• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Lahan Pasang Surut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengertian Lahan Pasang Surut"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II ISI

2.1 Pengertian Lahan Pasang surut

Lahan pasang surut merupakan suatu lahan yang terletak pada zone/wilayah sekitar pantai yang ditandai dengan adanya pengaruh langsung limpasan air dari pasang surutnya air laut atau pun hanya berpengaruh pada muka air tanah. Sebagian besar jenis tanah pada lahan rawa pasang surut terdiri dari tanah gambut dan tanah sulfat masam.

Kemudian tanah pasang surut biasanya dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan terutama untuk lahan persawahan. Luas lahan pasang surut yang dapat dimanfaatkan berfluktuasi antara musim kemarau dan penghujan. Pemanfaatan lahan pasang surut telah menjadi sumber mata pencaharian penting bagi masyarakat disekitarnya meskipun belum dapat menggunakannya sepanjang tahun. Rata - rata lahan pasang surut hanya dapat ditanami sekali dalam setahunnya selebihnya dibiarkan dalam keadaan bero karena tergenang air. Tergenangnya lahan pasang surut secara periodik ada kaitannya dengan kepentingan pembangkit tenaga listrik dan meluapnya air pada musim penghujan. ( Hanggari,2008),

Lahan pasang surut berbeda dengan lahan irigasi atau lahan kering yang sudah dikenal masyarakat. Perbedaannya menyangkut kesuburan tanah, sumber air tersedia, dan teknik pengelolaannya. Lahan ini tersedia sangat luas dan dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Hasil yang diperoleh sangat tergantung kepada cara pengelolaannya. Untuk itu, petani perlu memahami sifat dan kondisi tanah dan air di lahan pasang surut.

Sifat tanah dan air yang perlu dipahami di lahan pasang surut ini berkaitan dengan: 1. Tanah sulfat masam dengan senyawa piritnya

2. Tanah gambut

3. Air pasang besar dan kecil 4. Kedalaman air tanah

(2)

Pengelolaan tanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan usaha tani. Dengan upaya yang sungguh-sungguh, lahan pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas.

2.2 Sifat tanah 1. Pirit

Pirit adalah zat yang hanya ditemukan di tanah di daerah pasang surut saja. Zat ini dibentuk pada waktu lahan digenangi oleh air laut yang masuk pada musim kemarau. Pada saat kondisi lahan basah atau tergenang, pirit tidak berbahaya bagi tanaman. Akan tetapi, bila terkena udara (teroksidasi), pirit berubah bentuk menjadi zat besi dan zat asam belerang yang dapat meracuni tanaman. Pirit dapat terkena udara apabila:

1. Tanah pirit diangkat ke permukaan tanah (misalnya pada waktu mengolah tanah, membuat saluran, atau membuat surjan).

2. Permukaan air tanah turun (misalnya pada musim kemarau).

Gejala keracunan zat besi pada tanaman: 1. Daun tanaman menguning jingga 2. Pucuk daun mongering

3. Tanamannya kerdil 4. Hasil tanaman rendah.

Ciri-ciri tingginya kadar besi dalam tanah: 1. Tampak gejala keracunan besi pada tanaman 2. Ada lapisan seperti minyak di permukaan air

3. Ada lapisan merah di pinggiran saluran. Belerang menyebabkan air tanah menjadi asam, bahkan lebih asam daripada cuka.

Akibat yang ditimbulkan adalah: 1. Tanaman mudah terserang penyakit 2. Hasil panen rendah

(3)

3. Tanaman lebih mudah kena keracunan besi.

4. Tingkat kemasaman tanah diukur dengan angka pH. Makin rendah angka pH, makin asam air atau tanahnya. Tanaman padi menyukai pH antara 5-6 dan padi tidak dapat hidup jika berada pada pH di bawah 3. 7

Mengenal adanya pirit dalam tanah

Pirit di dalam tanah dapat ditandai dengan:

1. Adanya rumput purun atau rumput bulu babi, menunjukkan ada pirit di dalam tanah yang telah mengalami kekeringan dan menimbulkan zat besi dan asam belerang.

