1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara kesatuan yang berbentuk Republik yang mendeklarasikan dirinya sebagai sebuah negara yang menjunjung tinggi hukum. Hal ini tertulis dalam pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara indonesia adalah negara hukum”. Dengan demikian Indonesia adalah negara yang menghendaki hukum sebagai alat untuk mengendalikan tingkah laku manusia untuk terselenggaranya suatu kesatuan dan keseimbangan hubungan-hubungan diantara masyarakat serta kepentingan-kepentingan yang akan timbul agar tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat. Selain itu menurut Hadi Subekti menyebutkan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya1.
Sifat hukum tersebut pada dasarnya adalah mengatur dan memaksa, dengan kata lain hukum merupakan peratuan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata tertib dalam kemasyarakatan serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau mematuhinya2.
Di Indonesia sendiri dalam kehidupan bermasyarakat sering kita jumpai proses jual beli produk tembakau. Produk tembakau yang dimaksud disini
1CST Kansil, 1986, “Pengantar Ilmu Hukum Indonesia” Jakarta, Balai Pustaka. Hlm.41 2
2 adalah rokok. Namun dalam proses jual beli produk tembakau yaitu rokok ini sering kali dari toko-toko yang menjual rokok ini terkadang mendapatkan produk rokok yang tidak baik alias illegal. Seringkali terdapat rokok yang tidak dilekati oleh pita cukai. Seperti kita tahu rokok illegal yang tidak dilekati pita cukai ini sangat dilarang dalam proses jual beli yang ada di masyarakat dan seperti kita tahu juga pendapatan Negara sebagian besar yaitu dari rokok itu sendiri. Rokok yang tidak dilekati pita cukai otomatis bisa menimbulkan kerugian pada Negara. Adapun undang-undang yang mengatur tentang cukai yaitu Undang-undang No. 39 Tahun 2007 yang merupakan perubahan dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai, dalam rangka mendukung kesinambungan pembangunan dengan menempatkan kewajiban membayar cukai sebagai perwujudan kewajiban kenegaraan dan juga merupakan peran serta masyarakat dalam pembiayaan pembangunan. Sehingga kewajiban membayar Cukai sebagai perwujudan kewajiban kenegaraan dan masyarakat untuk ikut berperan sebagai alat pembaharuan sosial.
Pengertian Cukai menurut pasal 1 butir (1) UU No. 11 Tahun 1995 Jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai adalah “Pungutan Negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini.” Cukai sebagai pungutan Negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik sesuai dengan undang-undang merupakan penerimaan Negara guna mewujudkan kesejahteraan, keadilan dan keseimbangan bagi masyarakat. Salah satu faktor penting yang menjadi daya tarik dari cukai adalah peranannya terhadap pembangunan dalam bentuk sumbangan kepada penerimaan negara yang tercermin
3
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selalu meningkat dari tahun ke tahun3.
Maksud sifat atau karakteristik barang-barang tertentu sehingga dikenakan cukai adalah supaya dalam pemakaiannya dan peredarannya tidak berdampak negatif bagi masyarakat serta tidak merugikan negara, maka dengan adanya sifat atau karekteristik tersebut, diharapkan peredaran barang-barang tersebut dapat di kendalikan, di awasi dan tidak menimbulkan dampak negative bagi masyarakat.
