BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Academic Efficacy
Dengan menggunakan z-score dan t-score, ditemukan bahwa dari 113 siswa
yang menjadi subyek penelitian terdapat 18 siswa dengan tingkat academic efficacy
rendah, 59 siswa dengan tingkat academic efficacy sedang, dan 36 siswa dengan
tingkat academic efficacy tinggi. Atau, 15,9% siswa dengan tingkat academic
efficacy rendah, 52,2% siswa dengan tingkat academic efficacy sedang, dan 31,9% siswa dengan tingkat academic efficacy tinggi.
4.2 Gambaran Parental Involvement
Dengan menggunakan z-score dan t-score, ditemukan bahwa dari 113 orang tua siswa yang menjadi subyek penelitian terdapat 22 orang tua dengan tingkat
parental involvement rendah, 58 orang tua dengan tingkat parental involvement
sedang, dan 33 orang tua dengan tingkat parental involvement tinggi. Atau, 19,5%
orang tua dengan tingkat parental involvement rendah, 51,3% orang tua dengan
tingkat parental involvement sedang, dan 29,2% orang tua dengan tingkat parental involvement tinggi.
4.3 Kontribusi Academic Efficacy dan Parental Involvement Terhadap
Prestasi Akademis
Sebelum melakukan analisis yang lebih jauh mengenai hubungan antarvariabel, terlebih dulu dilakukan uji linearitas. Dengan menggunakan Test of
Linearity, ditemukan bahwa antara total academic efficacy (variabel independen I) beserta masing-masing domainnya (domain I, II, dan III) dengan prestasi akademis
terdapat hubungan yang linear. Kemudian, antara total parental involvement
(variabel independen II) beserta masing-masing domainnya (domain I, II, dan III) dengan prestasi akademis juga terdapat hubungan yang linear. Selain itu, antara inteligensi (variabel kontrol) dengan prestasi akademis terdapat hubungan yang
linear. Analisis selanjutnya menggunakan Multiple Linear Regression dan semua
variabel beserta domainnya dapat dianalisis dengan cara ini karena telah memenuhi prasyarat uji linearitas.
Dengan Multiple Regression metode Enter, inteligensi dimasukkan dalam
langkah pertama kemudian variabel ini menjelaskan sekitar 10% variansi dalam prestasi akademis anak (F1,111 = 12.129, p < .001). Total academic efficacy
dimasukkan dalam langkah kedua kemudian variabel ini menjelaskan sekitar 14% variansi dalam prestasi akademis anak (F1,110 = 20.478, p < .001). Lalu, total parental involvement dimasukkan dalam langkah ketiga dan variabel ini tidak menjelaskan variansi (0%) dalam prestasi akademis anak (F1,109 = .467, ns).
Dengan kata lain, jika academic efficacy mengalami kenaikan 1%, maka
prestasi akademis akan mengalami kenaikan sebesar 0,141 dengan asumsi variabel independen lain (parental involvement) dan variabel kontrol (inteligensi) nilainya tetap. Dimana terjadi korelasi positif antara academic efficacy dengan prestasi akademis, yaitu semakin tinggi academic efficacy, maka semakin tinggi juga prestasi akademis dan sebaliknya. Penemuan ini sesuai dengan penelitian sejenis yang dilakukan sebelumnya (Martinelli dkk., 2009; Usher, 2009), yaitu bahwa self-efficacy
Dalam penelitian ini tidak terdapat kontribusi signifikan parental involvement
terhadap prestasi akademis. Penemuan ini tidak sesuai dengan penelitian sejenis yang dilakukan sebelumnya (Hill & Tyson, 2009; Jeynes, 2005; Voorhis, 2003) yang menemukan adanya korelasi positif antara keterlibatan orang tua dengan prestasi akademis anaknya. Hasil yang tidak signifikan ini salah satunya dimungkinkan karena peneliti tidak menyertakan aspek kualitas keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak. Seperti yang diutarakan oleh Balli dkk. (1997) yang meneliti pengaruh tingkat keterlibatan orang tua terhadap prestasi akademis anak, tidak ditemukan hubungan antara dua variabel tersebut karena prestasi akademis tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat (kuantitas) keterlibatan orang tua tetapi juga kualitas
keterlibatan tersebut. Balli dkk. (1997) menambahkan bahwa kualitas parental
involvement yang lebih baik diberikan oleh orang tua yang tingkat pendidikannya lebih tinggi (lulus perguruan tinggi) karena melibatkan aktivitas intelektual. Sehingga
pendidikan orang tua dapat menjadi possible moderating factor untuk parental
involvement.
Sebagai variabel kontrol, kontribusi inteligensi tidak terlalu besar, yaitu 0,099 untuk kenaikan prestasi akademis sebesar 1%. Kontribusi ini bahkan lebih kecil daripada academic efficacy. Namun, hal ini sesuai dengan Laidra dkk., (2007), yaitu korelasi antara inteligensi dan prestasi mulai melemah dari sekolah dasar menuju sekolah menengah.
