• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI SARI UKURTHA BR. TARIGAN NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI SARI UKURTHA BR. TARIGAN NIM"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis Di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo

Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

SKRIPSI

OLEH :

SARI UKURTHA BR. TARIGAN

NIM.051000544

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007

(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK KEPALA KELUARGA TERHADAP TINDAKAN PENCEGAHAN PENYAKIT FILARIASIS DI DESA

KEMINGKING DALAM KECAMATAN MARO SEBO KABUPATEN MUARO JAMBI

TAHUN 2007

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

SARI UKURTHA BR. TARIGAN

NIM.051000544

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007

(3)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul

PENGARUH KARAKTERISTIK KEPALA KELUARGA TERHADAP TINDAKAN PENCEGAHAN PENYAKIT FILARIASIS DI DESA

KEMINGKING DALAM KECAMATAN MARO SEBO KABUPATEN MUARO JAMBI

TAHUN 2007

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 25 Juli 2007 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji :

Ketua Penguji Penguji I

Prof. dr. H. Aman Nasution, MPH DR. Dra. Ida Yustina, Msi

NIP. 140 019 774 NIP. 131 996 170

Penguji II Penguji III

dr. Heldy B.Z, MPH dr. Fauzi, SKM NIP. 131 124 052 NIP. 140 052 649

Medan, 26 September 2007 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

dr. Ria Masniari Lubis, Msi NIP. 131 124 053`

(4)

ABSTRAK

Di Propinsi Jambi filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Hasil survei cepat yang dilakukan pada tahun 2002 tercatat sebanyak 205 kasus kronis. Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu kabupaten di propinsi Jambi yang kasus kronis filariasisnya terbesar sehingga perlu penanganan yang lebih intensif. Terjadinya penularan filariasis sangat dipengaruhi oleh lingkungan, perilaku dan pengetahuan masyarakat.

Penelitian ini bersifat survey explanatory yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik kepala keluarga (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pengetahuan dan sikap) terhadap tindakan pencegahan penyakit filariasis di desa Kemingking Dalam tahun 2007. Populasi penelitian ini adalah semua kepala keluarga yang ada di desa Kemingking Dalam sebanyak 554 kk, dan sampel berjumlah 85 kk yang diambil secara random. Data primer dihimpun melalui metode wawancara, dan analisis data dilakukan dengan teknik uji regresi ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel karakteristik kepala keluarga yang mempunyai pengaruh terhadap tindakan dalam pencegahan penyakit filariasis adalah pendidikan (p = 0,000), pekerjaan (p = 0,001), dan pengetahuan (p = 0,014). Hasil ini menunjukkan tindakan pencegahan filariasis dipengaruhi oleh karakteristik kepala keluarga, dan di antara karakteristik tersebut yang relatif paling dominan adalah variabel pendidikan (p = 0,000).

Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit filariasis di harapkan pemerintah agar lebih meningkatkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang optimal dan terpadu juga disertai dengan peningkatan upaya promosi melalui penyuluhan-penyuluhan dengan mengikutsertakan para penderita filariasis, tokoh agama, tokoh adat dan lembaga swadaya masyarakat sehingga masyarakat dapat lebih memahami dan mengetahui tindakan yang baik dan benar tentang pencegahan penyakit filariasis.

(5)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sari Ukurtha Br Tarigan

Tempat/tanggal lahir : Medan, 22 Maret 1971

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Jumlah Anak : 2

Nama Suami : Drs. Sueri Sinuraya

Alamat Rumah : Jl. SM. Raja Desa Ujung Serdang No. 31 Medan. Alamat Kantor : Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi.

Riwayat Pendidikan :

1978-1984 : SD Inpres Ujung Serdang

1984-1987 : SMP Negeri I Tanjung Morawa

1987-1990 : SMA Negeri Tanjung Morawa

1991-1995 : Akademi Analis Kesehatan RSU. Glugur Medan

2005-2007 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara

Riwayat Pekerjaan :

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan

Penyakit Filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007”, guna memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana kesehatan masyarakat.

Selanjutnya dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak untuk itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Dra Ida Yustina, MSi selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan dan juga selaku Dosen Pembimbing II yang dengan baik dan sabar membimbing dan mengarahkan penulis.

3. Bapak Prof. dr. H. Aman Nasution MPH, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan banyak saran dan masukan selama penyusunan skripsi

4. Ibu Eka Lestari Mahyuni SKM, MKes, selaku pembimbing akademik yang telah memperhatikan penulis selama masa perkuliahan.

(7)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan seluruh Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

6. Bapak Bustami selaku kepala desa Kemingking Dalam yang telah memberikan ijin kepada penulisan untuk melakukan penelitian di desa ini.

7. Kepala Puskesmas Kemingking Dalam dan seluruh staff Puskesmas yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian selama penulis mengadakan penelitian di Desa Kemingking Dalam.

8. Buat teman-temanku di AKK dan Mahasiswa ekstension stambuk 2005 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada suami yang telah banyak memberikan dorongan dan dukungan baik moril maupun material juga dorongan dan doa dari kedua orang tua sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di FKM USU.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Medan, Juli 2007 Penulis,

(8)

Sari Ukurtha Tarigan

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ……… . ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... x BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Masalah Penelitian ... 7 1.3. Tujuan Penelitian ... 7 1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Penyakit Filariasis ... 8

2.1.1. Definisi ... 8

2.1.2. Cara Masuk Mikrofilaria ke dalam Tubuh ... 8

2.1.3. Epidemiologi ... 8

2.1.4. Penyebab Filariasis di Indonesia ... 10

2.1.5. Hospes ... 10

2.1.6. Vektor ... 12

2.1.7. Daur Hidup ... 13

2.1.8. Gejala Klinis ... 14

2.2. Keadaan Lingkungan Sosial dan Budaya ... 15

2.3. Penentuan Desa Endemis Filaria ... 16

2.4. Pencegahan Filariasis... 17

2.4.1. Pengobatan Masal ... 17

2.4.2. Eliminasi... 18

2.5. Perilaku Penduduk ... 19

(9)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

2.5.2. Sikap... 21

2.5.3. Tindakan ... 22

2.6. Kerangka Konsep ... 23

2.7. Hipotesis Penelitian ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis Penelitian ... 25

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

3.2.1. Lokasi Penelitian... 25

3.2.2. Waktu Penelitian ... 25

3.3. Populasi dan Sampel ... 25

3.3.1. Populasi ... 25

3.3.2. Sampel ... 26

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 27

3.5. Definisi Operasional ... 27

3.6. Aspek Pengukuran ... 28

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel bebas ... 28

3.6.2. Aspek Pengukuran Varibel Terikat ... 31

3.7. Teknik Analisa Data ... 31

BAB IV. Hasil Penelitian ... 32

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 32

4.2. Karakteristik Responden ... 32

4.3. Pengetahuan Responden ... 34

4.4. Sikap Responden ... 36

4.5. Tindakan Responden Dalam Pencegahan Penyakit Filariasis ... 37

4.6. Analisa Statistik ... 39

BAB V. Pembahasan ... 42

5.1. Pengaruh Pendidikan Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis ... 42

5.2. Pengaruh Pekerjaan Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis ... 43

5.3. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis ... 44

5.4. Variabel Lain ... 46

BAB VI. Kesimpulan dan Saran ... 48

6.1. Kesimpulan ... 48

6.2. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Tabel 1.2. Tabel 3.1. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6 Tabel 4.7

Distribusi Penderita Filariasis di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2006

Distribusi Penderita Filariasi di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2002 – 2004

Aspek Pengukuran Variabel Bebas

Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kepala Keluarga ( Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ( Pengertian, Penyebab dan Tindakan Pencegahan Filariasis) di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Penyakit Filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007.