2. Bongkah tanah berbecak kuning jerami ditanggul saluran atau jalan, menunjukkan adanya pirit yang berubah warna menjadi kuning setelah terkena udara.

3. Adanya sisa-sisa kulit atau ranting kayu yang hitam seperti arang dalam tanah. Biasanya di sekitamya ada becak kuning jerami.

4. Tanah berbau busuk (seperti telur yang busuk), maka zat asam belerangnya banyak. Air di tanah tersebut harus dibuang dengan membuat saluran cacing dan diganti dengan air baru dari air hujan atau saluran. Mengukur kedalaman pirit Kedalaman pirit diukur dengan cara berikut ini: 1. Gali lubang sedalam 75 cm atau lebih.

2. Ambillah gumpalan tanah mulai dari kedalaman 10 cm, 20 cm, 30 cm, dan seterusnya sampai ke bagian bawah.

3. Gumpalan tanah tersebut ditandai dan dicatat sesuai dengan asal kedalaman.

4. Setiap gumpalan tanah ditetesi air peroksida. Bila keluar buih meledak-ledak menunjukkan adanya pirit dalam tanah tersebut.

5. Cara lain dengan menyimpan gumpalan tanah tadi di tempat teduh. Diamati setelah 3 minggu, jika ada becak warna kuning jerami, maka tanah tersebut mengandung pirit.

Cara ini diulang sedikitnya di 20 tempat untuk setiap hektar lahan, guna memastikan kedalaman piritnya. Sehingga sewaktu mengolah tanah, pirit tidak teroksidasi, karena dapat meracuni tanaman.

(4)

2. Gambut

Gambut Gambut adalah tanah yang terdiri dari sisa-sisa tanaman yang telah busuk. Dalam keadaan basah, gambut itu seperti bubur. Gambut yang masih baru mengandung banyak serat-serat dan bekas kayu tanaman. Tanah gambut kurang subur, sehingga hasil tanaman rendah. Di samping tanahnya asam, air tanahnya juga asam. Jika pirit dalam lapisan tanah mineral di bawah gambut terkena udara, maka air dapat menjadi lebih asam lagi. Air bisa mengalir dengan mudah di dalam gambut, bahkan bisa bocor ke luar melalui tanggul sehingga petakan sawah cepat menjadi kering bila tidak diairi secara

(5)

teratur. Sulit membuat lapisan olah untuk menahan air di dalam petak sawah. Gambut yang selalu basah biasanya masih "mentah" sehingga zat-zat yang dibutuhkan tanaman tidak tersedia. Untuk itu gambut ini perlu dimatangkan agar lebih bermanfaat untuk tanaman. 10 Mematangkan gambut Cara mematangkan gambut dengan mengeringkannya sekali-kali, namun jangan dibiarkan menjadi terlalu kering atau melewati batas kering tak-balik. Jika terlalu kering, sifat gambut berubah menjadi "mati," seperti pasir semu, arang atau beras yang tidak dapat menyerap air. Akibatnya lahan tersebut tidak dapat ditanami karena tidak dapat menyediakan air untuk keperluan tanaman. Gambut yang mati mudah terbawa oleh air hujan, sehingga ketebalannya makin lama makin berkurang. Dapat pula mengakibatkan erosi walaupun lahannya datar. Gambut kering tampak mengkerut dan menyebabkan permukaan tanah menjadi lebih rendah. Akhirnya, lapisan tanah di bawah gambut dapat tersingkap. Mungkin lapisan pirit dalam tanah itu terkena udara, sehingga terbentuk racun yang berbahaya bagi tanaman. Apabila lapisan tanah di bawah gambut merupakan tanah liat, mungkin cukup subur. Tetapi bila di bawah gambut ada pasir, tanah tersebut kurang subur. Permukaan lahan yang terlalu rendah akan menghambat drainasenya dan lahan menjadi tergenang terlalu dalam oleh air pasang. Tanah gambut dapat terbakar. Jika membakar dipermukaan, kemungkinan di bawah permukaan pun api masih membara. Sehingga akan membakar tempat lain yang jauh dari tempat pembakaran awal. Pembakaran gambut dapat menghilangkan lapisan gambut. Jika mendekati lapisan tanah di bawahnya yang mungkin kurang subur berupa pasir atau tanah berpirit, lahan tersebut menjadi mati suri. Untuk itu, diusahakan gambut jangan sampai terbakar ataupun dibakar.

