61 PENINGKATAN KELARUTAN EKSTRAK LADA (Piper nigrum L.) DALAM AIR
DAN KARAKTERISASINYA
Alaris Darasito Damanik1,*, Ricky Johanes Hutagaol1, Fitriyani1, Adang Firmansyah1, Wiwin
Winingsih1
1Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia, Jl. Soekarno-Hatta No.354 (Parakan Resik 1), Bandung
*Alamat korespondensi: alaris.damanick@gmail.com Abstrak
Ekstrak lada mengandung banyak senyawa kimia yang memiliki aktivitas farmakologi, salah satu senyawa dominannya yaitu piperin. Pemanfaatan ekstrak lada sebagai obat terkendala masalah kelarutannya yang rendah dalam air. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kelarutan ekstrak lada dalam air dengan metode penggaraman menggunakan NaOCH3 atau
NaOH dengan variasi perbandingan mol. Hasil sintesis diuji kelarutan dengan spektrofotometer UV-Vis dan gravimetri, uji stabilitas terhadap asam dan basa dan lama penyimpanan serta karakterisasi dengan KLT, Spektrofotometer UV-Vis, dan FTIR. Ekstrak lada yang disintesis menggunakan NaOCH3 memiliki rendemen yang lebih baik daripada menggunakan NaOH yaitu
14,8 %. Hasil sintesis dengan NaOCH3 dengan perbandingan mol 2:1 memiliki rendemen yang
paling baik yaitu 19,15%. Ekstrak lada yang disintesis dengan NaOCH3 dengan perbandingan
mol 2:1 mengalami peningkatan kelarutan sebanyak 6,8 kali dan memiliki stabilitas yang baik pada kondisi asam dan basa serta lama penyimpanan. Hasil karakterisasi dengan KLT dan Spektrofotometri UV-Vis menunjukkan polaritas garam hasil sintesis meningkat dan terjadinya hipsokromik. Hasil karakterisasi dengan FTIR menunjukkan hilangnya gugus fungsi –CH alkana, –C=C dan terbentuknya gugus fungsi –C=O pada hasil sintesis.
Kata kunci : ekstrak lada, piperin, kromatografi lapis tipis, spektrofotometri uv-vis, fourier transform infrared.
Abstract
Pepper extract contains many chemical compounds that have pharmacological activity, one of the dominant compounds is piperine. A drug will provide the optimal therapeutic effect if it has good solubility in water. The pepper extract has lack solubility in water. Therefore, this study was conducted to increase pepper extract solubility by salt formation using NaOCH3 or NaOH
with variations in the mole ratio. UV-Vis spectrophotometry and gravimetry method were used to evaluate solubility of the results of the synthesis, stability test for acids and bases and storage time and TLC, UV-Vis spectrophotometer and FTIR were used for characterization. The pepper extract synthesized using NaOCH3 had a better yield than NaOH, at 15.2%. The result of synthesis with NaOCH3 with a mole ratio of 2: 1 had the best yield which is 19.15%. Pepper extract that was synthesized with NaOCH3 with a mole ratio of 2: 1 had an increase in solubility of 6.8 times and had good stability under acidic and alkaline conditions as well as long storage. The results of the characterization by TLC, and UV-Vis spectrophotometry showed increased polarity of the salts resulting from the synthesis and the occurrence of hyperchromic in the synthesis results. The results of the characterization by FTIR showed the loss of the functional groups -CH alkanes and -C = C and the formation of the functional groups -C = O in the synthesis results.
62 PENDAHULUAN
Lada (Piper nigrum L.) merupakan suatu tanaman yang tersebar hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Bagian dari Lada yang sering digunakan masyarakat indonesia adalah buahnya (Permentan, 2012).