Distribusi Responden Berdasarkan Setuju, Kurang Setuju atau Tidak Setuju Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

(11)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

Tabel 4.8

Tabeli 4.9

Filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

Nilai Determinan Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

Hasil Uji Regresi Linear Berganda Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tidakan Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan masyarakat merupakan bagian integral dari pembangunan nasional karena upaya memajukan bangsa Indonesia tidak akan efektif apabila tidak memiliki dasar yang kuat yaitu derajat kesehatan masyarakat yang tinggi. Untuk mempercepat keberhasilan pembangunan kesehatan tersebut diperlukan kebijakan pembangunan kesehatan yang lebih dinamis dan proaktif dengan melibatkan semua sektor terkait baik pemerintah, swasta maupun masyarakat itu sendiri.

Upaya perbaikan dalam bidang kesehatan masyarakat salah satu diantaranya melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit, menurunkan angka kesakitan dan angka kematian sehingga tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2002).

Filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, karena merupakan penyebab utama kecacatan, stigma sosial, hambatan psikososial yang menetap dan penurunan produktivitas kerja individu, keluarga dan masyarakat

(13)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Dengan demikian penderita kaki gajah merupakan beban bagi keluarga, masyarakat dan negara (Depkes RI, 2002).

Penyakit kaki gajah merupakan penyakit di daerah tropik, tetapi dapat juga ditemukan di daerah sub tropik. Penyakit ini tersebar di 100 negara dengan lebih dari seratus miliar penduduk hidup di wilayah rawan tertular filariasis. Filariasis diperkirakan menginfeksi sekitar 120 juta penduduk di 80 negara terutama di daerah tropik dan beberapa di negara sub tropik. Dari 120 juta orang yang sudah terinfeksi, 40 juta diantaranya telah menjadi cacat dan disfungsi organ tubuh tertentu karena penyakit sudah berada dalam tahap kronis lanjut (Depkes RI, 2002).

Di Indonesia kurang lebih 10 juta penduduk sudah terinfeksi penyakit ini, dengan jumlah penderita kronik kaki gajah kurang lebih 6500 orang. Penyakit menular ini tersebar di 26 Propinsi, 231 Kabupaten, 451 Kecamatan dan 1553 desa endemik filaria, yaitu desa dengan angka mikrofilaria diantara penduduk lebih dari 1%. Diperkirakan sekitar 3% dari jumlah penduduk telah terinfeksi penyakit filariasis dengan jumlah kasus kronis yang tercatat sampai tahun 2000 sebanyak 1444 orang (Depkes RI, 2002).

Filariasis banyak diderita oleh penduduk berusia produktif (15-44 tahun), laki-laki lebih banyak terinfeksi daripada perempuan. Cacat fisik sifatnya permanen juga lebih banyak dijumpai pada laki-laki karena kemungkinan kontak dengan nyamuk lebih besar berkaitan dengan pekerjaannya (Soeyoko, 2002).

(14)

Penularan filiariasis banyak berkaitan dengan aspek sosial budaya, antara lain pengetahuan, kepercayaan, sikap dan kebiasaan masyarakat. Penduduk dengan pekerjaan petani berladang, pencari kayu rotan dan penyadap karet banyak terinfeksi filariasis (Sumarni dan Soeyoko, 1998).

Sejak tahun 1975, Indonesia telah melakukan program pemberantasan filariasis di daerah endemik. Secara keseluruhan prevalensi penyakit di Indonesia telah terjadi penurunan setelah dilakukan pengobatan massal pada penderita sejak Pelita I, namun penyakit ini di daerah-daerah tertentu masih tinggi prevalensinya. Daerah tersebut merupakan daerah kantong endemis dan selalu menjadi sumber penularan ke daerah lainnya (Depkes RI, 2002).

Pemerintah sendiri pada tahun 2002 telah mencanangkan dimulainya Program Nasional Eliminasi Penyakit Kaki Gajah di Indonesia dan telah menetapkan eliminasi penyakit kaki gajah sebagai salah satu program prioritas. Program ini dicanangkan sebagai respons dari program WHO yang menetapkan komitmen global untuk mengeliminasi filiariasis (”the global goal of elimination of lymphatic

filariasis as a public health problem by the year 2020”).

Adapun Program Nasional Eliminasi Penyakit Kaki Gajah dan rencana kegiatan tahunan 2002-2006 telah tersusun dan telah disetujui WHO untuk dilaksanakan secara bertahap. Pada tanggal 8 April 2002 di Desa Mainan, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Musi Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan, Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan dimulainya Eliminasi Penyakit Kaki Gajah di Indonesia.

(15)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

Di Propinsi Jambi, filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, terutama di Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Marangin, Kabupaten Sorolangun, Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten Muaro Jambi. Penyakit ini tersebar di 31 kecamatan, 41 wilayah Puskesmas dan 55 desa endemis. Hasil survei darah jari menunjukkan mikro filaria rate rata-rata 1,8% (interval 0,8%-2,98%). Hasil survei cepat yang dilakukan pada tahun 2002, tercatat sebanyak 205 orang terinfeksi mikro filarial di dalam darahnya. Penduduk propinsi Jambi lebih dari 103.000 jiwa atau sekitar 4% dari jumlah penduduk bertempat tinggal di daerah rawan filaria, sehingga beresiko untuk terinfeksi penyakit Elephanthias (Kaki Gajah).

Kabupaten Muaro Jambi merupakan daerah dataran rendah terletak pada ketinggian 0 – 500 meter di atas permukaan laut dan berada pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Hari, sehingga sangat dipengaruhi oleh keadaan musim. Kabupaten Muaro Jambi sebagaimana di Provinsi Jambi lainnya beriklim tropis dengan jumlah curah hujan rata-rata 231,3 mm dan bulan basah berkisar antara 8 – 10 bulan. Akibat curah hujan yang begitu besar maka daerah-daerah yang terletak pada cekungan dan rawa seperti pada Kecamatan Kumpeh, Kecamatan Maro Sebo, Kecamatan Kumpeh Hulu dan Kecamatan Sakernan yang berada pada daerah aliran sungai Batang Hari, hampir setiap tahun menimbulkan permasalahan akibat naiknya air permukaan yang menggenangi lahan pertanian, sawah serta pemukiman penduduk (Dinkes Muaro Jambi, 2005).

Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu kabupaten di propinsi Jambi yang terdiri dari 7 kecamatan dan 4 kecamatan diantaranya merupakan daerah

(16)

endemis filariasis. Hasil survei cepat yang dilakukan di Desa Sekumbung dengan 500 sediaan darah terdapat 10 orang yang positif (+) mengandung mikro filarial dengan Mf-rate 2%.

Berdasarkan laporan dari puskesmas Kemingking Dalam ditemukan jumlah kasus filariasis sebanyak 27 yang tersebar di tiga desa. Jumlah kasus yang terbanyak terdapat di desa Kemingking Dalam sebanyak 17 kasus.

Tabel 1.1 Distribusi Penderita Filariasis di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2006

No Kecamatan Nama Puskesmas Nama Desa Jumlah Kasus

1 Maro Sebo Kemingking Dalam

Jambi Kecil Kemingking Dalam Talang Duku Sekumbung Mudung Darat Muaro Jambi Desa Bakung Tanjung Katung Jambi Kecil Desa Baru Danau Lamo Jambi Tulo Kemingking Luar 18 5 4 4 3 3 2 1 1 1 1 1

2 Jaluko Penyengat Olak

Pondok Meja Rengas Bandung Pademangan Sei Bertam 2 1 3 3 Kumpeh Tanjung Puding Sei Aur Jebus Gd. Karya Tj. Ulu Tj. Ilir Sei Bungur Desa Puding Mekar Sari 2 3 1 2 1 3 4 1

(17)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

4 Kumpeh Ulu Muaro Kumpeh

Tangkit Teluk Raya Sai Terap Sakean Solok Sumber Jaya Arang-arang Kasang Lp. Alai Kasang Pudak 1 2 3 8 2 3 10 2

4 Kecamatan 8 Puskesmas 30 Desa 98 Kasus

Kecamatan Maro Sebo terdiri dari 19 desa dengan jumlah penduduk sebanyak 25.085 jiwa. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Muaro Jambi disebutkan bahwa dari 19 desa yang ada tercatat 12 desa yang menjadi daerah endemis filariasis yaitu Desa Muaro Jambi, Jambi Kecil, Mudung Darat, Tanjung Katung, Bakung, Desa Baru, Danau Lamo, Kemingking Luar, Jambi Tulo, Kemingking Dalam, Talang Duku dan Sekumbung. Sejak tahun 2003 Kecamatan Maro Sebo telah dilaksanakan pengobatan massal yang diharapkan berlanjut sampai tahun 2007.

