu frekuensi makan dan kualitas makanan yang

dikonsumsi oleh responden setap harinya.

2. Sandang, yaitu penambahan pakaian pertahunnya, dan kondisi pakaian

yang dipakai setiap harinya.

3. Perumahan yaitu keadaan atau kondisi perumahaan dengan indikator

(44)

a. Status kepemilikan rumah

b. Jenis/bahan lantai dan dinding

c. Jumlah kamar

d. Adanya ventilasi untuk keluar masuknya udara dan cahaya

e. Persediaan air

f. Fasilitas MCk

g. Sarana penerangan

4. Kesehatan adalah kondisi fisik keluarga petani perempuan yang diukur

melalui :

a. Tindakan pengobatan

b. Kemampuan berobat

c. Tempat berobat

5. Pendidikan anak merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk mengubah

sikap dan tata laku melalui upaya pengajaran dan pelatihan anak, baik

secara formal maupun non formal, seperti mendidik anak di rumah

maupun menyekolahkan.

6. Modal usaha, yaitu sebagian dari hasil panen yang disisihkan untuk

melanjutkan usaha pertanian, yaitu untuk membeli bibit tanaman,

pestisida, pupuk, dan biaya-biaya lainnya untuk pemeliharaan tanaman

yang dapat dilihat dari sumber modal usaha, apakah modal usaha sendiri,

koperasi, pinjaman dan lain-lain.

7. Tabungan merupakan kemampuan petani perempuan untuk menyimpan

(45)

8. Interaksi sosial adalah keadaan dimana seseorang melakukan hubungan

saling berbalas respon dengan orang lain, aktivitasnya beragam mulai dari

mengobrol, berjabat tangan dan juga bersaing. Hal ini seperti bagaimana

hubungan dengan keluarga dan lingkungan sekitar, dan bagaimana petani

perempuan itu dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga,

Referensi

Dokumen terkait

nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit (tidak nyaman terhadap luka dekubitus). Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama

Hasil menunjukkan total gula terlarut dan gula reduksi pada sampel SHF1 lebih tinggi dibandingkan dengan sampel yang menggunakan SHF2.. niger mampu

Artikel ini menyajikan ekstraksi tabel dilihat dari struktur logik-nya yaitu dengan algoritma yang sudah dikembangkan pada tabel HTML dan suatu tinjauan pustaka yang akan

melaksanakan proses pengunduhan dokumen penawaran dan dekripsi dokumen penawaran serta pembukaan dokumen penawaran, yang dimulai dari tanggal 02 Agustus 2012 pukul 16:01 (waktu

DAFTAR UNDANGAN MAHASISWA/I KEGIATAN SOSIALISASI PUSAT KARIR. Jurusan

RAYA DESA WEDI KAPAS KAB.. SOMOHARJO NO, 13 TANJUNGHARJO

Berdasarkan hal – hal tersebut di atas, maka pelaksanaan pembukaan file dokumen penawaran ini dapat di deskripsi dengan baik serta dinyatakan memenuhi syarat dan sah, dan

Jenis lampu kedip ini bisa membantu kita apabila ada deringan telepon yang masuk, maka lampu kedip ini akan menyala. Berdasarkan hasil pengamatan rangkaian ini merupakan alat