Perbaikan sifat gambut

Sifat gambut dapat diperbaiki dengan beberapa cara:

1. Menambah abu (misalnya dari sekam, kayu gergaji atau gunung api) dengan takaran 3-5 ton per hektar dalam larikan.

(6)

2. Menambah tanah lempung dengan takaran 3-5 ton per hektar.

3. Mencampur lapisan gambut dengan lapisan tanah mineral yang ada di bawahnya, walaupun mengandung pirit. Hal ini dapat dilaksanakan jika gambutnya cukup dangkal dengan memanfaatkan tanah mineral yang terangkat ke permukaan tanah ketika membuat parit.

Air dan Sifat-sifatnya Sifat air tanah terdiri dari: 1. Tinggi muka air genangan.

2. Mutu air tanah.

3. Tinggi muka air tanah.

Tinggi muka air tanah ditentukan oleh: 1. Macam tanah.

2. Pengolahan tanah.

3. Curah hujan di musim hujan dan kemarau. 4. Ketinggian air pasang dan surut.

5. Ketinggian lahan.

6. Kejauhan dari sungai atau saluran primer. 7. Ketinggian air di saluran terdekat.

8. Pengaturan pintu air.

9. Keadaan saluran cacing dan saluran kuarter di lahan petani. Mutu air ditentukan oleh:

1. Sifat tanah, seperti kedalaman dan keadaan pirit serta ketebalan dan keadaan gambut.

2. Sistem irigasi dan drainase yang ada 3. Pengaturan pintu air.

4. Seringnya air di lahan dan saluran digelontor.

Lahan pasang surut dibagi menjadi beberapa golongan menurut tipe luapan air pasang, yaitu:

A: Lahan terluapi oleh pasang besar (pada waktu bulan purnama maupun bulan mati), maupun oleh pasang kecil (pada waktu bulan separuh).

B: Lahan terluapi oleh pasang besar saja.

C: Lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun permukaan air tanahnya cukup dangkal, yaitu kurang dari 50 cm.

(7)

D: Lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun permukaan air tanahnya dalam, lebih dari 50 cm.

Menentukan muka air tanah

Dalam pengelolaan lahan perlu diketahui juga ketinggian muka air tanahnya. Cara mengetahuinya dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Ketinggian muka air tanah dapat dilihat di sumur terdekat. 2. Bila tidak ada sumur, maka digali lubang dalam tanah.

3. Kemudian tunggu antara 3-5 jam (kalau tanah gambut, tidak perlu menunggu lama)

4. Kedalaman air dalam lubang kemudian diukur dari permukaan tanah.

Saluran yang berlumpur biasanya pH air cukup tinggi dan dapat digunakan untuk irigasi, walaupun jalannya air kurang lancar. Air yang berada di saluran terlalu lama (lebih dari 3 minggu), akan mengandung banyak asam dan zat besi. Terlihat airnya berwarna merah bata agak kekuningan, sebaiknya jangan digunakan untuk mengairi sawah.

(8)

Air di petak-petak sawah yang terlalu asam harus dibuang melalui saluran cacing, kuarter, dan saluran tersier. Pintu air dan stoplog harus diatur sehingga airnya dapat dibuang. Air dalam saluran yang terlalu asam tidak boleh digunakan untuk mengairi tanaman. Namun, jika terpaksa digunakan untuk menanggulangi kekeringan, maka harus ditabur kapur sebanyak 1 ton per hektar.

Pengelolaan Air

Pengelolaan air dibedakan dalam:

1. Pengelolaan air makro, penguasaan air di tingkat kawasan reklamasi. • Pengelolaan air mikro, pengaturan tata air di tingkat petani.