Lada mengandung berbagai metabolit sekunder yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan ataupun penyembuh penyakit. Kandungan kimia utama lada yaitu karbohidrat, protein, tannin, fenol, flavonoid, alkaloid, antrakuinon, amida fenolat, dan asam fenolat. Selain itu, kandungan kimia lain dalam lada adalah saponin, minyak atsiri, kavisin, resin, amilum, piperilin, piperolein, poperanin, piperonal, dihidrokarveol, kanyofillene oksida, kariptone, karoten, kriptoxantin, zeaxantin, likopen, dan minyak lada (Risfaheri, 2012; Sumarno et al., 2014).
Lada mengandung senyawa utama piperin. Banyaknya kandungan kimia dalam lada juga memberikan berbagai manfaat farmakologis bagi tubuh. Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa ekstrak lada memiliki efek farmakologis yaitu antibakteri, anti asma, antiinflamasi, analgesik, antioksidan, antihipertensi, antikonvulsi, antikanker, melancarkan pencernaan, melonggarkan saluran pernapasan, dan lain-lain (Khusbhu et al., 2011; Selvendiran et al., 2003).
Banyaknya penelitian tentang aktivitas terapi dari ekstrak lada menggambarkan bahwa ekstrak lada ini sangat berpotensi sebagai alternatif terapi dari penggunaan obat-obat sintesis. Aktivitas terapi dari ekstrak lada dapat optimal apabila memiliki sistem kelarutan yang baik dalam air. Hal terpenting dari sifat fisika –kimia suatu obat adalah kelarutan, terutama kelarutan sistem dalam air. Kelarutan merupakan kemampuan suatu zat atau obat untuk larut dalam suatu pelarut. Kelarutan obat berbanding lurus dengan bioavailabilitas. Suatu obat harus mempunyai kelarutan yang baik dalam air sehingga dapat masuk ke dalam sirkulasi dan efek terapi yang dihasilkan dapat oprimal.
Rendahnya kelarutan ekstrak lada dalam air akan menyebabkan bioavailabilitas ekstrak lada dalam tubuh rendah sehingga efek terapi yang dihasilkan tidak optimal. Oleh karena itu ekstrak lada perlu ditingkatkan kelarutannya. Salah satu cara untuk meningkatkan kelarutan suatu obat dalam air adalah dengan membuat dalam bentuk garam. Pembentukan garam merupakan metode yang paling mudah dan umum dilakukan yang dapat meningkatkan kelarutan sehingga pada penelitian ini akan dihasilkan ekstrak lada sebagai garam hasil sintesis yang memiliki kelarutan yang baik dalam air (Makary, 2014; Widiyaningsih, 2009).
63 Pada penelitian ini, akan dilakukan
peningkatan kelarutan ekstrak lada dalam air dengan reaksi penggaraman. Proses pembentukan garam dilakukan dengan menggunakan logam natrium. Hal ini didasari oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan Balamakin tahun 2017 dan Supardjan tahun 2004 yang membuat garam natrium dari piperin dan pentagamavunon-0.
Pada pembuatan garam natrium ekstrak lada, logam natrium direaksikan terlebih dahulu dengan metanol sehingga membentuk natrium metoksida yang selanjutnya ditambahkan ekstrak lada. Kemudian garam hasil sintesis yang terbentuk selanjutnya diuji kelarutan dan stabilitasnya serta dikarakterisasi dengan KLT, Spektrofotometri UV-Vis, dan FTIR. METODOLOGI
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalaah FTIR (Thermo Scientific Nicolet iS5), spektrofotometer Uv-Vis (SHIMADZU UV-1800. SOFT), HPLC (Agilent), shaker, oven, plat KLT GF 254 (silika gel 60), chamber, pipa kapiler, dan alat-alat gelas di laboratorium
Bahan
Lada putih, piperin (tci), etanol 96%, metanol p.a (MERCK), logam natrium (MERCK), metanol, n-heksan, toluena, etil
asetat , akuades, kloroform, aqua pro inj (MERCK), pelarut skrining fitokimia Karakterisasi Simplisia dan Penapisan Fitokimia
Karakterisasi simplisia meliputi penetapan kadar air , penetapan kadar abu total dan penetapan susut pengeringan berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia. Penapisan Fitokimia dilakukan terhadap simplisia, ekstrak lada dan garam hasil sintesis untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder, pengujian sesuai dengan cara MMI atau Harbone, secara umum senyawa yang diuji meliputi pengujian alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, fenolat, kuinon, steroid dan terpenoid.
