• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sandy (1985), dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sandy (1985), dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu,"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Sungai

Menurut Sandy (1985), dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu, juga mengikis bumi, sehingga akhirnya terbentuklah cekungan dimana air tertampung melalui saluran kecil dan atau besar, yang disebut dengan alur sungai (badan sungai). Lebih jauh dikemukakan bahwa aliran sungai di bagian luarnya dibatasi oleh bagian batuan yang keras yang disebut dengan tanggul sungai.

Ekosistem sungai (lotik) dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan zona krenal (mata) air yang umumnya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi menjadi rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat pada tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air yang membentuk genangan air yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang kecil dan beberapa mata air akan membentuk aliran sungai di daerah pegunungan yang disebut zona rithral, ditandai dengan relief aliran sungai yang terjal. Zona ritral dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epirithral (bagian yang paling hulu), metarithral (bagian tengah), dan

hyporithral (bagian yang paling akhir). Setelah melewati zona hyporithral, aliran

sungai akan memasuki zona potamal, yaitu aliran sungai pada daerah-daerah yang relatif lebih landai dibandingkan dengan zona rithral. Zona potamal dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu epipotamal , metapotamal, dan hypopotamal (Barus, 2004).

(2)

Menurut Sandy (1985), nama bagian sungai dapat dibedakan menjadi empat yaitu, induk sungai, yang merupakan tubuh sungai yang terpanjang dan lebar mulai dari hulu sungai sampai ke hilir sungai, anak sungai adalah cabang-cabang sungai yang menyatu dengan induk sungai, alur anak cabang sungai, adalah cabang-cabang sungai yang menyatu dengan anak sungai,dan alur mati (creek), adalah alur-alur di bagian teratas yang kadang kala berair apabila hujan, dan pada waktu tidak ada hujan maka akan kering.

Ekosistem sungai secara tata ruang dapat dibagi menjadi dua bagian :

a. Ruang air yang berisi organisme hidup seperti tumbuhan air, plankton, ikan dan lain-lain.

b. Ruang dasar sungai yang berisi populasi bentik atau bentos yang hidup dalam dan atau menempel pada sedimen.

Secara ekologis organisme di perairan sungai dapat dibedakan menjadi dua zone atau subhabitat, yaitu :

a. Subhabitat riam : merupakan bagian sungai yang airnya dangkal tetapi arusnya cukup kuat untuk mencegah terjadinya pengendapan sedimen dasar, sehingga dasar sungai bersifat keras. Pada daerah ini hidup organisme bentik atau perifiton khususnya yang dapat melekat atau berpegang erat pada substrat padat dan jenis ikan yang dapat berenang melawan arus.

b. Subhabitat arus lambat : merupakan bagian sungai yang lebih dalam dan arusnya lebih lemah atau lambat dibandingkan subhabitat riam. Pada daerah ini

(3)

partikel-partikel cenderung mengendap sebagai sedimen di dasar sungai. Pada daerah ini hidup organisme bentos, nekton dan kadang-kadang plankton (Suradi, 1993).

2.2 Makrozoobentos

Bentos adalah semua organisme air yang hidupnya terdapat pada substrat dasar suatu perairan, baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas). Berdasarkan tempat hidupnya, bentos dapat dibedakan menjadi epifauna yaitu bentos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan dan infauna,yaitu bentos yang hidupnya tertanam di dalam substrat dasar perairan. Berdasarkan siklus hidupnya bentos dapat dibagi menjadi holobentos, yaitu kelompok bentos yang seluruh hidupnya bersifat bentos dan merobentos, yaitu kelompok bentos yang hanya bersifat bentos pada fase-fase tertentu dari siklus hidupnya (Barus, 2004).

Menurut Lalli dan Pearsons (1993), hewan bentos dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk memisahkan hewan dari sedimennya. Berdasarkan kategori tersebut bentos dibagi atas :

a. Makrozoobentos, kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan bentos yang terbesar, jenis hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca, annelida, crustaceae, beberapa insekta air dan larva dari diptera, odonata dan lain sebagainya.

b. Mesobentos, kelompok bentos yang berukuran antara 0,1 mm -1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir atau lumpur.

(4)

Hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca kecil, cacing kecil, dan crustaceae kecil.

c. Mikrobentos, kelompok bentos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm. Kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang termasuk ke dalamnya adalah protozooa khususnya cilliata.

Rosenberg dan Resh (1993) menyatakan bahwa hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis yang tergolong ke dalam kelompok makroinvertebrata air. Makroinvertebrata air dikenal juga dengan istilah makrozoobentos.

Hewan ini memegang peranan penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan. Hewan bentos, terutama yang bersifat herbivor dan detrivor dapat menghancurkan makrofit akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen perairan (Lind, 1985).

Odum (1994) menyatakan makroinvertebrata air (makrozoobenthos) memegang peranan penting dalam ekosistem perairan dan menduduki beberapa tingkatan trofik pada rantai makanan. Kedudukan makroinvertebrata air di dalam tingkatan trofik digolongkan ke dalam kelompok :

a. Grazers dan Serapers, adalah herbivor pemakan tumbuhan air dan periphyton. Taksa yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Ecdyonurus sp. (Ephemeroptera), Gastropoda, Elmis sp. dan Latelmis sp. (Coleoptera).

(5)

b. Shredders adalah detritivor pemakan partikel organik kasar. Takson yang tergolong ke dalam golongan ini adalah Tipula sp. (Diptera), Neumora sp. (Plecoptera).

c. Collector adalah detritivor pemakan organik halus. Berdasarkan cara pengambilan makanannya collector dapat dibagi dua yaitu filter feeder dan deposit feeder. Golongan filter feeder adalah collector yang mengambil makanan dengan cara menyaring materi yang terlarut di dalam air. Karakteristik collector dari golongan ini adalah mempunyai fila di daerah mulut atau kaki sebagai alat pengumpul makanan. Taksa yang termasuk golongan filter feeder adalah Simulidae (Diptera), Rheotanytarsus sp., Hydropsyche sp. Golongan deposit feeder adalah collector yang mengambil makanan yang ada di permukaan dasar perairan. Taksa yang termasuk golongan ini adalah Chiromonidae, Orthoeladine, Diamesiae.

d. Predator adalah carnivor pemakan hewan lain. Taksa yang termasuk golongan ini adalah Tanypodidae (Diptera), Perla sp.,(Plecoptera) dan Hirudinae.

Sebagai organisme dasar perairan, bentos memiliki habitat yang relatif tetap. Dengan sifat yang demikian, perubahan-perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya sangat mempengaruhi komposisi maupun kemelimpahannya. Komposisi maupun kemelimpahan makroinvertebrata tergantung kepada kepekaan/ toleransinya terhadap perubahan lingkungan. Setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas habitat dengan cara penyesuaian diri pada struktur komunitas. Dalam lingkungan yang relatif stabil, komposisi dan kemelimpahan makroinvertebrata air relatif tetap ( APHA, 1992 ).

(6)

Gaufin dalam Wilhm (1975) mengelompokkan spesies makrozobentos berdasarkan kepekaannya terhadap pencemaran karena bahan organik ke dalam kelompok :

a. Intoleran, yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di perairan yang kaya organik. Organisme ini tidak dapat beradaptasi bila kondisi perairan mengalami penurunan kualitas.

b. Fakultatif, yaitu organisme yang dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi lingkungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisme intoleran. Walaupun organisme ini dapat bertahan hidup diperairan yang banyak bahan organik namun tidak dapat mentolerir tekanan lingkungan.

c. Toleran, yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang luas, yaitu organisme yang sering dijumpai diperairan yang berkualitas jelek. Pada umumnya organisme tersebut tidak peka terhadap berbagai tekanan lingkungan dan kelimpahannya dapat bertambah diperairan yang tercemar oleh bahan organik.

2.3 Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Air

Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi. Untuk perairan yang dinamis, analisis fisika dan kimia air kurang memberikan gambaran sesungguhnya akan kualitas perairan, sedangkan analisis biologi khususnya analisis struktur

(7)

komunitas hewan bentos, dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kualitas perairan. Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Di antara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk makrozoobentos (Pradinda, 2008).

Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya dan perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan, apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk kualitas lingkungan (Triadmodjo, 2008).

Via-Norton, A. Maher and D. Hoffman. (2002) berdasarkan kualitas perairan, khususnya perairan tawar, dapat ditemukan spesies indikator sebagai berikut :

A. Indikator untuk perairan yang berkualitas baik : 1. Kelas serangga

Stonefly Nymphs (Order Plecoptera)

Common Stonefly Nymph (Family Perlidae)

Roach-like Stonefly Nymph (Family Peltoperlidae) Slinder winter Stonefly Nymph (Family Capniidae) Mayfly Nymphs (Order Ephemeroptera)

Brush-Legged Mayfly Nymph (Family Oligoneuridae) Flatheaded Mayfly Nymph (Family Heptageniidae)

(8)

Burrowing Mayfly Nymph (Family Ephemeridae) Caddisfly Larvae (Order Trichoptera)

Net-Spinning Caddis Larva (Family Philopotamidae) Fingernet Caddis Larva (Family Philopotamidae) Case-making Caddis Larva (Various Families) Free-living Caddis Larva (Family Ryacophilidae) Dobsonfly (Order Megaloptera, Family Corydalidae) Warter Penny (Order Coleoptera, Family Psephenidae) Riffle Beetle (Order Coleoptera, Family Elmidae) 2. Kelas lain

Gilled Snail (Order Gastropoda, Family Viviparidae)

B. Indikator untuk perairan berkualitas sedang (moderat) : 1. Kelas Serangga

Dragonfly Nymph (Order Odonata, Suborder Anisoptera) Damsefly Nymph (Order Odonata, Suborder Zygoptera) Watersnipe Fly Larvae (Order Diptera, Family Athericidae) Alderfly Larvae (Order Megaloptera, Family Sialidae) Cranefly Larvae (Order Diptera, Family Tipulidae) Beetle Larvae (Order Coleoptera)

Whirligig Beetle Larva (Family Gyrinidae)

Predaceous Diving Beetle Larva (Family Dytiscidae) Crawling Water Beetle Larva (Family Haliplidae)

(9)

2. Kelas lain

Scuds (Order Amphipoda, Family Gammaridae) Sowbugs (Order Isopoda, Family Asellidae) Crayfish (Order Decapoda, Family Cambaridae) C. Indikator untuk perairan berkualitas buruk

1. Kelas Serangga

Midge Larva (Order Diptera, Family Chironomidae) Blackfly Larva (Order Diptera, Family Simulidae) 2. Kelas lain

Pouch Snail (Order Gastropoda, Family Physidae) Planorbid Snail (Order Gastropoda, Family Planorbidae) Leech (Class Hirudinea)

Aquatic Worm (Class Oligochaeta)

2.4 Faktor Fisika - Kimia yang Mempengaruhi Komunitas Makrozoobentos

Menurut Nybakken (1992), sifat fisika-kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti makrozoobentos, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik (fisika- kimia) perairan, karena antara faktor abiotik dan biotik saling berinteraksi. Menurut Barus (2004), dengan mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor abiotiknya maka akan diperoleh gambaran tentang kondisi dan kualitas perairan.

(10)

Faktor abiotik (fisika-kimia) perairan yang mempengaruhi komunitas makrozoobentos antara lain:

2.4.1 Kecepatan arus

Kecepatan arus dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian antara bagian hilir dan hulu (topografi) badan air, dimana semakin tinggi perbedaan ketinggian (elevasi) tersebut maka arus semakin kuat. Kecepatan arus akan mempengaruhi komposisi substrat dasar (sedimen) dan juga akan mempengaruhi aktifitas makrozoobentos yang ada.

Kaitannya dengan kecepatan arus Odum (1971) dalam Suradi (1993) menyebutkan tujuh bentuk adaptasi yang dilakukan makrozoobentos, yaitu:

a. Membentuk kait dan alat pelekat. b. Melekat pada substrat yang kokoh. c. Bentuk tubuh yang sesuai.

d. Tubuh pipih. e. Reotaksis positif. f. Tigmotaksis positif. g. Bagian tubuh melekat.

Kecepatan arus merupakan salah satu faktor penentu kemelimpahan dan keanekaragaman makrozoobentos. Pada perairan yang relatif tenang dan banyak ditumbuhi tumbuhan air biasanya banyak ditemukan kelompok Molusca sedangkan perairan dengan arus kuat atau jeram banyak ditemukan makrozoobentos dari kelompok Insekta dan Hirudinae (Koesbiono, 1979).

