• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT

NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG

PENGATURAN KEWENANGAN KAMPUNG DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT

Menimbang : a. bahwa dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab sebagai wujud pelaksanaan Desentralisasi dalam Negara Republik Indonesia di Daerah Kabupaten Kutai Barat perlu segera diwujudkan;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengaturan Kewenangan Kampung Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3962);

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

3.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4106);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4262);

(2)

8. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Kampung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4597);

9. Peraturan Daerah Nomor 01a Tahun 2001 tentang Penerbitan Lembaran Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Barat Tahun 2001 Nomor 2); 10. Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2001 tentang Kewenangan Kabupaten

(Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Barat Tahun 2001 Nomor 3);

11. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Kabupaten Kutai Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Barat Tahun 2001 Nomor 13);

8. Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja dan Kedudukan Keuangan Perangkat Kampung sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2001 (Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Barat Tahun 2005 Nomor 28);

12. Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Kampung sebagaimana telah dibuah dengan Peraturan Daerah Nomor 09 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 09);

13.

Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kecamatan dalam Wilayah Kabupaten Kutai Barat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2001 (Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Barat Tahun 2005 Nomor 14);

14. Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2006 tentang Perubahan Nomenklatur dan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Barat Tahun 2006 Nomor 21).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT dan

BUPATI KUTAI BARAT MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT TENTANG PENGATURAN KEWENANGAN KAMPUNG DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Kutai Barat;

2. Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten Kutai Barat;

3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;

4. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

(3)

5. Pemerintahan Kabupaten adalah Penyelenggaraan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas Desentralisasi;

6.

Kampung adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adapt istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah;

7.

Pemerintahan Kampung adalah kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintahan Kampung dan Badan Perwakilan Kampung;

8.

Badan Permusyawaratan Kampung yang selanjutnya disebut BPK adalah Lembaga Legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan Peraturan Kampung, Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung dan Keputusan Petinggi;

9. Pemerintahan Kampung adalah Petinggi dan Perangkat Kampung sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Kampung;

10.

Kewenangan Kampung adalah hak dan kekuasaan Pemerintahan Kampung dalam menyelenggarakan rumah tangganya sendiri untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adapt istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.

BAB II

KEWENANGAN KAMPUNG Pasal 2

Kewenangan Kampung mencakup :

a. Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Kampung;

b.

Kewenangan yang oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku belum dilaksanakan oleh Daerah dan Pemerintah;

c. Tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan atau Pemerintah Daerah kepada Kampung disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia.

Pasal 3

Kewenangan sebagaimana dimaksud Pasal 2, meliputi bidang-bidang : 1. Bidang Pertanian;

2. Bidang Pertambangan dan Energi; 3. Bidang Kehutanan dan Perkebunan; 4. Bidang Perindustrian dan Perdagangan; 5. Bidang Perkoperasian;

6. Bidang Ketenaga Kerjaan; 7. Bidang Kesehatan;

8. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan; 9. Bidang Sosial;

10. Bidang Pekerjaan Umum; 11. Bidang Perhubungan; 12. Bidang Lingkungan Hidup;

13. Bidang Kesatuan Bangsa, Perlindungan dan Politik Dalam Negeri; 14. Bidang Pengembangan Otonomi Kampung;

15. Bidang Perimbangan Keuangan; 16. Bidang Tugas Pembantuan; 17. Bidang Pariwisata;

(4)

19. Bidang Kependudukan; 20. Bidang Perencanaan;

21.

Bidang Penerangan/informasi dan Komunikasi.

Pasal 4

Jenis kewenangan masing-masing bidang sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 tersebut pada Lampiran Peraturan Daerah ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan Daerah ini.

Pasal 5

(1) Kampung menetapkan jenis kewenangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4, dengan Peraturan Kampung setelah mendapatkan pengakuan dari Bupati;

(2) Pengakuan kewenangan Kampung oleh Bupati berdasarkan :

a.

Potensi Kampung meliputi kondisi geografis, ekonomi, sosial budaya dan sumber daya manusia.

b. Sarana dan prasarana

(3) Kewenangan yang belum ditetapkan sebagai Kewenangan Kampung menjadi Kewenangan Daerah.

Pasal 6

Untuk melaksanakan kewenangannya, Kampung setiap tahun mendapat bantuan dana dari Pemerintah Daerah.

Pasal 7

(1) Penetapan kewenangan Kampung dapat ditinjau kembali dan disesuaikan dengan potensi Kampung, sarana dan prasarana Kampung, minimal 5 (lima) tahun sekali;

(2) Bagi Kampung yang belum menetapkan kewenangannya, Bupati membuat Pedoman Pelaksanaan Tugas Pemerintahan Kampung.