Ekstraksi
Lada putih diserbukkan terlebih dahulu dengan cara diblender kemudian diayak dengan mesh nomor 40. Serbuk lada ditimbang seksama 50,0 kemudian diekstraksi dengan alat sokletasi menggunakan pelarut etanol 96%. Ekstraksi dilakukan sampai tetesan siklus tidak berwarna lagi. Ekstrak cair yang diperoleh kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental (Balamakin, 2018).
64 Pemeriksaan Panjang Gelomang
Maksimum dan Pembuatan Kurva Standar
Larutan induk piperin dibuat dengan konsentrasi 50 ppm. selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis dalam kisaran 200-800 nm. Kemudian dibuat larutan seri konsentrasi dengan konsentrasi 2,4,6,8,10 ppm dan dianalisis dengan HPLC. Kurva kalibrasi Piperin kemudian diplot dengan AUC pada sumbu y dan konsentrasi piperin pada sumbu x (Nagore, et al., 2016).
Pemeriksaan Kadar Piperin pada Ekstrak Kental
Sebanyak 1000 mg ekstrak dilarutkan dalam 100 mL eluen metanol:air (69:31). Larutan disaring dengan membran filter millipore dan dianalisis dengan HPLC dengan panjang gelombang 343 nm. AUC ekstrak yang diperoleh diplot ke dalam persamaan regresi hingga diperoleh kadar piperin dalam ekstrak (Nagore, et al., 2016).
Pembuatan Garam Ekstrak Lada Dilakukan orientasi metode terlebih dahulu dengan membandingkan sintesis ekstrak lada menggunakan Na metoksida dan NaOH (perbandingan mol 1:1). Sebanyak 300 mg ekstrak lada dilarutkan dalam akuades 20 mL kemudian disaring. Residunya dimaserasi dengan etil asetat sebanyak 21 mL sambil diaduk dengan
magnetic stirer selama 30 menit kemudian
disaring dan filtratnya ditampung. Masing-masing filtrat ditambahkan Na metoksida dan NaOH dengan perbandingan mol 1:1 dan diaduk dengan magnetic stirer selama 24 jam dengan suhu 50˚C. filtrat disaring dan residu dikeringkan di oven. Residu hasil sintesis dicuci dengan akuades selama 24 jam. Hasil sintesis disaring dan filtratnya diuapkan. Hasil sintesis ekstrak lada dengan Na metoksida dan NaOH siap diuji kelarutannya. Rendemen dan absorbansi yang paling bagus dipilih untuk proses optimasi selanjutnya dengan membandingkan beberapa variasi mol yaitu 1:1, 1:2, 2:1.
Uji Stabilitas
Uji stabilitas dilakukan dengan dua aspek yaitu stabilitas terhadap lama penyimpanan dan stabilitas asam basa. Uji stabilitas lama penyimpanan ini dilakukan dengan pengukuran absorbansi dari ekstrak lada dan hasil sintesis yang disimpan dalam suhu ruangan menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Pengujian dilakukan setiap hari selama 4 minggu dengan pembacaan absorbansi pada larutan tersebut pada panjang gelombang maksimum. Uji stabilitas asam basa ini dilakukan dengan cara melarutkan terlebih dahulu hasil sintesis dalam air. Setelah itu ditambahkan beberapa tetes HCl 0,1N dan NaOH 0,1N. Ada tidaknya endapan yang terbentuk merupakan parameter untuk
65 mengetahui kestabilan hasil sintesis dalam
kondisi asam dan basa (Winingsih et al., 2018).