(11)

Organisme yang ada di dasar sungai bergantung kepada sifat dasar sungainya. Dasar sungai tergantung kepada kecepatan arus air jika aliran sungai deras, maka dasar sungai mengandung kerikil dan pasir. Jika arus hampir diam, maka dasar sungai adalah lumpur (Sastrawidjaya, 1991).

2.4.2 Temperatur Air

Dalam setiap penelitian pada ekosistem akuatik, pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di air serta semua aktivitas biologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van’ Hoffs kenaikan temperatur sebesar 100 C (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat. Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi (Brehm dan Meijering, 1990 dalam Barus, 2004).

Temperatur air pada suatu perairan merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan dan distribusi makroinvertebrata air. Pada umumnya temperatur di atas 300C dapat menekan populasi makroinvertebrata air (Odum, 1994). Welch (1980) menyatakan bahwa hewan makroinvertebrata air pada masa perkembangan awal sangat rentan terhadap temperatur tinggi dan pada tingkatan tertentu dapat mempercepat siklus hidup sehingga lebih cepat dewasa. James dan Evison (1979)

(12)

menyatakan bahwa temperatur yang tinggi menyebabkan semakin rendahnya kelarutan oksigen yang menyebabkan sulitnya organisme akuatik dalam melakukan respirasi karena rendahnya kadar oksigen terlarut.

2.4.3 Penetrasi Cahaya

Kemampuan penetrasi cahaya sampai dengan kedalaman tertentu juga akan mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air dibadan perairan (Brower et al., 1990). Menurut Koesbiono (1979), pengaruh utama dari kekeruhan adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok. Sehingga menurunkan aktifitas fotosintesis fitoplankton dan alga, akibatnya menurunkan produktivitas perairan.

Muatan padatan tersuspensi dan kekeruhan, menurut Sandy (1985) sangat dipengaruhi oleh musim. Pada waktu musim penghujan kandungan lumpur relatif lebih tinggi karena besaran laju erosi yang terjadi; sedangkan pada musim kemarau tingkat kekeruhan air sungai dipengaruhi oleh laju aliran air yang terbatas menoreh hasil-hasil endapan sungai.

Menurut Sastrawijaya (1991), cahaya matahari tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan tersuspensi atau zat terlarut tinggi. Berkurangnya cahaya matahari disebabkan karena banyaknya faktor antara lain adanya bahan yang tidak larut seperti debu, tanah liat maupun mikroorganisme air yang mengakibatkan air menjadi keruh.

2.4.4 Intensitas Cahaya

Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian

(13)

lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Vegetasi yang ada disepanjang aliran air juga dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke mengabsorbsi cahaya matahari. Efek ini terutama akan terlihat pada daerah hulu yang aliran airnya umumnya masih kecil dan sempit.

Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Larva dari Baetis rhodani akan bereaksi terhadap perubahan intensitas cahaya, dimana jika intensitas cahaya matahari berkurang, hewan ini akan ke luar dari tempat perlindungannya yang terdapat pada bagian bawah dari bebatuan didasar perairan, bergerak menuju ke bagian atas bebatuan untuk mencari makanan (Barus, 2004).

2.4.5 DO (Disolved Oxygen)

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, yaitu untuk respirasi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi temperatur, dimana kelarutan maksimum oksigen di dalam air pada temperatur 00 C sebesar 14,16 mg/l O2, kelarutan ini akan menurun

jika temperatur air meningkat (Barus, 2004).

Menurut Sanusi (2004), nilai DO yang berkisar di antara 5,45 – 7,00 mg/l cukup bagi proses kehidupan biota perairan. Barus (2004), menegaskan bahwa nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6 – 8 mg/l, makin rendah nilai DO maka makin tinggi tingkat pencemaran ekosistem tersebut.

Disamgukur konsentrasi oksigen terlarut, biasanya dilakukan pengukuran terhadap tingkat kejenuhan oksigen dalam air. Hal ini dimaksudkan untuk lebih men

(14)

2.4.6 BOD ( Biochemichal Oxygen Demand )

BOD (Biochemichal Oxgen Demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikro organisme aerobi dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada temperatur 200 C. Untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat di dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikro organisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran, sementara dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa pengukuran 5 hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum dilakukan adalah setelah 5 hari (BOD5),

(Barus, 2004).

