BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Kelapa Sawit 2.1.1 Botani Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit adalah tanaman berumah satu atau monoecious yang artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, sehingga penyerbukan dapat terjadi sendiri maupun silang. Tanaman Kelapa Sawit dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan generatif. Kelapa sawit atau dalam bahasa latin disebut Elaeis guineensis Jacq. Tanaman kelapa sawit dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Setyamidjaja, 2012) : Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyita Subdivisi : Pteropsida Kelas : Angiospermeae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Cocoideae Famili : Palmae Subfamili : Cocoideae Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq
2.1.2 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit A. Biji (Ovulum)
Menurut Rustam dkk, (2011), biji kelapa sawit memiliki ukuran dan bobot yang berbeda untuk setiap jenisnya. Umumnya, biji kelapa sawit memiliki waktu dorman. Perkecambahan bisa berlangsung dari enam bulan dengan tingkat keberhasilan 50%. Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut.
- Dura (D) memiliki cangkang tebal (3-5mm), daging buah tipis, rendeman minyak 15-17%
- Tenera (T), memiliki cangkang agak tipis (2-3 mm), daging buah tebal, dan rendemen minyak 21-23%.
- Pisifera (P), memiliki cangkang sangat tipis, daging buah tebal, biji kecil, dan rendeman minyak 23-25%.
B. Akar (Radix)
Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam tanaman berbiji satu (monokotil) yang memiliki akar serabut. Saat awal perkecambahan, akar pertama muncul dari biji yang berkecambah (radikula). Setelah itu, radikula akan mati dan membentuk akar utama atau primer. Selanjutnya akar primer akan membentuk akan sekunder, tersier dan kuarter (Lubis dan Effendi, 2011). Tabel 1. Pengelompokkan Akar Kelapa Sawit Berdasarkan Diameter
Nama Akar Diameter (mm)
Primer 6-10 mm
Sekunder 2-4 mm
Tersier 0,7-2 mm
Kuarter 0,1-0,3 mm
(Sumber : Sunarko, 2014).
Dengan perakaran tersebut, tanaman kelapa sawit seharusnya di budidayakan di lahan mineral yang subur. Jika di budidayakan di jenis lahan lain, pengolahan lahan harus dengan tepat agar kelapa sawit dapat tumbuh subur dan berproduksi tinggi (Sunarko, 2014). Tanaman kelapa sawit termasuk kedalam tanaman berbiji satu (monokotil) yang memiliki akar serabut. Saat awal perkecambahan, akar pertama muncul dari biji yang berkecambah (radikula). Perakaran kelapa sawit yang telah membentuk sempurna umumnya memiliki akar primer dengan diameter 5 - 10 mm, akar sekunder 2-4 mm, akar tersier 1-2 mm, dan akar kuarter 0,1-0,3. Akar yang paling aktif menyerap 6 air dan unsur hara adalah akar tersier dan
kuarter berada di kedalaman 0-60 cm dengan jarak 2-3 meter dari pangkal
pohon (Lubis dan Agus, 2011). C. Batang (Caulis)
Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang, pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia. Titik tumbuh batang kelapa sawit hanya satu, terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk seperti kubis, dan enak dimakan. Pada batang terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas, walaupun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal pada batang akan terkelupas sehingga kelihatan batang kelapa sawit berwarna hitam beruas (Hartanto, 2011).
Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus ke atas. Batang berbentuk silindris dan berdiameter 40-60 cm, tetapi pada pangkalnya membesar. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang membentuk daun-daun dan memanjangkan batang. Selama empat tahun pertama, titik tumbuh membentuk daun - daun yang pelepahnya membungkus batang sehingga batang tidak terlihat. Pangkal batang umumnya membesar membentuk bonggol batang (Setyamidjaja, 2012).
D. Daun (Folium)
Daun merupakan pusat produksi energi dan bahan makanan bagi tanaman. Bentuk daun, jumlah daun, dan susunannya sangat berpengaruh pada luas tangkapan sinar matahari untuk diproses menjadi energi. Pada saat kecambah, bakal daun pertama yang muncul adalah plumula, lalu mulai membelah menjadi dua helai daun pada umur satu bulan. Seiring bertambahnya daun, anak daun mulai membelah pada umur 3-4 bulan sehingga terbentuk daun sempurna. Daun ini terdiri dari kumpulan anak daun (leaflet) yang memiliki tulang daun (midrib) dengan helai anak daun
(lamina). Sementara itu, tangkai daun (rachis) yang berfungsi sebagai tempat anak daun melekat akan semakin membesar menjadi pelepah sawit (Lubis dan Effendi, 2011).
Susunan daun kelapa sawit membentuk susuanan daun majemuk. Daun-daun tersebut akan membentuk suatu pelepah Daun-daun yang panjangnya 7,5-9 meter. Pohon kelapa sawit normal dan sehat yang dibudidayakan, pada satu batang terdapat 40-50 pelepah daun, luas permukaan daun akan berinteraksi dengan tingkat produktivitas tanaman. Semakin luas permukaan atau semakin banyak jumlah daun maka produksi akan meningkat karena fotosintesis akan berjalan dengan baik (Adi, 2012).
E. Bunga (Flos)
Kelapa sawit merupakan tanaman monocious (berumah satu). Artinya, bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak pada tandan yang sama. Walaupun demikian, kadang-kadang dijumpai bunga jantan dan bunga betina berada pada satu tandan (hermafrodit). Bunga muncul dari ketiak daun. Setiap ketiak daun hanya dapat menghasilkan satu
infloresen (bunga majemuk). Biasanya, beberapa bakal infloresen gugur
pada fase-fase awal perkembangannya sehingga pada individu tanaman terlihat beberapa ketiak daun tidak menghasilkan infloresen (Pahan, 2010).
Perkembangan infloresen dari proses inisiasi awal sampai membentuk
infloresen lengkap pada ketiak daun memerlukan waktu 2,5 – 3 tahun. Infloresen akan muncul dari ketiak daun beberapa saat menjelang anthesis
(penyerbukan). Pada tanaman muda (2-4 tahun), anthesis biasanya terjadi pada fase infloresen diketiak daun nomor 20, sedangkan pada tanaman tua (>12 tahun) biasanya terjadi pada daun yang lebih muda, yaitu sekitar
F. Buah (Fructus)
Buah disebut juga fructus. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap tumbuh baik dan subur dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama kali pada umur ± 3,5 tahun sejak penanaman biji kecambah di pembibitan. Dengan kata lain, tanaman siap dipanen pada umur 2,5 tahun sejak penanaman di lapangan. Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan sampai buah matang dan siap panen adalah 5-6 bulan. Warna buah tergantung pada varietas dan umurnya (Fauzi dkk, 2014).
Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicarp); daging buah (mesocarp) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak; kulit biji (endocarp) atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras; daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak; serta lembaga (embrio) (Sunarko, 2014).
Buah kelapa sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melawati fase matang, kangdungan asam lemak bebas (FFA, Free Fatty Acid) akan meningkat dan akan rontok dengan sendirinya. Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan setelah matang mejadi merah kuning (oranye) (Adi, 2012).
2.2 Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit
Benih kelapa sawit memerlukan air untuk keperluan fotosintesis, memelihara protoplasma serta translokasi hara ataupun fotosintat (Nababan et al, 2014). Pembibitan kelapa sawit dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau dua tahapan pekerjaan tergantung kepada persiapan yang dimiliki sebelum kecambah dikirim ke lokasi pembibitan. Untuk pembibitan yang
menggunakan satu tahap (single stage), berarti penanaman kecambah kelapa sawit langsung dilakukan ke pembibitan utama (main nursery). Sedangkan sistem pembibitan dua tahap (double stage) terdiri dari pembibitan awal (pre
nursery) selama ± 3 bulan pada polibag berukuran kecil kemudian
dipindahkan ke pembibitan utama (Main Nursery) dengan polibag berukuran lebih besar (Sulistyo, 2010).