Dapat diketahui bahwa pendapatan asli bangsa Indonesia salah satunya dari sektor pajak, khususnya penerimaan di sektor cukai hasil tembakau. Yaitu penerimaan cukai dari sektor tembakau telah meningkat lebih dari 100 persen dalam 6 tahun dari Rp 49,9 triliun dalam APBN 2008 menjadi Rp 100,7 triliun dalam APBNP 20144. Sehingga dari hasil cukai tembakau memberikan sumbangan paling banyak dalam APBN. Perlu adanya pengawasan extra ketat dalam sektor tembakau, mengingat agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan dan peredaran hasil tembakau illegal khususnya dalam bentuk rokok di lingkungan masyarakat. Sehingga pendapatan yang sudah ditargetkan oleh pemerintah dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Sementara pita cukai yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai merupakan bukti pembayaran cukai atas penjualan tembakau berbentuk rokok kretek dan cigarette. Produk yang oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dipercayakan pencetakannya ke Peruri tersebut, memiliki unsur
3
Yohanes R. Sri Agoeng Hardjito. Implikasi Undang-Undang Cukai Terhadap Ketaatan
Pengusaha Pabrik Rokok Dalam Membayar Cukai. Semarang.Tesis. Fak. Hukum Universitas
Dipenogoro. Hal.21
4 Sanusi, AEPI: Sektor Tembakau Jadi Sapi Perah, http://www.tribunnews.com/, diakses tanggal 15 juni 2015
4 sekuriti yang cukup handal dalam rangka meminimalkan pemalsuan. Salah satunya adalah pemberian hologram pada cetakan pita cukai. Pita Cukai dicetak sesuai pesanan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, berdasarkan nilai pajak yang dikenakan untuk produk yang terkena pajak.
Akan tetapi dewasa ini kenyataannya masih marak peredaran rokok tanpa dilekati pita cukai di masyarakat, meskipun sudah ada ketentuan hukum yang menegaskan masalah peredaran rokok tanpa pita cukai tersebut namun hal itu tidak membuat jera para pelaku. Peredaran rokok tanpa pita cukai telah mencapai tahap yang sangat menghawatirkan. Rokok tidak lagi mengenal batas usia. Orang tua, muda, remaja bahkan anak-anak ada yang menjadi penyalahgunaan rokok.
Seperti contohnya masih banyak toko-toko kecil yang menjual rokok tanpa dilekati pita cukai, dalam hal ini masih banyak yang menyebarkan atau menjual produk tanpa dilekati pita cukai. Menurut pengalaman penulis sendiri mengetahui saat membeli rokok di toko yang berbeda tempat. Penulis menemukan rokok tersebut tepatnya di daerah di Desa yang ada di Malang, lebih tepatnya rokok seperti itu lebih banyak saya temukan di daerah terpencil yang ada di Kabupaten Malang.
Di toko tersebut terdapat rokok tanpa dilekati pita cukai dengan berbagai merk,diantaranya saya menemukan dan membeli rokok tanpa dilekati pita cukai yang merknya pun berbeda-beda antara lain Exclusive PAS, MD Bold dan juga IS Mild. rokok tersebut tidak dilekati pita cukai dan melihat bungkus rokoknya juga tidak resmi, pencatuman informasi kesehatan warnanya
5 samar dan kelihatan bungkus rokoknya membuatnya sendiri dari orang-orang atau perusahaan yang memproduksi. Serta pada salah satu merk Rokok yang saya beli yaitu MD Bold dibungkusnya terdapat informasi atau tulisan “Tidak ada batas aman mengandung lebih dari 4000 zat kimia berbahaya dan 43 zat penyebab kanker”. Dalam tulisan tersebut yang ada pada bungkus rokok otomatis kandungan dalam rokok itu sangat berbahaya bilamana dikonsumsi oleh konsumen. Ada peraturan pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Dalam hal ini penjual toko harusnya tidak menerima barang seperti itu yang bisa disebut barang illegal ataupun rokok illegal untuk diperjual belikan, yang mana ada peraturan yaitu undang-undang no 39 Tahun 2007 pasal 54 tentang cukai bahwa “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar5”. Sudah jelas peraturan hukumnya. Bilamana tindakan ilegal seperti ini dibiarkan maka berdampak juga bagi konsumen yang membeli dan terutama pada penerimaan negara khususnya pajak dari sektor penerimaan hasil tembakau. Berdasarkan pasal 27 ayat (2) Undang-Undang No. 28 Tahun
5
6 2009 bahwa Wajib pajak rokok adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok yang memliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC). Berdasarkan pasal 27 ayat (1) yang menjadi subjek pajak rokok adalah konsumen rokok.