Uji Kelarutan
Uji kelarutan dilakukan dengan 2 metode yaitu spektrofotometer UV-Vis dan gravimetri. Adapun pengukuran secara gravimetri adalah untuk mengetahui bobot konstan sampel yang diperoleh dari proses pemisahan analit dengan metode pengendapan, sedangkan pengukuran secara spektrofotometri adalah untuk mengetahui kuantitas dari sampel dengan membandingkan panjang gelombangnya. Hasil sintesis dan ekstrak lada putih ditimbang masing-masing sebanyak 5 mg dan dimasukkan ke dalam botol kaca yang berbeda kemudian ditambahkan 10 mL air dan diaduk selama 24 jam pada suhu 25oC
selanjutnya filtrat disaring dengan
millipore 45 µm dan dilakukan analisis
dengan spektrofotometer UV-Vis. Kemudian dihitung dan dibandingkan absorbansi antara garam hasil sintesis dengan ekstrak lada (Chutima, et al., 2014).
Uji gravimetri dilakukan yaitu dengan cara cawan porselen dipanaskan pada oven kemudian ditimbang beratnya hingga konstan. Masing-masing hasil sintesis dan ekstrak lada ditimbang sebanyak 5 mg dilarutkan dalam 10 mL akuadest dan diaduk dengan magnetic
stirer selama 24 jam kemudian disaring
dan filtratnya ditampung dalam cawan porselen dan diuapkan pada oven. Kemudian cawan porselen ditimbang dan dibandingkan antara hasil sintesis dan ekstrak lada (Balamakin M. 2018).
Karakterisasi
Karakterisasi garam hasil sintesis dilakukan dengan menimbang sebanyak 10 mg sampel dilarutkan dengan 10 mL metanol kemudian ditotolkan pada plat silika gel GF 254 dan dielusi dengan fase gerak n-heksan:etil asetat (1:1), dihitung nilai Rf nya (Viransa, et al., 2016).
Karakterisasi garam hasil sintesis menggunakan spektrofotometri UV-Vis dengan cara sebanyak 10 mg sampel dilarutkan dalam 100 mL metanol. Kemudian dianalisis pada panjang gelombang 343 nm (Deepthi, et al., 2012). Karakterisasi garam hasil sintesis menggunakan FTIR dengan cara sampel dimasukkan ke dalam wadah uji dan rekam spektrum serapannya pada bilangan gelombang 400-4000 cm-1, kemudian
spektrum serapan yang diperoleh dibandingkan dengan nilai standar serapan IR oleh gugus tertentu (Ajmal, 2018). HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Simplisia dan Penapisan Fitokimia
Serbuk Simplisia yang telah diperoleh dilakukan proses karakterisasi dengan tujuan sebagai standarisasi awal
66 dalam pembuatan simplisia yang bermutu
yang akan dijadikan suatu produk bahan alam. Seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 1 seluruh aspek karakteristik simplisia terpenuhi dimana semakin rendah kadar air pada simplisia maka akan memperlambat pertumbuhan bakteri. Susut pengeringan menggambarkan suatu proses kehilangan senyawa dalam proses pengeringan pada pembuatan simplisia. Hasil karakterisasi simplisia menunjukkan bahwa terjadi susut pengeringan dalam jumlah kecil saja.
Seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 2 dapat diketahui bahwa hanya terjadi sedikit perbedaan penapisan fitokimia pada hasil sintesis dimana golongan senyawa kuinon hilang disebabkan oleh proses penggaraman dimana pada proses tersebut digunakan suhu yang cukup tinggi (50˚C) sehingga dapat mendegradasi kuinon dari hasil sintesis.
