BAB IV ANALISA DATA
4.1 Analisis Hasil Data
Berdasarkan data yang telah didapatkan oleh Penulis jelas bahwa sebagian dari mereka telah bersekolah di sekolah Luar biasa. Baik itu sekolah luar biasa negeri maupun swasta. Namun kebanyakan dari mereka kurang untuk masalah sosialisasi dngan teman- teman. Hal ini disebabkan karena keterbatasan yang mereka miliki itu. Bagi anak penderita autis dan down sindrom kebanyakan hanya bisa berkomunikasi satu arah. Mereka sulit sekali untuk melakukan komunikasi dua arah. Dengan begitu maka komunikasi akan terhambat. Oleh karena itu sang guru harus mengajarkan mereka agar nantinya mereka bisa berkomunikasi dengan baik. Paling tidak mereka bisa mengerti apa yang kita bicarakan. Untuk itu peran guru dalam pendidikan dan perkembangan anak sangat diperlukan. Selain mendapatkan pengajaran oleh kedua orang tuanya.
Dari data yang di dapat juga menunjukkan bahwa mereka menilai penting pendidikan dan juga program wajib belajar bagi anak- anak mereka. Karena melalui pendidikan, mereka akan selangkah lebih maju dan bisa lebih aktif berkomunikasi dengan lingkungan luar sehingga mereka tidak terasingkan lagi oleh orang-orang disekitar mereka.
Namun terkadang ada beberapa oarang tua yang merasa malu memiliki anak seperti mereka. Sampai- sampai tidak mau untuk menyekolahkan anaknya di sekolah luar biasa. Seharusnya hal tersebut tidak boleh dilakukan. Seharusnya para orang tua juga
memberikan perhatian yang ekstra terhadap anak- anak yang seperti itu. Bukan justru membuangnya dan mengabaikannya.
Karena pada dasarnya autisme da down sindrom itu bisa saja sembuh. Tetapi dengan melalui sebuah proses. Proses dimana anak tersebut diharuskan untuk belajar menjadi anak yang normal dan belajar untuk bisa hidup bersosialisasi dengan orang lain secara baik.
Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh orang tua yaitu dengan memberikan bimbingan atau terapi kepada anak- anaknya di luar jam sekolah. Karena dengan keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan pendidikan di bimbingan belajar maka proses untuk bisa sembuh akan semakin besar. Tetapi hal tersebut harus terus dilakukan secara rutin.
Selain itu pemerintah juga harus membantu dalam memajukan kualitas dan kuantitas dari sekolah luar biasa. Pemerintah tidak boleh berlaku tidak adil pada sekolah luar biasa. Justru seharusnya merekalah yang diberikan perhatian ekstra oleh pemerintah agar mereka- mereka yang bersekolah di sekolah luar biasa bisa terus sekolah dan mendapatkan bantuan operasional dari pemerintah.
Kita seluruh lapisan masyarakat tidak boleh hanya melihat mereka dengan sebelah mata saja. Karena dibalik kekurangannya itu pasti tersimpan kelebihan yang mungkin tidak kita miliki sebagai orang normal. Perbedaan mereka bukan penghalang untuk mereka maju dan cerdas. Karena kita semua berhak mendapakan pendidikan yang layak sesuai dengan UUD 45.
Oleh karena itu Penulis ingin membuat kampanye untuk pendidikan luar biasa ini agar anak- anak berkebutuhan khusus pun bisa mendapatkan pendidikan yang layak juga seperti yang di
Tidak ada lagi pembeda diantara mereka. Namun harus dengan dukungan dari orang tua dan juga pemerintah.kita bersama- sama membangun bangsa menjadi lebih baik melalui bidang pendidikan.
Namun banyak juga orang- orang Indonesia yang bersifat cuek,pasrah dan tidak mau berusaha. Hal itulah yang dapat menghambat kemajuan bangsa. Salah satunya dari segi pendidikan.
Kita sebagai kelompok masyarakat Indonesia yang heterogen menbentuk suatu budaya yang khas karena benbeda tempat, waktu, kondisi dan sikap. Selain itu pendidikan, wawasan dan keyakinan juga berbeda. Secara umum kelompok masyarak di Indonesia dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Tradisionalis
Meski terkait dengan adat iastiadat dan kebiasaan- kebiasaan lama, pada umumnya berpendidikan rendah dan pada umumnya berdomisili di desa atau kota kecil, masyarakat maritim atau agraris.
