• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1.1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2002).

Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat peristen dan ireversibel, gangguan fungsi ginjal yang terjadi penrunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. ( Mansjoer, A; 2001).

2.1.2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik

CRF dapat disebabkan oleh penyakit sistemik diantaranya adalah sebagai berikut: Glomerulonefritis, Nefropati analgesic, Nefropati refluks, Ginjal polikistik, Nefropati diabetic, Hipertensi. (Mansjoer, dkk 2000 : 532)

2.1.3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik terjadi stelah ginjal atau salurannya mengalami berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Dimana penyakit ini lebih banyak diparenkin ginjal, meskipun demikian lesi obstruksi pada saluran kemih juga dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Perjalanan umum penyakit gagal ginjal

(2)

kronik dikutip dari Bruner and Sudarth, 2001, dalam Suzzane, 2002, dapat dibagi menjadi beberapa tahapan :

2.1.3.1 Fungsi renal menurun. Produk akhir metabolisme protein (yang normalnya dieskresikan ke dalam urin ) tertinbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat.

2.1.3.2 Gangguan klinis renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat penurunan laju glomerulus yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan kliren substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomerulus) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.

2.1.3.3 Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu mengkonsetrasikan dan mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.

2.1.3.4 Asidosis metabolik. Dengan berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengeksresikan (H+) yang berlebihan.

(3)

2.1.3.5 Anemia. Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan mengalami perdarahan akibat status uremik pasien. 2.1.3.6 Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Abnormalitas lain dari gagal

ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lainnya akan menurun.

2.1.4. Manifestasi Klinik

Karena pada gagal ginjal kronik setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan tanda dan gejala. Tanda dan gejala yang ditimbulkan menurut Bruner and Sudarth, (2002) yaitu :

1. Manifestasi kardiovaskuler. Pada gagal ginjal kronik mencakup hipertensi, gagal jantung kongesti, oedema pulmoner, dan perikarditis.

2. Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah dan butiran uremi.

3. Gejala gastrointestinal, juga sering terjadi yang mencakup anoreksia, mual, muntah, dan cegukan.

2.1.5 Komplikasi

1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diit berlebih.

2. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

(4)

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron.

4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.

5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.

6. Asidosis metabolik, Osteodistropi ginjal Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Suyono, S., (2001) untuk memperkuat diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang, diantaranya :

1) Pemeriksaan Laboratorium

Pemerikasaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal kronik, menetapkan ada tidaknya kegawatan, menetukan derajat gagal ginjal kronik, menetapkan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi. Dalam menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi glomerulus (LFG)

2) Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)

Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).

(5)

3) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversible seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai karena merupakan tindakan yang non-invasif dan tidak memerlukan persiapan khusus.

4) Foto Polos Abdomen

Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi dapat memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.

5) Pemeriksaan Pielografi Retrogad

Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible. 6) Pemeriksaan Foto Dada

Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat penumpukan cairan (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.

2.1.7 Penatalaksanaan

Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tindakan konservatif dan dialysis atau transplantasi ginjal :

1. Terapi konservatif

Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif :

(6)

Pengobatan :

a. Pengaturan diet protein, Kalium, Natrium dan Cairan b. Pencegahan dan Pengobatan Komplikasi

1) Hipertensi

Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan. Pemberian obat antihipertensi : metildopa (aldomet), propranolol, klonidin (catapres)

2) Hiperkalemia

Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin intravena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian kalsium Glukonat 10%.

3) Anemia

Pengobatannya adalah pemberian hormon eritropoetin, yaitu rekombinan eritropeitin (r-EPO) (Escbach et al, 1987), selain dengan pemberian vitamin dan asam folat, besi dan transfusi darah. 4) Asidosis

5) Diet rendah fosfat

6) Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat fosfat di dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfat harus di makan bersama dengan makanan.

7) Pengobatan Hiperurisemia

Obat pilihan hiperurisemia pada penyakit ginjal lanjut adalah pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar asam urat dengan

(7)

menghambat biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan tubuh.

2. Dialisis dan Transplantasi

Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialysis dan transplantasi ginjal. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal.

Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum biasanya diatas 6mg/100ml pada laki-laki atau 4 ml/100 ml pada wanita, dan GFR kurang dri 4 ml /menit ( Suharyanto dan Madjid, 2009 : 189-192).

2.2. Hemodialisa

2.2.1. Pengertian Hemodialisa

Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisa digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat ( Nursalam,2008).