Dalam hal ini Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Jawa Timur II memiliki peran penting dalam menanggulangi, memberantas serta dalam hal pengawasan peredaran rokok illegal tanpa pita cukai khususnya dalam penelitian ini di wilayah kerja yang menjadi tanggung jawabnya. Yang mana sudah di atur dalam peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai No. P-53/BC/2010 Tentang Tatalaksana Pengawasan.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur II yang berada di Jalan Raden Intan No. 3, Polowijen, Kec. Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur yang terdiri dari 8 kantor pengawasan dan pelayanan Bea dan Cukai di bawahnya :
1. KPPBC Tipe Madya Cukai Malang. 2. KPPBC Tipe Madya Cukai Kediri. 3. KPPBC Tipe B Tulungagung. 4. KPPBC Tipe Panarukan. 5. KPPBC Tipe B Madiun. 6. KPPBC Tipe B Panarukan. 7. KPPBC Tipe B Banyuwangi. 8. KPPBC Tipe B Probolinggo.
7 Dalam menjalankan kinerjanya Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Jawa Timur II memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
1. Melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang berbahaya;
2. Melindungi industri tertentu di dalam negeri dari persaingan yang tidak sehat dengan industri sejenis dari luar negeri;
3. Memberantas penyelundupan;
4. Melaksanakan tugas titipan dari instansi-instansi lain yang berkepentingan dengan lalu lintas barang yang melampaui batasbatas negara;
5. Memungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor secara maksimal untuk kepentingan penerimaan keuangan negara6.
Sehingga Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Jatim II memiliki kewenangan penuh dalam melakukan pengawasan sebagai langkah preventif dan represif dalam penyebaran rokok tanpa pita cukai atau tindakan hukum terhadap pengusaha ataupun produsen yang menawarkan, mengedarkan serta menjual hasil tembakau khususnya rokok tanpa dilekati pita cukai. Berdasarkan uraian singkat latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mambahas lebih jauh lagi dan menjadikan permasalahan tersebut di atas sebagai tugas akhir skripsi yang berjudul
“PELAKSANAAN PENCEGAHAN (PREVENTIF) DAN REPRESIF TERHADAP PEREDARAN ROKOK TANPA PITA CUKAI (Studi di Kantor Wilayah Direktorat Jendral Bea dan Cukai Jatim II Malang).
6 Tim Development dan Tim Humas, Profil Direktorat Jendral Bea dan cukai ,
http://www.beacukai.go.id, diakses tanggal 16 juni 2015 http://www.beacukai.go.id, diakses tanggal 16 juni 2015
8
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan pencegahan (preventif) dan represif terhadap peredaran rokok tanpa pita cukai ?
2. Apa hambatan atau kendala yang dihadapi dalam melakukan pencegahan (preventif) dan represif dan tindakan hukum terhadap peredaran rokok tanpa pita cukai ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pencegahan (preventif) dan represif terhadap peredaran rokok tanpa pita cukai.
2. Untuk mengetahui hambatan atau kendala apa saja yang dihadapi oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur II terhadap peredaran rokok tanpa pita cukai dalam melakukan pencegahan (preventif) dan represif dan tindakan hukum terhadap peredaran rokok tanpa pita cukai.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian hukum ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Bagi Penulis
Memberikan wawasan dan pengetahuan baru bagi penulis terkait pengawasan badan bea dan cukai sebagai langkah preventif dan represif terhadap peredaran rokok tanpa pita cukai . Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis sebagai syarat untuk Penulisan Tugas Akhir dan menyelesaikan studi Strata-1 di Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Malang dengan gelar Sarjana Hukum.
9 b. Bagi Konsumen
Memberikan pengetahuan baru bahwa produk tembakau yaitu rokok yang tidak dilekati oleh pita cukai sangat dilarang dan berbahaya untuk dikonsumsi dan bisa merugikan Negara.
c. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur II Memberikan pengetahuan baru dan mendapatkan solusi dalam penyelesaian masalah mengenai semakin banyaknya produk rokok yang tidak dilekati dengan pita cukai.
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai pelaksanaan pencegahan (preventif) dan represif dan hambatan yang dihadapi oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan cukais Jawa Timur II terhadap peredaran rokok tanpa pita cukai.
F. Metode Penulisan
1. Metode Pendekatan
Menggunakan pendekatan yuridis sosiologis/empiris, yakni melihat hukum sebagai perilaku manusia dalam masyarakat dan juga melihat hukum dari apa yang sudah terjadi atau yang sudah dialami oleh masyarakat berkaitan dengan pengawasan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur II sebagai langkah preventif dan represif terhadap peredaran rokok tanpa pita cukai.
