• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODULUS ALKALI DAN KADAR AKTIVATOR TERHADAP SIFAT LENTUR FLY ASH BASED GEOPOLYMER MORTAR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODULUS ALKALI DAN KADAR AKTIVATOR TERHADAP SIFAT LENTUR FLY ASH BASED GEOPOLYMER MORTAR SKRIPSI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PENGARUH MODULUS ALKALI DAN KADAR AKTIVATOR

TERHADAP SIFAT LENTUR

FLY ASH BASED GEOPOLYMER MORTAR

(Effect of the Alkali Modulus and Activator Content to the Flexural Property

on Fly Ash Based Geopolymer Mortar)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

CAHYO BOWO RISKIANTO

I 0106148

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

(2)

commit to user

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

PENGARUH MODULUS ALKALI DAN KADAR AKTIVATOR

TERHADAP SIFAT LENTUR

FLY ASH BASED GEOPOLYMER MORTAR

(Effect of the Alkali Modulus and Activator Content to the Flexural Property

on Fly Ash Based Geopolymer Mortar)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

CAHYO BOWO RISKIANTO

I 0106148

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Persetujuan :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

S. A. Kristiawan, ST., MSc., PhD Ir. Sunarmasto, MT

(3)

commit to user

iii

HALAMAN PENGESAHAN

PENGARUH MODULUS ALKALI DAN KADAR AKTIVATOR

TERHADAP SIFAT LENTUR

FLY ASH BASED GEOPOLYMER MORTAR

Effect of the Alkali Modulus and Activator Content to the Flexural Property on Fly Ash Based Geopolymer Mortar

SKRIPSI

Disusun Oleh :

CAHYO BOWO RISKIANTO

I 0106148

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari Selasa, 1 November 2011 : 1. S.A. Kristiawan, ST., MSc., PhD __________________ NIP. 19690501 199512 1 001 2. Ir. Sunarmasto, MT __________________ NIP. 19560717 198703 1 003 3. Achmad Basuki, ST, MT __________________ NIP. 19710901 199702 1 001 4. Wibowo, ST, DEA __________________ NIP. 19681007 199502 1 001710901 199702 1 001 Mengetahui, Disahkan,

a.n. Dekan Fakultas Teknik UNS Ketua Jurusan Teknik Sipil Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS

Kusno Adi Sambowo, ST, MSc Ir. Bambang Santosa, MT NIP. 1961026 199503 1 002 NIP. 19590823 198601 1 001

(4)

commit to user

iv

MOTTO

Wahai orang-orang yang beriman ! Mohonlah pertolongan (kepada Alloh) dengan sabar dan sholat. Sesungguhnya Alloh beserta orang-orang yang

sabar

(Q.S. Al-Baqarah: 153)

“maka apabila kamu telah selesai (mengerjakan urusan), kerjkanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmu-lah

hendaknya kamu brharap” (Q.S. Alam Nasyrah : 7-8)

“untuk diakui harus berubah, untuk berubah harus matang, matang berarti penciptaan diri tanpa henti”

(5)

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan pada Allah SWT atas hidayah-Nya, dan dengan segala kerendahan hati serta rasa terima kasih saya persembahkan karya sederhanaku ini untuk :

v Bapak dan Ibu tercinta. Terimakasih untuk cinta, kasih sayang, kesabaran dan sgalanya…. Hanya Allah SWT yang mampu membalas semuanya… v Adek Soni tersayang yang senantiasa memberi semangat untuk

kelulusanku

v Putri Dwi Prasuci tercinta. Terimakasih untuk segalanya darimu atas dukungan serta bantuan disetiap kesulitanku.

v Thang’s banget to all my best friend Winda Renauldi dan seluruh temen-temen TEKNIK SIPIL '2006 dan ‘2007 atas bantuan dan semangatnya selama pengerjaan skripsi ini

v Special thanks to Pak Iwan, Pak Masto atas bimbingannya selama ini... v Almamaterku, Universitas Sebelas Maret Surakarta...

(6)

commit to user

vi

ABSTRAK

Cahyo Bowo Riskianto, 2011. “PENGARUH MODULUS ALKALI DAN KADAR AKTIVATOR TERHADAP SIFAT LENTUR FLY ASH BASED GEOPOLYMER MORTAR”. Skripsi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penggunaan fly ash sebagai bahan pengganti semen dalam campuran geopolymer

mortar sangat potensial untuk digunakan dalam pekerjaan patch repair. Geopolymer mortar ini dihasilkan dengan mencampurkan pasir, air, dan fly ash

sebagai bahan pengikat, yang direaksikan oleh alkali aktivator yaitu Sodium hidroksida (NaOH) dan Sodium silikat (Na2SiO3) melalui proses polimerisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh modulus alkali dan kadar aktivator terhadap kuat lentur dan kekakuan lentur fly ash based

geopolymer mortar, sehingga didapatkan komposisi campuran fly ash based geopolymer mortar yang memenuhi persyaratan kuat lentur dan kekakuan lentur

sebagai repair material.

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan mengadakan suatu percobaan di laboratorium, benda uji yang dipakai adalah balok dengan ukuran 100 x 100 x 500 mm. Variasi modulus alkali yang digunakan adalah 1, 1.25, dan 1.5 dengan kadar aktivator masing-masing 113%, 49%, dan 41%. Variasi kadar aktivator yang digunakan adalah 49%, 55%, dan 61% dengan modulus alkali 1.25. Dari percobaan akan diperoleh data beban maksimal saat terjadi keruntuhan dan lendutan pada masing-masing benda uji di setiap kenaikan beban 50 kg. Dari data tersebut dapat dianalisis menjadi nilai kuat lentur (modulus of rupture) dan kekakuan lentur masing-masing benda uji.

Pengaruh peningkatan rasio modulus alkali dan kadar aktivator terhadap kuat lentur dinyatakan dalam suatu grafik dengan persamaan y = -94x2 + 264,3x – 38 dan kekakuan lenturnya dengan persamaan y = -16,24x2 + 64,94x + 55,25, dimana x adalah variasi rasio modulus alkali dan kadar aktivator dan y adalah persen rasio (m) kuat lentur dan kekakuan lentur variasi rasio 2,551 dan rasio 3,659 terhadap rasio 0,885. Pengaruh penambahan kadar aktivator terhadap kuat lentur dinyatakan dalam suatu grafik dengan persamaan y = -0,259x2 + 27,97x – 647,3 dan kekakuan lenturnya dengan persamaan y = -0,063x2 + 7,681x – 131,8, dimana x adalah kadar aktivator dan y adalah persen rasio kuat lentur dan kekakuan lentur variasi kadar aktivator terhadap kuat lentur kadar aktivator 49%. Kuat lentur tertinggi didapatkan dari fly ash-based geopolymer mortar dengan modulus alkali 1,25 dan kadar aktivator 55%. Kekakuan lentur yang nilainya mengalami kenaikan dengan stabil dari hari-kehari adalah fly ash-based geopolymer mortar rasio 2,551; rasio 3,659; modulus alkali 1,25 dengan kadar aktivator 49%; dan 55%.

Kata kunci: alkali aktivator, fly ash, geopolymer mortar, kadar aktivator, kekakuan lentur, kuat lentur, modulus alkali.

(7)

commit to user

vii

ABSTRACT

Cahyo Bowo Riskianto, 2011. "Effect of the Alkali Modulus and Activator Content to the Flexural Property on Fly Ash Based Geopolymer Mortar". Thesis of Civil Engineering Department of Engineering Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.