Tabel 1.2. Distribusi Penderita Filariasis di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2002-2004

No Tahun Jumlah Klinis Filariasis

Acute Disease rate % (ADR %) Desa Terserang Jumlah Kasus 1 2002 42 0,02 15 42 2 2003 8 0,03 2 8 3 2004 3 0,02 2 3

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Muaro Jambi tahun 2005

Hasil laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Muaro Jambi tahun 2005 dan tahun 2006 terjadi peningkatan jumlah kasus maupun jumlah desa yang terserang. Tahun 2005 jumlah kasus meningkat menjadi 72 kasus dengan jumlah desa yang terserang sebanyak 25 desa, disusul dengan tahun 2006 jumlah kasus menjadi 98 kasus dengan jumlah desa yang terserang menjadi 30 desa.

(18)

Filariasis masih merupakan masalah kesehatan khususnya di beberapa kecamatan dan desa yang menjadi kantong filariasis di Kabupaten Muaro Jambi sehingga perlu penanganan yang intensif. Dimana timbul dan terjadinya penularan kaki gajah (Filariasis) sangat dipengaruhi keadaan lingkungan, perilaku dan pengetahuan masyarakat serta adanya vektor sebagai penularan penyakit tersebut. Untuk itu diperlukan dukungan dari berbagai lintas program, lintas sektoral, LSM (Lembaga Swadaya Masyaraakat) dan masyarakat itu sendiri dalam pemberantasan penyakit filariasis.

1.2. Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah ”Bagaimana pengaruh karakteristik kepala keluarga (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pengetahuan dan sikap) terhadap tindakan pencegahan penyakit kaki gajah (filariasis) di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi tahun 2007”.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menjelaskan pengaruh karakteristik kepala keluarga (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pengetahuan dan sikap) terhadap tindakan pencegahan penyakit filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi tahun 2007.

(19)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

1. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar untuk perencanaan dan pengambilan keputusan pada program pengendalian, penanggulangan penyebaran filariasis di Kabupaten Muaro Jambi.

2. Memberi masukan untuk dapat mengantisipasi penyakit filariasis di Kabupaten Muaro Jambi.

3. Bagi masyarakat dapat memberikan pemahaman tentang resiko terjadinya filariasis pada masyarakat dan upaya perbaikan lingkungan yang tepat untuk memutuskan mata rantai penularan filariasis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit filariasis 2.1.1. Definisi

Filariasis ialah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang di sebabkan oleh mikrofilaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Cacing tersebut hidup dikelenjar dan saluran getah bening, sehingga menyebabkan kerusakan pada sistim limpatik yang dapat menimbulkan gejala akut berupa peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenolimfangitis) terutama di daerah pangkal paha dan ketiak, tetapi dapat pula di daerah lain. Peradangan ini disertai demam yang timbul berulang kali dan dapat berlanjut menjadi abses yang dapat pecah dan meninggalkan parut (Depkes RI, 2002).

(20)

Mikrofilaria masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara melalui gigitan nyamuk, dimana tubuh manusia dapat terinfeksi mikrofilaria apabila nyamuk yang mengigit tubuh manusia mengandung larva cacing filaria yang infektif (stadium 3). Mikrofilaria akan keluar dari tubuh nyamuk dan masuk ke dalam tubuh manusia pada saat nyamuk mengigit dan menghisap darah manusia. (Depkes RI, 2002).

2.1.3. Epidemiologis

Penyebaran filariasis hampir diseluruh wilayah Indonesia, dibeberapa daerah dengan tingkat endemisitas yang cukup tinggi. Jumlah kasus filariasis di Indonesia cukup banyak. Berdasarkan hasil survei cepat tahun 2000, jumlah penderita kronis yang dilaporkan sebanyak 6.500 orang tersebar di 1.553 Desa, di 231 Kabupaten dan 26 Propinsi. Data ini belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya karena hanya 3.020 Puskesmas (42%) dari 7.221 Puskesmas yang menyampaikan laporan.

Tingkat endemisitas filariasis berdasarkan hasil survei pada tahun 1999 masih tinggi dengan rata-rata mf (Mikrofilaria) Rate 3,1% dengan interval 0,5%-19,64%. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat penularan filariasis di Indonesia masih tinggi.

Filariasis umumnya endemis di daerah dataran rendah, terutama di pedesaan, di daerah pantai, pedalaman, persawahan, rawa-rawa dan daerah hutan. Secara umum filariasis tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Jaya. Filariasis Wuchereria bancrofti tipe pedesaan masih banyak ditemukan di Propinsi Papua dan beberapa daerah lain di Indonesia, sedangkan

Wuchereria bancrofti tipe perkotaan ditemukan di Jakarta, Bekasi, Semarang,

(21)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Seram. Filariasis timori terdapat di Kepulauan Flores, Alor, Rote, Timor dan Sumba, umumnya endemik di daerah persawahan.

Filariasis bersifat menahun (Kronis) dan bila tidak memperoleh pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki (kaki gajah), lengan, payudara serta alat kelamin, baik pada wanita maupun laki-laki.

Meskipun filariasis tidak menimbulkan kematian secara langsung tetapi merupakan salah satu penyebab utama timbulnya kecacatan, kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainya. Hal ini disebabkan, karena bila terjadi kecacatan menetap, maka seumur hidupnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal, sehingga dapat menjadi beban keluarganya, merugikan masyarakat dan Negara. Seringnya serangan akut pada penderita filariasis sangat menurunkan produktivitas kerja, sehingga akhirnya dapat juga merugikan masyarakat. Selain itu penderita akan mengalami kerugian ekonomi yang besar. Hasil penelitian Departemen Kesehatan bersama Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 2000, menunjukkan bahwa biaya yang diperlukan oleh seorang penderita penyakit kaki gajah per tahun sekitar 17,8% dari seluruh pengeluaran keluarga atau 32,3% dari biaya untuk makan. Dengan demikian maka penderita akan menjadi beban bagi keluarga dan negara (Depkes RI, 2002).

2.1.4. Penyebab filariasis di Indonesia

Filariasis di Indonesia disebabkan oleh 3 spesies cacing filaria yaitu :

a. Wuchereria bancrofti b. Brugia malayi

c. Brugia timori

Dari tiga spesies tersebut secara epidemiologi dapat dibagi lagi menjadi 6 tipe yaitu :

(22)

a. Wuchereria bancrofti yang ditemukan di daerah perkotaan (urban) seperti di

Jakarta, Bekasi, Tangerang, Semarang, Pekalongan, dan sekitarnya.

b. Wuchereria bancrofti yang ditemukan di daerah pedesaan di luar Jawa tersebar

luas terutama Irian Jaya yang mempunyai periodisitas nokturna.

c. Brugia malayi yang di temukan di daerah persawahan yang bersifat periodik

nokturna.

d. Brugia malayi yang ditemukan di daerah rawa, bersifat sub periodik nokturna. e. Brugia malayi yang ditemukan di hutan bersifat non periodik, mikrofilaria

ditemukan dalam daerah tepi baik malam maupun siang hari.

f. Brugia timori yang bersifat periodik nokturna ditemukan di daerah Nusa tenggara

Timur, Maluku Tenggara, dan mungkin juga di daerah lain (Depkes RI, 2002).