BAB III

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 8

Selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini semua Kampung sudah menetapkan Kewenangan Kampungnya;

Pasal 9

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

BAB III

KETENTUAN PENUTUP Pasal 10

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

(5)

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan perundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Barat.

Ditetapkan di Sendawar pada tanggal 07 November 2006

BUPATI KUTAI BARAT, ttd

ISMAIL THOMAS

Diundangkan di Sendawar pada tanggal 07 November 2006

Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT,

ttd

YAHYA MARTHAN

(6)

LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PENGATURAN KEWENANGAN KAMPUNG DI KABUPATEN KUTAI BARAT.

=================================================================

DAFTAR RINCIAN KEWENANGAN KAMPUNG

1. BIDANG PERTANIAN

a. Penetapan lokasi area kegiatan pengembangan lahan; b. Pembinaan kelembagaan, usaha dan permodalan tani; c. Pemasyarakatan Panca Usaha Tani;

d. Pengawasan peredaran dan penggunaan pupuk organik dan pestisida dengan berpedoman pada petunjuk teknis tingkat Kabupaten;

e. Pengembangan Lumbung Kampung; f. Penetapan pola waktu musim tanam.

2. BIDANG PERTAMBANGAN DAN ENERGI

a.

Pengawasan dan pembinaan terhadap pertambangan rakyat;

b.

Pembinaan terhadap masyarakat kampung sebagai pemilik sumber daya genetik.

3. BIDANG KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

a.

Pengaturan pelaksanaan penanggulangan hama dan penyakit secara terpadu;

b.

Pengolahan dan pelestarian hutan kampung;

c.

Penghijauan dan konservasi tanah dalam rangka pengolahan kebun bibit kampung;

d.

Pengawasan terhadap pengambilan tumbuhan dan penangkapan satwa liar yang dilindungi;

e.

Pengawasan terhadap pelaksanaan perluasan tanaman perkebunan;

f.

Pemasyarakatan pengembangan komoditas unggulan dan bibit unggul.

4. BIDANG PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

a. Rekomendasi ijin usaha industri; b. Rekomendasi investasi di kampung; c. Rekomendasi ijin gangguan;

d. Rekomendasi ijin usaha perdagangan;

e. Pembinaan, pengawasan dan pengolahan hasil industri dan perdagangan.

5. BIDANG PERKOPERASIAN

a. Rekomendasi dan pengawasan pemberian kredit di kampung;

b. Pengolahan Dana Usaha Ekonomi Kampung-Simpan Pinjam (UED-SP) dan dana investasi.

6. BIDANG TENAGA KERJA

a. Pembinaan, pengawasan dan pelayanan administrasi bidang ketenagakerjaan; b. Pendataan dan pengklasifikasian tenaga kerja/penduduk usia kerja.

7. BIDANG KESEHATAN

a.

Pembinaan kesehatan masyarakat;

b.

Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya di kampung;

c.

Pelaksanaan Pos Pelayanan Terpadu;

d.

Pengelolaan Dana Sehat.

8. BIDANG PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

a.

Rekomendasi dalam pembangunan prasarana fisik TK/RA, SD/MI, SLTP/MTs, SLTA/MA;

b.

Pemeliharaan fisilitas pendidikan yang ada di kampung;

c.

Penyelenggaraan kursus-kursus keterampilan;

d.

Pembinaan taman bacaan dan kelompok-kelompok belajar yang ada di kampung;

e.

Pembinaan dan pengembangan seni, budaya, dan adat istiadat yang ada di kampung;

f.

Pembinaan kegiatan pemuda dan olah raga;

g.

Pembinaan GNOTA dan Anak Usia Sekolah Keluarga Miskin (AUSKM);

(7)

h.

Penyelenggaraan pendidikan anak usia pra sekolah.

9. BIDANG SOSIAL

a.

Pembinaan penyandang masalah sosial;

b.

Pengurusan orang miskin dan terlantar;

c.

Pemberian rekomendasi permintaan bantuan kepada Pemerintah Daerah;

d.

Pelayanan masyarakat untuk kegiatan sosial;

e.

Pembinaan Karang Taruna;

f.

Pembinaan kesejahteraan masyarakat.

10. BIDANG PU

a.

Sosialisasi dan ijin mendirikan bangunan;

b.

Pemanfaatan dan pengelolaan sarana dan prasarana air bersih yang ada di kampung;

c.

Pengelolaan danau/telaga yang sudah dikonstruksikan.

11. BIDANG PERHUBUNGAN

a.

Pembangunan dan pengawasan pemanfaatan jalan kampung;

b.

Pengawasan dan pemeliharaan sarana dan prasarana perhubungan kampung;

c.

Pembangunan dan pengawasan terminal angkutan kampung.

12. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

a. Pembinaan lingkungan hidup; b. Pengawasan pembuangan limbah;

c.

Pengawasan dan pemanfaatan sumber air di kampung;

d.

Pengawasan perusakan lingkungan hidup di kampung.

13. BIDANG KESATUAN BANGSA, PERLINDUNGAN MASYARAKAT DAN POLITIK DALAM NEGERI

a. Pembinaan ideologi bangsa dan pemeliharaan data/ dokumen politik;

b.

Pembinaan ketertiban dan ketentraman masyarakat; c. Penyelenggaraan Pemilihan Umum;

d. Penanggulangan bencana alam;

e.

Pengelolaan dana bantuan bencana alam.

14.

BIDANG OTONOMI KAMPUNG

a.

Penetapan Organisasi Pemerintahan Kampung;

b.

Penetapan Perangkat Kampung;

c. Penetapan Pembentukan Lembaga Masyarakat;

d.

Penetapan Pembentukan BPK;

e.

Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung;

f.

Pemberdayaan dan Pelestarian Lembaga Adat;

g.

Penetapan Peraturan Kampung;

h.

Kerja Sama Antar Kampung;

i.

Pembentukan Badan Usaha Milik Kampung (BUM Kampung)

j.

Penetapan Restrebusi Pasar Kampung;

k.

Penetapan pengelolaan tanah kas kampung dan aset kampung lain sesuai hak ulayat masyarakat setempat.

15. BIDANG PERIMBANGAN KEUANGAN

a.

Pengelolaan keuangan bagian kampung dari hasil penerimaan pajak dan retribusi tertentu dari Pemerintah, Propinsi dan Kabupaten;

b. Pengelolaan dana perimbangan dari Pemerintah Kabupaten.

16. BIDANG TUGAS PEMBANTUAN

Pelaksanaan tugas pembantuan dari pemerintah, propinsi dan kabupaten.

(8)

a.

Pengelolaan obyek pariwisata lainnya di kampung diluar rencana induk pariwisata;

b.

Pembinaan masyarakat sadar wisata. c. Menjaga kelestarian adat istiadat.

18. BIDANG PERTANAHAN

a. Pelayanan administrasi pertanahan;

b.

Fasilitasi penyelesaian sengketa tanah tingkat kampung.

19. BIDANG KEPENDUDUKAN

a. Pendataan dan pembinaan kependudukan;

b. Pengelolaan kelompok bina keluarga dan usaha ekonomi produktif;

c.

Regristrasi kependudukan.

20. BIDANG PERENCANAAN

a.

Penyusunan profil kampung;

b.

Perencanaan partisipasi pembangunan masyarakat kampung;

c.

Monitoring dan evaluasi program pembangunan kampung.

21. BIDANG PENERANGAN, INFORMASI DAN DAN KOMUNIKASI

a. Pembinaan kelompok-kelompok komunikasi sosial; b. Pengawasan peredaran/pemutaran film keliling; c. Pemantauan peredaran VCD/film;

d.

Penyelenggaraan sosialisasi berbagai kebijaksanaan daerah melalui media pertemuan;

e.

Pemantauan penggunaan gedung pertemuan/balai kampung;

f.

Pemantauan media informasi/cetak yang beredar.

BUPATI KUTAI BARAT

ISMAIL THOMAS

(9)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR……. TAHUN 2006

TENTANG

PENGATURAN KEWENANGAN KAMPUNG DI KABUPATEN KUTAI BARAT

I. PENJELASAN UMUM

Dalam rangka menindaklanjuti pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tersebut, Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintaha Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Kampung dan 3 (tiga) Keputusan Menteri Dalam Negeri, yaitu :

1.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1999 tentang Pencabutan beberapa Peraturan Menteri Dalam Negeri, Keputusan Menteri Dalam Negeri, dan Instruksi Menteri Dalam Negeri mengenai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Kampung;

2.

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 63 Tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Penyesuaian Peristilahan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Kampung dan Kelurahan;

3.

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 1999 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Kampung.

Untuk menindaklanjuti Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Dalam Negeri diatas, maka salah satu hal yang harus dilaksanakan oleh Daerah adalah menetapkan kewenangan Kampung di Kabupaten Kutai Barat.

(10)

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 angka (1) : cukup jelas

angka (2) : cukup jelas angka (3) : cukup jelas angka (4) : cukup jelas angka (5) : cukup jelas angka (6) : cukup jelas angka (7) : cukup jelas

angka (8) : Legislasi yaitu merumuskan dan menetapkan Peraturan Kampung bersama-sama Pemerintah Kampung.