2. Pengelolaan air ditingkat tersier, dikaitkan dengan pengelolaan air makro dan pengelolaan air mikro.

Pengelolaan air makro

Pengelolaan air makro ini bertujuan untuk membuat lebih berfungsi: 1. Jaringan drainase - irigasi: navigasi, primer, sekunder.

2. Kawasan retarder, kawasan sempadan, dan saluran intersepsi. 3. Kawasan tampung hujan.

Pengelolaan air di tingkat tersier

Cara pengelolaannya sangat tergantung kepada tipe luapan airnya: 1. Sistem aliran satu arah untuk tipe luapan A.

2. Sistem aliran satu arah plus tabat untuk tipe luapan B. 3. Sistem tabat untuk tipe luapan C.

4. Sistem tabat plus irigasi tambahan dari kawasan tampung hujan yang berada di ujung tersiernya untuk tipe luapan D.

Sistem irigasi dan drainase Sistem Aliran Satu Arah

(9)

Pelaksanaan sistem ini tergantung kepada kesepakatan pengaturan pintu-pintu air. 1. Jika salah satu saluran tersier berfungsi sebagai saluran pemasukan (irigasi),

maka saluran tersier disebelahnya dijadikan saluran pengeluaran (drainase). 2. Saluran pemasukan diberi pintu air yang membuka ke dalam, sehingga pada

waktu pasang air dapat masuk dan air tidak dapat ke luar jika air surut.

3. Saluran pengeluaran diberi pintu air yang membuka ke luar, sehingga pada waktu air surut air dapat keluar dan air tidak dapat masuk jika air sedang pasang.

4. Saluran kuarter yang merupakan batas pemilikan perlu ditata mengikuti aliran satu arah. Pada lahan yang bertipe luapan B, pintu flap gate dilengkapi stop log yang difungsikan pada waktu air pasang kecil. 17 Sistem tabat Lahan yang bertipe luapan C dan D yang tidak terluapi air pasang dan air hujan juga tidak dapat menggenang.

Untuk itu perlu diatur dengan sistern tabat dengan cara sebagai berikut:

1. Memasang tabat di muara saluran tersier atau di perbatasan sawah dan desa untuk meningkatkan air tanah.

2. Membuat pematang yang tangguh dan tidak bocor.

3. Menutup pengeluaran ke saluran drainase pengumpul atau saluran kuarter. Lahan bertipe luapan pasang C dan kegiatan penggantian air dilakukan dengan urutan sebagai berikut:

1. Air di saluran tersier dibuang ketika air surut dan ditabat ketika air pasang besar.

2. Air di saluran kuarter dibuang ke saluran tersier.

3. Pada waktu air pasang berikutnya air di saluran tersier dibuang dan ketika air pasang berikutnya air ditahan di saluran tersier dengan memasang tabat.

4. Air di petakan sawah dibuang dan dialirkan ke saluran tersier untuk mempertahankan air tanah tetap tinggi.

5. Air hujan akan memperbarui genangan air di petakan sawah. Pengelolaan air di tingkat petani

(10)

1. Pengelolaan air di saluran kuarter 2. Pengelolaan air di petakan sawah petani

Sistem pengelolaan airnya dilakukan dengan sistem aliran satu arah. Salah satu saluran tersier dijadikan aluran pemasukan irigasi dan saluran kuarter dijadikan saluran pembuangan menuju saluran tersier drainase.

Diperlukan juga saluran dangkal di sekeliling petakan sawah. Saluran ini berfungsi sebagai saluran penyalur di dekat saluran kuarter irigasi dan sebagai saluran pengumpul yang didekat saluran kuarter drainase.