2.1.5. Hospes

Hospes (induk semang) dari filariasis adalah manusia. Pada dasarnya semua

manusia dapat terjangkit filariasis apabila digigit oleh nyamuk vektor yang infektif (mengandung larva stadium 3). Vektor infektif mendapat mikrofilaria dari orang-orang setempat yang mengidap mikrofilaria dalam darahnya. Namun demikian, dalam kenyataannya tidak semua orang yang hidup disuatu daerah endemis filariasis terinfeksi dan semua orang yang terinfeksi tidak semua menunjukan gejala. Meskipun tanpa gejala tetapi sudah terjadi perubahan-perubahan patologis. Makin lama pendatang menempati daerah endemis filariasis makin besar kemungkinannya terkena infeksi. Pendatang baru dari daerah non endemis ke daerah endemis (misalnya

(23)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

transmigran) lebih banyak menunjukkan gejala, tetapi pada pemeriksaan darah jari lebih sedikit yang mengandung mikrofilaria.

Di suatu daerah endemis tinggi sebagian besar penduduk dapat terinfeksi. Biasanya pendatang baru ke daerah yang endemis seperti transmigran lebih cepat menunjukan gejala klinis akut bila terinfeksi walaupun mikrofilaria dalam belum ditemukan. Semakin lama pendatang baru menempati daerah endemis filariasis, maka akan lebih banyak yang terinfeksi.

Hospes reservoir berperan sebagai sumber penyakit. Diantara cacing filaria

yang menginfeksi manusia di Indonesia, hanya Brugia malayi yang sub periodik nokturna dan non periodik yang ditemukan juga pada hewan lutung (Presbytis

cristatus), kera (Macaca fascicularis) dan kucing (Felis catus) yang dapat merupakan

sumber infeksi pada manusia. Brugia malayi tipe sub periodik nokturna umumnya ditemukan di daerah rawa-rawa. Brugia malayi tipe non periodik ditemukan di hutan dan mikrofilarianya ditemukan dalam darah tepi baik siang maupun malam hari. Adanya hospes reservoir akan menyulitkan program pemberantasan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan untuk mengatasi keberadaan hospes

reservoir sebagai sumber penyakit (Depkes RI, 2002).

2.1.6. Vektor

Vektor penyakit kaki gajah (filariasis) adalah nyamuk yang mengandung mikrofilaria di dalam tubuhnya. Di Indonesia hingga saat ini telah di ketahui terdapat 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Aedes, Mansonia dan Armigeres yang dapat berperan sebagai vektor dan merupakan vektor yang potensial untuk

(24)

menyebabkan penyakit kaki gajah (filariasis). Terdapat 10 spesies nyamuk

Anopheles telah diidentifikasi sebagai vektor penular Wuchereria bancrofti tipe

pedesaan. Sedangan untuk vektor penular Wuchereria bancrofti tipe perkotaan adalah nyamuk Culex quinguefasciatus. Vektor penular Brugia malayi tercatat ada 6 spesies Mansonia dan untuk wilayah Indonesia bagian Timur selain Mansonia ada juga vektor lain yaitu nyamuk Anopheles barbirostris. Demikian pula untuk vektor penular Brugia malayi tipe sub periodik nokturna sebagai vektornya adalah beberapa jenis nyamuk spesies Mansonia. Pada daerah bagian Timur yaitu Nusa Tenggara Timur dan Kepulauan Maluku Selatan sebagai vektor penular Brugia timori adalah jenis nyamuk Anopheles barbirostris. (Depkes RI, 2002).

Nyamuk dapat bersifat antropofilik (menyukai darah manusia), zoofilik (menyukai darah hewan) dan zoantropofilik (menyukai darah hewan dan manusia),

eksofagik (mencari mangsa diluar rumah) dan endofagik (mencari mangsa di dalam

rumah). Tempat beristirahat berbeda-beda tergantung jenisnya. Umumnya nyamuk istirahat pada tempat-tempat teduh seperti di semak-semak sekitar tempat perindukan, dan di dalam rumah pada tempat-tempat yang gelap. Perilaku nyamuk sebagai vektor filariasis menentukan distribusi filariasis.

Setiap daerah endemis filariasis umumnya mempunyai spesies nyamuk yang berbeda-beda dan setiap spesies dapat menjadi vektor utama penyebab filariasis.

2.1.7. Daur hidup

Filaria limfatik dalam daur hidupnya memerlukan nyamuk sebagai vektor. Nyamuk menghisap darah penderita yang mengandung mikrofilaria dengan

(25)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

kepadatan tertentu. Daur hidup parasit ini memerlukan waktu yang sangat panjang. Masa pertumbuhan parasit di dalam nyamuk kurang lebih dua minggu. Pada saat nyamuk vektor menghisap darah manusia atau hewan yang mengandung mikrofilaria, maka mikrofilaria akan terbawa masuk dan melepaskan sarungnya di dalam lambung nyamuk dan selanjutnya bergerak menuju otot-otot torak, setelah lebih kurang 3 hari mikrofilaria ini akan memendek menyerupai sosis dan disebut larva stadium I (L1). Dalam waktu kurang lebih seminggu larva L1 akan bertukar kulit, tumbuh menjadi gemuk dan panjang dan disebut larva stadium II (L2). Pada hari ke sepuluh dan selanjutnya, larva L2 akan bertukar kulit sekali lagi tumbuh makin panjang dan lebih kurus dan disebut larva stadium III (L3).

Gerak larva L3 ini sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi mula-mula ke rongga abdomen dan kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung larva L3 yang sangat infektif ini menggigit manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk melalui luka tusuk kedalam tubuh hospes dan bersarang di saluran limfe. Di dalam saluran limfe, larva ini mengalami dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV (L4) dan stadium V (L5) atau cacing dewasa.

Brugia malayi dan Brugia timori dari L3 menjadi dewasa dalam kurun waktu kurang

lebih 3,5 bulan, sedangkan Wuchereria bancrofti dari L3 sampai dewasa di perlukan waktu lebih kurang 9 bulan. Umur cacing dewasa filaria 5-10 tahun (FK.UI, 2003).

Setelah dewasa, akan terjadi perkawinan dan cacing betina melahirkan mikrofilaria yang dapat ditemukan di dalam darah dan secara berkala di temukan di

(26)

dalam darah tepi untuk mengumpankan diri agar di isap oleh nyamuk vektor dan ditularkan ke inang yang baru (WHO, 1997).

2.1.8. Gejala klinis

Seseorang dapat terinfeksi filariasis apabila orang tersebut mendapat gigitan dari nyamuk vektor yang mengandung mikrofilaria dengan kepadatan tertentu. Akibat dari gigitan tersebut akan menimbulkan gejala klinis pada manusia yang sudah terinfeksi filariasis. Ada dua macam gejala klinis filariasis, yaitu gejala klinis akut dan gejala klinis kronis.

Gejala klinis akut adalah berupa peradangan pada kelenjar limfe (limfadenitis) atau saluran limfe (limfangitis). Pada umumnya gejala klinis akut yang terjadi adalah disertai dengan demam, sakit kepala, rasa lemah atau kelelahan dan dapat pula disertai abses (bisul) yang kemudian pecah dan sembuh. Biasanya abses yang sembuh akan meninggalkan bekas seperti parut. Bekas dalam bentuk parut sering kita lihat dan temukan didaerah lipatan paha dan ketiak. Keadaan ini banyak terdapat didaerah penularan filariasis dengan golongan spesies cacing filaria Brugia malayi dan Brugia

timori. Pada infeksi dengan Wuchereria bancrofti gejala akut yang berupa

peradangan tidak jelas, tetapi elephantiasis dapat mencapai ukuran yang besar. Gejala infeksi wuchereria bancrofti yang lebih jelas adalah orchitis, epidemitis, hidrokel dan kiluria. Bahkan hidrokel sering dipakai sebagai indikator endemis Wuchereria

bancrofti seperti elephantiasis scroti yang menyebabkan penderita tidak dapat

(27)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

Gejala kronis meliputi limfadema, hidrokel dan kiluria. Limfadema merupakan gejala kronis yang dialami penderita pada seluruh kaki atau lengan, skrotum, vagina dan payudara. Gejala ini biasanya terdapat pada penderita yang terinfeksi cacing filaria dengan spesies Wuchereria bancrofti, sedangkan untuk penderita yang terinfeksi oleh jenis spesies Brugia malayi dan Brugia timori, gejala klinisnya dapat mengenai kaki dan lengan di bawah lutut atau siku.