The use of fly ash as a cement replacement material in a mixture of geopolymer mortar is potential to use in patch repair work. Geopolymer mortar is produced by mixing sand, water, and fly ash as a binder, reacted by the alkali activator is sodium hydroxide (NaOH) and sodium silicate (Na2SiO3) through a process of polymerization. The purpose of this study is to determine the effect of alkali modulus and the activator content of flexural strength and flexural of fly based geopolymer mortar, so we get the composition of the mixture of fly ash-based geopolymer mortar that meets the requirements of flexural strength and flexural stiffness as a repair material.

The method used in this study is to conduct an experiment in the laboratory, the test object used is the beam with size 100 x 100 x 500 mm. Variations in modulus alkali used is 1, 1.25, and 1.5 with activator levels respectively 113%, 49%, and 41%. Variations in levels of activator used is 49%, 55%, and 61% with an alkali modulus 1.25. From the is experiment, data of the maximum load will be obtained when the collapse and deflection at each test object in any increase in load of 50 kg. From these data we can analyze into the value of flexural strength (modulus of rupture) and flexural stiffness of each test specimen.

Effect of increasing the ratio of alkali modulus and activator content to the flexural strength is expressed in a graph with equation y = -94x2 + 264,3x – 38 and bending stiffness by the equation y = -16,24x2 + 64,94x + 55,25, where x is variation of alkali modulus ratio and levels of alkaline activator and y is the percent ratio (m) flexural strength and flexural stiffness ratio variation ratio of 2.551 and 3.659 to 0.885 ratio. Effect of addition of activator levels of flexural strength is expressed in a graph with the equation y = -0,259x2 + 27,97x – 647,3 and bending stiffness by the equation y = -0,063x2 + 7,681x – 131,8, where x is the level of activator and y is the percent ratio of flexural strength and flexural stiffness variation of flexural strength levels to the activator content of 49%. The highest flexural strength obtained from fly ash-based geopolymer mortar with alkali modulus of 1.25 and 55% content activators. Flexural stiffness of which the value has increased steadily from day-to day is the fly ash-based geopolymer mortar ratio of 2.551; ratio of 3.659; alkali modulus of 1.25 with the alkaline activator levels 49% and 55%.

Keywords: activator content, alkali activator, alkali modulus, flexural stiffness flexural strength, fly ash, geopolymer mortar,

(8)

commit to user

x

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR NOTASI ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 5 1.3. Batasan Masalah ... 5 1.4. Tujuan Penelitian ... 5 1.5.1. Manfaat Teoritis ... 6 1.5.2. Manfaat Praktis ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Beton ... 7

2.2. Fly Ash Based Geopolymer Mortar ... 9

2.3. Kuat Lentur dan Kekakuan Lentur ... 19

2.4. Pengaruh Modulus Alkali dan Kadar Aktivator Terhadap Kuat Lentur dan Kekakuan Lentur ... 23

(9)

commit to user

xi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 25

3.1. Tinjauan Umum ... 25

3.2. Alat dan Bahan ... 26

3.2.1. Alat-alat yang Digunakan ... 26

3.2.2. Bahan-bahan yang Digunakan ... 27

3.3. Tahap-tahap Penelitian di Laboratorium ... 28

3.4. Benda Uji ... 32

3.5. Prosedur Kuat Lentur ... 34

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1. Hasil Pengujian Kuat Lentur ... 37

4.2. Analisis Data Kuat Lentur Fly Ash Based Geopolymer Mortar ... 38

4.2.1. Hasil Pengujian Kuat Lentur dengan Variasi Rasio Pembagian Modulus Alkali dan Kadar Aktivator ... 39

4.2.2. Hasil Pengujian Kuat Lentur dengan Variasi Kadar Aktivator untuk Modulus Alkali 1,25 ... 44

4.3. Hasil Perhitungan Kekakuan Lentur Fly Ash Based Geopolymer Mortar ... 49

4.3.1. Hasil Perhitungan Momen dengan Lendutan ... 49

4.3.2. Hasil Perhitungan Kekakuan Lentur dengan Variasi Rasio Pembagian Modulus Alkali dan Kadar Aktivator ... 53

4.3.3. Hasil Perhitungan Kekakuan Lentur dengan Variasi Kadar Aktivator untuk Modulus Alkali 1,25 ... 57

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1. Kesimpulan ... 63

5.2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN

(10)

commit to user

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada umumnya beton dikenal sebagai material yang tersusun dari komposisi utama batuan (agregat), air, dan semen portland (biasa disebut semen). Beton sangat populer dan digunakan secara luas, karena bahan pembuatnya mudah didapat, harganya relatif murah, dan teknologi pembuatannya relatif sederhana. Namun, akhir-akhir ini beton tersebut makin sering mendapatkan kritik, khususnya dari kalangan yang peduli dengan kelestarian lingkungan hidup, karena emisi gas rumah kaca (karbon dioksida) yang dihasilkan pada proses produksi semen.

Untuk memproduksi satu ton semen, gas rumah kaca yang dihasilkan sebesar lebih kurang satu ton juga. Gas ini dilepaskan ke atmosfer dengan bebas dan kemudian merusakkan lingkungan, di antaranya menyebabkan pemanasan global. Isu kedua yang kerap dipersoalkan adalah masalah keawetan beton itu sendiri. Bangunan beton pada umumnya sudah memerlukan perbaikan karena sudah mulai mengalami kerusakan ketika usia bangunannya baru mencapai 20 tahun, walaupun telah direncanakan dan dibuat sesuai dengan standar yang berlaku.

Menengok pada bangunan kuno dari zaman Romawi serta piramid megah di Mesir, mau tidak mau membangkitkan kekaguman para insinyur di masa sekarang. Betapa tidak, bangunan-bangunan tersebut sudah berdiri ratusan atau bahkan ribuan tahun dengan megah. Seringkali didapati dalam upaya restorasi bangunan kuno tersebut, beton modern yang digunakan sudah rusak beberapa tahun kemudian, ketika beton 'kuno'-nya masih utuh. Adalah Professor Joseph Davidovits dari Perancis yang pertama kali mengemukakan ide bahwa sesungguhnya piramid tidaklah dibangun menggunakan batuan yang dipahat-seperti halnya Candi Borobudur yang kemudian disusun menjadi bangunan yang mengundang kekaguman sepanjang masa dan menjadikannya salah satu dari tujuh

(11)

commit to user

keajaiban dunia. Davidovits menyatakan teorinya bahwa batuan-batuan penyusun piramid tersebut dicor di tempat, seperti halnya pembuatan beton yang dikenal sekarang ini.

Davidovits memberi nama material temuannya dengan nama Geopolymer, karena merupakan sintesa bahan-bahan alam nonorganik lewat proses polimerisasi. Bahan dasar utama yang diperlukan untuk pembuatan material geopolymer ini adalah bahan-bahan yang banyak mengandung unsur-unsur silikon dan aluminium. Unsur-unsur ini banyak didapati, di antaranya pada material buangan hasil sampingan industri, seperti misalnya abu terbang dari sisa pembakaran batu bara. Selama ini, abu terbang-disebut demikian karena kecilnya ukuran partikel dan karenanya mudah beterbangan di udara-lebih banyak tidak dimanfaatkan dengan semestinya ataupun dipakai hanya sebagai bahan timbunan. Penimbunan yang sembarangan bahkan berpotensi mengancam kelestarian lingkungan, selain mudah beterbangan dan mengotori udara, partikel-partikel logam berat yang dikandungnya dengan mudah larut dan mencemari sumber-sumber air. Untuk melarutkan unsur-unsur silikon dan aluminium, serta memungkinkan terjadinya reaksi kimiawi, digunakan larutan yang bersifat alkalis.