Pasal 1 angka (9) : cukup jelas angka (10) : cukup jelas

pasal 2 huruf a : kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Kampung adalah kewenangan yang selama ini ada dan telah dilaksanakan oleh Kampung serta belum diatur oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, atau Kabupaten Kutai Barat.

Pasal 3 : cukup jelas

Pasal 4 : cukup jelas

Pasal 5 : cukup jelas

Pasal 6 : cukup jelas

Pasal 7 : cukup jelas

Pasal 8 : dengan tenggang waktu 2 (dua) tahun, yaitu :

1. bahwa 1 (satu) tahun pertama, adalah untuk mengadakan sosialisasi;

2. bahwa 1 (satu) tahun kedua, adalah untuk persiapan kewenangan dimaksud.

Pasal 9 : cukup jelas

(11)

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 14 TAHUN 2001

TENTANG

CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PETINGGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KUTAI BARAT,

Menimbang : a. bahwa pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab di Kabupaten Kutai Barat, perlu dilakukan dengan menata Sistem Pemerintahan Kampung untuk mewadahi penyelenggaraan urusan rumah tangga Kampung ;

b. bahwa penataan Sistem Pemerintahan Kampung meliputi juga penataan mekanisme pemilihan, pengangkatan, dan pemberhentian Petinggi, dipandang perlu mengatur mekanisme pemilihan, pengangkatan, dan pemberhentian Petinggi ;

c. bahwa untuk mewujudkan maksud tersebut pada huruf a dan b di atas, dipandang perlu mengatur pencalonan, pemilihan, pengangkatan, dan pemberhentian Petinggi, dengan Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

3. Undang-undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3962).

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT

(12)

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT TENTANG CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PETINGGI.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :

a. Pemerintah Daerah, adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat; b. Kabupaten, adalah Kabupaten Kutai Barat;

c. Bupati, adalah Bupati Kutai Barat;

d.

Kampung, adalah sebutan Kampung dalam bahasa umum penduduk di lingkungan Kabupaten Kutai Barat;

e.

Pemerintah Kampung, adalah sebutan Pemerintah Kampung dalam bahasa asli penduduk di lingkungan Kabupaten Kutai Barat;

f.

Badan Perwakilan Kampung disingkat BPK, adalah sebutan Badan Perwakilan Kampung dalam bahasa asli penduduk di lingkungan Kabupaten Kutai Barat;

g.

Petinggi, adalah sebutan Kepala Kampung dalam bahasa asli penduduk di lingkungan Kabupaten Kutai Barat;

h. Bakal Calon disingkat Balon, adalah bakal calon Petinggi dalam lingkungan Kabupaten Kutai Barat; i. Calon Petinggi disebut Calon, adalah Calon Petinggi yang memenuhi syarat untuk dipilih menjadi

Petinggi dalam lingkungan Kabupaten Kutai Barat;

j. Penjaringan, adalah tahapan dalam proses seleksi untuk mendapatkan bakal calon Petinggi dari kalangan warga penduduk Kampung di lingkungan Kabupaten Kutai Barat;

k. Panitia Pemilihan Petinggi, disebut Panitia Pemilihan adalah Panitia Pemilihan Petinggi di lingkungan Kabupaten Kutai Barat.

BAB I

PANITIA PEMIIHAN PETINGGI Pasal 2

(1) Pemilihan Petinggi, dilakukan oleh suatu Panitia Pemilihan.

(2) Panitia Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari : a. Unsur BPK; dan

b.

Unsur Perangkat Kampung; dan c. Unsur Perorangan.

Pasal 3

(1) Panitia Pemilihan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1), dipimpin oleh seorang Ketua merangkap anggota dari unsur BPK.

(13)

(2) Panitia Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas: a.Menetapkan jadual proses pencalonan dan pelaksanaan pemilihan petinggi; b. melaksanakan pendaftaran Balon;

c.melaksanakan pemeriksaan persyaratan administrasi Balon; d. melaksanakan penyaringan untuk menyeleksi Balon;

e.mengusulkan Balon kepada BPK untuk ditetapkan menjadi Calon; f. melaksanakan pendaftaran Pemilih;

g. mengumumkan Calon yang memenuhi syarat untuk dipilih menjadi Petinggi;

h. mengajukan anggaran biaya pemilihan Petinggi kepada Ketua BPK melalui Sekretaris BPK; i. melaksanakan pemilihan petinggi;

j. membuat Berita Acara Pelaksanaan Pemilihan Petinggi; k.melaksanakan penghitungan suara;

l. membuat berita acara penghitungan;

m. membuat laporan pelaksanaan dan hasil pemilihan Petinggi dan menyampaikan kepada BPK.