Di dalam petakan sawah dibuatkan pula saluran dangkal intensif yang berfungsi untuk mencuci zat asam dan zat beracun dari lahan. Jarak antar-saluran bervariasi tergantung kepada kendala lahan yang dapat diatur sebagai berikut:

1. Lahan dengan kandungan pirit dalam dibuat saluran dengan jarak 9 m atau 12 m

2. Lahan dengan kandungan pirit dangkal dibuat saluran dengan jarak 6 m atau 9 m

3. Pada lahan sulfat masam dibuat saluran dengan jarak 3 m atau 6 m 4. Pada lahan tidur dibuat saluran berjarak 3 m.

Pengelolaan Tanah

Tanah aluvial yang mengandung pirit dalam dan dangkal maupun aluvial bersulfat sebaiknya dijadikan lahan sawah, karena lebih murah dan aman untuk pertanaman. Namun, sering dengan adanya saluran primer, sekunder, dan tersier, lahan ini menjadi lahan yang bertipe luapan pasang C atau D, sehingga seringkali tanahnya pecah-pecah membentuk bongkahan. Oleh karena itu, diperlukan:

1. Pengolahan tanah 2. Pemberian amelioran 3. Pemupukan

Pengolahan tanah Cara pengolahan tanah dapat dilakukan dengan beberapa tahap kegiatan, yaitu:

(11)

2. Membajak lahan dengan menggunakan bajak singkal

3. Menggenangi lahan selama 1-2 minggu, kemudian airnya dibuang. Hal ini dilakukan sampai 2-3 kali.

4. Melumpurkan tanah yang telah selesai dibajak dan diratakan, selanjutnya siap untuk tanam.

Pemberian amelioran dan pupuk

Amelioran yang diberikan berupa kapur/dolomit serta pupuk P dan K. Kapur dan pupuk diberikan pada kondisi lahan macak-macak.

Macam pintu air

Pintu sorong (pintu ulir, sliding gate)

1. Pintu sorong dapat dibuka atau ditutup dengan tangan.

2. Pada musim hujan, pintu sorong digunakan untuk mengatur ketinggian air di saluran.

3. Pada musim kemarau, pintu ini sebaiknya ditutup agar air tidak keluar dari saluran.

Pintu klep otomatis (pintu ayun, flap gate)

1. Pintu ini dapat membuka dan menutup secara otomatis akibat perbedaan tinggi muka air di hulu dan di hilir bangunan.

2. Letak pintu klep dapat diatur untuk memasukkan air pada waktu pasang dan menahan pada waktu surut atau sebaliknya, tergantung kebutuhan.

3. Klep dapat dipasang supaya menahan air di saluran dan di lahan. Bila klep membuka ke dalam, pintu terbuka pada waktu pasang dan tertutup pada waktu surut sehingga air yang telah masuk tidak bisa keluar.

4. Klep juga dapat dipasang supaya membuang air dari saluran. Bila klep membuka ke luar, air tidak bisa masuk pada waktu pasang, tapi dibuang pada waktu surut. • Pintu klep juga dapat digerek supaya tidak tutup.

(12)

Stoplog (pintu papan)

1. Pintu stoplog terdiri dari papan kayu yang dapat disusun untuk menahan air pada ketinggian tertentu. Jumlah papan sangat menentukan jumlah air yang ditahan.

2. Bila menginginkan air dibuang dari saluran atau petak, semua papan dibuka pada waktu air surut. Sebaliknya, bila menginginkan air pasang masuk, semua papan dibuka.

3. Untuk menahan air pada ketinggian tertentu, maka papan dipasang pada ketinggian yang diinginkan.

4. Untuk menghindari air asin masuk pada waktu pasang, semua papan dipasang.

5. Stoplog biasanya dioperasikan bersamaan dengan pintu klep otomatis.

Tipologi dan Tipe lahan pasang surut 1. Tipologi Lahan Pasang Surut

Berdasarkan tipologinya lahan pasang surut digolongkan ke dalam empat tipologi utama, yaitu:

(1) lahan potensial

Lahan potensial adalah lahan yang paling kecil kendalanya dengan ciri lapisan pirit (2 %) berada pada kedalaman lebih dari 30 cm, tekstur tanahnya liat, kandungan N dan P tersedia rendah, kandungan pasir kurang dari 5 persen, kandungan debu 20 % dan derajat kemasaman 3,5 hingga 5,5 . (Manwan, I. dkk.1992). Lahan potensial yaitu lahan pasang surut yang tanahnya termasuk tanah sulfat masam potensial dengan lapisan pirit berkadar 2% terletak pada kedalaman lebih dari 50 cm dari permukaan tanah (Jumberi)