Pemeliharaan pembibitan kelapa sawit juga sangat sensitif terutama dengan pemberian air. Karena pemberian air cenderung mempengaruhi pertumbuhan bibit kelapa sawit yaitu pertambahan tinggi tanaman, pertambahan jumlah daun (Maryani, 2012). Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit, yang sangat menentukan keberhasilan tanaman. Melalui tahap pengambilan bibit ini diharapkan akan menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik adalah bibit yang memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan saat pelaksanan transplanting.
Kelapa sawit merupakan tanaman yang membutuhkan air untuk kebutuhan hidupnya. Hidroponik menjadi salah satu solusi alternatif untuk mengatasi beberapa kelemahan budidaya kelapa sawit yang biasanya dilakukan (konvensional). Hidroponik dapat didefinisikan sebagai sistem budidaya tanaman dengan menggunakan media selain tanah, tetapi menggunakan media bersifat inert atau media yang tidak memiliki kandungan unsur hara didalamnya seperti kerikil, pasir, gambut, batu apung atau serbuk gergaji dan ditambahkan larutan hara yang berisi unsur yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Arung Buana, Rosmayati, Khairunnisa yang berjudul Uji Pertumbuhan Beberapa Varietas Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dengan Metode Hidroponik di Pre Nursery. Jurnal Agroekoteknologi FP USU. Vol. 7. No. 1, Januari 2019 (21):169-175.
2.3 Hidroponik
2.3.1 Definisi Hidroponik
Pengertian hidroponik dapat disimpulkan bahwa yang disebut hidroponik adalah budidaya tanaman yang memanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam, Oleh karena itu hidroponik juga dikenal dengan istilah soilles culture atau budidaya tanaman tanpa tanah. Teknik hidroponik juga dapat dilakukan di daerah yang memiliki air terbatas karena kebutuhan air dalam hidroponik lebih sedikit dari pada budidaya dengan media tanah (Heru dan Agus, 2014).
Dengan demikian, hidroponik adalah air yang bekerja atau berdaya. Kemudian, kata “bekerja atau berdaya” ini berubah menjadi budidaya. Jadi, hidroponik dapat diartikan sebagai suatu pengerjaan atau pengelolaan air sebagai media tumbuh tanaman tanpa menggunakan unsur hara mineral yang dibutuhkan dari nutrisi yang dilarutkan dalam air. Pengertian hidroponik dapat disimpulkan bahwa yang disebut hidroponik adalah budi daya tanaman yang memanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam, oleh karena itu hidroponik juga dikenal dengan istilah soilles culture atau budidaya tanaman tanpa tanah. (Heru dan Agus, 2014).
2.3.2 Manfaat Hidroponik
Manfaat dari hidroponik adalah menanam tanaman dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit dari pada kebutuhan air pada budidaya dengan tanah (Fajar, 2015).
Pemberian asupan nutrisi atau unsur hara untuk pemupukan tanaman hidroponik harus diformulasikan sesuai kebutuhan tanaman. Biasanya, larutan sederhana yang dapat berupa kombinasi dari pupuk yang berisi nutrisi penting untuk tanaman. Jumlah yang diberikan pun harus disesuaikan dengan kebutuhan optimal tanaman. Nutrisi berupa pupuk yang diberikan pada
tanaman tentunya harus dapat menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Alviani, 2015).
2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Hidroponik Secara Umum. Kelebihan dari sistem hidroponik adalah sebagai berikut:
a. Tidak membutuhkan tanah.
b. Tidak membutuhkan banyak air. Artinya, air terbatas dapat digunakan sebagai media hidroponik. Hal ini dikarenakan air akan terus bersirkulasi dalam sistem.
c. Mudah dalam pengendalian nutrisi, sehingga pemberian nutrisi bisa lebih efisien.
d. Relatif tidak menghasilkan polusi nutrisi ke lingkungan e. Memberikan hasil yang lebih banyak.
f. Mudah dalam memanen hasil. g. Steril dan bersih.
h. Bebas dari tumbuhan pengganggu.
i. Media tanam dapat dilakukan selama bertahun-tahun. j. Bebas dari tumbuhan penggangu atau gulma.
k. Tanaman tumbuh lebih cepat.
Kelemahan dari sistem hidroponik adalah sebagai berikut: a. Membutuhkan modal yang besar
b. Pada kultur substrat, kapisitas memegang air media substrat lebih kecil dari pada media tanah sehingga akan menyebabkan pelayuan tanaman yang cepat dan stres yang serius.
Pada kultur substrat, kapisitas memegang air media substrat lebih kecil dari pada media tanah sehingga akan menyebabkan pelayuan tanaman yang cepat dan stres yang serius.
2.3.4 Metode Sistem Hidroponik A. Wick System (sistem sumbu wick).
Wick system dikenal sebagai hidroponik sederhana yang mudah dikerjakan
dalam melakukan budidaya tanaman karena pada prinsipnya hanya menggunakan sumbu yang menghubungkan antara larutan unsur hara dengan media tanam yang merupakan tempat tumbuhnya tanaman. Sistem ini merupakan model hidroponik yang paling sederhana, yaitu menggunakan sumbu yang menghubungkan pot tanaman dengan media larutan nutrisi. Sumbu tersebut dengan daya kapilaritas akan menaikkan larutan unsur hara sehingga membasahi akar tanaman dan dengan sendirinya akar akan menyerap unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya. Media tanam akan terus – menerus basah oleh larutan air yang mengandung unsur hara sehingga akar tanaman tidak akan kekurangan unsur hara dan air.
Anda bisa membayangkan hidroponik system wick ini dengan perbandingan sumbu dan kompor. Sumbu akan tercelup dalam minyak tanah akan naik dan sumbu bisa menyala untuk memasak. Sumbu yang digunakan untuk menghubungkan media tanam dan larutan unsur hara adalah kain plannel yang memiliki daya kapilaritas yang baik. Hidroponik sistem wick dapat memanfaatkan bahan – bahan yang ada di sekitar kita yang bisa dimanfaatkan kembali dalam kegiatan daur ulang (recycle).
Sistem wick dapat digunakan pada berbagai media selain air, seperti dengan media tanam perlite, vermiculite, sabut kelapa, arang sekam, dan lain – lain. Larutan hara diberikan dengan cara dikocorkan pada media tumbuh tersebut. Hidroponik sistem sumbu wick merupakan sistem hidroponik paling sederhana. Cara kerjanya juga pasif tanpa perlu perlengkapan seperti pompa untuk menggerakkan air. Maka dalam praktek, sistem wick ini bisa menjadi ajang permulaan untuk mengenal hidroponik. Karena prinsip dalam sistem ini hanya memanfaatkan daya
kapilaritas pada sumbu yang menyerap air sehingga akar tanaman dapat menyerap unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Kesederhanaan hidroponik sistem sumbu wick juga tampak dalam merakit instalasinya, sifat yang portable atau bisa dipindah – pindah sehingga sangat sesuai untuk pekarangan di perkotaan yang tidak mempunyai lahan. Hidroponik sistem sumbu wick dapat dirancang dalam instalasi vertikultur yang menarik. Berikut gambar sistem wick dalam metode hidrponik, ditunjukan pada Gambar 1.
Gambar 1.Wick System (sistem sumbu wick).