(3) Panitia Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan BPK, dalam jumlah sesuai kebutuhan dan kondisi masyarakat serta dalam bilangan ganjil.

Pasal 4

(1) Keanggotaan dalam Panitia Pemilihan digantikan oleh orang lain, karena berhubungan, menjadi Balon Petinggi.

(2) Penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan BPK atas usul Ketua Panitia Pemilihan.

Pasal 5

(1) Panitia Pemilihan mengumumkan pendaftaran pemilihan selambat-lambatnya enam puluh hari sebelum hari pemilihan.

(2) Pengumuman pendaftaran pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempelkan di tempat-tempat yang mudah dilihat umum dan atau disampaikan langsung oleh Panitia kepada warga yang berhak memilih.

Pasal 6

(1) Badan Perwakilan Kampung memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kampung enam bulan sebelum masa jabatannya berakhir ;

(2) Tiga bulan sebelum masa berakhir masa jabatan, Petinggi menyampaikan pertanggung jawaban akhir masa jabatan kepada Badan Perwakilan Kampung ;

(3) Selambat-lambatnya dua bulan sebelum masa jabatan petinggi berakhir, Badan Perwakilan Kampung segera memproses pemilihan Petinggi dengan membentuk Panitia Pemilihan.

Pasal 7

(1) Ketua Panitia Pemilihan Petinggi, mengadakan konsultasi mengenai pencalonan petinggi dengan BPK ;

(14)

(2) Ketua Panitia Pemilihan sebagaimana dimaksud ayat ( 1 ), setelah berkonsultasi dengan BOK, menetapkan tata cara penjaringan dan penyaringan Balon Petinggi.

BAB III

SYARAT PEMILIH DAN DIPILIH Pasal 8

(1) Warga penduduk Kampung memenuhi syarat memilih Petinggi, apabila:

a. telah terdaftar sebagai Penduduk Kampung yang bersangkutan secara sah sekurang-kurangnya enam bulan dengan tidak terputus-putus;

b. umur telah mencapai tujuh belas tahun;

c. sudah kawin atau pernah kawin bagi warga yang berumur kurang dari tujuh belas tahun; d. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan Putusan Hakim yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap;

e. tidak pernah terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam suatu kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia, G.30S/PKI dan atau organisasi terlarang lainnya;

f. tidak pernah melakukan pelanggaran adat;

(2) Pemilih wajib mempergunakan secara langsung hak pilihnya.

(3) Pemilih yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan atau mewakilkan pelaksanaan hak pilihnya kepada orang lain dan terlanjur memilih, suaranya dinyatakan batal.

(4) Pemilih yang tidak sanggup hadir di tempat pemilihan karena sakit, Panitia mendatangi tempat perawatannya untuk memungkinkan pemilih itu dapat memberikan suara dengan mempertimbangkan kemampuan Panitia untuk menjangkau tempat perawatan itu.

i.

(1) Warga penduduk Kampung, memenuhi syarat dipilih menjadi Petinggi, apabila : a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; c. pada saat pendaftaran berumur dua puluh lima tahun;

d. berpendidikan serendah-rendahnya berijazah Sekolah Lanjutan, Tingkat Atas atau berpengetahuan sederajat;

e. tidak terganggu jiwa dan ingatannya; f. sehat jasmani dan rohani;

g. berkelakuan baik, jujur, adil, dan berwibawa;

h. tidak pernah terlibat langsung dalam kegiatan yang mengkhianati Negara Republik Indonesia, G.30S/PKI dan atau kegiatan organisasi terlarang lainnya;

i. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan Putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

j. tidak pernah dihukum penjara berdasarkan Putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

k. bersedia dicalonkan menjadi Petinggi;

l. memiliki kepedulian kepada upaya pengembangan adat-istiadat;

(15)

m. tidak pernah melakukan pelanggaran adat istiadat dan norma-norma lain yang berlaku dalam masyarakat.

(2) Bagi Pegawai Negeri yang mencalonkan diri sebagai Petinggi harus mendapatkan persetujuan tertulis dari pejabat yang berwenang.

(3) Pegawai Negeri yang terpilih sebagai Petinggi diberhentikan sementara dari jabatan organiknya dengan tidak kehilangan hak-hak kepegawaian.

(4) Calon yang terpilih bersedia bertempat tinggal di Kampung tempat terpilih sampai masa jabatannya berakhir yang dibuktikan dengan Surat Pernyataan dan diketahui oleh pejabat yang berwenang.

Bagian Kedua

Penjaringan dan Penyaringan Bakal Calon Petinggi j.

(1) Penjaringan Balon, berlangsung selama lima belas hari.

(2) Penjaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya lima orang dan sedikit-dikitnya dua orang.

(3) Dalam hal Balon lebih dari lima orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Panitia Pemilihan melakukan penyaringan untuk mendapatkan Calon untuk dipilih menjadi Petinggi sebagaimana tersebut pada ayat (2).

Pasal 11

(1) Materi penyaringan Balon sebagaimana dimaksud pada Pasal 10, meliputi : a. Pengetahuan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b.

Pengetahuan Pemerintahan Kampung;

c.

Pembangunan Masyarakat Kampung; d. Pembinaan Kemasyarakatan; dan e. Pengetahuan Umum.

(2) Pelaksanaan penyaringan Balon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis dan atau lisan.

(3) Pelaksanaan penyaringan ditentukan oleh Panitia dan diberitahukan kepada Balon selambat-lambatnya 15 hari sebelum dilakukan penyaringan.

(4) Hasil penyaringan Balon dinyatakan dalam Berita Acara.

(5) Hasil penyaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan selambat-lambatnya 4 (empat) hari setelah penyaringan dilaksanakan.

(6) Pengumuman hasil penyaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sah apabila ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Panitai sesuai dengan berita acara penyaringan Calon Petinggi.

(16)

l.

(1) Setiap Calon Petinggi menyampaikan visi dan misi dihadapan halayak pemilih sebelum pemilihan dilaksanakan.

(2) Waktu penyampaian visi dan misi Calon Petinggi, ditentukan oleh Panitia Pemilihan.

BAB IV

PELAKSANAAN PEMILIHAN PETINGGI Pasal 13

(1) Panitia Pemilihan menetapkan waktu pelaksanaan pemilihan.

(2) Waktu pemilihan diberitahukan kepada Calon Petinggi maupun pemilih se-lambat-lambatnya 14 hari sebelum hari pemilihan.

(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui surat atau pengumuman.

(4) Setiap calon petinggi memiliki identitas calon baik berupa tanda gambar atau angka untuk membedakan tanda Calon Petinggi.

(5) Apabila identitas Calon Petinggi menggunakan gambar, dilarang menggunakan gambar partai politik atau tanda organisasi apapun.

Pasal 14

(1) Pemilihan Petinggi dapat dilaksanakan apabila jumlah pemilih yang hadir mencapai sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Pemilih terdaftar.

(2) Apabila jumlah dua pertiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, Ketua Panita menunda pelaksanaan pemilihan paling lama tiga jam dari waktu yang ditentukan;

(3) Apabila waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah habis dan jumlah pemilih yang hadir belum mencapai dua pertiga pemilihan dilakukan apabila pemilih yang hadir sudah mencapai seperdua dari jumlah peserta pemilih terdaftar.

(4) Apabila waktu tiga jam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah habis dan pemilih tidak mencapai seperdua sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Ketua Panitia menunda pelaksanaan dan pemilihan paling lama dua jam.

(5) Apabila waktu dua jam sebagaimana dimaksud pada ayat 4 telah habis dan pemilih yang hadir tidak mencapai seperdua sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemilihan tetap dilaksanakan oleh pemilih yang telah hadir.

o.

(1) Pelaksanaan Pemilihan dilakukan secara langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil.

(17)

(2) Pada saat Pemungutan suara dilaksanakan, para Calon Petinggi harus berada di tempat yang telah ditentukan untuk mengikuti jalannya pemungutan suara.

Pasal 16

(1) Panitia Pemilihan, dan anggota BPK berhak menggunakan hak pilihnya. (2) Calon Petinggi tidak ikut memilih.

(3) Penggunaan hak pilih hanya dilakukan dengan mencoblos tanda gambar calon yang berhak dipilih dalam bilik suara yang disediakan oleh Panitia.

q.

(1) Jumlah tempat Pemungutan suara disesuaikan dengan kondisi setempat dengan ketentuan satu tempat pemungutan suarat diperguanakan untuk sekurang-kurangnya dua ratus orang yang memiliki hak pilih.

(2) Sebelum pelaksanaan Pemungutan suara dimulai, Panitia Pemilihan membuka kotak suara dan memperlihatkan kepada para pemilih bahwa kotak suara dalam keadaan kosong serta menutupnya kembali, mengunci dan menyegel dengan menggunakan kertas yang dibubuhi cap atau stempel Panitia Pemilihan.

r.

(1) Pemilih yang hadir diberikan selembar surat suara oleh panitia dengan menunjukkan identitas diri dan surat panggilan berdasarkan urutan daftar hadir.

(2) Setelah menerima surat suara, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperiksa dan apabila suara dalam keadaan cacat atau rusak, pemilih berhak meminta surat suara baru setelah menyerahkan kembali surat suara yang cacat atau rusak kepada Panitia.

s.

(1) Pencoblosan surat suara dilaksanakan dalam bilik suara dengan menggunakan alat yang telah disediakan oleh Panitia.

(2) Pemilih yang masuk ke dalam bilik suara dipanggil sesuai daftar hadir untuk menggunakan hak pilihnya.

(3) Pemilih yang keliru mencoblos surat suara atau rusak, dapat meminta surat suara baru dengan terlebih dahulu menyerahkan surat suara yang keliru kepada panitia pemilihan.

(4) Setelah surat suara dicoblos, pemilih memasukkan surat suara ke dalam kotak suara yang disediakan dalam keadaan terlipat.

Pasal 20

Panitia Pemilihan wajib melaksanakan pemungutan suara dengan tertib dan teratur serta berlangsung secara demokratis.

(18)

Setelah semua pemilih menggunakan hak pilihnya, Panitia meminta kepada masing-masing Calon yang berhak dipilih agar menugaskan satu orang pemilih untuk menjadi saksi dalam penghitungan suara.

Pasal 22

(1) Calon Petinggi yang memperoleh suara terbanyak dinyatakan sebagai pemenang.

(2) Apabila dua atau lebih Calon Petinggi yang memperoleh suara terbanyak ternyata sama banyak, pemilihan diulang dan hanya diperuntukkan bagi yang memperoleh suara terbanyak yang sama itu.

(3) Pemilihan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan selambat-lambatnya tiga hari sejak penandatanganan Berita Acara Pemilihan.

(4) Dalam hal pemilihan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hasilnya tetap sama, keputusan untuk menetapkan Calon Terpilih keputusannya diserahkan kepada Badan Perwakilan Kampung.

w.

(1) Panitia Pemilihan membuka kotak suara dan menghitung surat suara yang masuk, dengan saksi-saksi yang ditunjuk.

(2) Setiap lembar surat suara diteliti untuk dicatat di papan tulis yang tersedia, sehingga dapat dilihat dengan jelas oleh semua pemilih yang hadir.

Pasal 24

(1) Surat suara tidak sah, apabila :

a. tidak memakai surat suara yang telah ditentukan;

b. tidak terdapat tanda tangan Ketua Panitia Pemilihan pada surat suara;

c. ditandatangani atau memuat tanda tangan yang menunjukkan identitas pemilih; d. memberikan suara untuk lebih dari satu calon yang berhak dipilih;

e. menentukan calon lain calon yang berhak dipilih yang telah ditentukan; f. mencoblos di luar batas tanda gambar yang telah disediakan.

(2) Alasan-alasan yang menyebabkan surat suara tidak sah, diumumkan kepada pemilih pada saat itu juga sebelum pemilihan dimulai.

y.

(1) Setelah penghitungan suara selesai, Panitia Pemilihan membuat dan menandatangani serta membacakan Berita Acara pemilihan dan menyerahkan kepada Ketua Panitia Pemilihan.

(2) Berita Acara Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketahui dan ditandatangani oleh Ketua Panitia Pemilihan dan seluruh calon Petinggi pada saat itu juga.

(3) Ketua Panitia Pemilihan sebelum mengumumkan Calon Terpilih memberikan kesempatan kepada BPK untuk memberikan penilaian pelaksanaan pemilihan.

(4) Ketua Panitia pemilihan mengumumkan hasil pemilihan dan menyatakan sahnya proses pemilihan dan Calon terpilih.

(19)

Pasal 26

(1) Calon Terpilih, diajukan oleh Ketua Panitia Pemilihan kepada Ketua BPK disertai dengan Berita Acara Pemilihan.

(2) Calon Terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan BPK.

(3) Keputusan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan selambat-lambatnya tiga puluh hari sebelum masa jabatan Petinggi berakhir.

BAB V

PENGESAHAN, PENGANGKATAN DAN PELANTIKAN PETINGGI

Pasal 27

(1) Keputusan sebagaimana dimaksud Pasal 24 ayat (2) oleh BPK segera disampaikan kepada Bupati melalui Camat untuk disahkan oleh Bupati.

(2) Pelantikan dilakukan selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah Surat Keputusan Pengangkatan disahkan.

(3) Apabila waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lewat dan belum dilakukan pelantikan, Calon dianggap telah dilantik.

(4) Pelantikan dilakukan oleh Pejabat yang berwenang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Petinggi yang dilantik mengucapkan sumpah menurut agamanya atau berjanji menurut kepercayaannya.

(5) Petinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pelantikannya mengucapkan sumpah/janji yang berbunyi :

“ Demi Allah ( Tuhan ), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku petinggi dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya, bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai Dasar Negara dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan Demokrasi dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Negara serta segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi kampung, daerah dan negara kesatuan Republik Indonesia “

(6) Urutan acara dalam pengambilan sumpah/janji dan pelantikan petinggi sebagai berikut : a. pembacaan doa

b. pembacaan Surat Keputusan Bupati tentang pengesahan, pengangkatan petinggi; c. pengambilan sumpah/janji jabatan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk olehnya; d. penandatanganan Berita Acara pengambilan sumpah/janji;

e. pelantikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk olehnya; f. penandatanganan Berita Acara serah terima jabatan; g. amanat Bupati;

(7) Serah terima jabatan dari pejabat lama kepada Petinggi terpilih dilakukan sesudah pengucapan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihadapan Pejabat yang melantik dengan mendandatangani Berita Acara serah terima jabatan.

(20)

(8) Memori serah terima jabatan disusun disesuaikan dengan kondisi lapangan.

Pasal 28

(1) Serah terima jabatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (7) dilakukan apabila yang terpilih bukan pejabat lama.

(2) Serah terima jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila : a. Petinggi lama terpilih kembali;

b. Petinggi terpilih merupakan Petinggi pertama.

(3) Setiap Petinggi terpilih dilakukan pelantikan dan pengucapan sumpah atau janji berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Petinggi yang dilantik berpakaian Dinas upacara lengkap.

Pasal 29

Pengangkatan Petinggi berlaku terhitung mulai pada tanggal pengesahan oleh Bupati atas Surat Penetapan Pengangkatan oleh BPK.

Pasal 30

(1) Petinggi berhenti atau diberhentikan apabila :

a.memenuhi ketentuan Pasal 103 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

b. dijatuhkan hukuman pidana berdasarkan Putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap;

c.melanggar adat.

(2) Petinggi yang diduga melakukan tindak pidana di proses berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Petinggi yang diduga melakukan tindak pidana dan dalam proses penyelidikan oleh Pejabat berwajib dilakukan pemberhentian sementara.

(4) Petinggi yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata tidak terbukti, Surat Pemberhentian Sementara batal demi hukum dan yang bersangkutan direhabilitasi nama baiknya serta dikembalikan pada jabatannya.

(21)

BAB VI

PENGANGKATAN PENJABAT PETINGGI Pasal 27

(1) Pengangkatan Penjabat Petinggi dilakukan apabila terjadi salah satu :

a. Petinggi definitif sedang menjalani proses hukum oleh Penegak Hukum.

b. Petinggi definitif berakhir masa jabatannya yang karena satu dan lain hal pemilihan Petinggi baru belum dapat dilaksanakan.

c. terbentuknya Kampung yang baru.

BAB VII PEMBIAYAAN

Pasal 32

Segala biaya pemilihan Petinggi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Bupati.

Pasal 34

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kutai Barat.

Ditetapkan di Sendawar Pada tanggal 14 Mei 2001

BUPATI KUTAI BARAT,

RAMA ALEXANDER ASIA

Diundangkan di Sendawar Pada tanggal 3 Oktober 2001

(22)

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT,

H. ADJI MUHAMMAD

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 14 TAHUN 2001

PERDA-TTC Pem & Pem Kepdes YS

Referensi

Dokumen terkait

Penulis ucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang telah membantu penulis, sehingga skripsi yang berjudul “Penerapan Algoritma Fuzzy K-Nearest Neighbor untuk Penentuan

Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas dan memenuhi syarat kelulusan Program Pendidikan Diploma IV Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan judul “Hubungan

Berdasarkan uraian di atas maka salah satu media yang dapat digunakan pada pembelajaran struktur atom adalah permainan tradisional Selibur karena Selibur merupakan

Gambar 4.39 Perancangan keluaran laporan profit 82 Gambar 5.1 Form supplier pada TabSheetl pendataan supplier 86 Gambar 5.2 Form supplier pada TabSheetl daftar supplier 87 Gambar

Buku ini menarik dan up to date terhadap wacana dan problematika hukum dan agama. Syarah pada buku ini sifatnya sebagai petunjuk/guide terhadap konsolidasi naskah UUD 1945

Dengan kata lain, potensi pajak sarang burung walet ini tidak serta merta dapat langsung dijadikan sebagai target penerimaan pajak sarang burung walet oleh DPPKA karena kendala

pemeriksaan CT scan dapat terlihat empat tanda kardinal dari kelainan pada orbita yaitu proptosis, penebalan otot bola mata, penebalan saraf optik, dan prolaps septum orbita ke

Penelitian ini mencoba untuk menentukan kombinasi suhu dan lama pemanasan biji karet yang menghasilkan rendemen dan sifat fisiko-kimia minyak biji karet yang paling optimal