Material geopolymer ini digabungkan dengan agregat batuan kemudian menghasilkan beton geopolimer, tanpa menggunakan semen lagi. Geopolymer dikatakan ramah lingkungan, karena selain dapat menggunakan bahan-bahan buangan industri, proses pembuatan beton geopolymer tidak terlalu memerlukan energi. Dengan pemanasan lebih kurang 60° C selama satu hari penuh sudah dapat dihasilkan beton yang berkekuatan tinggi. Karenanya, pembuatan beton

geopolymer mampu menurunkan emisi gas rumah kaca yang diakibatkan oleh

proses produksi semen hingga tinggal 20 persen saja.

Geopolymer adalah sebuah senyawa silikat alumino anorganik yang disintesiskan

dari bahan – bahan produk sampingan seperti fly ash, abu sekam padi (risk husk

ash) dan lain – lain, yang banyak mengandung silicon dan aluminium (Davidovits,

(12)

commit to user

pengikatan yang terjadi adalah reaksi polimerisasi. Dalam reaksi polimerisasi ini Alumunium (Al) dan Silika (Si) mempunyai peranan penting dalam ikatan polimerisasi (Davidovits, 1994) Reaksi Al dan Si dengan alkaline akan menghasilkan AlO4 dan SiO4. Geopolymer mortar ini dihasilkan dengan mencampurkan pasir, air, dan fly ash sebagai bahan pengikat, yang direaksikan oleh alkali aktivator yaitu Sodium hidroksida (NaOH) dan Sodium silikat (Na2SiO3) melalui proses polimerisasi

Pada bangunan-bangunan gedung, perumahan, dll, beton sangat berperan penting untuk sarana membangun sebagai bahan utama. Tidak ada beton maka bangunan tidak akan bisa membentuk wujud berupa ruangan. Namun semakin lama umur beton pada bangunan-bangunan akan mengalami kerusakan pada umumnya, seperti retak, keropos, berlubang, dan masih banyak lagi. Salah satu solusi utama perbaikan/ penambalan (patch repair) selimut beton yang telah rusak dengan beton geopolymer.

Jenis kerusakan yang terjadi akan menentukan material dan metode apa yang tepat untuk perbaikan. Repair material yang akan digunakan harus mempunyai hasil perbaikan yang tahan lama (durable) dan harganya relatif murah. Selain itu metode untuk perbaikan juga harus mudah diaplikasikan.

Salah satu metode untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan pada beton yaitu dengan penambalan (patch repair). Metode perbaikan ini adalah metode untuk memulihkan kerusakan pada selimut beton berupa spalling atau delamination yang diaplikasikan dengan cara menempel mortar secara manual pada permukaan beton yang rusak. Pada saat pelaksanaan, yang harus diperhatikan adalah penekanan ketika mortar ditempelkan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil pebaikan yang benar-benar padat. Permukaan beton yang akan diperbaiki atau diperkuat harus merupakan permukaan yang masih kuat pula, tidak ada keropos ataupun bagian lemah lainnya, serta bersih dari debu dan kotoran.

(13)

commit to user

Syarat-syarat material yang digunakan untuk patch repair diantaranya cepat mengeras, mampu menyatu atau melekat erat dengan beton yang akan di-patch

repair, memiliki sifat mudah dikerjakan, tidak mengurangi kekuatan beton setelah

dilakukan patch repair, dan tidak terjadi susut. Saat ini telah banyak beredar di pasaran berbagai jenis repair material yang diproduksi oleh pabrik, namun harganya relatif mahal. Oleh karena itu perlu dikembangkan repair material yang dapat dibuat sendiri dengan bahan dasar mortar yang harganya lebih murah. Mortar dibuat dari bahan pasir yang diikat oleh pasta semen. Selain pasta semen, bahan pengikat lain juga dapat digunakan seperti geopolymer, sehingga membentuk geopolymer mortar.

Repail material digunakan untuk perbaikan pada bangunan yang telah rusak seperti pengelupasan selimut beton. Dalam aplikasinya untuk menambal kerusakan beton repair material akan mengalami laju penyusutan yang lebih besar daripada beton yang direpair ( beton induk ). Perbedaan penyusutan antara dua material yang akan dilekatkan ini akan menyebabkan timbulnya tegangan tarik. Apabila tegangan tarik yang timbul ini melampaui kapasitas tarik dari repair material, maka akan terjadi retak. Dengan demikian repair material harus memiliki kuat tarik yang tinggi agar lebih resisten melawan kecenderungan retak.

Pada penelitian ini diselidiki pengaruh modulus alkali dan kadar aktivator terhadap kuat lentur sehingga diperoleh komposisi campuran fly ash-based

geopolymer mortar yang memenuhi persyaratan kuat lentur sebagai repair material. Komposisi campuran tersebut terdapat molaritas NaOH, modulus alkali,

kadar aktivator, faktor air binder, dan lain-lain. Penggunaan geopolymer mortar memanfaatkan limbah PLTU yaitu fly ash, dapat mengurangi emisi gas CO2 yang dihasilkan oleh industri semen dan tentunya harganya lebih murah.

(14)

commit to user 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh modulus alkali terhadap kuat lentur dan kekakuan lentur

fly ash-based geopolymer mortar?

2. Bagaimana pengaruh kadar aktivator terhadap kuat lentur dan kekakuan lentur

fly ash-based geopolymer mortar?

1.3. Batasan Masalah

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan masalah sebagai berikut:

1. Fly ash yang digunakan adalah fly ash tipe C dari PLTU Paiton, yang diambil dari PT. Jaya Ready Mix Sukoharjo.

2. Alkali aktivator yang digunakan adalah Sodium hidroksida (NaOH) berbentuk serpihan-serpihan padat dan Sodium silikat (Na2SiO3) jenis BE 58 R 2,3.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh modulus alkali dan kadar aktivator terhadap kuat lentur dan kekakuan lentur fly ash–based

geopolymer mortar, sehingga didapatkan komposisi campuran fly ash–based geopolymer mortar yang memenuhi persyaratan kuat lentur dan kekakuan lentur

(15)

commit to user 1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

a. Mendapatkan komposisi formula campuran fly ash–based geopolymer mortar yang dapat digunakan dalam pekerjaan patchrepair (penambalan) dengan kinerja yang baik.

b. Menambah kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya teknologi perbaikan kerusakan beton dengan patch repair.

1.5.2. Manfaat Praktis

a. Menjadi petunjuk praktis dilapangan mengenai komposisi formula fly ash–

based geopolymer mortar yang paling efektif untuk digunakan dalam

pekerjaan patch repair (penambalan).

b. Mengetahui pengaruh penggunaan fly ash sebagai pengganti semen pada

(16)

commit to user

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beton

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang, satu atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu pengerasan (Mc. Cormac, 2000 : 1).

Beton sangat banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen portland, air, dan agregat (dan kadang-kadang bahan tambah, yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan bangunan non-kimia) pada perbandingan tertentu. Campuran tersebut bila mana dituang dalam cetakan kemudian dibiarkan maka akan mengeras seperti batu. Dalam adukan beton, air dan semen membentuk pasta yang disebut pasta semen. Pasta semen ini selain mengisi pori-pori diantara butiran-butiran, agregat halus juga bersifat sebagai perekat /pengikat dalam proses pengerasan, sehingga butiran-butiran agregat saling terikat kuat dan berbentuklah suatu massa yang kompak dan padat. (Kardiyono,1996:1).

Beton yang paling padat dan kuat diperoleh dengan menggunakan jumlah air yang minimal konsisten dengan derajad workabilitas yang dibutuhkan untuk memberikan kepadatan maksimal. Derajat kepadatan harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan cara pemadatan dan jenis konstruksi, agar terhindar dari kebutuhanakan pekerjaan yang berlebihan dalam mencapai kepadatan maksimal. (Murdock, 1991:97).

