BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Penampilan merupakan hal yang penting bagi setiap individu. Penampilan yang dimiliki oleh masing-masing individu pun berbeda-beda. Bagi individu seperti wanita, penampilan merupakan salah satu faktor penting untuk mencerminkan dirinya (Schmoll, Hafer, Hilt, dan Reilly, 2006). Pada masa sekarang ini pun, banyak produk yang dianggap penting untuk wanita dan berpengaruh pada penampilan mereka contohnya gadget. Produk gadget tidak lagi menjadi sekadar sarana komunikasi tetapi telah menjadi bagian dari fesyen bagi perempuan. Penelitian menunjukkan bahwa 50,3% wanita di Indonesia menggunakan media sosial dalam kehidupan sehari-hari. Demi kebutuhan ini, mereka rela merogoh kocek untuk membeli merek gadget terkenal atau branded (Marketeers, September 2012).
Fenomena persaingan antara perusahaan membuat setiap perusahaan harus menyadari akan suatu kebutuhan untuk memaksimalkan aset-aset perusahaan demi kelangsungan hidup perusahaan, khususnya untuk perusahaan yang menghasilkan produk gadget. Saat ini persaingan perusahaan untuk memperebutkan konsumen tidak lagi terbatas pada atribut fungsional produk saja misalnya seperti kegunaan produk, melainkan sudah dikaitkan dengan merek yang mampu memberikan citra khusus bagi penggunanya. Dalam menghadapi persaingan yang ketat tersebut, merek yang kuat merupakan pembeda yang jelas,
bernilai dan berkesinambungan, sehingga menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan dan sangat membantu dalam strategi perusahaan (Kusno, Fera, Yuni, Kristianti, 2007).
Semakin beragamnya produk dan layanan yang tersedia di pasar membuat konsumen menjadi semakin pintar. Konsumen berhak memilih dan membandingkan antara produk dan layanan yang satu dengan yang lainnya (Marketeers, September 2012). Cara yang ditempuh oleh pemasar atau perusahaan dalam membangun hubungan personal dengan pelanggan adalah melalui sebuah simbol, yaitu merek atau brand (Lau & Lee, 1999). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ishak (2005) bahwa dalam beberapa hal konsumen lebih mempertimbangkan merek dari pada produk pada saat melakukan pembelian. Merek pun memudahkan konsumen menentukan pilihan dan membantu meyakinkan kualitas produk yang dibelinya (Suprapti, 2010).
Menurut Oliver (1997) brand loyalty adalah komitmen yang dipegang teguh untuk membeli ulang atau berlangganan dengan produk atau jasa yang disukai secara konsisten di masa mendatang, sehingga menimbulkan pembelian merek yang sama secara berulang meskipun pengaruh situasional dan upaya pemasaran berpotensi menyebabkan perilaku beralih merek. Menurut Assael (1992), istilah loyalty pada brand loyalty lebih mengimplementasikan sebuah komitmen daripada sekedar pembelian berulang. Menurut Durianto, Sugiarto, Sitinjak & Toni (2001) pelanggan yang memiliki brand loyalty tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek yang lain, apapun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila brand loyalty terhadap suatu merek meningkat,
kerentanan kelompok dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Sedangkan brand loyalty menurut Aaker (1996) merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan pada sebuah merek. Ukuran ini pun mampu memberikan suatu keterkaitan pelanggan beralih ke merek produk lain, terutama jika merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga maupun atribut lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi brand loyalty menurut Marconi (1993) adalah nilai (harga dan kualitas), citra produk, kenyamanan dan kemudahan untuk mendapatkan merek, pelayanan, garansi dan jaminan yang diberikan oleh merek, serta kepuasan yang dirasakan oleh konsumen. Kepuasan konsumen atau
customer satisfaction merupakan hal yang penting. Ketika produk yang setelah
digunakan konsumen ternyata sesuai antara harapan dengan kenyataan akan menyebabkan terjadinya customer satisfaction begitu pula sebaliknya. Customer
satisfaction menurut Kotler (2000) merupakan fungsi dari seberapa dekat antara
harapan pembeli atas suatu produk dengan daya guna yang dirasakan dari produk tersebut.