Tabel 1. Karakterisasi Simplisia Jenis Karakterisasi Kadar (%)
Simplisia Persyaratan (FHI)
Kadar Air 2% ≤ 10
Kadar Abu Total 0,84% < 6,1
Susut Pengeringan 3,62% ≤ 11
Tabel 2. Penapisan Fitokimia Golongan Simplisia Ekstrak Sintesis Hasil
Alkaloid + + + Flavonoid + + + Tanin - - - Fenolat - - - Steroid dan Triterpenoid + + + Kuinon + + - Saponin - - -
Pemeriksaan Kadar Piperin
Ekstrak kental ditentukan kadar piperin yang terdapat di dalamnya dengan menggunakan HPLC. Larutan induk dibuat dengan cara melarutkan
standar piperin dalam metanol:air (69:31) (50 ppm). Kemudian dibuat larutan seri konsentrasi 2,4,6,8,10 ppm dan didapatkan persamaan regresi yaitu y= 126020×- 8400,3 dengan R2= 0,9953.
67 Gambar 1. Kurva linearitas piperin standar
Hasil AUC pengujian piperin dalam ekstrak adalah 280119, kemudian dilakukan perhitungan dengan memasukkan nilai AUC ekstrak lada ke persamaan regresi hingga didapat konsentrasi piperin dalam 1 gram ekstrak sebesar 45,8%.
Penggaraman Ekstrak
Sebanyak 300 mg ekstrak kental dilarutkan dengan aquadest sebanyak
100 mL kemudian diaduk dan disaring. Kemudian residu dimaserasi dengan etil asetat sebanyak 20 mL sambil diaduk dan disaring. Filtrat yang diperoleh kemudian direaksikan dengan NaOH dan NaOCH3.
Sintesis awal dilakukan dengan membandingan hasil rendemen dan absorbansi dari sintesis menggunakan
NaOH dan NaOCH3 dengan
perbandingan mol 1:1.
Tabel 3. Hasil Sintesis dengan pereaksi Na metoksida dan NaOH Absorbansi Rendemen (%)
Na metoksida 0,9314 14,8%
NaOH 0,4271 8,52%
Seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 3 dapat dilihat bahwa absorbansi dan rendemen hasil sintesis dengan Na metoksida lebih besar dibandingkan hasil sintesis dengan NaOH. Hal ini dapat disebabkan oleh ikatan yang tidak cukup kuat antara NaOH dengan ekstrak lada dimana ikatan yang terbentuk kemungkinan ikatan ionik yang dapat
menyebabkan hasil sintesis yang terbentuk dapat terurai kembali menjadi senyawa dasarnya (tidak stabil). Hasil sintesis yang direaksikan dengan Na metoksida cukup stabil dan dibuktikan dengan nilai absorbansi yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena Na metoksida merupakan nukleofil kuat sehingga memiliki ikatan yang cukup kuat dengan
y = 126020x - 8400,3 R² = 0,9953 0 500000 1000000 1500000 0 5 10 15
68 ekstrak lada. Berdasarkan data di atas,
kemudian dilanjutkan sintesis ekstrak lada dengan Na metoksida dengan 3
konsentrasi perbandingan mol yang berbeda yaitu 1:1, 1:2, dan 2:1.
Tabel 4.Absorbansi beberapa perbandingan Mol Na : Ekstrak Lada No Perbandingan mol Na : ekstrak lada Absorbansi (A) Rendemen (%) 1 1:1 0,8800 14,8% 2 1:2 1,0218 14,2% 3 2:1 1,4960 19,15%
Seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 4 dapat diketahui bahwa perbandingan Na:ekstrak lada yang memiliki nilai absorbansi dan rendemen
yang paling besar adalah perbandingan 2:1. Maka dari itu perbandingan 2:1 dilanjutkan ke pengujian selanjutnya.