(2) Lahan sulfat masam

Lahan sulfat masam adalah lahan yang lapisan piritnya berada pada kedalaman kurang dari 30 cm dan berdasarkan tingkat oksidadinya lahan sulfat masam ini dibagi lagi lahan sulfat masam potensial yaitu lahan sulfat masam yang belum mengalami oksidasi dan lahan sulfat masam

(13)

aktual yaitu lahan sulfat masam yang telah mengalami oksidadi. (Manwan, I. dkk.1992).

Lahan sulfat masam ini dibedakan lagi menjadi : (a) lahan sulfat masam potensial, yaitu apabila lapisan piritnya belum teroksidasi dan (b) lahan sulfat masam aktual, yaitu apabila lapisan piritnya sudah teroksidasi yang dicirikan oleh adanya horizon sulfurik dan pH tanah < 3,5. (Jumberi,)

(3) Lahan gambut/bergambut

Lahan gambut/bergambut adalah lahan yang mempunyai lapisan gambut dan berdasarkan ketebalan gambutnya lahan ini dibagi ke dalam empat sub tipologi yaitu lahan bergambut, gambut dangkal, gambut dalam dan gambut sangat dalam, umumnya lahan gambut kahat beberapa unsur hara mikro yang ketersediaannya sangat penting untu pertumbuban dan pekermbangan tanaman(Manwan, I. dkk.1992).

Lahan gambut ini dibagi lagi menjadi : (a) lahan bergambut bila ketebalan lapisan gambut 20-50 cm, (b) gambut dangkal bila ketebalan lapisan gambut 50-100 cm, (c) gambut sedang bila ketebalan lapisan gambut 100-200 cm, (d) gambut dalam bila ketebalan lapisan gambut 200-300 cm dan (e) gambut sangat dalam bila ketebalan lapisan gambut > 200-300 cm. (Jumberi,)

(4) Lahan salin

Lahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat intrusi air laut, sehingga mempunyai daya hantar listrik 4 MS/cm, kandungan Na dalam larutan tanah 8 – 15 % (Manwan, I. dkk.1992).

Lahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat pengaruh atau intrusi air garam dengan kandungan Na dalam larutan tanah sebesar > 8% selama lebih dari 3 bulan dalam setahun, sedangkan lahannya dapat berupa lahan potensial, sulfat masam dan gambut. (Jumberi,2009).

(14)

Berdasarkan pertimbangan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemanfaatan dan pengelolaan lahan rawa adalah:

(1) Kedalaman lapisan mengandung pirit/bahan sulfidik, dan kondisinya masih tereduksi atau sudah mengalami proses oksidasi,

(2) Ketebalan dan tingkat dekomposisi gambut serta kandungan hara gambut. (3) Pengaruh luapan pasang dari air salin/payau,

(4) Lama dan kedalaman genangan air banjir, dan (5) Keadaan lapisan tanah bawah, atau substratum

Penggolongan tipologi lahan pasng surut di atas sangat umum, sehingga menyulitkan transfer teknologi dalam satu tipologi lahan, oleh karena itu diusulkan penggelompokkan lahan yang lebih rinci dengan mempertimbangkan berbagai ciri dan karakteristik yang lebih spesifik,

Penataan Lahan di Pasang surut

Penataan lahan yang dianjurkan selain tergantung dari tipologi lahan dan tipe luapan air juga tergantung dari sistem usahatani yang akan dikelola, apakah hanya satu jenis tanaman, lebih dari satu jenis tanaman namun memiliki kebutuhan air dalam veolume yang sama atau meiliki kebutuhan air yang berbeda. Pada lahan yang tipe luapan air A pilihannya tidak banyak untuk lahan potensial sulfat masam dan gambut dangkal, dengan karekaterisitik ini pentaan lahan sebaiknya diarahkan sebagai sawah dan tanaman yang diusahakan hanya padi yang dapat ditanam 2 kali. Lahan yang bertipe luapan B-C penataaannya dapat diarahkan sebagai sawah/surjan, surjan bertahap atau tegalan, sedangkan lahan yang bertipe luapan B untuk lahan potensial, sulfat masam, dan gambut dangkal diarahkan sebagai tegalan dan untuk gambut sangat dalam tanaman yang disarankan adalah tanaman perkebunan (Alihamsyah, 2003). Lebih lanjut dikemukakan, penataan lahan sebagai surjan memiliki keuntungan: (1) intensitas penggunaan lahan meningkat; (2) beragam produksi pertanian dapat dihasilkan; (3) resiko kegagalan panen dapat dikurangi, dan (4) stabilitas produksi dan pendapatan usahatani meningkat.

(15)

Menurut Widjaja Adhi (1995) dan Subagyo dan Widjaja Adhi (1998), lahan pasang surut dapat ditata sebagai sawah, tegalan dan surjan disesuaikan dengan tipe luapan air dan tipologi lahan serta tujuan pemanfaatannya .Secara umum terlihat bahwa lahan bertipe luapan A yang karena selalu terluapi air pasang dianjurkan ditata sebagai sawah, sedangkan lahan bertpe luapan B dapat ditata sebagai sawah atan surjan. Lahan bertipe luapan B/C dan C karena tidak terluapi air pasang tetapi air tanahnya dangkal dapat ditata sebagai sawah tadah hujan atau surjan bertahap dan tegalan, sedangkan untuk yang bertipe luapan D ditata sebagai sawah tadah hujan atau tegalan dan perkebunan. Lahan lahan sulfat masam akan lebih murah dan aman bila ditata sebagai sawah karena dalam keadaan anaerob atau tergenang, pirit tidak berbahaya bagi pertumbuhan tanaman. Bila disawahkan tanaman padi kemungkinan menderita keracunan besi dan/atau sulfida mungkin juga kahat fosfat. Sebaliknya bila ditanami palawija atau dimanfaatkan sebagai tegalan, tanaman menderita keracunan Al dan kemungkinan disertai kahat fosfat.

Pemberian bahan amelioran atau bahan pembenah tanah dan pupuk merupakan faktor penting untuk memperbaiki kondisi tanah dan meningkatkan produktivitas lahan. Amelioran tersebut dapat berupa kapur atau dolomit maupun bahan organik atau abu sekam dan serbuk kayu gergajian. Secara umum pemberian kapur antara 0,5 ton hingga 3,0 ton per hektar sudah cukup memadai (Sudarsono, 1992 dan Trip Alihamsyah 2003).

Salah satu penciri yang spesifik dari lahan pasang surut adalah tingginya tingkat keragaman kesuburan lahan sekalipun dalam satu petakan sawah. Untuk itu kisaran dosis pupuk yang dibutuhkan batas antara kebutuhan minimal dengan kebutuhan maksimal cukup besar (Tabel 2) sedangkan pada lahan gambut terdapat dosis tunggal namun pada lahan yang bertipologi lahan ini perlu ditambahkan unsur hara mikro seperti Cu dan Zn, karena umumnya lahan gambut kahat akan unsur hara mikro (Suryadilaga, D.A., dkk.1992 dan Sudarsono 1992). Untuk mendapatkan dosis pupuk yang tepat pada tingkat keragaman yang tinggi merupakan suatu masalah tersendiri dalam mengelola lahan pasang surut untuk pertanian. Di tingkat petani, ini adalah hal yang sangat sulit dilakukannya, untuk itu peran petugas lapang

(16)

mengarahkan petani dalam penentuan dan pemberian pupuk dengan dosis yang sesuai dengan kebutuhan tanaman sangat dibutuhkan, di lain sisi petugas lapang itu sendiri perlu dibekali dengan pengetahuan yang memadai.