Hidrokel merupakan gejala klinis yang menyebabkan terjadinya pelebaran kantung buah skrotum yang berisi cairan limfe.

Sedangkan kiluria adalah gejala klinis yang dialami penderita dengan mengeluarkan air seni seperti susu. Adanya cairan seperti susu ini disebabkan oleh kebocoran saluran limfe didaerah pelvik ginjal, sehingga cairan limfe tersebut masuk ke dalam saluran kencing. Namun gejala klinis kiluria ini jarang ditemukan (Depkes RI, 2002).

2.2. Keadaan Lingkungan Sosial dan budaya

Lingkungan sosial dan budaya ialah lingkungan yang timbul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia, termasuk antara lain sosial ekonomi, perilaku penduduk, adat istiadat, tingkah laku, budaya penduduk, kebiasaan hidup penduduk, tradisi penduduk dan sebagainya. Sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat yang perlu diperhatikan antara lain adalah kebiasaan penduduk bertani (berkebun), dan kebiasaan penduduk bekerja malam hari atau keluar malam hari, serta kebiasaan penduduk pada malam hari sebelum dan sewaktu tidur. Kebiasaan- kebiasaan tersebut berkaitan dengan terjadinya kontak antara manusia dengan vektor (terjadinya infeksi).

(28)

Umumnya laki-laki menunjukkan angka infeksi microfilaria rate lebih tinggi dari perempuan karena umunya laki-laki lebih sering terpapar akibat pekerjaan dan kebiasaanya, sehingga kemungkinan terjadinya infeksi (kontak dengan vektor) lebih sering dari perempuan (Nyoman Saniambara, 2005).

2.3. Penentuan desa endemis filaria

Sebelum diadakan pemberantasan harus ditemukan daerah endemis terutama daerah endemis tinggi (Mf Rate > 1%). Untuk menentukan daerah endemis dapat digunakan beberapa cara: survei cepat, survei klinis, pemeriksaan serologi untuk daerah endemis Wuchereria bancrofti, pemeriksaan biologi molekuler untuk daerah endemis Brugia malayi dan Brugia timori. Indikasi awal dari pelaksanaan survei adalah ditemukannya penderita klinis atau penderita kronis diantara penduduk di desa tersebut. Survei yang dilaksanakan secara massal di Indonesia adalah survei gejala klinis dan darah jari yang dilakukan pada pukul delapan malam waktu setempat pada daerah sekitar rumah penderita dengan gejala klinis. Jumlah sampel diambil ditentukan dengan cara sampling. Bila hasil survei menunjukan Mf Rate > 1% maka desa tersebut ditetapkan sebagai daerah endemis yang harus dilakukan pengobatan massal. Bila Mf Rate < 1% ditetapkan sebagai non endemis dan dilakukan pengobatan selektif (Depkes RI, 2002).

2.4. Pencegahan Filariasis

Usaha pencegahan filariasis ini sesungguhnya berpulang kembali pada masyarakat sendiri. WHO sudah menetapkan ”The Global Goal of Elimination of

(29)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by The Year 2020”. Bentuknya

berupa program pengobatan dengan Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan albendazol sekali setahun selama 5-10 tahun di lokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis, baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya.

Tentu saja, mencegah lebih baik daripada mengobati. Caranya dengan menghindari dari gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu, menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat anti nyamuk, atau mengoles kulit dengan

lotion pencegah gigitan nyamuk. Melakukan pemberantasan terhadap sarang nyamuk

dengan melakukan 3M (menutup, menguras dan mengubur) benda-benda yang dapat menampung air ( Hermana, 2007 ).

2.4.1 Pengobatan massal

Pelaksanaan pengobatan massal dengan obat Diethyl Carbamazine Citrat (DEC), pada waktu sekarang ini masih merupakan kegiatan utama dalam pemberantasan filariasis. Upaya pemberantasan filariasis ini telah dilakukan sejak tahun 1975 dengan cara pengobatan massasl menggunakan obat dosis rendah Diethyl

Carbamazine Citrate (DEC) 100 mg untuk dewasa dan 50 mg untuk usia 2-10 tahun

selama 40 minggu. Dengan keikut sertaan Indonesia dalam global eliminasi yang dicanangkan oleh WHO maka saat ini digunakan kombinasi DEC 6mg/kg BB (Berat

(30)

Badan), Albendazole 400 mg (1 Tablet) dan Paracetamol 500 mg yang diberikan sekali setahun selama 5 (lima) tahun.

Pada semua kasus klinis sebelum diberikan obat DEC, semua gejala klinis akut yang berupa demam dan gejala peradangannya diobati terlebih dahulu dengan memberikan obat-obatan Analgesik, Antipiretik dan Antibiotik. Penggunaan obat

Antibiotik dilakukan apaabila terjadi infeksi sekunder. Setelah gejala akut diatasi,

penderita tersebut dapat diberikan pengobatan DEC 3x1 tablet 100 mg selama 10 hari dan disertai Paracetamol 3x1 tablet 500 mg dalam 3 (tiga) hari pertama. Untuk anak-anak, dosis disesuaikan dengan umur. Bila penderita berada di daerah endemis maka pada tahun berikutya diikutsertakan dalam pengobatan massal (Depkes RI, 2002).

2.4.2 Eliminasi Penyakit Filaria

Eliminasi filariasis adalah upaya pemberantasan yang dilakukan secara intensif,menyeluruh,terpadu dan berkesinambungan guna menurunkan angka kesakitan (Mf.rate) menjadi <1% sehingga tidak terjadi penularan lagi. Program eliminasi dilaksanakan atas dasar kesepakatan global WHO pada tahun 2000 (the

global goal of elimination of lymphatic filariasis as a public health problem by the year 2020).

Untuk melaksanakan eliminasi ini WHO telah menetapkan 2 strategi utama, yaitu:

1. Pemutusan mata rantai penularan dengan menurunkan angka kesakitan (Mf.Rate) menjadi <1% dengan cara pengobatan massal penduduk di desa endemis.

(31)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

2. Penatalaksanaan kasus klinis untuk mencegah kecacatan, srategi ini di tujukan untuk merawat penderita baik yang akut maupun kronis guna mencegah kecatatan dan mengurangi penderitaannya, sehingga mereka dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Adapun kegiatannya dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 2002 dan pada tahun 2010 direncanakan semua desa endemis sudah terjangkau (Depkes RI, 2002).

2.5 Perilaku penduduk

Berdasarkan pendapat Notoatmodjo yang dikutip oleh Mahdiniansyah (2002), perilaku adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan dari pandangan biologi. Perilaku manusia pada hakekatnya suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Untuk kepentingan analisa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku dapat tumbuh dibedakan menjadi dua yaitu perilaku yang tidak bersyarat atau pembawaan, dan perilaku yang bersyarat yang diperoleh berdasarkan pengalaman atau didapat, atau karena adanya proses belajar.

Menurut pendapat Blom yang dikutip oleh Mahdiniansyahn (2002), perilaku dapat dikelompokan menjadi tiga, yakni pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan tindakan (overt behavior). Perilaku dalam bentuk pengetahuan penduduk yang berkaitan dengan filariasis, baik pencegahan, penularan pengobatan dan lain-lain. Pengetahuan yang dimiliki tersebut dapat kemungkinan mempengaruhi kejadian filariasis, baik secara langsung atau tidak langsung. Perilaku dalam bentuk praktik berupa respon terhadap segala bentuk kegiatan yang pernah diberikan baik berupa

(32)

peyuluhan ataupun cara pencegahan dan pelaksanaan pengobatan terhadap suatu penyakit. Sikap adalah suatu keadaan mental dan kecendrungan seseorang untuk beraksi terhadap suatu keadaan dan lingkungan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman serta latar belakang pendidikan. Masih banyak masyarakat di daerah endemis filariasis mempunyai sikap tidak positif terhadap penanggulangan filariasis sebagai contoh masih adanya masyarakat yang menolak dilakukan pengobatan dan pengambilan darah. Selain itu masyarakat di daerah endemis filariasis umumnya kurang tanggap terhadap lingkungannya, seperti masih banyaknya daerah rawa-rawa di sekitar pemukiman tetap dibiarkan terbuka (Kasnodiharjo, 1990).