Berikut ini Kelebihan dan Kekurangan metode system hidroponik Wick
System adalah, sebagai berikut :
Kelebihan Wick System
1. Tanaman mendapat suplai air dan nutrisi secara terus - menerus. 2. Biaya alat yang murah.
3. Mempermudah perawatan karena kita tidak perlu melakukan penyiraman.
4. Tidak tergantung aliran listrik. Kelemahan Wick System
1. Penggunaan air nutrisi jauh lebih boros karena membutuhkan air menggenang dengan jumlah banyak.
2. Sistem sumbu ialah tanaman tidak menyerap nutrisi dan air secara merata.
3. Tidak benar-benar bekerja dengan baik untuk tanaman besar yang harus minum lebih banyak air.
4. Tanaman tidak menyerap nutrisi dan air secara merata, dan sumbu tidak bisa memberikan apa yang akan gizi kebutuhan tanaman.
2.4. Pengaruh Kandungan dan Manfaat Urine Sapi Terhadap Pertumbuhan Tanaman Secara Hidroponik.
Komposisi urin ternak dapat berubah jika dalam proses reabsorsi ketika molekul yang masih dibutuhkan oleh tubuh diserap kembali sehingga cairan yang tersisa memiliki kandungan urea tinggi. Urea dapat menjadikan sebagai sumber nitrogen bagi tanaman serta urea dapat mempercepat proses pembentukan pupuk organik, zat-zat yang sangat komplek di dalam urin akan dipecah oleh mikroba menjadi senyawa yang lebih sederhana. Urine merupakan limbah peternakan yang mengandung auksin dan senyawa nitrogen. Auksin yang terdapat pada urine sapi yaitu auksin-a (auxentriollic acid) dan auksin-b (Yunita, 2011).
Urine sapi dapat menjadi alternatif saat kelangkaan pupuk urea terjadi. Urin sapi yang biasanya hanya menjadi limbah peternakan akan lebih berguna bila dimanfaatkan sebagai pupuk cair untuk tanaman. Urine pada ternak sapi terdiri dari air 92%, nitrogen 1,00%, fosfor 0,2%, dan kalium 0,35% (Sutedjo, 2010). Kandungan nitrogen yang tinggi pada urin sapi, menjadikan urin sapi cocok digunakan sebagai pupuk cair yang dapat menyediakan unsur hara nitrogen bagi tanaman.
Di dalam urine sapi juga tergandung unsur hara fosfor yang berguna untuk pembentukan bunga dan buah, serta unsur hara Kalium yang berfungsi untuk meningkatkan proses fotosintesis, aktivator bermacam sistem enzim, memperkuat perakaran, dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
penyakit. Urine sapi yang difermentasi memiliki kadar nitrogen, fosfor, dan kalium lebih tinggi dibanding dengan sebelum difermentasi, sedangkan kadar C-organik pada urin sapi yang telah difermentasi menurun (Rinekso dkk., 2014).
Urine sebagai limbah yang mengandung nitrogen dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk. Urine mempunyai ion ammonium yang dapat berubah menjadi nitrit atau amonia pada kondisi tertentu dalam air dapat bersifat racun (Sumarlin, et al., 2009). Karena mengandung unsur hara yang penting untuk kesuburan tanah, urine sapi adalah salah satu contoh pupuk organik cair yang diharapkan dapat digunakan sebagai pupuk alternatif untuk meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit. Nutrisi dari urin sapi selain memiliki kadar N, P dan K yang dapat memacu pertumbuhan tanaman, urin sapi juga mengandung hormon auksin yang mampu memacu pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat (Solikun dan Masdiko Mappanganro, 2013) yang menyebutkan bahwa fermentasi urine sapi secara ilmiah mengandung zat pengatur tumbuh yaitu auksin golongan IAA, dimana hormon auksin ini menginisiasi pemanjangan sel dengan cara pelenturan dinding sel. Terjadinya pertambahan jumlah daun berhubungan dengan pertumbuhan tinggi tanaman. Semakin tinggi tanaman semakin banyak jumlah daun yang tumbuh. (Efektivitas media tanam dan nutrisi organik dengan sistem hidroponik wick pada tanaman sawi hijau (brassica juncea l). Iin Yuliantika, Nurul Kusuma Dewi, 2017).