Tabel 5. Spesifikasi Hasil Sintesis Ekstrak Lada Hasil Sintesis
Rendemen (%) - 19,15%
Warna Kuning Kuning kecoklatan
pH 6 7
Ekstrak lada yang digunakan untuk sintesis sebanyak 300 mg dan logam Na sebanyak 30,8 mg. Hasil sintesis yang didapat sebanyak 19,15%. Dari hasil penelitian diketahui telah terjadi perubahan pH setelah ekstrak lada dibuat garam dengan natrium. Ekstrak lada memiliki pH 6 sedangkan hasil sintesis memiliki pH 7. Kenaikan pH terjadi karena adanya substitusi atom Na+ dari
Na metoksida dengan atom H+ pada
ekstrak lada sehingga menyebabkan pH hasil sintesis meningkat.
Uji Stabiltas
Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat (Alifa, 2016).
69 Gambar 2. Grafik uji stabilitas lama penyimpanan
Stabilitas obat dapat dipengaruhi oleh oksigen, suhu, dan pH. Oksigen merupakan senyawa yang berperan penting dalam reaksi oksidasi, dimana dapat mempengaruhi kestabilan obat dengan cara mendegradasi obat tersebut, sedangkan suhu yang tinggi dapat mempengaruhi semua reaksi kimia yang akan mempercepat reaksi kimia suatu obat yang dapat menurunkan kadar obat tersebut, sementara pH dapat mempengaruhi dekomposisi obat dimana akan mempercepat penguraian suatu obat dengan penambahan sedikit asam ataupun basa. Gambar 2 menunjukkan bahwa hasil sintesis dan ekstrak lada mengalami penurunan absorbansi dari minggu ke minggu meskipun disimpan dalam suhu ruang. Hasil sintesis mengalami penurunan absorbansi dari
minggu pertama hingga minggu ke empat yaitu sebesar 9,59%, sedangkan pada ekstrak lada yaitu sebesar 9,27%. Hal ini dapat disebabkan oleh reaksi oksidasi yang disebabkan oleh oksigen dimana pada saat pengujian, larutan sampel kontak langsung dengan oksigen sehingga dapat menyebabkan penurunan kadar hasil sintesis dan ekstrak lada.
Selanjutnya dilakukan uji stabilitas terhadap asam dan basa dengan
menggunakan HCl untuk
menggambarkan kondisi lambung dan NaOH menggambarkan kondisi usus. Tujuan pengujian ini untuk mengetahui apakah ekstrak hasil sintesis berubah menjadi endapan kembali setelah dipengaruh atau tetap mempertahankan bentuknya.
Tabel 6. Uji stabilitas hasil sintesis pada asam dan basa
Pengujian Hasil Warna
HCl 0,1N Tidak terbentuk endapan Tidak berwarna NaOH 0,1N Tidak terbentuk endapan Kuning
70 Seperti yang ditunjukkan oleh
Tabel 6 dapat diketahui bahwa pada garam hasil sintesis tidak terbentuk endapan pada penambahan asam dan basa. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa hasil sintesis cukup stabil. Apabila hasil sintesis ketika ditambahkan NaOH ataupun HCl terbentuk endapan menandakan bahwa senyawa-senyawa hasil sintesis tadi kembali ke bentuk senyawa dasarnya dimana kelarutannya dalam air menjadi buruk.
Uji Kelarutan
Pada pengujian kelarutan menggunakan metode spektrofotometri
UV-Vis diperoleh persamaan garis yaitu y= 0,0986×+0,0481 dengan nilai R2
adalah 0,993. Seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 7, hasil sintesis memiliki kelarutan yang lebih tinggi dari ekstrak lada dengan jumlah peningkatan kelarutan sebesar 5,5 kali lebih larut dari ekstrak lada, sedangkan dari hasil uji kelarutan dengan gravimetri, hasil sintesis memiliki kelarutan yang lebih tinggi dari ekstrak lada dengan jumlah peningkatan kelarutan sebesar 6,8 kali lebih larut dari ekstrak lada dengan kriteria kelarutan “sangat sukar larut” dari yang sebelumnya yakni “praktis tidak larut”.