2.5.1. Pengetahuan

Pengetahuan (Knowledge) apa yang telah diketahui dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengetahuan atau tahu adalah mengerti sesudah melihat atau sesudah menyaksikan, mengalami atau setelah diajari.

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan domain yang paling penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) dan pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara, perilaku yang didasari dengan pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran.

Pengetahuan yang didalamnya mencakup 6 (enam) tingkatan yaitu :

1. Tahu (Know) diartikan sebagai mengigat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

(33)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

2. Memahami (Comprehention) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui.

3. Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk mempergunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

4. Analisis (Analysis) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek terhadap komponen-komponennya.

5. Sintesis (Synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (evaluation) hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang diukur dari objek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan tersebut diatas (Notoatmodjo, 2003)

2.5.2. Sikap

Menurut Notoatmodja (2003) sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dar prilaku yang tertutup.

Menurut Neowcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) bahwa sikap merupakan kesiapan seseorang untuk bertindak sebagai objek di lingkungan tertentu,

(34)

sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek 2. Kehidupan emosional untuk evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecendrungan untuk bertindak.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan melalui pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.

2.5.3. Tindakan

Menurut Notoatmodjo (2003) tindakan adalah gerakan/perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam tubuh maupun luar tubuh (Lingkungan). Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaanya terhadap stimulus tersebut.

Secara logis sikap akan dicerminkan dalam bentuk tindakan namun tidak dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu tindakan diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor pendukung dari berbagai pihak. Seperti halnya dengan pengetahuan dan sikap, tindakan juga terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :

(35)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

1. Persepsi (perception) diartikan mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon terpimpin (guided response) diartikan sebagai suatu urutan yang benar sesuai dengan contoh

3. Mekanisme (mechanism) diartikan apabiala seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara optimis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi (adaptation) suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu juga sudah dimodifikasi tanpa mengurangi keberadaan tindakan tersebut.

Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan wawancara atas kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran dapat juga dilakukan secara langsung yakni mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2003).

2.6. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Berdasarkan kerangka konsep diatas, dapat dirumuskan variabel yang akan diteliti sebagai berikut :

Karakteristik kepala keluarga: - Umur - Jenis Kelamin - Tingkat Pendidikan - Pekerjaan - Pengetahuan - Sikap Tindakan Pencegahan Filariasis

(36)

1. Karakteristik kepala keluarga adalah ciri yang melekat pada diri seorang kepala keluarga yang dapat membedakan satu kepala keluarga dengan kepala keluarga lainnya, yang berhubungan dengan tindakan dalam pencegahan penyakit filariasis.

2. Tindakan pencegahan filariasis adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh kepala keluarga dalam pencegahan penyakit filariasis.

2.7. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep, dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut : ”Ada pengaruh karakteristik kepala keluarga (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pengetahuan dan sikap) terhadap tindakan pencegahan filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi tahun 2007”.

BAB III

(37)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survey explanatory reserch dengan pendekatan kuantitatif yaitu untuk menjelaskan pengaruh antara variabel penelitian melalui pengujian hipotesa, yakni pengaruh variabel karakteristik kepala keluarga terhadap tindakan pencegahan penyakit filariasis di Desa Kemingking Dalam kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Kemingking Dalam kecamatan Maro Sebo yang merupakan salah satu daerah endemis di wilayah kabupaten Muaro Jambi.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 18 juni 2007 sampai dengan tanggal 22 juni 2007.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua kepala keluarga di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi sebanyak 544 KK. Pertimbangan memilih kepala keluarga di Desa Kemingking Dalam karena

(38)

jumlah kasus kronis filariasis lebih banyak terdapat di Desa ini dibandingakan dengan desa-desa endemis lainya.

3.3.2 Sampel

Jumlah sampel dalam penelitian ini dicari dengan mengunakan rumus yang ada di buku Soekidjo (2002).

N n =

1 + N (d2) n = 85

Dari hasil perhitungan dengan rumus diatas maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah sebanyak 85 kepala keluarga. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling (acak sederhana).

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yaitu data primer yang diperoleh dari masyarakat di Desa Kemingking Dalam melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan dan data sekunder diperoleh dari Puskesmas Kemingking Dalam, Dinas kesehatan Muaro Jambi serta buku-buku yang berhubungan dengan penyakit filariasis.

(39)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

Untuk memudahkan penelitian serta memiliki persepsi yang sama, maka defenisi operasional penelitian ini adalah :

1. Kepala keluarga adalah salah seorang dari keluarga yang dianggap sebagai pemimpin dan bertanggung jawab terhadap keluarga tersebut.

2. Umur adalah usia responden dalam tahun yang disampaikan pada saat wawancara.

3. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang dicapai oleh responden,

4. Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan secara rutin dalam usaha mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.

5. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang penyakit filariasis yang terdiri dari pengertian, gejala-gejala, penyebab, cara penularan, cara pencegahan dan cara penyembuhannya.

6. Sikap adalah kecendrungan responden untuk berespon baik secara positif atau negative dalam pencegahan penyakit filariasis.

7. Tindakan pencegahan segala sesuatu yang dilakukan oleh kepala keluarga dalam pencegahan penyakit filariasis.

3.6 Aspek pengukuran

(40)

Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas No Variabel In di ka to r Kriteria Bob ot Nilai Bobot Nilai Variabel Seluruh Indikator Skor Skala Penguk uran 1 Umur 1 1. 20-29 tahun 2. 30-39 tahun 3. 40-49 tahun 4. 50-59 tahun 5. >59 tahun Ordinal 2 Jenis kelamin 1 1. Laki-laki 2. Perempuan Nominal 3 Tingkat Pendidikan 1 1. Tidak tamat SD/tidak sekolah 2. SD 3. SLTP 4. SLTA 5.Akademi/ Sarjana Ordinal 4 Pekerjaan 1 1. Petani 2. Nelayan 3. Pedagang 4. PNS Nominal 5 Pengetahuan 13 1. Baik 2. Sedang 3. Kurang 3 2 1 39 31-39 22-30 13-21 Interval 6 Sikap 7 1. Baik 2. Kurang baik 3. Tidak baik 3 2 1 21 17-21 12-16 7-11 Interval

Aspek Pengukuran Variabel Terikat

Tindakan masyarakat diukur dengan menggunakan skala interval dengan teknik pilihan jawaban a (skor 3), b (skor 2), c (skor 1), dengan jumlah 7 pertanyaan. Masing-masing pertanyaan mempunyai nilai tertinggi 3, sehingga total skor tertinggi

(41)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

untuk kuesioner tindakan adalah 21 dan terendah adalah 7 Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Baik, apabila total skor yang dijawab untuk seluruh pertanyaan berada diantara 17-21.

2. Kurang baik, apabila total skor yang dijawab untuk seluruh pertanyaan berada diantara 12-16.

3. Tidak baik, apabila total skor yang dijawab untuk seluruh pertanyaan berada diantara 7-11.

Teknik Analisa Data

Teknik analisa Data yang digunakan adalah uji statistic regresi liniar berganda untuk menguji pengaruh veriabel karakteristik kepala keluarga (umur,jenis kelamin,tingkat pendidikan,pekerjaan,tingkat pengetahuan dan sikap) terhadap variable tindakan pencegahan filariasis dengan tingkat kepercayaan α =0,05 (95%)..

(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Kemingking Dalam merupakan salah satu desa di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi. Secara geografis desa Kemingking Dalam berbatasan dengan : (1) Sebelah timur berbatasan dengan desa Teluk Jambu, (2) Sebelah selatan berbatasan dengan desa Kemingking Luar, (3) Sebelah barat berbatasan dengan desa Tebat Patah, (4) Sebelah utara berbatasan dengan sungai Batang Hari.