Hemodialisis adalah cara terpilih pada pasien yang mempunyai laju katabolisme tinggi dan secara hemodinamik stabil ( Stein, 2011). 2.2.2. Prosedur Hemodialisa

Perawatan sebelum hemodialisa

a. Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa. b. Kran air dibuka.

c. Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar atau saluran pembuangan.

(8)

d. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak. e. Hidupkan mesin.

f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit. g. Matikan mesin hemodialisis.

h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.

i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis.

j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap). Menyiapkan sirkulasi darah

a. Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.

b. Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi „inset‟ (tanda merah) diatas dan posisi „outset‟ (tanda biru) dibawah.

c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung ,,inset‟ dari dialiser.

d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung „outset‟ dari dialiser dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.

e. Set infuse ke botol NaCl 0,9%-500 cc. f. Hubungkan set infuse ke slang arteri.

g. Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem. h. Memutarkan letak dialiser dengan posisi „inset‟ dibawah dan „ouset‟ diatas,

tujuannya agar dialiser bebas dari udara.

i. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin. j. Buka klem dari infuse set ABL, UBL.

(9)

k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian naikkan secara bertahap sampai 200 ml/mnt.

l. Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.

m. Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara dari dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan tidak lebih dari 200 mmHg).

n. Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.

o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.

p. Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.

q. Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20 menit, untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.

r. Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana „inset‟ diatas dan „outset‟ dibawah.

s. Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).

Persiapan pasien. a. Menimbang BB

b. Mengatur posisi pasien. c. Observasi KU

(10)

e. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:

1. Dengan interval A-V Shunt/fistula simino 2. Dengan eksternal A-V Shunt/schungula. 3. Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).

2.2.3. Tujuan Hemodialisa

Tujuan Hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam tubuh dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodilisis, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan dikembalikan lagi kedalam tubuh pasien (Smeltzer dan Bare, 2002) 2.2.4. Indikasi Hemodialisa

Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :

1. BUN > 100 mg/dl (BUN = 2,14 x nilai ureum ) 2. Ureum > 200 mg%

3. Kreatinin > 100 mg % 4. Hiperkalemia > 17 mg/liter

5. Asidosis metabolik dengan pH darah < 72 6. Sindrom kelebihan air

(11)

2.2.5. Proses Hemodialisa

Secara keseluruhan sistem hemodialisa terdiri dari 3 elemen dasar ,yaitu sistem sirkulasi darah diluar tubuh (ekstrakorporeal), dialiser, dan sistem sirkulasi dialisat.

1. Sistem Sirkulasi Darah Ekstrakorporeal

Selama hemodialisa darah pasien mengalir dari tubuh kedalam dialiser melalui akses arteri, kemudian kembali ke tubuh melalui selang vena dan akses vena. Sistem sirkulasi darah di luar tubuh ini disebut sistem sirkulasi darah extra corporal

2. Dialiser

Dialiser adalah suatu alat berupa tabung atau lempeng, terdiri dari kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang dibatasi oleh membran semipermieabel. Di dalam dialiser ini terjadi proses pencucian darah melalui proses difusi dan ultrafiltrasi, sehingga dihasilkan darah melalui yang sudah” bersih” dari zat-zat yang tidak dikehendaki.

3. Sistem Sirkulasi Dialisat

Dialisat adalah cairan yang digunakan dalam proses diálisis. Dialisat dialirkan ke dalam kompartemen pada dialiser dengan kecepatan tinggi. (1,5 x 500 ml/ mnt).

(12)

2.2.6. Prinsip Hemodialisis 1. Akses Vaskuler :

Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut memiliki akses temporer seperti vascoth.

2. Membran semi permeable

Hal ini ditetapkan dengan dialiser aktual dibutuhkan untuk mengadakan kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialisis dapat terjadi.

3. Difusi

Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.

4. Konveksi

Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut. 5. Ultrafiltrasi

Proses dimana cairan dipindahkan saat dialisis dikenali sebagai ultrafiltrasi artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi pada membran :

a. Tekanan positif merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan dalam membran. Pada dialisis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan

(13)

resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positif “mendorong” cairan menyeberangi membran.

b. Tekanan negatif merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membran oleh pompa pada sisi dialisat dari membran tekanan negatif “menarik” cairan keluar darah.

c. Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membrane permeable terhadap air.

2.3. Tinjauan Umum Tentang Psikologi 2.3.1. Pengertian Psikologi

Psikologi berasal bahasa Yunani “pshyce” yang artinya jiwa dan “logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi (menurut arti kata) psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya (Ahmadi,2007).

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku. Semua perilaku merupakan cerminan jiwa. Jiwa tidak dapat dilihat., tetapi dapat dimanifestasikan dalam perilaku. Meski perilaku merupakan manifestasi atau wujud penampilan dari kondisi kejiwaan, namun tidak berarti bahwa kondisi kejiwaan yang sama akan menghasilkan perilaku yang sama.

Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku dan proses mental. Psikologi juga memberikan pengertian yang lebih baik mengenai

(14)

sebab-sebab mengapa orang berpikir dan bertindak seperti yang dilakukan dan memberikan pandangan untuk menilai sikap dan reaksi yang anda lakukan. (Atkinson, A; 2002).

2.3.2. Pengertian Psikologi Kesehatan

Pikologi kesehatan adalah istilah yang diberikan untuk disiplin akademik yang berusaha memahami peran dari proses-proses biologis didalam pengalaman sehat dan sakit, penyebab sehat dan sakit, dan konsekuensi sehat dan sakit. Psikologi kesehatan berupaya memahami relasi antara berbagai mekanisme psikologis dan biopsikologis didalam sehat, sakit, dan perilaku sehat (Albery dan Munafu, 2007).

2.3.3. Pengertian Psikologi Klinis

Pada tahun 1935, American pshycologycal Association’s Clinical Section menyepakati sebuah rumusan mengenai psikologi klinis sebagai berikut : Psikologi klinis adalah suatu wujud psikologi terapan yang bermaksud memahami kapasitas perilaku dan karateristika individu yang dilaksanakan melalui metode pengukuran, analisis, serta pemberian saran dan rekomendasi, agar individu mampu melakukan penyesuaian diri secara patut (Wiramihardja, 2004).

2.4. Psikologi Pasien 2.4.1. Teori Tentang Pasien

Pasal 1 Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran menjelaskan definisi pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.

(15)

2.4.2. Pengertian Rasa Sakit

Rasa sakit didefinisikan sebagai “pengalaman inderawi dan emosi tidak menyenangkan yang terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan berdasarkan kerusaknnya “. Rasa sakit adalah sensasi subyektif tidak menyenangkan yang berbeda dari nosisepsi yaitu peristiwa fisiologis yang diukur biasanya berkaitan dengan rasa sakit subyektif (Albery dan Munafu, 2007).

Rasa sakit kronis mengacu pada rasa sakit yang terus hadir yang bertahan disuatu periode lebih lama ketimbang yang dibutuhkan oleh penyembuhan normal. Rasa sakit kronis memakan waktu sampai tiga bulan kendati beberapa orang berpendapat ukuran periode mestinya lebih lama lagi, contohnya durasi 6 bulan yang baru boleh disebut rasa sakit kronis.

2.4.3. Pertimbangan Psikososial Pasien Hemodialisa

1. Individu dengan hemodialisa jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi sakit yang tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam kehidupanya. Penderita menghadapi masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, depresi akibat sakit kronik, dan ketakutan terhadap kematian. Pasien-pasien yang lebih muda khawatir terhadap pernikahan mereka, anak-anak yang dimiliki dan beban yang ditimbulkan kepada keluarga mereka. Gaya hidup terencana berhubungan dengan terapi hemodialisa dan pembatasan asupan makanan serta cairan sering menghilangkan semangat hidup pasien (Brunner & Suddarth, 2002).

(16)

2. Hemodialisa menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga. Waktu yang diperlukan untuk terapi hemodialisa akan mengurangi waktu yang tersedia untuk melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik, frustrasi, rasa bersalah serta depresi di dalam keluarga. Keluarga pasien dan sahabat-sahabatnya mungkin memandang pasien sebagi orang yang terpinggirkan dengan harapan hidup yang terbatas. Barangkali sulit bagi pasien, pasangan, dan keluarganya untuk mengungkapkan rasa marah serta perasaan negatif. Terkadang perasaan tersebut membutuhkan konseling dan psikoterapi (Brunner & Suddarth,2002).

3. Pasien harus diberi kesempatan untuk mengungkapkan setiap perasaan marah dan keprihatinan terhadap berbagai pembatasan yang harus dipatuhi akibat penyakit, serta terapinya di samping masalah keuangan, rasa sakit dan gangguan rasa nyaman yang timbul akibat penyakit ataupun komplikasi terapi. Jika rasa marah tersebut tidak diungkapkan, mungkin perasaan ini akan diproyeksikan kepada diri sendiri dan menimbulkan depresi, rasa putus asa serta upaya bunuh diri. Insiden bunuh diri meningkat pada pasien-pasien hemodialisa. Jika rasa marah tersebut di proyeksikan kepada orang lain, hal ini dapat merusak hubungan keluarga (Brunner & Suddarth,2002).