Tabel 7.Hasil Uji Kelarutan
Sampel Kadar (mg/10 mL) Peningkatan Kelarutan Spektro Gravimetri Spektro Gravimetri Ekstrak Lada 0,0368 0,6
5,5 kali 6,8 kali Hasil Sintesis 0,2026 4,1
71 Karakterisasi
Karakterisasi dengan KLT dilakukan untuk melihat pola kromatografi dan polaritas hasil
sintesis dibandingkan dengan ekstrak lada. Hasil KLT dapat dilihat pada Gambar 3
.
Gambar 3. Hasil Karakterisasi dengan KLT Keterangan :
a. Piperin standar b. Ekstrak lada c. Hasil sintesis
FG : N-heksan : etil asetat (1:1) Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai Rf
standar piperin dan ekstrak adalah 0,525 sedangkan nilai Rf pada garam hasil sintesis lebih besar yaitu 0,575. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan polaritas hasil sintesis akibat adanya reaksi dengan natrium.
Karakterisasi menggunakan spektrofotometri UV-Vis bertujuan untuk memastikan ada atau tidaknya pembentukan garam yang ditandai pergeseran panjang gelombang antara ekstrak lada dengan hasil sintesis. Hasil karakterisasi dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Spektrum UV-Vis Ekstrak Lada dan Hasil Sintesis a b c
Hasil Sintesis Ekstrak Lada
72 Gambar 4 menunjukkan bahwa spektrum
ekstrak lada terdapat spektrum spesifik piperin pada panjang gelombang 343,5 nm dengan absorbansi sebesar 0,6899 sedangkan pada hasil sintesis diperoleh spektrum spesifik pada panjang gelombang 334,5 nm dengan absorbansi 2,0152. Terjadinya hipsokromik piperin pada ekstrak lada dari 343,5 nm menjadi 334,5 nm akibat adanya ausokrom (gugus yang terikat pada kromofor)
yang hilang pada gugus kromofor ataupun karena adanya perubahan pelarut setelah adanya reaksi antara senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak lada dengan natrium metoksida.
FTIR digunakan untuk mengetahui adanya perubahan gugus fungsi yang diakibatkan oleh terbentuknya garam. Hasil karakterisasi menggunakan FTIR dapat dilihat pada Gambar 5.
(a)
(b)
Gambar 5. Spektrum FTIR Ekstrak Lada dan Hasil Sintesis Keterangan : (a) Spektrum FTIR ekstrak lada (b) Spektrum FTIR hasil sintesis 1. gugus fungsi –OH
2. gugus fungsi -C=O 3. gugus fungsi -C-O 4. gugus fungsi –C=O
Gambar 5 menunjukkan bahwa spektrum hasil sintesis terdapat gugus fungsi –OH pada bilangan gelombang 3439 cm-1, -C=O pada bilangan gelombang 1560 cm-1, -C-O pada bilangan gelombang 1413 cm-1. Hilangnya
gugus fungsi –CH alkana, dan –C=C serta terbentuknya gugus fungsi –C=O pada hasil sintesis disebabkan akibat adanya reaksi natrium dengan senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak lada.
500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2500 3000 3500 4000 4500 1/cm 0 1.5 3 4.5 6 7.5 9 10. 5 %T ext lada 1 2 3 4 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2500 3000 3500 4000 4500 1/cm 0 5 10 15 20 25 30 35 %T
hasil sint esis ext lada
73 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian pembuatan garam hasil sintesis dan karakterisasi dengan kromatografi lapis tipis, spektrofotometri UV-Vis, dan FTIR didapatkan simpulan bahwa hasil sintesis mengalami peningkatan kelarutan dalam air sebanyak 6,8 kali dan memiliki stabilitas yang baik pada kondisi asam dan basa serta lama penyimpanan dibandingkan dengan ekstrak lada. DAFTAR PUSTAKA
Ajmal, H. 2018. “Isolation, Identification and Quantitative Analysis of Piperine from Piper nigrum Linn. Of Various Regions of Kerala by RP-HPLC Method.” World
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences.