Jumlah penduduk 2.721 jiwa (154 KK), yang terdiri dari laki-laki 1.398 jiwa dan perempuan 1.323 jiwa. Mata pencarian penduduk pada umumnya adalah sebagai petani, disamping itu sebagai pencari ikan di sungai (rawa-rawa), pedagang, pegawai negeri (Data Desa Kemingking Dalam, 2006).

Sarana Kesehatan yang terdapat di desa Kemingking Dalam adalah Puskesmas Kemingking Dalam serta Polindes yang ditangani oleh seorang Bidan Desa.

Kondisi lingkungan desa Kemingking Dalam banyak terdapat rawa-rawa, sungai, hutan dan kebun para (karet) milik Masyarakat yang merupakan habitat dari nyamuk.

4.2. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah Kepala Keluarga yang berjumlah 85 KK. Karakteristik responden yang diteliti meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pengetahuan dan sikap kepala keluarga terhadap

(43)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

tindakan pencegahan penyakit filariasis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok umur yang paling banyak adalah antara 30-39 tahun yaitu sebanyak 31 responden (36,5%). Responden terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 67 responden (78,8%). Tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah tamat SD yaitu sebanyak 39 responden (45,9%) dan pekerjaan responden yang terbanyak adalah petani yaitu 40 responden (47,1%).

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kepala Keluarga (Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan) di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%)

Umur 1. 20-29 tahun 15 17,6 2. 30-39 tahun 31 36,5 3. 40-49 tahun 17 20,0 4. 50-59 tahun 10 11,8 5. >59 tahun 12 14,1 Jumlah 85 100 Jenis Kelamin 1. Laki-laki 67 78,8 2. Wanita 18 21,2 Jumlah 85 100 Tingkat Pendidikan

1. Tidak sekolah/Tidak tamat SD 19 22,4

2. SD 39 45,9 3. SLTP 20 23,5 4. SLTA 4 4,7 5. Akademi/Sarjana 3 3,5 Jumlah 85 100 Pekerjaan 1. Petani 40 47,1 2. Nelayan 22 25,9 3. Pedagang 19 22,4 4. PNS 4 4,7 Jumlah 85 100

(44)

4.3. Pengetahuan Responden

Distribusi pengetahuan mengenai filariasis, sebanyak 65 responden (76,5%) tidak pernah mendengar tentang filariasis, 31 responden (36,5%) memperoleh informasi tentang filariasis dari orang tua (keluarga), 46 responden (54,1%) tidak mengetahui penyakit filariasis, 42 responden (49,4%) menjelaskan filariasis tidak tahu apakah penyakit filariasis mematikan, 38 responden (44,7%) menjelaskan penyakit filariasis disebabkan faktor keturunan, 42 responden (49,4%) menjelaskan tidak tahu apakah nyamuk dapat menularkan filariasis, 54 responden (63,5%) gejala-gejala penderita filariasis adalah sering demam berulang, tumbuh benjolan seperti bisul, tangan dan kaki bengkak, 40 responden (47,1%) menjelaskan penyakit filariasis menular, 39 responden (45,9%) tidak tahu upaya pencegahan penyakit filariasis, 34 responden (40,0%) menjelaskan penderita filariasis dapat disembuhkan, 45 responden (52,9%) menjelaskan pengobatan yang baik untuk filariasis adalah secara medis, 40 responden (47,1%) menjelaskan cara pemberantasan penyakit filariasis yaitu dengan pengobatan massal, pemberantasan sarang nyamuk, dan pengobatan bagi penderita, dan 43 responden (50,6%) menjelaskan yang dapat melakukan pemberantasan filariasis adalah pemerintah.

(45)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan (Pengertian, Penyebab, dan Tindakan Pencegahan Filariasis) di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

No Pengetahuan Tentang Filariasis

Kategori Jumlah

Baik Sedang Kurang n %

n % n % n % 1. Mendengar filariasis 65 76,5 20 23,5 - - 85 100 2. Sumber informasi 25 29,4 29 34,1 31 36,5 85 100 3. Pengertian filariasis 34 40,0 5 5,9 46 54,1 85 100 4. Penyakit mematikan 35 41,2 8 9,4 42 49,4 85 100 5. Penyebab filariasis 34 40,0 13 15,3 38 44,7 85 100

6. Nyamuk dapat menularkan 32 37,6 11 12,9 42 49,4 85 100

7. Gejala-gejala penderita 54 63,5 5 5,9 26 30,6 85 100

8. Penyakit filariasis menular 40 47,1 18 21,2 27 31,8 85 100 9. Upaya pencegahan filariasis 31 36,5 15 17,6 39 45,9 85 100 10. Penderita dapat disembuhkan 34 40,0 19 22,4 32 37,6 85 100

11. Pengobatan yang baik 45 52,9 11 12,9 29 34,1 85 100

12. Cara pemberantasan 40 47,1 8 9,4 37 43,5 85 100

13. Melakukan pemberantasan 43 50,6 9 10,6 33 38,8 85 100

Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan sedang yaitu sebanyak 46 responden (54,1%), pengetahuan kurang sebanyak 21 responden (24,7%), dan pengetahuan baik sebanyak 18 responden (21,1%).

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Penyakit Filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

No Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

1. Baik 18 21,2

2. Sedang 46 54,1

3. Kurang 21 24,7

(46)

4.4. Sikap Responden

Distribusi sikap terhadap penyakit filariasis, sebanyak 37 responden (43,5%) kurang setuju mengurangi kebiasaan keluar pada malam hari, 76 responden (89,4%) setuju pemakaian kelambu dan penggunaan obat anti nyamuk sewaktu tidur, 70 responden (82,4%) setuju penggunaan kawat kasa pada jendela dan ventilasi, 73 responden (85,9%) setuju pengobatan secara medis, 69 responden (81,2%) setuju pemberantasan filariasis dengan meminum obat sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut, 66 responden (77,6%) setuju pemeriksaan darah jari pada malam hari oleh petugas kesehatan, dan 71 responden (83,5%) setuju melakukan kegiatan 3M dalam upaya pencegahan filariasis.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Setuju, Kurang Setuju atau Tidak Setuju Terhadap Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

No Sikap Terhadap Penyakit Filariasis Pernyataan Jumlah Baik Kurang Baik Tidak Baik N % n % n % N % 1. Mengurangi kebiasaan keluar malam 33 38,8 37 43,5 15 17,6 85 100 2. Pemakaian kelambu dan

obat anti nyamuk

76 89,4 8 9,4 1 1,2 85 100

3. Penggunaan kawat kasa pada jendela/ventilasi

70 82,4 13 15,3 2 2,4 85 100

4. Pengobatan medis 73 85,9 11 12,9 1 1,2 85 100

5. Pemberantasan dengan meminum obat 1x setahun selama 5 tahun

69 81,2 12 14,1 4 4,7 85 100

(47)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

malam hari

7. Upaya pencegahan dengan kegiatan 3M

71 83,5 13 15,3 1 1,2 85 100

Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar responden bersikap baik terhadap pencegahan penyakit filariasis yaitu sebanyak 77 responden (90,6%), bersikap kurang baik sebanyak 8 responden (9,4%) sedangkan sikap tidak baik tidak ada.