2.4.4. Pendidikan Pasien Dialisis

Pasien yang menjalani hemodialisis mengalami berbagai masalah yang timbul akibat tidak berfungsinya ginjal. Hal itu muncul setiap waktu sampai akhir hayat pasien. Masalah ini merupakan stressor fisik yang bisa berpengaruh pada dimensi lain. Kemampuan perawat mengidentifikasi stressor, memberikan

(17)

intervensi yang sesuai serta dilakukan secara holistik merupakan kunci keberhasilan asuhan keperawatan (anonymity, 2012).

Tugas untuk mempersiapkan pemulangan pasien dialisis dari rumah sakit sering menjadi tantangan yang menarik. Penyakit tersebut dan terapi yang dilakukannya akan mempengaruhi setiap aspek dalam kehidupan pasien. Biasanya pasien tidak memahami sepenuhnya dampak, dan kebutuhan utnuk mempelajarinya mungkin disadarinya lama setalah pasien dipulangkan dari rumah sakit. Karena alasan ini, komunikasi yang baik antara perawat yang bertugas melaksanakan dialisis, perawatan rumah sakit dan perawatan di rumah sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan yang aman dan berkelanjutan (Brunner & Suddarth, 2005).

2.4.5. Faktor Psikologis Pasien a. Konsep diri

Konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui dirinya dan mempengaruhi hubunganya dengan orang lain. Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir akan tetapi hasil dari proses belajar / hasil dari pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan realitas dunia.

Komponen konsep diri :

1. Citra tubuh : Kumpulan dari sikap individu yang di sadari dan tidak di sadari terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi.

(18)

2. Ideal diri.: Adalah persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu.

3. Harga diri. Adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kelelahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.

4. Penampilan peran: Adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran di mana seseorang tidak mempunyai pilihan . Peran yang di terima adalah peran yang terpilih atau di pilih oleh individu.

5. Identitas Personal: Adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu, meliputi persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja.

b. Depresi

Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan sedih dan berduka secara berlebihan dan berkepanjangan. Kesedihan dan

(19)

kelambanan dapat menonjol atau dapat terjadi agitasi seperti menarik diri, tidak mau bicara, malas mandi dan makan.

c. Pengobatan

Kompleksitas prosedur pengobatan tak seorangpun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Hal ini bisa disebabkan kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat oleh pasien. Pendekatan praktis untuk meningkatkan kepatuhan pasien ditemukan oleh diNicola dan diMetto (1984), dengan cara: Buat instruksi tertulis yang jelas dan mudah diinterprestasikan. Berikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal-hal lain. Jika seseorang diberi suatu daftar tertulis tentang hal-hal yang harus di ingat. Maka akan ada efek keunggulan, yaitu mereka berusaha mengingat hal-hal yang pertama kali ditulis. Efek keunggulan ini telah terbukti mampu menguatkan ingatan tentang informasi-informasi medis.

2.4.6. Dampak Masalah Psikososial Pasien Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal tergolong penyakit kronis yang mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan dan rawat jalan dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, umumnya pasien juga tidak dapat mengatur dirinya sendiri dan biasanya tergantung kepada para profesi kesehatan. Kondisi tersebut, tentu saja menimbulkan perubahan atau ketidakseimbangan yang meliputi biologi, psikologi, sosial dan spiritual pasien. Seperti, perilaku

(20)

penolakan, marah, perasaan takut, cemas, rasa tidak berdaya, putus asa bahkan bunuh diri.

Untuk itu, diperlukan penanganan yang terpadu baik untuk fisik maupun kondisi psikologis pasien. Namun, harus diperhatikan pula perubahan pola hidup pada penderita gagal ginjal juga berdampak pada keluarganya. Khusus mengatasi kondisi psikologis pasien, Djuariah Chanafie, menyampaikan beberapa langkah yang dapat dilakukan.

1. Sadar tentang adanya stres.

Saat menerima vonis bahwa pasien menderita gagal ginjal kronis /terminal, pasien harus menyadari, mengakui dan menerima kenyataan. Cobalah untuk berbicara dengan orang-orang yang dapat dipercaya, orang yang dapat diajak berbagi perasaan. Dan jangan takut untuk bertanya pada tim kesehatan atau kelompok yang pernah menjalani hemodialisis.