Selain varietas unggul spesifik lahan pasang surut di atas, beberapa varietas padi unggul nasional juga dapat beradaptasi dengan baik di lahan pasang surut dengan hasil yang cukup tinggi. Variertas-vareitas tersebut antara lain adalah Cisanggarung, Cisadane, Cisokan, IR 42, dan IR66 (Sastraatmaja, S. dan Dadan Ridwan Ahmad. 2000).

Kelebihan dan Kekurangan dari lahan pasang surut Kelebihan dari tanah pasang surut:

1. Memanfaatkan lahan yang diperkirakan lahan yang tidak dapat di gunakan oleh lahan pertanian

2. Memaksimalkan lahan yang terdapat disuatu daerah

3. Mungurangi tingkat penggangguran di daerah yang memiliki lahan pasang surut Kekurangan tanah pasang surut:

1. Adanya perluasan wilayah pasang surut yang disebabkan karena pendangkalan di tepian rawa, sehingga wilayah rawa menyempit. Hal ini dapat dipercepat dengan kebiasaan membuang limbah sisa panen (jerami) ke dalam rawa.

2. Pencucian unsur hara dan kegiatan pemupukan yang menyebabkan eutrofikasi. Akibat pemupukan 300 Sittadewi, E. H. 2008 anorganik, menimbulkan adanya kekhawatiran bahwa pada saat air pasang, unsur – unsur terlarut masuk dalam lingkungan perairan. Hal ini dapat menimbulkan suburnya berbagai species tumbuhan aquatik maupun semi aquatik seperti eceng gondok, jenis rumput dll. Hal inilah yang dapat menyebabkan eutrofikasi.

3. Peningkatan kadar keasaman lahan karena pelapukan bahan organik dan kelarutan zat tertentu serta pencucian zat kimia dan penyemprotan pestisida, herbisida, zat pengatur tumbuh yang dipergunakan oleh petani. Jika residu atau senyawa yang ikut terlarut dalam air irigasi dan masuk dalam lingkungan perairan rawa akan mempengaruhi kualitas air rawa dan kehidupan di dalamnya termasuk populasi ikan.

(17)

4. Penggarapan lahan pasang surut menjadikan lahan subur bagi berbagai jenis tumbuhan liar, selain tanaman budidaya. Jika lahan tersebut kemudian dibiarkan menjadi bero, dengan cepat akan tumbuh berbagai jenis tumbuhan liar. Hadirnya species tumbuhan terjadi secara bergantian melalui proses adaptasi dan suksesi, dapat merubah lahan secara perlahan.

5. Pengolahan lahan, pada dasarnya menyebabkan partikel tanah lepas sehingga rawan terhadap erosi. Bila hal ini terjadi, erosi tersebut akan mempercepat proses penambahan sedimen ke dasar perairan rawa.( Hanggari,2008)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tipe luapan lahan (tipe C) tempat percobaan ini, habitus padi yang sesuai dengan kondisi lahan percobaan adalah padi yang memiliki tinggi sama dengan padi sawah

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa sesuai dengan karakteristik lahan dan petaninya, lahan pasang surut tipe B-C sebaiknya diusahakan secara terpadu dengan sistem

(1992), pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk pertanian masih akan menghadapi berbagai masalah diantaranya adalah kondisi luapan dan genangan air yang sangat variatif dari satu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bertanam kedelai di lahan pasang surut tipe luapan C untuk mencapai hasil tinggi (2,2 t/ha) tidak perlu dilakukan olah tanah, gulma dikendalikan

Lahan pasang surut tipe luapan C merupakan lahan suboptimal dan sangat berpotensi dalam pengembangan tanaman kedelai, namun lahan pasang surut mempunyai kendala

Pada lahan pasang surut sulfat masam dalam keadaan reduktif (tergenang) di dalam larutan tanah sangat tinggi konsentrasi Fe, sehingga genotipe IRH108 dan IR64 yang

Berdasarkan hasil analisis, hubungan kedalaman air tanah dan fluks karbon dioksida di Gambut Pasang Surut menunjukkan bahwa kedalaman air tanah pada lahan kebun

1992, pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk pertanian masih akan menghadapi berbagai masalah diantaranya adalah kondisi luapan dan genangan air yang sangat variatif dari satu