Customer satisfaction akan menimbulkan kepercayaan, karena adanya konsistensi merek dalam memenuhi harapan konsumen. Customer satisfaction yang tinggi akan menyebabkan konsumen berperilaku positif, terjadinya kelekatan emosional terhadap merek, dan juga preferensi rasional sehingga hasilnya adalah
brand loyalty yang tinggi (Winarto, 2008). Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Tjiptono dan Chandra (2005) bahwa customer satisfaction menjadi fokus penting bagi para produsen karena memberi banyak keuntungan,
antara lain: hubungan antara perusahaan dengan konsumennya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya brand loyalty serta membentuk suatu rekomendasi dari individu yang satu ke individu yang lain yang menguntungkan bagi perusahaan. Sebaliknya, jika tidak tercipta customer
satisfaction terhadap barang atau jasa yang dikonsumsi, mereka akan mencari
perusahaan lain yang mampu menyediakan kebutuhannya. Oleh sebab itu, perusahaan dituntut berusaha sedemikian rupa agar dapat memberikan customer
satisfaction (Band, 1991).
Pada penelitian ini Apple menjadi merek yang dipilih karena Apple merupakan merek gadget yang menempati peringkat tertinggi saat ini. Pada 2007 versi majalah Fortune, Apple Computer, Inc. menempati peringkat kelima perusahaan yang dikagumi dunia, bahkan peringkat nomer satu perusahaan paling inovatif di dunia berdasarkan survei ekstensif kepada ribuan eksekutif di seluruh dunia yang dilakukan oleh majalah Business Week adalah Apple. Dalam pengembangan produk, tidak bisa kita pungkiri bahwa Apple sangat menomorsatukan hal ini. iPod dengan desain yang elegan, mudah digunakan dengan menu sentral berbentuk seperti roda, dan pemilihan warna kemasan yang menarik. Ini baru dari segi penampilan. Dalam hal perangkat, iPod didesain dengan teknologi hard drive secara teliti. Dalam hal perangkat lunakpun, setiap produk Apple selalu dikembangkan dengan prinsip berimbang menggabungkan konsistensi dan kontinuitas. Setiap aplikasi yang dikembangkan selalu konsisten sehingga tidak ada masalah dalam perkembangan versi selanjutnya. Fitur yang telah adapun disempurnakan dengan menggunakan asas kontinuitas. Apple selalu
menekankan pada bagaimana menciptakan kebutuhan bagi pelanggan melalui inovasi. Hal ini diawali dengan visualisasi dari visi secara terang-terangan. Strategi pemasaran yang dilakukan Apple juga sangat praktis. Apple memasarkan produknya melalui komunitas dengan adanya komunitas seperti MUG (Macintosh
Users Group) maka masalah teknis bisa diselesaikan oleh komunitas pengguna
dan sekaligus bertindak sebagai corong Apple dalam menyebarkan hal-hal positif mengenai Apple. Strategi ini jitu dan efektif bila disertai dengan produk yang handal (dailysocial.net, 2012).
Pada tahun 2011 apple merupakan perusahaan teknologi yang memiliki
brand paling mahal di dunia dengan banderol senilai USD 87,3 miliar. Hal itu
diperkuat dengan laporan Effective Measure bahwa pangsa pasar iOS di Asia Tenggara besarnya mencapai 53%, diikuti dengan RIM sebesar 6,9%, Nokia 2,8%, dan Samsung 2,6%. Sedangkan untuk Indonesia, apple berhasil menguasai pasar dengan tingkat penguasaan sebesar 10,06% dengan porsi terbesar berasal dari penjualan iPad. Kekuatan Apple jelas hadir dari bisnis gadget. Mulai dari mini produk komputer Mac, pemutar musik digital iPod, smartphone iPhone, serta tablet PC iPad menjadi motor pemasukan perusahaan berlogo apel groak tersebut. Meski berstatus gadget premium, Apple nyatanya mampu menyihir jutaan pelanggan untuk membeli produknya. Kondisi ini pun terus berlanjut saat
CEO Apple Tim Cook sukses menjaga posisi Apple sebagai perusahaan teknologi
paling mahal (inet.detik.com, 2013).