(17)

commit to user

Pada perlindungan (perbaikan) konstruksi beton tersedia banyak bahan. Bahan mana yang dipilih tergantung pada kerusakan yang diserang, kualitas bahan dasar yang dilindungi dan lokasi lingkungan (kering, lembab, agresif). (R. Sagel, P. Kole & Gideon Kusuma, 1997:225).

Material perbaikan harus mempunyai sifat yang seragam dengan beton sekitarnya, dalam hal kekuatan dan modulus elastisitas dan juga warna dan tekstur, untuk beton terekspos. (Paul Nugraha & Antoni, 2007:227).

Dari konferensi Concrete 2001 yang diselenggarakan di Perth, Australia, dilaporkan penggunaan HVFA (high volume fly ash) concrete atau beton dengan kandungan fly ash tinggi pada sejumlah proyek infrastruktur, demikian pula penggunaan bahan buangan lain seperti slag, menunjukkan hasil memuaskan di lapangan. Dalam waktu singkat di masa mendatang, penggunaan beton jenis ini diperkirakan akan meningkat dengan cepat. Selain lebih ramahlingkungan, dapat mengurangi jumlah energi yang diperlukan karena berkurangnya pemakaian semen, lebih awet dan lebih murah, bahan ini juga tetap menunjukkan perilaku mekanik yang memuaskan.Perkembangan mutakhir yang menjanjikan adalah penggunaan fly ash sepenuhnya sebagai pengganti semen lewat proses yang disebut polimerisasi anorganik (kadang disebut geopolimer) yang dipelopori oleh seorang ilmuwan Perancis, Prof. Joseph Davidovits, sekitar 20 tahun lalu.

Fly ash–based geopolymer mortar sendiri tidak dapat mengeras seperti halnya

semen, maka dibutuhkan.Fly ash–based geopolymer mortardengan metode aktivasi larutan alkali adalah mortar yang menggunakan fly ash sebagai bahan pengganti semen seluruhnya dengan menggunakan sodium hidroksida (NaOH) dan sodium silikat (Na2SiO3) sebagai alkali aktivator untuk mengikat fly ash. Menurut penelitian-penelitian terdahulu, pemakaian NaOH dan Na2SiO3 memberikan hasil yang lebih efektif dibandingkan dengan hanya memakai NaOH saja. Semakin banyak sodium silikat (Na2SiO3) yang digunakan berarti semakin banyak pula oligomersilikat yang tersedia. Oleh karena itu, geopolymer yang dibuat dengan jumlah sodium silikat (Na2SiO3) lebih besar menghasilkan kuat lentur dan kekakuan lentur yang tinggi. Sodium hidroksida (NaOH) mampu

(18)

commit to user

membantu mengoptimalkan kuat lentur, namun kelebihan NaOH memperlemah solidifikasi geopolimer.

Geopolimerisasi fly ash diselidiki secara lebih spesifik oleh Van Jaarsveld dkk.(2002; 2003) yang meneliti pembuatan geopolymer dari fly ash dan pengaruh komposisi kimia fly ash terhadap sifat-sifat geopolymer yang dihasilkan. Sifat-sifat fly ash tersebut sangat bergantung dari bahan batubara yang digunakan dan proses pembakarannya. Sifat-sifat fisik dan kimia mempengaruhi proses geopolimerisasi fly ash yang bersifat unik dan belum ada pedoman yang bersifat generik untuk menentukan parameter proses yang paling sesuai untuk fly ash.

2.2. Fly Ash Based Geopolymer Mortar

Mortar adalah adukan yang dibuat dari agregat halus (pasir) dan pasta semen sebagai pengikat. Pada penelitian ini, mortar sebagai repair material dikembangkan lebih lanjut dengan menggunakan geopolymer sebagai bahan pengikatnya. Geopolymer yang dipakai berasal dari bahan dasar fly ash yang direaksikan dengan alkali aktivator berupa Sodium hidroksida (NaOH) dan Sodium silikat (Na2SiO3), sehingga membentuk fly ash-based geopolymer mortar.

Beton geopolymer memiliki sifat-sifat sebagai berikut (www.geopolymer.org/technical data sheet) :

a. Pada beton segar (fresh concrete)

• Memiliki waktu setting 10 jam pada suhu -20°C, dan mencapai 7 – 60 menit pada suhu 20°C,

• Penyusutan selama setting kurang dari 0.05%,

• Kehilangan masa dari beton basah menjadi beton kering kurang dari 0.1%. b. Pada beton keras (hardened concrete)

• Memiliki kuat tekan lebih besar dari 90 Mpa pada umur 28 hari, • Memiliki kuat tarik sebesar 10-15 Mpa pada umur 28 hari, • Memiliki water absorption kurang dari 3%

(19)

commit to user

Geopolymer sendiri merupakan senyawa anorganik alumino silikat yang

disintesiskan dari bahan-bahan yang banyak mengandung Silikon dan Aluminium melalui proses polimerisasi. Dalam reaksi polimerisasi ini, Aluminium (Al) dan Silika (Si) mempunyai peranan penting dalam ikatan polimerisasi (Davidovits,

1994). Proses polimerisasi adalah suatu reaksi kimia antara aluminosilika oksida

(Si2O5, Al2O2) dengan alkali polysialate. Proses polimerisasi menghasilkan suatu rantai dalam bentuk tiga struktur dimensional dimana masing-masing terdiri dari bentuk ikatan-ikatan polymeric Si-O-Al-O (Polysialate). Ikatan-ikatan tersebut dibagi dalam 3 jenis yaitu Polysialate O), Polysialate-Siloxo (Si-O-Al-O-Si-O) dan Polysialate-Disiloxo (Si-O-Al-O-Si-(Si-O-Al-O-Si-O). (Sugiri dkk., 2009). Salah satu parameter proses polimerisasi adalah reaktan yang digunakan, yaitu SiO2, H2O dan NaOH. (Fansuri dkk., 2007)

Gambar 2.1. Ikatan Polimerisasi pada Beton dengan 100 % Fly Ash

(www.geopolymer.org)

a. Kelebihan-kelebihan beton geopolymer (Frantisek Skvara,dkk, 2006) : • Tahan terhadap api,

• Tahan terhadap lingkungan korosif, • Tahan terhadap reaksi alkali silica.

• Tidak menggunakan semen sebagai bahan perekatnya, maka dapat mengurangi polusi udara.

• Mempunyai rangkak susut yang kecil. b. Kekurangan-kekurangan beton geopolymer :

• Pembuatan beton geopolymer lebih rumit dibandingkan beton semen, karena membutuhkan alkaline activator,

(20)

commit to user • belum ada rancang campuran yang pasti.

Bahan-bahan penyusun fly ash based-geopolymer mortar adalah sebagai berikut:

1. Agregat halus

Menurut SNI 03-6820-2002 (2002: 171), agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi batuan atau pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu dan mempunyai butiran sebesar 4,75 mm. Agregat halus mempunyai peran penting sebagai pembentuk mortar dalam pengendalian kelecakan (workability), kekuatan (strength), dan keawetan (durability) dari mortar yang dihasilkan. Pasir sebagai agregat halus harus memenuhi gradasi dan persyaratan yang telah ditentukan.