2. Modernis
Cenderung ingin mencapai kesuksesan, prestasi dan keberhasilan komersial. Uang, jabatan menjadi target pencapaian.
3. Modernis – Tradisionalis atau Tradisionalis – Modernis 4. Cultural – Creatives
Kelompok masyarakat yang peduli pada : Spiritualitas
Ekologi dan Lingkungan Hidup Perdamaian
Feminisme
5. Gabungan kelompok masyarakat tradisionalis dan cultural – creatives atau tradisionalis, modernis dan cultural – creatives
4.2 Studi Banding Pendidikan Anak Luar Biasa di Indonesia dengan Pendidikan Anak Luar Biasa di Luar Negeri
Alternatif pilihan bentuk pendidikan yang berlaku di Amerika Serikat, antara lain terbagi atas jalur pendidikan khusus (Siegel, 1996):
1. Individual Therapy, antara lain melalui penanganan di tempat terapi atau di rumah (home-based therapy dan kemudian homeschooling).
Intervensi seperti ini merupakan dasar dari pendidikan individu ASD. Melalui penanganan one-on-one, anak belajar berbagai konsep dasar dan belajar mengembangkan sikap mengikuti aturan yang ia perlukan untuk berbaur di masyarakat.
2. Designated Autistic Classes
Salah satu bentuk transisi dari penanganan individual ke bentuk kelas klasikal, dimana sekelompok anak yang semuanya autis, belajar bersama-sama mengikuti jenis instruksi yang khas. Anak-anak ini berada dalam kelompok yang kecil (1-3 anak), dan biasanya merupakan anak-anak yang masih kecil yang belum mampu imitasi dengan baik.
3. Ability Grouped Classes
Anak- anak yang sudah dapat melakukan imitasi, sudah tidak terlalu memerlukan penanganan one-on-one untuk meningkatkan kepatuhan, sudah ada respons terhadap pujian, dan ada minat terhadap alat permainan; memerlukan jenis lingkungan yang menyediakan teman sebaya yang secara sosial lebih baik meski juga memiliki masalah perkembangan bahasa.
4. Social Skills Development and Mixed Disability Classes Kelas ini terdiri atas anak dengan kebutuhan khusus, tetapi tidak melulu autistik. Biasanya anak autis berespons dengan baik bila dikelompokkan dengan anak-anak Down Syndrome yang cenderung memiliki ciri ‘hyper-social’ (ketertarikan berlebihan untuk membina hubungan sosial dengan orang lain). Ciri ini membuat mereka cenderung bertahan, memerintah, dan berlari- lari di sekitar anak autis sekedar untuk mendapatkan respons. Hal ini baik sekali bagi si anak autis.
5. jalur pendidikan umum (mainstream)
Maksud kata ‘mainstream’ berarti melibatkan seorang anak dengan kebutuhan khusus ke dalam kelas- kelas umum. Penanganan anak sungguh- sungguh dilakukan tanpa adanya perhatian pada kebutuhan khusus yang ada pada anak. Padahal, sebetulnya anak memang memiliki kebutuhan khusus.
Tujuan orang tua memasukkan anak ke jalur pendidikan umum bisa untuk “academic main-stream” (agar anak sepenuhnya bisa mengikuti kegiatan akademis) atau “social mainstream” (agar anak dapat mengikuti kegiatan sosialisasi bersama teman).
Selain itu oleh seorang pembicara pada seminar tentang penanganan terkini anak tunagrahita yang diselenggarakan oleh salah satu yayasan dan bertempat di ruangan rumah sakit terkenal di kota Bandung diuraikan bahwa penanganan anak- anak tunagrahita di luar negeri di mana perhatian pemerintahnya telah begitu tinggi terhadap hak- hak warganegara yang berkebutuhan khusus. Diantaranya adalah pemerintah menyediakan satu tempat yang menampung orang-orang dengan bermacam latar belakang ketunaan untuk bekerja sesuai dengan kemampuannya. Dan tempat ini disebut dengan istilah sheltered workshop, di mana hasil kerja anak- anak ini akan dihargai dengan standar tertentu sebagai bentuk penghargaan atas jerih payahnya. Dan hasil produk dari sheltered workshop inipun sudah ada badan atau pihak yang menampungnya. Sehingga tidak ada penumpukan barang karena tidak laku dipasarkan dengan alasan mutu kalah bersaing.
Program penyelenggaraan PLB yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh Direktorat PLB di Indonesia antara lain:
1. Upaya Penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun.
Perluasan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus usia sekolah mulai dari tingkat sekolah dasar sampai dengan tingkat menengah melalui pengembangan pendidikan terpadu dan pengadaan tenaga khusus pengelola pendidikan luar biasa.
2. Peningkatan Mutu PLB Upaya peningkatan mutu PLB melalui :
a. Peningkatan mutu dan kualifikasi guru sekolah luar biasa melalui pelatihan dan penyetaraan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya, serta usaha peningkatan pendidikan akademik baik di dalam maupun di luar negeri.
b. Penyediaan buku- buku teks baik dalam tulisan huruf awas maupun braille yang mengacu pada kurikulum PLB, penyediaan sarana dan prasarana PLB, dan pelaksanaan EBTA SLB Khusus secara nasional.
c. Pembinaan dan pengembangan center percetakan Braille dengan tujuan untuk menyediakan sarana dan prasarana belajar yang lebih lengkap, tepat waktu, dan berkualitas baik.
3. Pengembangan Pendidikan Inklusi.
Pendidkan inklusi adalah pendidikan yang mengikutsertakan anak- anak yang berkebutuhan khusus untuk belajar bersama- sama dengan anak- anak sebayanya di sekolah umum, dan pada akhirnya mereka menjadi bagian dari masyarakat sekolah tersebut, sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif. Upaya pendidikan inklusi harus diwujudkan di Indonesia, hal ini dilandasi bahwa semua manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama.
4. Pengembangan Pendidikan untuk Anak Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi/simbolik. Dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi anak autisme memerlukan cara atau metode khusus sehingga mereka mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. Berdasarkan pemikiran
tersebut maka Direktorat PLB perlu memfasilitasi agar anak-anak autisme mendapat pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya.
5. Resource Center
Resource Center dalam implementasinya adalah SLB-A Negeri dan Swasta yang ditunjuk untuk menjadi pusat pencetakan buku pelajaran maupun buku-buku referensi bagi siswa dan kaum tuna netra di masyarakat dalam huruf Braille. Tujuannya adalah agar kaum tuna netra dapat menguasai ilmu pengetahuan dan dunia lewat bacaan perabaan timbul yang dihasilkan oleh mesin Braille dari Norwegia.
6. Pusat Pelayanan Pendidikan bagi Siswa Penderita Narkoba Model layanan pendidkan harus berpijak pada misi utama : pertama, model layanan pendidikan harus mengejawantah sebagai wujud pemenuhan hak belajar siswa penderita. Kedua, model layanan pendidikan harus mampu mengembalikan atau memulihkan prakondisi psiklogis siswa penderita untuk tetap belajar sebagai upaya meningkatkan kembali self-esteem-nya yang sempat terganggu karena pengaruh narkoba.Bahkan bukan tidak mungkin bahwa proses pembelajaran sekaligus dapat merupakan terapi non-medis bagi upaya pemulihan kondisi psikis siswa penderita. 7. Sheltered Workshop
Guna memenuhi tuntutan pasar tenaga kerja dan membudayakan hidup berwirausaha maka konsep lifi skills education di sekolah merupakan wacana baru dalam pengembangan program pendidikan dan sejak lama menjadi
satu fokus analisis dalam pengembangan kurikulum pendidikan sekolah yang menekankan pada kecakapan atau keterampilan hidup atau bekerja.
8. Pendidikan Keterampilan bagi Lulusan SLTPLB dan SMLB Pendidikan keterampilan bagi para lulusan SLTPLB dan SMLB yang diberikan , sesuai dengan kemampuan fisik dan minat anak yang mengacu pada kurikulum PLB tahun 1994. Keterampilan ini diberikan sebagai bekal mereka untuk hidup mandiri di masyarakat. Pelaksanaanya dilakukan disuatu center yang dilengkapi dengan fasilitas asrama, praktik penjualan produk dalam bentuk koperasi, dan sarana lain yang mencakup dunia usaha/ industri. Jenis keterampialn yang diajarkan antara lain mesin otomotif, jahit menjahit, pertukangan, dan menganyam. Proses pendidikan keterampilan bagi lulusan SLTPLB/SMLB direncanakan akan dilakukan di suatu tempat penampungan atau home base atau bengkel kerja dengan kriteria sbb :
a. Proses pendidikan dan latihan :
1) Peserta adalah lulusan SLTPLB atau SMLB 2) Lama DikLat 6 bulan
3) Keterampilan yang diikuti sesuai minat dan bakat 4) Pelaksanaan DikLat 40 % teori 60 % praktik
5) Instruktur dari guru keterampilan dan dari dunia usaha/industri
6) Peralatan dan bahan praktik menggunakan bahan lokal yang mudah didapat di sekitar atau dapat juga memanfaatkan limbah.
b. Proses kerjasama dengan dunia usaha/industri :
1) Dunia usaha dan dunia industri diharapkan membantu mrnyediakan bahan peralatan dan instruktur
2) Peserta diklat dapat bekerja secara magang selama 6 bulan sesuai dengan bidang keterampilannya
3) Setelah selesai mengikuti diklat, peserta memperolah sertifikat dan dapat dipertimbangkan untuk bekerja di dunia usaha sesuai dengan bidang keterampilannya. 9. Program Percepatan Belajar (akselerasi)
Program percepatan belajar merupakan salah satu model pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa (Gifted dan Talented) . Penggunaan istilah kemampuan dan kecerdasan luar biasa ini berkait erat dengan latar belakang teoritis yang digunakan, kecerdasan berhubungan dengan perkembangan intelektual, sedang kemampuan luar biasa tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual, namun juga beberapa jenis kemampuan lainnya misalnya linguistik, musikal,, spasial, logikal-matematikal, kinestetik, intrapersonal, dan interpersonal.
10.Pemberian Beasiswa
Direktorat PLB memberikan bantuan beasiswa kepada siswa SLB/SDLB dengan tujuan:
a. meringankan beban orang tua siswa
b. memberi motivasi kepada siswa untuk lebih giat belajar c. memberi motivasi kepada orangtua untuk lebih
d. mendorong sekolah untuk lebih memberikan pelayanan pendidikan.
Berdasarkan statistik persekolahan PLB 1999/2000 menunjukkan bahwa hanya sebanyak 37.460 anak cacat saja yang telah mendapat pelayanan pendidikan negeri dan swasta. Sementara itu anak-anak berbakat belum mendapatkan perhatian secara khusus. Jumlah itu menyebar pada TKPLB 7.009 siswa SDPLB 23.669 siswa, SLTPPLB 5.157 siswa, SMPLB 1.625 siswa. Semuanya tertampung di dalam 868 sekolah dengan rincian PLB Negeri sebanyak 36 sekolah atau 4,15 % yang menampung sebanyak 3.081 siswa atau 8,22 % dan PLB swasta sebanyak 832 sekolah atau 95,85 % yang menampung 34.379 siswa atau 91,78 %.
4.3 Analisis SWOT 1) Strength
Bakat dan minat anak dapat tersalurkan dan dikembangkan Membantu anak dalam proses penyembuhan (bisa melalui
terapi)
Orang tua dapat mengetahui dan mengerti apa yang dibutuhkan oleh anaknya
Hubungan antara anak dan orang tua menjadi lebih dekat Membantu anak dalam bersosialisasi
2) Weakness
Keterbatasan dana
Kurangnya SDM/ staf pengajar
Ketidaktahuan orang tua dalam mendidik anaknya
3) Opportunity
Pemerintah dapat membantu pendidikan anak luar biasa menjadi lebih baik
Mengangkat derajat anak luar biasa Mendapatkan dukungan dari UNICEF
Mensukseskan program wajib belajar 9 tahun bagi anak-anak luar biasa
Menyadarkan orang tua dari anak- anak berkebutuhan khusus akan pentingnya pendidikan bagi anak- anak mereka
4) Threat
Kurang mendapatkan respon dari pemerintah Ketidaktertarikan dan sifat acuh dari masyarakat
Tidak adanya lembaga yang dapat membantu anak- anak luar biasa yang terdapat di pelosok tanah air