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

No Sikap Frekuensi Persentase (%)

1. Baik 77 90,6

2. Kurang baik 8 9,4

3. Tidak baik 0 0

Jumlah 85 100

4.5. Tindakan Responden Dalam Pencegahan Penyakit Filariasis

Distribusi tindakan penyakit filariasis, sebanyak 41 (48,2%) sering melakukan kegiatan di luar rumah, 66 responden (77,6%) menggunakan kelambu dan obat anti nyamuk pada waktu malam, 57 responden (67,1%) tidak menggunakan kasa nyamuk pada jendela dan ventilasi rumah, 40 responden (47,1%) tidak pernah mengusir nyamuk secara tradisional, 70 responden (82,3%) ada menerima obat yang diberikan petugas kesehatan sekali dalam setahun, 61 responden (71,8%) memakan obat 2-3 kali yang diberikan oleh petugas kesehatan, dan 50 responden (58,8%)

(48)

kadang-kadang menguras dan membersihkan tempat-tempat penampungan air yang ada disekitar dan di dalam rumah.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

No Tindakan Pencegahan Terhadap Penyakit Filariasis Pernyataan Jumlah Baik Kurang Baik Tidak Baik N % n % n % N %

1. Tidak melakukan kegiatan di luar rumah

11 12,9 33 38,8 41 48,2 85 100 2. Menggunakan kelambu dan

obat anti nyamuk

66 77,6 10 11,8 9 10,6 85 100 3. Menggunakan kasa nyamuk

pada jendela/ventilasi

12 14,1 16 18,8 57 67,1 85 100 4. Kegiatan mengusir nyamuk

secara tradisional

16 18,8 29 34,1 40 47,1 85 100 5. Ada menerima obat yang

diberi petugas kesehatan 1x setahun

70 82,3 10 11,8 5 5,9 85 100

6. Berapa kali makan obat yang diberi petugas kesehatan

17 20,0 61 71,8 7 8,2 85 100

7. Sering menguras dan membersihkan tempat-tempat air

50 58,8 31 36,5 4 4,7 85 100

Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar reponden

bertindak kurang baik yaitu sebanyak 67 responden (78,8%), 17 responden (20 %) bertindak baik dan hanya 1 responden (1,2%) yang bertindak tidak baik.

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

(49)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

No Tindakan Frekuensi Persentase (%)

1. Baik 17 20,0

2. Kurang baik 67 78,8

3. Tidak baik 1 1,2

Jumlah 85 100

4.6. Analisa Statistik

Untuk mengetahui adanya pengaruh karakteristik kepala keluarga (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), pengetahuan dan sikap terhadap tindakan pencegahan penyakit filariasis, digunakan analisa statistik uji regresi linier berganda dengan metode enter. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda dapat diketahui bahwa hanya tiga variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu pendidikan (p=0,000), pekerjaan (p=0,001), dan pengetahuan (p=0,014). Dan dari ketiga variabel tersebut, variabel yang paling berpengaruh besar terhadap tindakan pencegahan penyakit filariasis adalah tingkat pendidikan (B=-0,200).

Tabel 4.8. Hasil Uji Regresii Linier Berganda Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

Variabel Bebas B T Sig (p)

(Constant) 2,678 5,846 0,000 Umur -0,015 -0,467 0,642 Jenis Kelamin 0,050 0,502 0,617 Tingkat Pendidikan -0,200 -4,068 0,000 Pekerjaan 0,155 3,309 0,001 Pengetahuan 0,176 2,510 0,014 Sikap -0,240 -1,698 0,093

Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda pada tabel diatas maka diperoleh model persamaan sebagai berikut :

(50)

Y = 2,678 – 0,200X1 + 0,155X2 + 0,176X3 Dimana :

Y = Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis X1 = Pendidikan

X2 = Pekerjaan X3 = Pengetahuan

Pada tabel 4.9. dapat dilihat bahwa variabel pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan mempunyai pengaruh terhadap tindakan pencegahan penyakit filariasis dengan koefisien determinan (R Square) sebesar 0,266. Dengan demikian, dapat ditafsirkan bahwa pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan mempengaruhi tindakan pencegahan penyakit filariasis sebesar 26,6% dan sebesar 73,4% dipengaruhi faktor-faktor lain.

Tabel 4.9. Nilai Determinan Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Kemingking Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007

Model R R Square Adjust R Square

(51)

Sari Ukurtha Br. Tarigan. Pengaruh Karakteristik Kepala Keluarga Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit

BAB V PEMBAHASAN

Hasil uji statistik dengan menggunakan regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel pendidikan (p = 0,000), pekerjaan (p = 0,001), dan pengetahuan (p = 0,014) mempunyai pengaruh terhadap tindakan pencegahan penyakit filariasis, karena memiliki nilai signifikan < 0,05. Sedangkan variabel umur (p = 0,642), jenis kelamin (p = 0,617), sikap (p = 0, 093) mempunyai nilai signifikan > 0,05 sehingga tidak mempunyai pengaruh terhadap tindakan pencegahan penyakit filariasis.

5.1. Pengaruh Pendidikan Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis

Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel pendidikan mempunyai pengaruh (B = -0,200) terhadap tindakan pencegahan penyakit filariasis dengan taraf signifikan 0,000. Artinya jika pendidikan meningkat belum tentu tindakan pencegahan penyakit filariasis menjadi lebih baik karena biasanya orang yang sudah berpendidikan tinggi merasa bahwa dirinya sudah tahu tetapi dalam kenyataannya dia tidak tahu, akibatnya tindakannya menjadi tidak ada atau tidak baik.

(52)

Tarigan (2004), menyebutkan bahwa tingkat pendidikan dengan ketidaktahuan responden tentang serangga (vektor) pembawa lympatik filariasis dan cara penularannya, mengakibatkan meratanya penyebaran lympatik filariasis.

Pendidikan seseorang akan berperan dalam perilaku kesehatannya. Menurut Kasnodihardjo (1990), seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan rendah, pada umumya akan mengalami kesulitan untuk menerapkan ide-ide baru dan membuat mereka bersifat konservatif, karena mereka tidak mengenal alternatif yang lebih baik yang tersedia baginya.

Demikian juga menurut Azwar (1988), kebutuhan dan tuntutan seseorang terhadap kesehatan amat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dimana jika tingkat pendidikan baik maka secara relatif kebutuhan dan tuntutannya terhadap kesehatan akan tinggi. Hal sebaliknya akan ditemukan jika tingkat pendidikan belum memuaskan.

Hasil penelitian di lapangan ditemukan perbedaan tindakan pencegahan penyakit filariasis, di mana responden dengan tingkat pendidikan rendah cenderung berperan dalam tindakan pencegahan penyakit filariasis.

5.2. Pengaruh Pekerjaan Terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Filariasis

Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel pekerjaan mempunyai pengaruh (B = 0,155) terhadap tindakan pencegahan penyakit filariasis dengan taraf signifikan 0,001. Artinya terjadi peningkatan tindakan pencegahan terhadap penyakit filariasis jika pekerjaan responden bukan petani dan sebaliknya jika

Gambar

Tabel 1.1 Distribusi Penderita Filariasis di Kabupaten Muaro Jambi Tahun  2006
Tabel 1.2.  Distribusi Penderita Filariasis di Kabupaten Muaro Jambi Tahun  2002-2004
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas  No  Variabel  In di ka to r  Kriteria  Bobot  Nilai  Bobot Nilai  Variabel Seluruh  Indikator  Skor  Skala  Pengukuran  1  Umur  1  1
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kepala Keluarga  (Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan) di Desa Kemingking  Dalam Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2007  Karakteristik Responden  Frekuensi  Persentase (%)  Umur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini Kerja Praktek dilakukan dengan membuat Media Pembelajaran Installasi dan cara penggunaan linux di dishubkominfo pemalang, dimana media pembelajaran

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

Setelah dilakukan analisis dan pengujian hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: variabel aliran kas operasi, perbedaan antara laba akuntansi dengan

pendidikan itu sendiri karena pendidikan pun merupakan sub sistem dari sistem. kehidupan manusia secara makro. Faktor- faktor penunjang tersebut antara lain

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa dari ketiga variabel yang dipakai yakni variabel ukuran perusahaan, laba rugi perusahaan dan ukuran Kantor

Pada kondisi awal hanya 7 siswa (27%) yang tuntas setelah dilakukan tindakan pada siklus I meningkat menjadi 13 siswa (50%) dan meningkat lagi menjadi 23 siswa

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dengan bentuk penelitian kualitatif (qualitative research) rancangan penelitian penelitian

(2003:61) menyatakan bahwa pengalaman dalam melaksanakan audit merupakan salah satu unsur yang dapat menunjang keahlian auditor. Standar umum kedua mengharuskan