Syarat–syarat agregat halus (pasir) sebagai bahan material pembuatan beton sesuai dengan ASTM C 33-97 adalah:

a. Material dari bahan alami dengan kekasaran permukaan yang optimal sehingga kuat tekan beton besar.

b. Butiran tajam, keras, kekal (durable) dan tidak bereaksi dengan material beton lainnya.

c. Berat jenis agregat tinggi yang berarti agregat padat sehingga beton yang dihasilkan padat dan awet.

d. Gradasi sesuai spesifikasi dan hindari gap graded aggregate karena akan membutuhkan semen lebih banyak untuk mengisi rongga.

e. Bentuk yang baik adalah bulat, karena akan saling mengisi rongga dan jika ada bentuk yang pipih dan lonjong dibatasi maksimal 15 % dari berat total agregat.

f. Kadar lumpur agregat tidak lebih dari 5 % terhadap berat kering karena akan berpengaruh pada kuat tekan beton.

(21)

commit to user 2. Fly Ash

Fly ash adalah bahan yang berasal dari sisa pembakaran batu bara pada tungku

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang tidak terpakai . Material ini mempunyai kadar bahan pengganti semen yang tinggi dan mempunyai sifat pozzolanik, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat pada temperatur normal dengan adanya air (Himawan dan Darma 25). Komposisi dari fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2), alumunium (Al2O3), besi (Fe2O3) dan kalsium (CaO), serta magnesium, potassium, sodium, titanium, sulfur, dalam jumlah yang kecil. Komposisinya tergantung dari tipe batu bara. Oleh karena itu fly ash dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti pemakaian semen, baik untuk adukan mortar maupun untuk campuran beton.

Penambahan fly ash pada beton normal menunjukkan adanya peningkatan kualitas beton. Peningkatan kualitas itu disebabkan karena kandungan unsur silikat dan aluminat pada fly ash yang reaktif bereaksi dengan kapur bebas pada proses hidrasi antara fly ash dan air menjadi kalsium silikat. Keuntungan lain dari pemakaian fly ash yang mutunya baik adalah dapat meningkatkan ketahanan/keawetan beton terhadap ion sulfat dan juga dapat menurunkan panas hidrasi semen.

Fly ash sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi

dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung oleh fly ash akan bereaksi secara kimia dengan Sodium hidroksida dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat (Hardjito, 2001). Selain itu secara mekanik, butiran fly ash yang lebih halus daripada butiran semen ini akan mengisi ruang kosong (rongga) di antara butiran-butiran agregat halus.

Menurut ACI Committee 226 dijelaskan bahwa fly ash mempunyai sifat: a. Spesific gravity : 2.2 – 2.8

b. Ukuran : ϕ 1 mikron – ϕ 1 mm, dengan kehalusan 70% - 80% melewati saringan no. 200 (75 mikron)

(22)

commit to user c. Kehalusan : % tertahan ayakan 0.075 mm 3.5 % tertahan ayakan 0.045 mm 19.3 % sampai ke dasar 77.22

Klasifikasi fly ash menurut ASTM C 618-96 yaitu: a. Kelas C

1) Fly ash yang mengandung CaO lebih dari 10 %, dihasilkan dari pembakaran lignite atau sub bitumen batubara.

2) Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50 % b. Kelas F

1) Fly ash yang mengandung CaO kurang dari 10 %, dihasilkan dari pembakaran anthrachite atau bitumen batubara.

2) Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 70 % c. Kelas N

Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain tanah diatomic, opaline chertz dan shales, tuff dan abu vulkanik, dapat diproses melalui pembakaran atau tidak. Selain itu juga berbagai hasil pembakaran yang mempunyai sifat pozzolan yang baik.

Sebagian besar abu terbang yang digunakan dalam beton adalah abu kalsium rendah (kelas ”F” ASTM) yang dihasilkan dari pembakaran anthracite atau batu bara bituminous. Abu terbang ini memiliki sedikit atau tida ada sifat semen tetapi dalam bentuk yang halus dan kehadiran kelambaban, akan bereaksi secara kimiawi dengan kalsium hidroksida pada suhu biasa untuk membentuk bahan yang memiliki sifat-sifat penyemenan. Abu terbang kalsium tinggi (kelas ASTM) dihasilkan dari pembakaran lignit atau bagian batu bara bituminous, yang memiliki sifat-sifat penyemenan di samping sifat-sifat pozolan.

Unsur utama dalam proses geopolimerisasi adalah Si dan Al. Oleh karena itu fly

ash yang bisa digunakan sebagai geopolymer adalah jenis fly ash yang memiliki

kandungan CaO rendah dan kandungan Si dan Al lebih dari 50 %. Dari ketiga tipe

(23)

commit to user

F. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kosnatha dan Prasetio (2007), kuat tarik lentur beton geopolymer yang menggunakan fly ash tipe C ternyata lebih tinggi daripada fly ash tipe F, baik yang menggunakan curing dengan oven maupun pada suhu ruang. Oleh sebab itu, pada penelitian ini dipilih fly ash tipe C dari PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur. Komposisi kimia dari fly ash tipe C adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Fly Ash Tipe C Senyawa Fly Ash tipe C

(%) SiO2 45,27 Al2O3 20,07 Fe2O3 10,59 TiO2 0,82 CaO 13,32 MgO 2,83 K2O 1,59 Na2O 0,98 P2O5 0,41 SO3 1,00 MnO2 0,07

Keuntungan pemakaian fly ash pada beton antara lain: a. Alternatif pengganti semen yang paling baik.

b. Menurunkan alkalinitas beton sehingga mengurangi korosi pada besi beton. c. Meningkatkan ketahanan concrete (beton) terhadap oksidasi akibat lingkungan yang bersifat asam (utamanya daerah rawa). Beton jadi lebih awet & Kuat. d. Mengurangi biaya material semen sehingga pembiayaan lebih hemat dan ekonomis.

e. Mudah dalam pengerjaan, cepat kering dan mengeras.

f. Permukaan beton lebih rata dan halus serta kekuatan (kualitas) beton meningkat.

g. Tahan lama dan tidak mudah rusak oleh pengaruh cuaca. h. Tahan terhadap rembasan air (kedap air).

(24)

commit to user

j. Tidak timbul retak-retak halus pada permukaan beton dan plesteran.

Kelemahan pemakaian fly ash pada beton antara lain:

a. Pemakaian fly ash kurang baik untuk pengerjaan beton yang memerlukan waktu pengerasan dan kekuatan awal yang tinggi, karena proses pengerasan dan penambahan kekuatan beton agak lambat akibat dari lambatnya reaksi pozzolan dari fly ash.

b. Pengendalian mutu harus sering dilakukan karena mutu fly ash sangat tergantung pada proses pembakaran (suhu) serta jenis batubaranya. (Husin, 1998)

Penggunaan fly ash dalam adukan beton segar dapat mengurangi terjadinya

bleeding (berair) dan segregation (pemisahan). Selain itu kehalusan dan bentuk

partikel fly ash yang bulat dapat meningkatkan workability. Pada beton keras, penggunaan fly ash dapat meningkatkan kuat tekan beton setelah umur ± 52 hari, meningkatkan durabilitas (keawetan) beton, meningkatkan kepadatan (density) beton, dan mengurangi terjadinya penyusutan. (Himawan dan Darma, 2000: 26)

3. Air

Air merupakan bahan dasar penyusun mortar yang paling penting dan paling murah. Air berfungsi sebagai bahan pengikat dan bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mempermudah proses pencampuran serta mempermudah pelaksanaan pengecoran beton (workability). Proporsi air yang sedikit akan memberikan kekuatan pada beton, tetapi kelemasan atau daya kerjanya akan berkurang. Secara umum air yang dapat digunakan dalam campuran adukan mortar adalah air yang apabila dipakai akan menghasilkan mortar dengan kekuatan lebih dari 90% dari mortar yang memakai air suling (ACI 318-83).

Pemakaian air untuk beton, sebaiknya memenuhi syarat baku air bersih sebagai berikut:

1) Tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gram/liter.