Alifa Nur Zaini. 2016. “Pengaruh Suhu Terhadap Obat Sediaan Suspensi”. Farmaka 14(2): 140-150.
Balamakin M. 2018. “Peningkatan Kelarutan Piperin dengan Metode Penggaraman dan Karakterisasi dengan KLT, Spektrovotometri UV-Vis, HPLC, FTIR dan LC-MS”. Skripsi. Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia. Bandung.
Chutima, J. 2014. “Curcumin-Hydroxyptopyl-β-Cyclodextrin Inclusion Complex Preparation Methods: Effect of Common Solvent Evaporation, Freeze Drying, and pH shift on Solubility and Stability of Curcumin.” Tropical Journal of
Pharmaceutical Research 13 (8):
1215-1223.
Deepthi Swapna, P.R., Junise, V., Shibin, P., Senthila, S., Rajesh, R.S. 2012. “Isolation, identification and antimycobacterial evaluation of piperine from Piper longum.”
International Journal . Der Pharmacia
Lettre. 4. 863-868.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun
Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Bandung: Penerbit ITB.
Khushbu, C., Roshani, S., Patel, A., Mayuree, M.C. 2011. “Phytochemical and Therapeutic Potential of Piper longum Linn.” Indian J Nat Prod Resour 157-61. Makary, P. 2014. “Principals of Salt Formation.”
Modern Sciences and Arts University. Nagore, D., Nipanikar, S., Payal, S., Chitlange, S.
2016. “Development and Validation of R-HPLC Method for Quantification of Piperine from Single Herb Formulation Containing Piper nigrum Extract.”
International Journal of Pharmaceutical Science Research.
Peraturan Menteri Pertanian R.I. 2012. Pedoman
Penanganan Pascapanen Lada. Jakarta:
Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Hal. VI.
Risfaheri. 2012. “Diversifikasi Produk Lada (Piper nigrum) untuk Peningkatan Nilai Tambah.” Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung.
74 Selvendiran, K., Singh, J. P., Krishnan, K. B.,
Sakthisekaran, D. 2003. “Cytoprotective Effect of Piperine Against Benzo[a]pyrene Induced Lung Cancer with Reference to Lipid Peroxidation and Antioxidant System in Swiss Albino Mice.”
International Journal: 109-115.
Supardjan, A.M., Andreas, A.U., Sri, U.S., Enade, P.I. 2004. “Sintesis Senyawa Baru Berpotensi Anti-Inflamasi: Garam Natrium dari Pentagamavunon-0.”
Indonesian Journal of Chemistry. Fakultas
Farmasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Sumarno., Efendi, C., Putri, I.Z. 2013. “Perbedaan Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Lada Hitam (Piper nigrum L.) dengan Ekstrak Etanol Lada Putih (Piper nigrum L.) terhadap Streptococcus Mutans secara In Vitro.” Fakultas Kedokteran Gigi
Program Studi Pendidikan Dokter Gigi. Malang: Universitas Malang.
Viransa, V.P., Aulia, H.C., Hikmawanti, N.P.E. 2016. “Kandungan Piperin dalam Ekstrak Buah Lada Hitam dan Buah Lada Putih (Piper nigrum L.) yang Diekstraksi dengan Variasi Konsentrasi Etanol Menggunakan Metode KLT-Densitometri.” Jurnal Farmasi. Fakultas Farmasi dan Sains.
Jakarta: Universitas Muhammadiyah Dr. Hamka.
Widiyaningsih. 2009. “Pengaruh Penambahan Kosolven Prpilen Glikol Terhadap Kelarutan Asam Mefenamat.” Skripsi. Fakultas Farmasi. Sukarta: Umiversitas Muhamadiyah. Hal. 1-2.
Winingsih, W., Husein, S.G., Sundalian, M., 2018. “Pembuatan Dan Karakterisasi Natrium Kurkumin.” Jurnal Farmasi