2. Mencari penyebab stres.

Cobalah kaji, apakah stres berasal dari keluarga, pekerjaan, hubungan interpersonal yang buruk, perlakuan tim kesehatan selama proses hemodialisa atau aturan-aturan yang harus ditaati agar dapat mempertahankan hidup setelah menjadi pasien gagal ginjal kronik.

3. Menghadapi stresor secara langsung.

Mencari informasi atau belajar ketrampilan baru yang dapat membantu mengatasi stress.

(21)

4. Mengubah respon terhadap stress.

Mengatasi perubahan fisiologik dari stres dengan menggunakan obat-obatan, latihan pernapasan dan terapi relaksasi. Lewat terapi relaksasi ini, diharapkan dapat memberikan ketenangan dan meredakan ketegangan. Atau, dengan mengikuti terapi musik. Dengan beberapa tindakan ini, diharapkan pasien dapat menyesuaikan diri dengan penyakitnya dan mampu menghadapi tantangan hidup.

5. Berpikir posisitif.

Cobalah melakukan terapi kognitif, terapi individu pada depresi dan kecemasan untuk mengatasi rasa murung dan kekecewaan emosional. Mencoba menciptakan rasa positif dalam hidup dan melatih diri untuk mengubah cara menafsirkan dan memandang segala sesuatu yang tidak logis. Dan mencoba kritik diri yang negatif menjadi pemikiran yang lebih rasional obyektif dan positif.

(22)

2.5. Kerangka Teori Dan Kerangka Konsep 2.5.1 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor predisposisi : - Glomerulonefritis - Nefropati refluks - Ginjal polikistik - Nefropati diabetic - Hipertensi Faktor prespitasi : - Genetik Gagal Ginjal Kronik Hemodialisa - Hipotensi - Mual-Muntah - Sakit Kepala - Demam - Nyeri dada - Gatal-gatal - Kecemasan - Depresi - Gangguan penerimaan diri Gangguan Fisik Gangguan Psikologis

(23)

2.5.2 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Keterangan : : Varabel Penelitian : Indikator Penelitian : Tidak diteliti : Diteliti Tindakan Hemodialisa Faktor predisposisi : - Glomerulonefritis - Nefropati refluks - Ginjal polikistik - Nefropati diabetic - Hipertensi Faktor prespitasi : - Genetik Gagal Ginjal Kronik - Kecemasan - Depresi

- Gangguan Penerimaan diri

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor predisposisi : -  Glomerulonefritis -  Nefropati refluks -  Ginjal polikistik -  Nefropati diabetic -  Hipertensi Faktor prespitasi : -  Genetik  Gagal Ginjal Kronik  Hemodialisa -   Hipotensi -  Mual-Muntah -  Sakit Kepala
Gambar 2.2 Kerangka Konsep  Keterangan :   : Varabel Penelitian  : Indikator Penelitian  : Tidak diteliti  : Diteliti  Tindakan  Hemodialisa Faktor predisposisi : -  Glomerulonefritis -  Nefropati refluks -  Ginjal polikistik -  Nefropati diabetic -  Hiper

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini mengunakan model OLS untuk melihat pengaruh dari harga pupuk, infrastruktur, produksi padi, luas panen, dan inflasi terhadap nilai tukar petani sub

Kapal yang berlayar di perairan wajib pandu secara tepat dan teratur kurang dari 24 jam serta dinakhodai oleh seseorang Nakhoda yang memiliki

• RS melakukan pemeriksaan seluruh gedung pelayanan pasien dan mempunyai rencana untuk mengurangi risiko yang nyata serta menyediakan fasilitas fisik yang aman bagi pasien,

· Bahan pemadaman yang tidak sesuai karena alasan keselamatan: Air dengan tekanan jet penuh · Bahaya khusus akibat dari zat atau campuran Tidak ada informasi lebih lanjut yang

berikutnya merupakan inti dari pemikiran atau gagasan Hujair A.H Sanaky yaitu strategi pendidikan islam dalam proses perubahan menuju masyarakat madani Indonesia

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efektivitas antibakteri Chito- Oligosakarida (COS) terhadap Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat ditarik kesimpulan; analisa limbah lindi TPA kota Banda Aceh dengan menggunakan metode AAS terhadap parameter

5. Nilai indeks dimensi dakwah pada masyarakat Desa Tambarana yaitu 0,96. Nilai indeks tersebut termasuk kedalam kategori sangat baik yang artinya desa tidak diprioritaskan