(25)

commit to user gram/liter.

3) Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. 4) Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

4. Alkali Aktivator

Dalam pembuatan fly ash-based geopolymer mortar, activator yang digunakan adalah unsure alkali yang terhidrasi yaitu Sodium silikat (Na2SiO3) dan sodium hidroksida (NaOH) digunakan sebagai alkaline activator. Sodium silikat berfungsi untuk mempercepat reaksi polimerisasi, sedangkan sodium hidroksida berfungsi untuk mereaksikan unsur-unsur Al dan Si yang terkandung dalam fly ash sehingga dapat menghasilkan ikatan polimer yang kuat. (Hardjito Djuwantoro, dkk, 2004). Rekasi terjadi secara lebih cepat pada alkali yang banyak mengandung larutan sodium silikat dibandingkan dengan larutan alkali yang banyak mengandung larutan sodium hidroksida.

Karakteristik fly ash-based geopolymer mortar dipengaruhi oleh parameter-parameter seperti komposisi campuran, waktu curing, agregat yang digunakan, dan lain-lain. Di dalam komposisi campuran, diantaranya terdapat modulus alkali dan kadar aktivator. Modulus alkali merupakan perbandingan antara Na2O dan SiO2. Modulus alkali diperoleh dari perhitungan perbandingan massa Na2SiO3 dan NaOH melalui persamaan reaksi kimia. Sedangkan kadar aktivator merupakan jumlah larutan alkali aktivator (NaOH + Na2SiO3 + air), berapa persen terhadap berat fly ash. Perhitungan modulus alkali dan kadar aktivator selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.

a. Sodium Hidroksida

Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses

(26)

commit to user

produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum,sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia

(www.wikipedia.com/sodium-hidroksida).

Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Ia bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan, ia juga larut dalam etanol dan metanol. Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas. Dalam Geopolimer sodium hidroksida berfungsi untuk mereaksikan unsur-unsur Al dan Si yang terkandung dalam fly ash sehingga dapat menghasilkan ikatan polimer yang kuat.

Gambar 2.2. menampilkan Scanning campuran antara fly ash dengan sodium

hidroksida yang diamati dalam ukuran mikroskopis. Pada gambar tersebut terlihat bahwa campuran antara fly ash dan sodium hidroksida membentuk ikatan yang kurang kuat tetapi menghasilkan ikatan yang lebih padat dan tidak terjadi retakan-retakan antar mikrostrukturnya.

Gambar 2.2. Scanning Electron Microscopy (SEM) dari Campuran antara Fly

Ash dengan Sodium Hidroksida (Neil B. Milestone dan Cyril

(27)

commit to user b. Sodium Silikat

Sodium silikat merupakan salah satu bahan tertua dan paling aman yang sering digunakan dalam industry kimia, hal ini dikarenakan proses produksi yang lebih sederhana, maka sejak tahun 1818 sodium silikat berkembang dengan cepat. Sodium silikat dapat dibuat dengan 2 proses yaitu proses kering dan proses basah. Pada proses kering, pasir (SiO2) dicampur dengan sodium carbonate (Na2CO3) atau dengan pottasium carbonate (K2CO3) pada temperatur 1100 - 1200°C. Hasil reaksi tersebut menghasilkan kaca (cullets) yang dilarutkan kedalam air dengan tekanan tinggi menjadi cairan yang bening dan agak kental. Sedangkan pada proses pembuatan basah, pasir (SiO2) dicampur dengan sodium hidroxide (NaOH) melalui proses filtrasi akan menghasilkan sodium silikat yang murni (Andi dan Calvin, 2006).

Sodium silikat terdapat dalam dua bentuk, yaitu berupa padat dan larutan. Untuk campuran beton lebih banyak digunakan dengan bentuk larutan. Sodium silikat atau yang lebih dikenal dengan nama water glass, pada mulanya digunakan sebagai campuran dalam pembuatan sabun. Tetapi dalam perkembangannya sodium silikat dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, antara lain untuk bahan campuran semen, pengikat keramik, coating, campuran cat serta dalam beberapa keperluan industry, seperti kertas, tekstil dan serat. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa sodium silikat dapat digunakan untuk bahan campuran dalam beton. (Hartono. B. dan Sutanto. E, 2005).

Dalam penelitian ini sodium silikat digunakan sebagai salah satu alkaline activator. Sodium silikat ini merupakan salah satu larutan alkali yang memainkan peranan penting dalam proses polimerisasi. Karena sodium silikat mempunyai fungsi untuk mempercepat reaksi polimerisasi. Reaksi terjadi secara lebih cepat pada larutan alkali yang banyak mengandung larutan hidroksida.

Gambar 2.3. menunjukkan campuran antara fly ash dengan sodium silikat yang diamati dalam ukuran mikroskopis. Pada gambar tersebut terlihat bahwa

(28)

commit to user

campuran antara fly ash dan sodium silikat yang membentuk ikatan sangat kuat namun banyak terjadi retakan-retakan antar mikrostrukturnya.

Gambar 2.3. Scanning Electron Microscopy (SEM) dari Campuran antara Fly

Ash dengan Sodium Silikat (Neil B. Milestone dan Cyril

Lynsdale, 2004)

2.3. Kuat Lentur dan Kekakuan Lentur

Pengujian kuat lentur secara normal digunakan untk menentukan karakteristik perkerasan beton dan hasilnya dinyatakan dalam modulus of rupture. Kuat lentur adalah kemampuan suatu balok atau plat benda uji untuk melawan kegagalan patah (bending), yang mana secara spesifik diuji dengan pembebanan terhadap suatu benda uji (berbentuk balok) dengan perletakan beban menggunakan jarak sepertiga dari panjang benda uji. Apakah suatu benda uji plat beton patah

dibawah tegangan tarik yang diterapkan tergantung daripada modulus of rupture beton tersebut. Hal ini ditentukan oleh unsur beton yang terkandung didalamnya, umur beton dan sejarah tekanan yang berhubungan dengan kelelahan / fatigue. British Standard menetapkan ukuran benda uji 150 mm x 150 mm x 750 mm (6 x 6 x 30 in). Tetapi jika ukuran maksimum agregat < 25 mm, ukuran benda uji adalah 100 mm x 100 mm x 500 mm (4 x 4 x 20 in). Karena ukuran maksimum agregat dalam penelitian ini < 25 mm, maka di gunakan benda uji dengan ukuran 100 mm x 100 mm x 500 mm (4 x 4 x 20 in).

(29)

commit to user

Pengujian kuat lentur dilakukan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4.

½ P ½ P

A 1/3 L C 1/3 L D 1/3 L B

Mmax = MC = MD = 1/2 P x 1/3 L=1/6 PL

Gambar 2.4. Skema Uji Kuat Lentur untuk Benda Uji Balok

Secara umum tegangan lentur nominal dinyatakan, I Y M f f n . ' = =

s

... ...(2.1) Dengan

s

n : Tegangan lentur nominal (MPa)

f

f ' : Kuat lentur (MPa) M : Momen = (Nmm) I : Momen Inersia (mm4)

(30)

commit to user

Dari Gambar 2.4. rumus tersebut kemudian bisa didapat,

3 12 1 ) 2 1 )( 6 1 ( ' bh h PL f f = ... ...(2.2)

Maka dari persamaan di atas didapat rumus empiris nilai kuat lentur untuk benda uji balok, sebagai berikut :

...(2.3) Dengan:

= Kuat lentur (MPa)

P = Beban pada balok benda uji (N) L = Panjang bentang (mm)

b = Lebar balok benda uji (mm) h = Tinggi balok benda uji (mm)

Definisi kekakuan lentur merupakan indeks kekakuan yang berasal dari beban yang mengalami defleksi terhadap balok. Apabila ada dua buah balok diberi beban sama besar tetapi ukuran bentang balok berbeda maka defleksi yang dihasilkan juga berbeda. Hal inilah yang dimaksud dengan kekakuan beban.