Pada tahun 2012, jumlah pengguna iphone di indonesia mencapai angka 10,06 persen dari total penduduk. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain di
Asia Tenggara seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia jumlah penduduknya yang memiliki iphone adalah 50 persen. Menurut penelitian Brand Finance tahun 2013, merek Apple adalah perusahaan yang memiliki banderol tertinggi didunia yaitu sebesar US$106 miliar. Jumlah keseluruhan penjualan smartphone di Indonesia, penjualan iPhone mencapai 40 persen dari jumlah tersebut, sementara
Samsung sendiri mencapai angka 30 persen. Sehingga Apple, Inc berniat
menaikkan angka penjualan di Indonesia. Hal ini telah ditunjukkan dengan jumlah kerjasama antara Apple, Inc dengan beberapa operator seluler di Indonesia yang semakin meningkat. Selain itu, Apple, Inc telah memiliki anak perusahaan berupa beberapa retail stores yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia untuk membantu perusahaan induk untuk mendistributorkan barangnya ke Indonesia (beritasatu.com, 2012).
Perilaku belanja konsumen terhadap barang-barang bermerek (branded
item), tidak hanya pada barang rumah tangga tapi juga pada mode. Pada tahun
2009 MARS Indonesia melakukan survei di 8 kota (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, Balikpapan, Palembang) dengan jumlah responden 5.476 orang. Hasilnya, sebanyak 43% konsumen Indonesia sangat percaya merek atau dengan kata lain menyukai produk-produk bermerek. Konsumen Medan menduduki peringkat teratas sebagai konsumen yang paling tinggi tingkat kepercayaannya terhadap barang bermerek, disusul konsumen Jakarta dan Semarang. Sebaliknya, konsumen Palembang menjadi yang paling rendah kepercayaannya pada barang bermerek, disusul Balikpapan. Sedangkan konsumen
Bandung sebagai konsumen yang bersikap biasa-biasa saja terhadap produk bermerek (Mars, Maret 2010).
Keberadaan produk bermerek menjadi tren tersendiri dalam dunia pergaulan wanita. Suatu produk yang sudah terbukti bagus dan banyak dipakai, mereknya cenderung disukai oleh wanita dan membuat wanita menyukai produk tersebut (Schmoll, Hafer, Hilt, dan Reilly, 2006). Zaltman dan Zaltman (2008) mengatakan bahwa 95% keputusan pembelian suatu produk lebih didasarkan pada feeling dibandingkan thought (pikiran) yang hanya menempati porsi 5%. Dalam feeling saat akan mengambil keputusan terkandung pengalaman sebelumnya atau rekomendasi orang lain, dimana dalam rekomendasi terjalin suatu cerita tertentu mengenai produk atau brand tesebut.
Menurut Segal, Dasen, Berry dan Portinga (1990) terdapat perbedaan yang kuat dalam perilaku konsumen pada pria dan wanita. Konsumen wanita lebih banyak tertarik pada warna dan bentuk, kurang tertarik pada hal-hal teknis, lebih peka, menyenangi hal-hal yang romantis daripada obyektif, sering meminta rekomendasi orang lain dan cenderung lebih mementingkan produk-produk yang dapat menunjukkan status sosial yang tinggi. Penampilan telah berulang kali terbukti memiliki pengaruh kuat dan langsung pada orang lain dalam berbagai keadaan. Sesuai dengan pendapat Hurlock (1996) yang mengatakan wanita menyadari penampilan fisik yang menarik sangat membantu statusnya dalam bidang bisnis maupun perkawinan. Status pada dasarnya mengarah pada posisi yang dimiliki seseorang di dalam sejumlah kelompok atau organisasi dan prestige melekat pada posisi tersebut.
Menurut Sobur (2009) status berarti berhubungan dengan peran seseorang. Adanya kelompok acuan (reference group) juga mempengaruhi perilaku seseorang khususnya wanita dalam pembelian dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku. Kelompok acuan memberikan standar (norma) dan nilai yang dapat menjadi perspektif penentu mengenai bagaimana seseorang berpikir atau berperilaku. Kelompok referensi menghadapkan seseorang pada tipe dan gaya hidup baru. Dengan kata lain merupakan kelompok dalam mana orang ingin menjadi anggota, atau dengan mana orang lain ingin mengidentifikasikan dirinya. Anggota-anggota kelompok referensi diantaranya adalah teman sebaya dan tokoh yang diidolakan, sering menjadi penyebar pengaruh dalam hal selera dan hobi, sehingga konsumen akan selalu mengawasi kelompok tersebut baik perilaku fisik maupun mental.
Barang-barang bermerek memang selalu menjadi pusat perhatian terlebih bagi wanita. Persaingan yang semakin ketat pun membuat keberadaan merek menjadi hal yang sangat penting, mengingat merek bukan hanya sekedar nama atau simbol tetapi dapat mengidentifikasikan dan membedakan produk yang dihasilkan perusahaan dengan produk pesaing sekaligus menegaskan persepsi kualitas dari produk tersebut. Konsumen wanita cenderung melakukan pembelian kembali untuk produk-produk ternama atau produk dengan merek yang telah dikenal luas terlepas dari apakah produk tersebut berharga mahal atau murah dan apakah produk tersebut memiliki keterlibatan tinggi atau rendah dalam kehidupan sehari-hari (Akir & Othman, 2010). Dengan demikian peneliti tertarik untuk
melihat pengaruh customer satisfaction terhadap brand loyalty pada wanita pengguna gadget apple.
B. RUMUSAN MASALAH
Latar belakang yang telah diuraikan di atas, membuat peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini yakni “apakah ada pengaruh customer
satisfaction terhadap brand loyalty pada wanita pengguna gadget Apple?”
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data mengenai pengaruh Customer satisfaction terhadap Brand loyalty pada wanita pengguna
gadget Apple serta mengkategorisasikan subjek penelitian berdasarkan tingkat Customer Satisfaction dan Brand Loyalty.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi keilmuan di bidang psikologi, khususnya Psikologi Industri dan Organisasi terutama yang berkaitan dengan perilaku konsumen (consumer behavior) mengenai Pengaruh
Customer satisfaction terhadap Brand loyalty pada wanita pengguna gadget Apple. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan
2. Manfaat Praktis
Konsumen : Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para
konsumen untuk melihat Pengaruh Customer satisfaction terhadap Brand loyalty pada wanita pengguna gadget dan menjadi sumber informasi dan pengetahuan.
Produsen : Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi bagi pihak produsen gadget terutama apple tentang customer
satisfaction dan brand loyalty. Hasil evaluasi tersebut dapat menjadi masukan
yang penting bagi perumusan strategi berikutnya dalam upaya mempertahankan konsumen yang ada.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Bab I : Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan penelitian.
Bab II : Landasan Teori
Bab ini menjelaskan landasan teori mengenai Brand Loyalty, Aspek yang mempengaruhi Brand loyalty, dan faktor-faktor yang mempengaruhi Brand Loyalty. Dalam bab ini juga dijelaskan bagaimana pengaruh Customer Satisfaction. Setelah itu, dijelaskan bagaimana pengaruh kehadiran Customer Satisfaction terhadap
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini menguraikan definisi operasional variabel, rancangan penelitian, teknik pengambilan sampel, populasi penelitian, instrumen dan alat ukur, prosedur penelitian dan metode analisis data. Identifikasi variabelnya, yaitu variabel bebas dalam penelitian ini adalah Customer satisfaction dan variabel tergantungnya adalah
Brand loyalty.
Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini berisikasn uraian mengenai hasil penelitian utama, hasil tambahan serta pembahasan.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan kesimpulan yang mencakup hasil analisa dan intepretasi data penelitian dan saran berupa saran metodologis untuk penelitian selanjutnya dan saran praktis bagi produsen dan konsumen.