Menurut Brower, et al., (1990) , nilai konsentrasi BOD menunjukkan kualitas

suatu perairan, perairan tergolong baik jika konsumsi O2 selama periode 5 hari

berkisar sampai 5 mg/l O2 maka perairan tersebut tergolong baik dan apabila

konsumsi O2 berkisar antara 10 mg/l – 20 mg/l O2 akan menunjukkan tingkat

pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih besar dari 100 mg/l.

2.4.7 COD (Chemical Oxygen Demand)

COD (Chemical Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik secara kimia. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar/tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004).

(15)

2.4.8 pH (Derajat Keasaman)

Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amonia yang bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004)

2.4.9 Kandungan Nitrat dan Fosfat

Amonium dan amoniak merupakan produk penguraian protein yang masuk ke dalam badan sungai terutama melalui limbah domestik. Konsentrasinya di dalam sungai akan semakin berkurang bila semakin jauh dari titik pembuangan yang disebabkan adanya aktifitas mikro organisme di dalam air. Mikro organisme tersebut akan mengoksidasi amonium menjadi nitrit dan akhirnya menjadi nitrat. Penguraian ini dikenal sebagai proses nitrifikasi. Proses oksidasi amonium menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri jenis Nitrosomonas, nitrit dioksidasi menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter.

NH4 + O2 → NO2

(Amonium) Nitrosomonas (Nitrit) NO2 + O2 → NO3

(16)

Proses oksidasi tersebut akan menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut semakin berkurang, terutama pada musim kemarau saat curah hujan sangat sedikit dimana volume aliran air di sungai menjadi rendah. Dibarengi dengan tingginya temperatur dan apabila volume limbah tidak berkurang akan menyebabkan laju oksidasi tersebut meningkat tajam. Keadaan ini bisa mengakibatkan konsentrasi oksigen menjadi sangat rendah sehingga menimbulkan kondisi yang kritis bagi organisme air (Barus, 2004).

Unsur fosfor dalam perairan sangat penting terutama dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor dalam suatu perairan alami berasal dari pelapukan batuan. Sumber fosfat lainnya berasal dari buangan limbah rumah tangga, limbah pertanian dan buangan beberapa industri. Perairan yang mengandung fosfat tinggi melebihi kebutuhan normal organisme nabati yang ada, akan dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi (Alaert et.al., 1987). Menurut Wardoyo (1978) agar supaya kualitas air tetap baik dan aman bagi organisme yang ada, maka konsentrasi fosfat tidak melebihi dari 50 ppm.

2.4.10 Kandungan Organik Substrat

Menurut Seki (1982), komponen organik utama yang terdapat di dalam air adalah asam amino, protein, karbohidrat, dan lemak. Sedangkan komponen lain seperti asam organik, hidrokarbon, vitamin dan hormon juga di temukan di perairan. Tetapi hanya 10% dari material organik tersebut yang mengendap sebagai substrat di dasar perairan.

(17)

Kadar organik adalah satu hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan makrozoobentos, dimana kadar organik ini adalah sebagai nutrisi bagi makrozoobentos tersebut. Tingginya kadar organik pada suatu perairan umumnya akan mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan bentos dan sebagai organisme dasar, bentos menyukai substrat yang kaya akan bahan organik. Maka pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi hewan bentos (Koesbiono, 1979).

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisis data di atas, Penulis memilih analisa S1, O1 yaitu PATRIOT Basketball Academy memberikan Free Trial Class dan Coaching Clinic yang dapat meningkatkan

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Randal dan Svasand (2002) bahwa pelembagaan partai dalam konteks negara berkembang cenderung memiliki pelembagaan yang tidak

“Kami menyediakan delapan orang pengacara negara yang bisa membantu camat untuk mengatasi permasalahan hukum,” kata Kepala Kejari Jakpus, Datas Ginting, saat

Sebuah korelasi linear signifikan yang ditemukan antara nilai-nilai untuk konsentrasi senyawa fenolik (Tabel 2) dan aktivitas antioksidan dari ekstrak

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala

Dukungan terbesar yang didapat yaitu pada dukungan emosional baik dari sahabat dan juga keluarga serta perawat panti, sedangkan dukungan terendah yang didapat para lansia

Ibu hamil dengan status gizi buruk atau mengalami KEK (Kurang Energi Kronis) cenderung melahirkan bayi BBLR dan dihadapkan pada risiko kematian yang lebih besar

[r]