Apabila suatu beban menyebabkan timbulnya lentur, maka balok pasti akan mengalami defleksi atau lendutan seperti terlihat pada Gambar 2.5. meskipun sudah dicek aman terhadap lentur dan geser, suatu balok bisa tidak layak apabila terlalu fleksibel. Dengan demikian tinjauan defleksi balok merupakan salah satu bagian dari proses desain (Spiegel dan linbrunner,1991)

Menurut Dipohusodo (1996) lendutan komponen struktur merupakan fungsi dari panjang batang, perletakan dan kondisi ujung batang (batang sederhana, menerus atau jepit), jenis beban (terpusat, merata) dan kekakuan lentur komponen (EI). Dari hubungan antara beban (P) dan lendutan (Δ) didapat kekakuan balok (k) sebagai berikut: k = P/ Δ 2 ' bh PL f f = f f '

(31)

commit to user

Maka rumus kekakuan lentur yang dihasilkan defleksi sebagai berikut :

D = Pa k 2 1 ...(2.4) Dengan :

P = beban titik maks

b = jarak beban titik dari tumpuan D = lendutan maks

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kuat lentur dan kekakuan lentur antara lain:

1. Proporsi bahan-bahan penyusun

Proporsi bahan-bahan penyusun ditentukan melalui mix design. Hal ini dimaksudkan agar proporsi campuran tersebut dapat memenuhi syarat kuat lentur dan harganya ekonomis. Pada penelitian ini digunakan cara trial mix

design untuk menentukan proporsi bahan-bahan penyusun fly ash-based geopolymer mortar.

2. Metode perancangan (mix design)

Metode perancangan digunakan untuk menentukan komposisi bahan-bahan penyusun mortar agar sesuai dengan kinerja yang diharapkan. Beberapa standar acuan yang sering dipakai untuk menentukan mix design antara lain: a. American Concrete Institute Method

b. Portland Cement Association

c. British Standart (Department of Civil Engineering) d. Departemen Pekerjaan Umum (SNI)

3. Perawatan (curing)

Perawatan berfungsi untuk menghindari panas hidrasi yang tidak diinginkan, terutama yang disebabkan oleh suhu. Sifat mortar yang akan dihasilkan, terutama dari segi kekuatannya, ditentukan oleh alat dan bahan yang digunakan pada proses curing. Selain itu metode yang digunakan dan lamanya proses curing juga akan berpengaruh. Oleh karena itu waktu-waktu untuk curing harus terjadwal dengan baik.

(32)

commit to user

2.4. Pengaruh Modulus Alkali dan Kadar Aktivator Terhadap

Kuat Lentur dan Kekakuan Lentur

Karakteristik fly ash-based geopolymer mortar dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti komposisi campuran, waktu curing, dan agregat yang digunakan. Di dalam komposisi campuran tersebut terdapat molaritas NaOH, modulus alkali, kadar aktivator, faktor air binder, dan lain-lain.

Proses pemilihan komposisi variasi campuran fly ash-based geopolymer mortar yang tepat adalah faktor penting untuk memperoleh kompatibilitas antara balok dengan fly ash-based geopolymer mortar. Sifat-sifat spesifik material seperti kekuatan tekan, kekuatan tarik, kekakuan, pengeringan, penyusutan, mengerasnya bahan perbaikan dan lain-lain dapat dipelajari untuk menentukan kompatibilitas dengan beton yang akan diperbaiki.

Pada umumnya perbaikan bagian dalam struktur beton kebanyakan dilakukan pada sendi atau di daerah ketegangan (Poston et al, 2001). Ketegangan diinduksi dalam beton dengan membelokan struktur karena beban atau karena kondisi lingkungan. Oleh karena itu, metode pengujian kuat lentur adalah metode yang tepat untuk mempelajari kompatibilitas antara repair mortar dan balok yang di

pacth repair. (Czarneck et al, 1999) mengembangkan metode eksperimental

menggunakan balok sederhana dengan sepertiga bentang.

Menurut (Edward G. Nawy, 1990) lentur pada balok diakibatkan oleh regangan yang timbul karena adanya beban luar. Apabila beban bertambah, maka pada balok akan terjadi deformasi dan regangan tambahan yang mengakibatkan retak lentur di sepanjang bentang balok. Bila beban semakin bertambah, pada akhirnya terjadi keruntuhan elemen struktur. Taraf pembebanan yang demikian disebut keadaan limit dari keruntuhan pada lentur.

Apabila suatu beban menyebabkan timbulnya lentur, maka balok pasti akan mengalami defleksi atau lendutan. Meskipun sudah dicek aman terhadap lentur

(33)

commit to user

dan geser, suatu balok bisa tidak layak apabila terlalu fleksibel. Dengan demikian tinjauan defleksi balok merupakan salah satu bagian dari proses desain.

Kekuatan fly ash-based geopolymer mortar meningkat seiring dengan peningkatan kandungan SiO2. SiO2 adalah reaktan penting dalam proses geopolimerisasi, dimana peningkatan kandungan SiO2 akan memperbesar nilai kuat lentur dan kekakuan lentur. SiO2 berpengaruh positif terhadap kuat lentur dan H2O berpengaruh negatif. NaOH mampu membantu mengoptimalkan kuat lentur beserta kekakuan lentur, namun NaOH yang tersisa dapat terdegradasi menjadi Na2O yang pada akhirnya memperlemah solidifikasi geopolymer.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wiyoto J (2007), perbandingan massa antara sodium silikat dengan sodium hidroksida dibuat beberapa variasi, yaitu sebesar 1; 1,25; 1,5 . Dari percobaan tersebut diperoleh bahwa semakin tinggi rasio sodium silikat terhadap sodium hidroksida, akan menghasilkan nilai

setting time, kadar pori tertutup serta kuat lentur dan kekakuan lentur pada binder

tidak berbanding linier. Sedangkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Andi Arham A. et all (2009), modulus alkali yang digunakan pada fly ash-based

geopolymer mortar juga dibuat bervariasi, yaitu variasi 1; 1,25; dan 1,5. Hasilnya,

ada batasan peningkatan modulus alkali, yaitu 1,25 untuk fly ash-based

geopolymer mortar. Setelah batas ini, pengurangan kekuatan mungkin untuk

terjadi dalam kaitannya dengan pengurangan hidroksida, dimana hidroksida tersebut berfungsi untuk melarutkan unsur aluminat dan silikat dalam fly ash, sedangkan kelebihan silikat tidak memiliki kemampuan untuk itu.

(34)

commit to user 25

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tinjauan Umum

Dalam suatu penelitian agar tujuan yang diharapkan tercapai, maka dilaksanakan dalam suatu metodologi. Metode penelitian merupakan langkah-langkah penelitian suatu masalah, kasus, gejala atau fenomena tertentu dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang rasional. Penelitian menggunakan metode eksperimen di laboratorium. Metode eksperimen adalah suatu penelitian yang mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam suatu kondisi yang terkontrol.

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh komposisi campuran fly ash based

geopolymer mortar yang memenuhi persyaratan kuat lentur sehingga dapat

menghasilkan geopolymer mortar dengan mutu tinggi untuk digunakan sebagai repair material. Adapun penelitian yang dilakukan adalah menyelidiki seberapa besar pengaruh modulus alkali dan kadar aktivator terhadap nilai kuat lentur yang dihasilkan.