10 2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur II. Lokasi tersebut dipilih dikarenakan lokasi sangat tepat sesuai dengan judul yang penulis buat.
3. Jenis Data a. Data Primer
Adalah jenis data, dokumen tertulis, file, rekaman, informasi, pendapat/hasil wawancara dan lain-lain yang diperoleh dari sumber yang utama/pertama.
b. Data Sekunder
Adalah jenis data yang diperoleh dari dokumen tertulis, file, rekaman, informasi, pendapat dan lain-lain yang diperoleh dari sumber kedua (sekunder buku, jurnal, hasil penelitian terdahulu, dan lain-lain)
Data sekunder berupa bahan hukum primer yang meliputi peraturan perundang-undangan, yaitu:
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang No 39 Tahun 2007 Tentang Cukai.
3. Peraturan Menteri Keuangan No. 66/PMK.04/2018 Tentang Tata Cara Pemberian, dan Pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai 4. Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan
Bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.
5. Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai No. P-53/BC/2010 Tentang Tatalaksana pengawasan.
11 Bahan hukum sekunder yang lain meliputi pendapat hukum, buku, hasil penelitian, majalah, surat kabar, dan data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Wawancara
Teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab langsung kepada responden dengan menggunakan wawancara terstruktur yang disiapkan oleh penulis. Yang menjadi Responden dalam penelitian ini adalah :
Responden dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur II yaitu dengan Bapak Mochamad Mudzakir selaku Kasi KPT pengawasan, Bapak Eko Nugroho Bawono selaku Kasi Penindakan 1 dan Bapak M. Januri selaku Kasi penyidikan. Yang merupakan populasi sekaligus sampel yang dipilih dengan metode
Purposive Sampling karena responden tersebut mengetahui dan
memiliki data yang lengkap mengenai data pengawasan dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur II. Adapun dari kalangan mayarakat yaitu Bapak Mujiono selaku penjual rokok atau pemilik toko, Bapak Saidi seorang kuli bangunan dan Bapak Anang Sulaiman selaku Ketua Karang Taranu di Desa Pandanrejo, Kecamatan Pagak Kabupaten Malang.
12 2. Dokumentasi
Suatu metode dimana penulis akan mengumpulkan data dengan cara membaca, mempelajari dokumen dan arsip maupun catatan penting lainnya yang berkaitan dengan obyek yang akan diteliti.
3. Studi Kepustakaan
Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.
4. Observasi
Studi yang dilakukan secara sengaja dan sistematis, terarah dan terencana pada tujuan tertentu dengan mengamati dan mencatat fenomena-fenomena yang terjadi dalam suatu kelompok orang dengan mengacu pada syarat-syarat dan aturan penelitian ilmiah. Dalam suatu karya tulis ilmiah, penjelasan yang diutarakan harus tepat, akurat, dan teliti, tidak boleh dibuat-buat sesuai keinginan hati penulis.
5. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data diolah dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang mana menggambarkan fenomena yang diteliti secara sistematis, factual dan akurat. Data yang ada dijabarkan secara deskriptif sesuai dengan keadaan dilapangan terkait pengawasan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur II sebagai langkah preventif dan represif terhadap peredaran rokok tanpa pita cukai.
13
G. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan hukum ini terdapat 4 (empat) bab dan masing-masing bab terdiri atas sub bab sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab I terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teori, dan metode penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab II berisi tentang teori tentang Bea Cukai, teori tentang pengawasan bea cukai, teori tentang rokok, teori tentang cukai, teori tentang upaya penegakan hukum, teori tentang efektivitas hukum, pendapat ahli, dan kajian pustaka lain yang dapat dijadikan sebagai referensi bagi penulis untuk mendukung penelitian.
BAB III : PEMBAHASAN
Dalam bab III berisi tentang hasil penelitian yang dilakukan penulis yang dikaji secara sistematis berdasarkan tinjauan pustaka pada bab II.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab IV berisi kesimpulan dari pembahasan pada bab III, serta saran dan rekomendasi dari penulis yang diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak.