• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN HARDINESS ANTARA ANAK JALANAN YANG MENGIKUTI DAN TIDAK MENGIKUTI PROGRAM SAHABAT ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN HARDINESS ANTARA ANAK JALANAN YANG MENGIKUTI DAN TIDAK MENGIKUTI PROGRAM SAHABAT ANAK"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

126

PERBEDAAN HARDINESS ANTARA ANAK JALANAN YANG

MENGIKUTI DAN TIDAK MENGIKUTI PROGRAM SAHABAT ANAK

Arlita Christina Lidia Sandra

Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Krida Wacana – Jakarta

lidia.sandra@ukrida.ac.id

Abstract

The aim of this research was to found the hardiness differences between children on the street who participate in Sahabat Anak program with children whom not participate. Using purposive sampling methods, 60 children around 11-15 years old selected became participant in this research. Data collected using Disposition Resilience Scale and analyzed using t-test independent sample. The result found F score = 0,256 with significance level 0,165. Based on this result can be conclude tahat there was no significant difference between children on the street who participate in Sahabat Anak program with children whom not participate. The inmpication of this study showed that children on the street has the ability to deal with problems in their daily life which need to be improved.

Keyword : Children on the street, Hardiness, Sahabat Anak

Pendahuluan

Jakarta merupakan kota metropolitan yang sering dianggap menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat. Anggapan seperti inilah yang akhirnya membuat banyak orang-orang dari desa pindah ke Jakarta untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Ketika mereka sudah sampai di Jakarta, sebagian dari mereka yang tidak memiliki keahlian akhirnya tidak bisa melakukan apa-apa, dan keadaan seperti ini yang seringkali dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk menjadikan mereka pengemis. Para pengemis ini kemudian pada umumnya mencari penghidupan di jalanan, dan biasanya tidak sendiri namun terkadang terpaksa membawa anak-anak mereka untuk ikut mencari uang di jalanan. Mereka inilah yang biasa disebut anak jalanan (Fatimah, 2005).

Menurut The United Nations Children’s Foundation UNICEF (dalam Sugiharto, 2008) anak jalanan didefinisikan sebagai anak yang menghabiskan sebagian besar

(2)

127

waktunya di jalanan untuk bekerja atau melakukan aktivitas lain. Mereka terpaksa hidup dijalanan karena dicampakkan atau melarikan diri dari keluarga karena desakan ekonomi. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan, alasan anak bekerja adalah karena membantu pekerjaan orangtua (71%), dipaksa membantu orangtua (6%), menambah biaya sekolah (15%), dan karena ingin hidup bebas, untuk uang jajan, mendapatkan teman dan lainnya (8%). Selain itu Tjahjorini (dalam Sugiharto, 2008) mengemukakan persentase faktor-faktor timbulnya anak jalanan yang terkait dengan ketidakmampuan keluarga sebesar 97%, keluarga yang kurang mampu sebesar 2%, dan 1% menyatakan berasal dari keluarga mampu. Lalu yang terkait dengan ada ketidakserasian dalam keluarga sebesar 33%, ketidakserasian yang kadang terjadi sebesar 22%, dan 45% anak mengaku datang dari keluarga dengan pola komunikasi yang baik dan harmonis. Selain itu, terkait dengan adanya kekerasan dalam keluarga sebesar 23%, kekerasan keluarga yang sesekali terjadi sebesar 32%, tidak ada kekerasan keluarga sebesar 45%.

Anak jalanan merupakan fenomena sosial perkotaan saat ini karena kehidupan anak jalanan sangat memprihatinkan dan penuh ketidakpastian bagi masa depan mereka. Meski demikian masih ada anak-anak jalanan yang mampu muncul dengan sisi positif. Suatu karakteristik kepribadian positif dapat berfungsi sebagai penahan dalam menghadapi tingkat stress atau dampak negatif dari peristiwa yang terjadi, dan hal ini disebut dengan hardiness (Kobasa, 1979). Anak-anak jalanan yang diduga memiliki tingkat hardiness yang cukup tinggi pada akhirnya akan mampu menghadapi masalah yang dapat menimbulkan stress. Seperti yang ditulis oleh Departemen Sosial dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (Sugiharto, 2008), bahwa ada beberapa anak yang mampu menyerap hal positif dari jalanan, mampu mengambil peluang, menjadi pribadi yang tangguh, tahan kerja keras karena sering menghadapi hujan dan panasnya terik kota saat bekerja, memiliki solidaritas yang tinggi, mampu memahami pelajaran baru, sabar dalam menghadapi kehidupan, serta bersikap terbuka dan percaya.

Hal ini diduga karena adanya tingkat hardiness yang cukup tinggi pada anak jalanan. Salah satu formulasi pembentuk hardiness ialah kompetensi. Dengan adanya kompetensi, individu mampu menyelesaikan tuntutan kehidupan dengan cara tertentu

(3)

128

dan berbeda dari orang lain. Hal ini menyebabkan individu menjadi matang dan dapat bertahan dalam menjalani kehidupan (Hall, Lindzey, Loehlin, & Manosevitz, 1985).

Meskipun telah ditemukan fakta bahwa masih ada beberapa anak jalanan yang mampu berkembang secara positif, tetapi masalah pemfasilitasian anak jalanan masih tetap perlu dipikirkan. Upaya pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan anak-anak jalanan beserta keluarganya yang hidup di jalanan bukan hanya kewajiban pemerintah saja, melainkan masyarakat sekitar dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada memiliki kewajiban yang sama untuk dapat ambil bagian dalam upaya tersebut.

Seperti salah satu LSM yang bernama Sahabat Anak yang membantu memfasilitasi anak-anak jalanan di seputaran Jakarta ini, telah banyak membantu dalam hal pemberian pendidikan gratis sampai pembekalan karakter untuk anak jalanan. Anak- anak jalanan yang bergabung dengan yayasan ini biasanya berkumpul di hari Minggu untuk dapat belajar bersama dengan para tutor dan tidak dipungut bayaran. Dengan mengikuti program-program Sahabat Anak ini, para anak jalanan akan lebih mampu untuk dapat memaksimalkan potensi mereka dan diduga dapat meningkatkan hardiness .

Menurut Kobasa (1979) terdapat tiga karakteristik hardiness yang akan mampu membedakan individu yang mampu bertahan atau tidak mampu bertahan dalam menghadapi peristiwa yang menimbulkan stress, yaitu komitmen, kontrol, dan tantangan. Adanya komitmen akan membuat individu mampu mempercayai kebenaran dan nilai mengenai dirinya dan apa yang individu itu kerjakan. Adanya kontrol yang membuat individu merasa memiliki kendali atas kejadian yang terjadi dalam hidup individu. Lalu adanya tantangan yang mampu menjadi motivator yang baik bagi pertumbuhan. Melalui tantangan individu memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri (Kobasa, 1979).

Berbagai hal yang didapat anak jalanan dari yayasan Sahabat Anak diharapkan mampu membekali mereka dalam memiliki ketiga karakteristik di atas. Mereka difasilitasi dengan berbagai kegiatan positif yang mampu membuat mereka berpikir positif mengenai keberadaan dirinya dan lingkungan, serta ilmu pengetahuan

(4)

129

yang dapat meningkatkan wawasan mereka sehingga mereka dibentuk melihat suatu keadaan secara jelas dan terbuka.

Berdasarkan penjelasan ini, maka peneliti ingin melihat apakah ada perbedaan hardiness pada anak jalanan yang mengikuti program pembelajaran dan yang tidak mengikuti program pembelajaran di Sahabat Anak. Tujuan penelitian ini adalah ingin melihat perbedaan hardiness antara anak yang mengikuti dan yang tidak mengikuti program pembelajaran di Sahabat Anak.

Hardiness

Hardiness dapat didefinisikan sebagai pola tingkah laku dan kemampuan individu untuk menanggulangi dampak dari kejadian yang menimbulkan stress (Maddi, 2007). Kobasa (1979) mendefinisikan Hardiness sebagai sekumpulan karakteristik kepribadian yang berfungsi sebagai penahan saat individu menghadapi keadaan stress. Hardiness memiliki beberapa karakteristik yaitu komitmen, kontrol, dan tantangan.

Menurut Kobasa (McCalister, 2003) komitmen diartikan sebagai kemampuan individu untuk mempercayai kebenaran dan nilai mengenai dirinya dan apa yang individu kerjakan. Komitmen ini dapat menimbulkan kecenderungan untuk melibatkan diri dalam melakukan berbagai kegiatan yang ada di kehidupannya. Individu yang memiliki komitmen akan terus memiliki sense of purposive untuk dapat menemukan arti dari kehidupan yang dijalani dan membuatnya bertahan saat menghadapi stress yang mengancam (Kobasaa, Maddi, & Khan, 1982).

Karakteristik kedua yaitu kontrol. Menurut Averill, Phares, dan Seligman (Kobasa et al., 1982), kontrol dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk merasa dan bertingkah laku seolah olah individu memegang kendali atas segala kejadian yang terjadi dalam kehidupan individu. Perasaan memiliki kontrol akan terlihat pada persepsi individu yang menganggap dirinya memiliki pengaruh apabila berusaha untuk menggunakan imajinasi, kemampuan, pengetahuan, kemampuan, serta pembuatan keputusan (Kobasa, 1979).

Karakteristik ketiga yaitu tantangan. Tantangan merupakan pandangan bahwa adanya perubahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia

(5)

130

dan antisipasi terhadap perubahan dapat menjadi faktor yang baik bagi pertumbuhan dibandingkan ancaman terhadap rasa aman. Melalui tantangan individu memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri (Kobasa, 1979). Individu yang memiliki tantangan akan merasa bahwa belajar dari pengalaman hidup merupakan suatu hal yang baik bagi perkembangan kehidupan individu tersebut. Adanya motivasi untuk bertahan membuat individu tidak cepat menyerah (Maddi, 2004).

Remaja

Menurut Sarwono (2007), remaja merupakan tahap peralihan perkembangan manusia dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada tahap ini seorang remaja banyak mengalami perubahan baik dari segi fisik, psikologis, maupun perubahan system hormonal. Usia rata-rata remaja adalah antara 11-24 tahun. Menurut Santrock (2010), remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada masa ini, remaja memiliki jalan pikiran yang egosentris, merasa diri unik, memiliki lebih banyak waktu dengan teman sebaya, dan banyak berkonflik dengan orang tua. Melihat dari sisi akademik, remaja mulai lebih kompetitif, dan juga mulai memiliki ketertarikan dengan lawan jenis.

Remaja jalanan

Menurut UNICEF (dalam Sugiharto, 2008), remaja jalanan adalah remaja usia 6-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan untuk bekerja atau melakukan aktivitas lain. Mereka terpaksa hidup dijalanan karena dicampakkan atau melarikan diri dari keluarga karena desakan ekonomi. Menurut Lusk (Sugiharto, 2008), remaja jalanan ialah setiap perempuan atau laki-laki yang memanfaatkan jalanan, tempat umum, tempat kosong sebagai tempat tinggal sementara dan tanpa didampingi oleh orang dewasa. Menurut West (2003), remaja jalanan ialah anak-anak yang memiliki keseharian di jalanan tanpa rumah dan tanpa orangtua yang menjaga mereka. Resiko yang tinggi dapat mengarah pada melakukan tindak kriminalitas dan ekploitasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Keadaan remaja yang meninggalkan rumahnya dan bekerja di jalanan akan berakibat buruk pada perkembangan mereka, baik perkembangan fisik maupun psikologis (Hill, 1997).

(6)

131

Pada umumnya, penyebab munculnya remaja jalanan ini adalah adanya permasalahan yang mereka alami seperti permasalahan pada tingkat mikro, messo, dan makro (Sudrajat dalam Sugihato, 2008). Berbagai permasalahan pada tingkat mikro yaitu permasalahan yang berhubungan dengan remaja dan keluarganya seperti remaja putus sekolah, dipaksa bekerja oleh orang tuanya, ditelantarkan orang tua, ketidakmampuan orang tua dalam memenuhi kebutuhan pokok, ditolak orang tua, kekerasan pada anak, serta tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis pada anak.

Berbagai permasalahan pada tingkat messo yaitu permasalahan yang berhubungan dengan masyarakat seperti remaja dijadikan asset dan dieksploitasi untuk keperluan pendapatan, anak dipaksa bekerja di jalanan untuk mengamen maupun menjadi pedagang asongan. Adanya permasalahan ini dipandang negative oleh masyarakat umum dan dianggap dapat mendatangkan kriminalitas pada remaja. Sedangkan permasalahan pada tingkat makro yaitu permasalahan yang disebabkan oleh keadaan ekonomi yang ditanggulangi dengan dibukanya pekerjaan informal tanpa modal besar dan keahlian.

Dinamika penelitian

Penelitian ini akan membahas mengenai perbedaan hardiness antara anak jalanan yang mengikuti dan yang tidak mengikuti program Sahabat Anak pada usia remaja di Jakarta. Remaja yang tumbuh di lingkungan penuh resiko tinggi, seperti di jalanan akan terbentuk menjadi seorang remaja yang kurang memiliki motivasi untuk maju. Tetapi di sisi lain, ternyata ada karakter kepribadian yang berfungsi sebagai penahan efek negatif tekanan dari luar yaitu hardiness.

Individu yang memiliki hardiness akan memiliki motivasi untuk berprestasi, begitu pula dengan anak jalanan. Adanya fasilitas yang diberikan oleh Sahabat anak, memaksimal mereka dalam meningkatkan kemampuan yang ada serta menjadikan individu memiliki hardiness yang lebih besar untuk menghadapi ancaman kehidupan. Seperti telah dipaparkan di latar belakang, bahwa mereka yang bekerja dijalanan merupakan anak-anak yang memiliki resiko tinggi akan kejahatan dan kriminalitas. Hal

(7)

132

ini bisa menjadi pemicu munculnya stress yang mengakibatkan ketidakmampuan anak dalam mengatasi masalahnya dengan cara yang tepat.

Selain itu hardiness merupakan sesuatu yang sudah ada dalam diri setiap individu. Hardiness juga sudah mulai muncul saat individu memasuki masa awal kanak-kanak. Peneliti berasumsi, bahwa dengan adanya hardiness dalam diri setiap individu dan diberi bekal kompetensi yang cukup maka hardiness seseorang akan dapat meningkat dan individu tersebut lebih mampu untuk menghindari hal-hal yang membuat seseorang menjadi stres.

Sama halnya dengan anak jalanan yang telah memiliki hardiness secara natural, maka ketika dipasangkan dengan program Sahabat Anak khususnya program bimbingan belajar, diharapkan hardiness anak-anak jalanan ini meningkat. Meningkatnya hardiness dalam diri individu akan meningkatkan pula kemampuan untuk menangani hal-hal yang menimbulkan stres.

Metode Penelitian Partisipan

Subjek penelitian kali ini adalah anak jalanan yang berada di daerah grogol dan yang terdaftar mengikuti program-program yang diadakan oleh Sahabat Anak. Selain itu akan ada pembandingnya yaitu anak jalanan yang tidak mengikuti program Sahabat Anak. Kriteria umur yang menjadi batasan ialah 11-15 tahun atau setara dengan anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini dikarenakan anak-anak di tingkat SMP telah memiliki kemampuan baca dan pemahaman yang cukup baik, selain itu pada usia ini merupakan saat remaja awal. Peneliti akan mengambil sampel sejumlah 60 orang untuk penelitian kali ini. 30 orang anak yang mengikuti program Sahabat Anak dan 30 orang anak jalanan yang tidak mengikuti program Sahabat Anak.

Pengukuran

Penelitian kali ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental. Dalam penelitian ini tidak ada manipulasi ataupun kontrol. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini ialah Disposition Resilience Scale yang dikembangkan oleh Kobasa lalu

(8)

133

kemudian disempurnakan oleh Bartone dan terdiri dari 45 butir soal. Hasil penelitian menunjukkan reliabilitas secara keseluruhan memberikan koefisien Alpha Cronbach sebesar 0.85. Reliabilitas sub skala yang baik berkisar 0.62 hingga 0.82.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Adryan (2010) menguji validitas dan reliabilitasnya kepada 30 orang prajurit di Batalyon Bekang Poncol. Hasilnya menunjukan ada beberapa butir soal yang memiliki nilai korelasi lebih kecil dari 0.3, maka dari itu beberapa butir tersebut harus dibuang. Hasil uji reliabilitas menunjukan harga koefisien Alpha adalah 0.959, maka alat ukur ini dapat digunakan. Metode analisa data yang digunakan untuk melihat perbedaan skor hardiness ialah dengan menggunakan analisis statistik dengan t-test menggunakan SPSS 14. Nantinya nilai yang akan diolah adalah nilai akhir dari setiap subyek setelah itu data akan dihitung dengan menggunakan t-test independent sample.

Prosedur

Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling dan convenience. Saat mengambil sampel di anak jalanan yang mengikuti program Sahabat anak, peneliti menggunakan metode purposive sampling. Saat mengambil sampel anak jalanan yang tidak mengikuti program Sahabat Anak, peneliti menggunakan metode convenience sampling. Seseorang diambil menjadi sampel, lalu ada anak jalanan lain yang dikenal yang akan menjadi sampel berikutnya. Anak jalanan yang tidak mengikuti program Sahabat Anak diambil di daerah kolong jembatan Rawa Bebek, Cengkareng, Kota Tua, Gambir dan kolong jembatan Grogol.

Hasil penelitian

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai F sebesar 0. 256 dengan taraf signifikansi 0.615 yang berarti bahwa varian setara atau homogen. Hasil ini digunakan untuk menentukan nilai t, nilai yang digunakan untuk varian yang homogen ialah 0.560 dengan signifikansi sebesar 0.578 > 0.05. Hasil tersebut menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara anak jalanan yang mengikuti dan tidak mengikuti Sahabat Anak. Hal ini berarti hipotesis nul diterima dan hipotesis alternatif ditolak.

(9)

134

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara anak jalanan yang mengikuti maupun tidak mengikuti progam Sahabat Anak. Hasil ini didapat dari penyebaran kuesioner kepada 60 orang anak jalanan, 30 orang ialah anak jalanan yang mengikuti program Sahabat Anak dan 30 orang lainnya tidak mengikuti program Sahabat Anak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan hardiness anak jalanan yang mengikuti dan yang tidak mengikuti program Sahabat Anak. Pada kenyataannya tidak ada perbedaan hardiness pada kedua kelompok anak jalanan ini, tetapi mungkin jika dibandingkan dengan anak-anak yang bukan merupakan anak jalanan hasilnya bisa saja berbeda. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya metode yang digunakan bukan hanya penyebaran kuesioner, tetapi juga dapat menggunakan teknik wawancara, ataupun teknik penelitian kualitatif untuk menemukan alasan yang lebih mendalam dan mendapatkan dinamika yang lebih kompleks dan unik. Selain itu bisa juga membandingkan anak-anak jalanan dengan anak-anak yang bukan anak jalanan, serta melihat pengaruh apa saja yang bisa menimbulkan hardiness pada kelompok subyek yang akan diteliti. Dinamika hardiness yang muncul karena perbedaan-perbedaan yang ada dalam diri masing-maisng subjek juga menarik untuk digali lebih lanjut dengan lebih mendalam.

Pembahasan

Tidak adanya perbedaan menunjukkan implikasi bahwa hardiness dapat dipelajari secara alami. Terdapat tiga karakteristik hardiness yang akan mampu membedakan individu yang mampu bertahan atau yang tidak mampu bertahan dalam menghadapi peristiwa yang menimbulkan stres. Karakteristik yang pertama ialah komitmen. Menurut Kobasa (dalam McCalister, 2003) komitmen diartikan sebagai kemampuan individu untuk mempercayai kebenaran dan nilai mengenai dirinya dan apa yang individu tersebut kerjakan. Sehingga akan memunculkan kecenderungan untuk melibatkan diri dalam melakukan berbagai kegiatan yang ada di kehidupannya. Kobasa (1979) menjelaskan lebih lanjut bahwa individu yang memiliki komitmen biasanya tidak akan mudah menyerah pada kegagalan ataupun situasi yang mengancam diri individu tersebut.

(10)

135

Karakteristik yang kedua ialah kontrol. Menurut Averill, Phares dan Seligman (dalam Kobasa, Maddi dan Khan, 1982) kontrol ialah kecenderungan untuk merasa dan bertingkah laku atau bertindak seolah-olah individu memegang kendali atas segala kejadian yang terjadi dalam hidup individu tersebut. Perasaaan memiliki kontrol akan terlihat pada persepsi individu yang menganggap dirinya memiliki pengaruh apabila berusaha untuk menggunakan imajinasi, pengetahuan, kemampuan serta pembuatan keputusan (Kobasa, 1979).

Karakeristik yang ketiga ialah tantangan. Tantangan merupakan pandangan bahwa adanya perubahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dan antisipasi terhadap perubahan dapat menjadi motivator yang baik bagi pertumbuhan dibandingkan ancaman terhadap rasa aman. Melalui tantangan individu memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri ( Kobasa, 1979).

Individu yang memiliki tantangan akan merasa bahwa belajar dari pengalaman hidup merupakan suatu hal yang baik bagi perkembangan kehidupan individu tersebut (Maddi, 2004). Menurut Moss (dalam Kobasa, 1979), adanya motivasi untuk bertahan membuat individu tidak mudah menyerah. Semua karakteristik yang ada diatas menurut Kobasa (1979) dapat dipelajari secara alamiah karena semua manusia memiliki hardiness dalam diri masing-masing individu. Program Sahabat Anak sebenarnya dibuat untuk dapat memfasilitasi anak jalanan untuk dapat bertahan hidup dengan membekali dengan berbagai kompetensi dan keterampilan.

Program Sahabat anak yang telah dibuat dilakukan secara berkala tetapi jarak waktunya berjauhan, mungkin ini juga salah satu faktor tidak adanya perbedaan yang signifikan antara anak jalanan yang mengikuti program Sahabat Anak dan yang tidak mengikuti program Sahabat Anak. Hal ini karena anak-anak jalanan tetap saja lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk mencari nafkah di jalan daripada menempa diri dengan hal yang positif. Kembalinya anak-anak jalanan ke kehidupan mereka di jalanan menyebabkan faktor resikopun menjadi meningkat kembali dan mereka menjadi terbiasa untuk menjalani kehidupan keras tanpa tempaan secara langsung dari orang dewasa khususnya orangtua.

Tidak adanya perbedaan menunjukkan implikasi bahwa hardiness dapat dipelajari secara alami. Terdapat tiga karakteristik hardiness yang akan mampu

(11)

136

membedakan individu yang mampu bertahan atau yang tidak mampu bertahan dalam menghadapi peristiwa yang menimbulkan stres. Karakteristik yang pertama ialah komitmen. Menurut Kobasa (dalam McCalister, 2003) komitmen diartikan sebagai kemampuan individu untuk mempercayai kebenaran dan nilai mengenai dirinya dan apa yang individu tersebut kerjakan. Sehingga akan memunculkan kecenderungan untuk melibatkan diri dalam melakukan berbagai kegiatan yang ada di kehidupannya. Kobasa (1979) menjelaskan lebih lanjut bahwa individu yang memiliki komitmen biasanya tidak akan mudah menyerah pada kegagalan ataupun situasi yang mengancam diri individu tersebut.

Karakteristik yang kedua ialah kontrol. Menurut Averill, Phares dan Seligman (dalam Kobasa, Maddi & Khan, 1982) kontrol ialah kecenderungan untuk merasa dan bertingkah laku atau bertindak seolah-olah individu memegang kendali atas segala kejadian yang terjadi dalam hidup individu tersebut. Perasaaan memiliki control akan terlihat pada persepsi individu yang menganggap dirinya memiliki pengaruh apabila berusaha untuk menggunakan imajinasi, pengetahuan, kemampuan serta pembuatan keputusan (Kobasa, 1979).

Karakeristik yang ketiga ialah tantangan. Tantangan merupakan pandangan bahwa adanya perubahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dan antisipasi terhadap perubahan dapat menjadi motivator yang baik bagi pertumbuhan dibandingkan ancaman terhadap rasa aman. Melalui tantangan individu memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri ( Kobasa, 1979).

Individu yang memiliki tantangan akan merasa bahwa belajar dari pengalaman hidup merupakan suatu hal yang baik bagi perkembangan kehidupan individu tersebut (Maddi, 2004). Menurut Moss (dalam Kobasa, 1979), adanya motivasi untuk bertahan membuat individu tidak mudah menyerah. Semua karakteristik yang ada diatas menurut Kobasa (1979) dapat dipelajari secara alamiah karena semua manusia memiliki hardiness dalam diri masing-masing individu. Program Sahabat Anak sebenarnya dibuat untuk dapat memfasilitasi anak jalanan untuk dapat bertahan hidup dengan membekali dengan berbagai kompetensi dan keterampilan.

Program Sahabat anak yang telah dibuat dilakukan secara berkala tetapi jarak waktunya berjauhan, mungkin ini juga salah satu faktor tidak adanya perbedaan yang

(12)

137

signifikan antara anak jalanan yang mengikuti program Sahabat Anak dan yang tidak mengikuti program Sahabat Anak. Hal ini karena anak-anak jalanan tetap saja lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk mencari nafkah di jalan daripada menempa diri dengan hal yang positif. Kembalinya anak-anak jalanan ke kehidupan mereka di jalanan menyebabkan faktor resikopun menjadi meningkat kembali dan mereka menjadi terbiasa untuk menjalani kehidupan keras tanpa tempaan secara langsung dari orang dewasa khususnya orangtua.

Penelitian selanjutnya diharapkan agar dapat menggali lebih dalam hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat hardiness individu atau suatu kelompok. Hal ini dapat lebih memberikan jawaban yang mendalam mengenai tingkat hardiness individu, khususnya anak jalanan. Selain itu juga dapat menggali lebih dalam mengenai dinamika hardiness, faktor-faktor yang membentuk hardiness, maupun juga faktor-faktor yang dapat mengurangi ataupun meningkatkan hardiness anak jalanan.

Lembaga Swadaya Masyarakat yang telah berdiri selama ini banyak membuat program yang bertujuan untuk menjadikan anak-anak jalanan menjadi lebih baik. Bagi LSM yang telah berdiri, ada baiknya untuk mengevaluasi programnya secara berkala sehingga dapat mengetahui tingat keberhasilan dari program yang sudah dijalani. Hal diatas dapat terwujud dengan baik apabila sebelum membuat sebuah program telah diadakan survey terlebih dahulu mengenai kebutuhan apa yang sebenarnya diperlukan oleh anak jalanan yang menjadi sasaran, sehingga program yang dibuat dapat tepat guna. Selain dengan menggunakan survey, LSM bisa juga mewawancarai anak jalanan yang sudah berhasil dan mereka ini bisa dijadikan tutor bagi anak-anak jalanan yang menjadi anak-anak binaan LSM tersebut.

Daftar pustaka

Hall, C. S., Lindzey, G., Loehlin, J. C., & Manosevitz, M. (1985). Introduction to theories of psychology. Singapore: John Wiley & Sons.

Hill, M. (1997). Children and society. London: Pearson Education Limited.

Kobasa, S. C. (1979). Stressful life events, personality, and health: an inquiry into hardiness.Journal of Personality and Social Psychology, 37(1), 1-11.

Kobasa, S. C., Maddi, S. R., & Khan, S. (1982). Hardiness and health: A prospective study.Journal of Personality and Social Psychology, 42(1), 168-177.

Maddi, S. R. (2007). Relevance of hardiness assessment and training to the military context,Military Psychology, 19(1), 61-70.

(13)

138

McCalister, K. S. (2003). Hardiness and Support at Work as Predictors of Work Stress and Job Satisfaction.

Santrock, W. J. (2008). Psikologi pendidikan (Tri Wibowo, Penerj.). Jakarta: Kencana Santrock, W. J. (2010). Adolescence. (11th ed). New York: McGraw-Hill.

Sugiharto, S. T. (2008). Profil Anak Jalanan dan Strategi Pengentasannya di Bandung, Bogor dan Jakarta. Departemen Sosial. Diunduh

dari:http://www.depsos.go.id/unduh/Sri_Tjahjorini_Sugiharto.pdfW

West, A. (2003). At the margins: Street children in asia and the pacific. Poverty and Social Development Papers. No 8.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian sebelumnya [13], mengenai pembakaran menyeluruh pada ruang bakar dan reaktor pirolisis ( sebelum optimasi) menggunakan bahan biomassa kayu,

Ini artinya bahwa semakin baik kepemimpinan yang ada di Dinas Kesehatan Kota Depok akan berpengaruh meningkatkan kinerja pegawai dan semakin baik sistem kompensasi yang ada

Dapatan kajian ini menunjukkan tidak terdapat perbezaan yang signifikan seeara keseluruhan namun keputusan kajian ini yang menunjukkan pelajar yang menggunakan

pemuatan diawasi oleh Mualim I yang berada di anjungan kapal. kegiatan pemuatan berlangsung selama sekitar 25 menit. Rincian dasar penentuan berat tronton dump truck

Mahasiswa mampu mengembangkan kemampuan merancang suatu organisasi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan, merancang suatu system manajemen sumber daya

kelompok yang mendapat giliran piket harus datang lebih pagi agar kelas dapat dibersihkan dan siap digunakan sebelum pelajaran dimulai. kelas yang bersih sangat nyaman

kepentingan yang pro-rakyat, misalnya dalam pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terhadap izin usaha perkebunan yang dikeluarkan

Susi Susanti (UMS, 2012) dalam penelitian skripsi dengan judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Rental Mobil (Studi kasus Rental.. 8 Mobil KOPMA UMS) menyimpulkan