Jadi, variabel yang berkontribusi signifikan terhadap prestasi akademis siswa pada tahap remaja awal dengan mengontrol inteligensi dalam penelitian ini adalah
4.4 Domain-Domain Academic Efficacy yang Mempengaruhi Prestasi
Akademis
Dengan Multiple Regression metode Enter, inteligensi yang berperan
sebagai variabel kontrol dimasukkan dalam langkah pertama dan hasilnya sama
seperti yang telah dideskripsikan sebelumnya. Self-efficacy memenuhi harapan
dimasukkan dalam langkah kedua kemudian domain ini menjelaskan sekitar 12% variansi dalam prestasi akademis anak (F1,110 = 16.771, p < .001). Self-efficacy
mengatur kegiatan belajar dimasukkan dalam langkah ketiga kemudian domain ini menjelaskan sekitar 3% variansi dalam prestasi akademis anak (F1,109 = 4.741, p <
.05). Selanjutnya, self-efficacy pelajaran sekolah dimasukkan dalam langkah
keempat dan domain ini tidak menjelaskan variansi (0%) dalam prestasi akademis anak (F1,108 = .032, ns).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, domain yang paling berkontribusi signifikan terhadap prestasi akademis adalah self-efficacy memenuhi harapan. Seperti dalam Martinelli dkk. (2009), self-efficacy mempengaruhi hasil yang
diharapkan. Semakin tinggi self-efficacy akan membuat harapan lebih tinggi
sehingga anak akan berusaha memenuhi harapan figur yang dekat dengannya dan dirinya sendiri dalam hal pendidikan. Anak-anak usia ini ingin membuat orang tua
dan gurunya bangga padanya. Kedua signifikan adalah self-efficacy mengatur
kegiatan belajar. Domain ini berkontribusi signifikan terhadap prestasi namun tidak sebesar domain sebelumnya. Sesuai dengan Zimmerman & Kitsantas (1999, dalam Pajares, 2003), domain ini terkait dengan strategi belajar yang lebih banyak digunakan, motivasi intrinsik, hal-hal/perilaku belajar yang adaptif, dan prestasi akademis. Kemudian, self-efficacy pelajaran sekolah didapatkan tidak signifikan. Hal
ini mungkin dikarenakan domain ini terdiri dari berbagai variasi pelajaran yang membutuhkan keterampilan yang berbeda (Laidra dkk., 2007). Prestasi adalah hasil harmonisasi antara self-efficacy dan keterampilan (Pajares, 2006). Oleh karena itu,
academic efficacy yang sama dapat menghasilkan prestasi yang berbeda karena perbedaan keterampilan.
Jadi, domain academic efficacy yang berkontribusi signifikan terhadap
prestasi akademis siswa dengan mengontrol inteligensi secara berturut-turut adalah
self-efficacy memenuhi harapan dan mengatur kegiatan belajar. Sedangkan self-efficacy pelajaran sekolah tidak berkontribusi signifikan.
4.5 Domain-Domain Parental Involvement yang Mempengaruhi Prestasi
Akademis
Dengan Multiple Regression metode Enter, inteligensi yang berperan
sebagai variabel kontrol dimasukkan dalam langkah pertama dan hasilnya sama
dengan yang sebelumnya. Home-based involvement dimasukkan dalam langkah
kedua kemudian domain ini menjelaskan sekitar 3% variansi dalam prestasi akademis anak (F1,110 = 3.424, ns). Academic socialization dimasukkan dalam
langkah ketiga dan domain ini tidak menjelaskan variansi (0%) dalam prestasi
akademis anak (F1,109 = .131, ns). Selanjutnya, school-based involvement
dimasukkan dalam langkah keempat dan domain ini juga tidak menjelaskan variansi (0%) dalam prestasi akademis anak (F1,108 = .469, ns).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hasil kontribusi yang tidak signifikan ini mungkin dikarenakan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah
dipengaruhi oleh kualitas involvement tersebut seperti dalam penelitian Balli dkk. (1997). Sehingga tingkat parental involvement tinggi namun involvement tersebut tidak berkualitas.
Dalam home-based involvement misalnya, orang tua menyediakan barang
atau mainan edukatif di rumah namun tidak pernah memotivasi anak untuk memanfaatkannya. Atau, orang tua membantu anak mengerjakannya PR-nya namun tidak memberikan penjelasan mengapa jawabannya demikian. Mungkin juga karena orang tua terlalu mendominasi, anak menjadi pasif dan tidak mengerti materi pelajaran. Seperti dalam Hill & Tyson (2009), anak remaja semestinya mengembangkan kemandirian dan keterampilan membuat keputusan.
Dalam Hill & Tyson (2009), realisasi school-based involvement tidak
berhubungan langsung dengan bidang akademis karena berupa keterlibatan dengan pihak sekolah. Ditambahkan lagi bahwa anak sekolah menengah mulai diberi
kebebasan sehingga school-based involvement tidak lagi berupa kunjungan orang
tua ke sekolah untuk memantau kegiatan belajar anak di kelas. Tidak signifikannya domain ini juga mungkin disebabkan oleh kualitas parental involvement yang ada. Misalnya, orang tua menjalin komunikasi dengan pihak sekolah namun komunikasi tersebut hanya menjadi bahan pembicaraan dan tidak ada tindak lanjut atas informasi yang diterimanya tersebut.
Sedangkan untuk academic socialization, mungkin saja orang tua
mengkomunikasikan harapan, manfaat sekolah, dan cita-cita dengan anak namun tidak diketahui bagaimana cara komunikasi tersebut dan belum tentu komunikasi itu dimengerti oleh anak. Anak mungkin saja mempunyai persepsi yang berbeda dengan orang tua sehingga anak menganggap pembicaraan tersebut sebagai ceramah belaka. Dalam Green dkk. (2010), komunikasi berperan sebagai mediasi
dalam memberikan treatment. Selain itu, dalam Aiken & Marnat (2006), minat dan cita-cita mulai stabil pada kelas sebelas (sekitar 16-17 tahun) sedangkan subyek dalam penelitian ini rata-rata berusia 12-13 tahun. Sehingga terlalu dini untuk membicarakan masa depan dan cita-cita dengan anak remaja awal karena minat
dan cita-citanya masih berubah-ubah. Dalam penelitian ini, kualitas parental
involvement tidak diuji atau dibahas lebih lanjut. Maka dari itu, kualitas parental involvement dapat menjadi bahan kajian untuk penelitian selanjutnya.