Pemecahan masalah pada penelitian ini dengan menggunakan cara statistik, yaitu dengan urutan kegiatan dalam memperoleh data sampai data itu berguna sebagai dasar pembuatan keputusan diantaranya melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan cara pengambilan keputusan secara umum berdasarkan hasil penelitian.

(35)

commit to user

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat-alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Timbangan

a) Timbangan digital merk “Kitchen scale SCA-301” kapasitas 5000 gr, dengan ketelitian 0,001 kg.

b) Timbangan “Bascule” merk DSN Bola Dunia, dengan kapasitas 150 kg dengan ketelitian 0,1 kg.

2. Ayakan dan mesin penggetar ayakan

Ayakan baja dan penggetar yang digunakan adalah merk “Controls” Italy dengan bentuk lubang ayakan bujur sangkar dengan ukuran lubang ayakan yang tersedia adalah 75 mm, 50 mm, 38,1 mm, 25 mm, 19 mm, 12,5 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,85 mm, 0,30 mm, 0,15 dan pan.

3. Cetakan benda uji

Cetakan benda uji yang digunakan adalah cetakan balok yang terbuat dari papan kayu sengon dengan ukuran 500 mm x100 mm x100 mm.

4. Alat bantu

a) Cetok semen, digunakan untuk mengaduk dan memasukkan adukan fly

ash-based geopolymer mortar ke dalam cetakan untuk volume yang kecil.

b) Cangkul, digunakan untuk mengaduk dan memasukkan adukan fly

ash-based geopolymer mortar ke dalam cetakan untuk volume yang besar.

c) Gelas ukur kapasitas 1000 ml digunakan untuk menakar air.

d) Pengaduk kayu, digunakan untuk mengaduk pada saat membuat larutan alkali aktivator.

e) Cawan stainless steel, digunakan untuk tempat bahan-bahan dan mendiamkan larutan alkali aktivator.

f) Ember digunakan untuk tempat air dan sisa adukan. g) Stop watch, digunakan untuk mencatat waktu pengadukan. 5. Dial Gauge

(36)

commit to user

Alat ini digunakan untuk mengukur besarnya lendutan (Δ) yang terjadi. 6. Loading Frame

Bentuk dasar Loading Frame berupa portal segiempat yang berdiri diatas lantai beton dengan perantara plat dasar dari besi setebal 14 mm. Agar

Loading Frame tetap stabil, plat dasar dibaut ke lantai beton dan kedua

kolomnya dihubungkan oleh balok WF 450 x 200 x 9 x 14 mm. Posisi balok portal dapat diatur untuk menyesuaikan dengan bentuk dan ukuran model yang akan diuji dengan cara melepas sambungan baut.

7. Load Cell

Alat ini digunakan untuk mentransfer beban dari Hydraulic Jack ke

Transducer. Kapasitas Load Cell yang digunakan adalah sebesar 20 ton.

8. Hydraulic Jack

Alat ini digunakan untuk memberikan pembebanan pada pengujian kuat lentur balok berskala penuh dengan kapasitas maksimum 25 ton.

9. Tranducer

Alat ini digunakan untuk mengukur besarnya pembebanan atau untuk mengetahui pembebanan secara bertahap, setiap pembacaan beban dilakukan setiap interval 50 kg.

10. Trafo 110 volt

3.2.2. Bahan-bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan fly ash-based geopolymer mortar adalah:

1. Pasir

2. Fly ash tipe C

3. Sodium Hidroksida (NaOH) 4. Sodium Silikat (Na2SiO3) 5. Air

(37)

commit to user

Gambar 3.1. Material yang digunakan pada pembuatan Fly Ash Based

Geopolymer Mortar

3.3. Tahap-tahap Penelitian di Laboratorium

Sebagai penelitian ilmiah, maka penelitian ini harus dilaksanakan dalam sistematika yang jelas dan teratur agar diperoleh hasil yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Pelaksanaan penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:

1. Tahap I (Tahap persiapan)

Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu agar penelitian berjalan dengan lancar. Pembuatan cetakan atau begesting benda uji juga dilakukan pada tahap ini.

2. Tahap II (Tahap uji bahan)

Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap bahan penyusun mortar yaitu pasir. Dari pengujian tersebut dapat diketahui apakah bahan tersebut memenuhi syarat atau tidak. Pengujian yang dilakukan meliputi:

a. Kandungan lumpur, bertujuan untuk mengetahui kandungan lumpur dalam pasir.

(38)

commit to user

b. Kandungan zat organik, bertujuan untuk mengetahui kandungan zat organik dalam pasir.

c. Specific gravity, bertujuan untuk mengetahui berat jenis serta daya serap pasir terhadap air.

d. Gradasi, bertujuan untuk mengetahui susunan diameter butiran pasir dan persentase modulus kehalusan butir (menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kehalusan butir dalam suatu agregat).

3. Tahap III (Tahap pembuatan mix design)

Pada tahap ini dilakukan perencanaan pembuatan fly ash-based geopolymer

mortar dengan fab antara 0,2 – 0,3. Kemudian dilakukan trial mix design

untuk mengetahui apakah mix design yang telah dibuat bisa dikerjakan atau tidak. Dari hasil trial diambil fab terbaik yaitu 0,25 yang selanjutnya digunakan sebagai acuan perhitungan komposisi campuran fly ash-based

geopolymer mortar.

4. Tahap IV (Tahap pembuatan benda uji)

Pada tahap ini dilakukan pekerjaan antara lain: a. Pembuatan larutan alkali aktivator

b. Pembuatan adukan fly ash-based geopolymer mortar. c. Pengecoran ke dalam begesting.

d. Pelepasan benda uji dari cetakan setelah umur 1 hari.

5. Tahap V (Tahap pengujian benda uji)

Pada tahap ini dilakukan pengujian kuat tarik lentur. Kuat tarik lentur diuji pada umur 14, 28, dan 56 hari terhitung setelah dilakukan pengecoran ke dalam begesting.

6. Tahap VI (Tahap analisis data dan pembahasan)

Pada tahap ini dilakukan perhitungan hasil pengujian kuat tarik lentur fly

ash-based geopolymer mortar. Kemudian menganalisis hubungan antara kuat

(39)

commit to user 7. Tahap VII (Kesimpulan)

Pada tahap ini, dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan penelitian berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada tahap sebelumnya.

(40)

commit to user

Tahap-tahap penelitian dapat dilihat secara skematis dalam bagan alir berikut ini:

Gambar 3.2. Bagan Alir Tahap-tahap Penelitian Persiapan

Mulai

Uji Bahan : - Kandungan Lumpur - Kandungan Zat Organik

- Specific Gravity - Gradasi

Selesai Setting Time

Variasi modulus alkali Variasi kadar aktivator

NaOH Na2SiO3 Air Fly ash Pasir

Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV Tahap Tahap VI

Pembuatan larutan alkali aktivator Mendiamkan 24 jam

Pengujian kuat tarik lentur

Analisis data dan pembahasan untuk menentukan pengaruh modulus alkali dan kadar aktivator terhadap kuat lentur fly ash-based geopolymer mortar

Kesimpulan Tahap VII

(41)

commit to user

3.4. Benda Uji

Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah fly ash-based geopolymer

mortar berbentuk prisma ukuran 100 mm x 100 mm x 500 mm. Sketsa benda uji

dapat dilihat dalam Gambar 3.3. berikut:

Gambar 3.3. Sketsa Benda Uji

Benda uji terdiri dari dua macam, yaitu:

1. Benda uji dengan variasi rasio antara modulus alkali 1; 1,25; 1,5 dengan kadar aktivator 113%, 49%, 41%.

2. Benda uji modulus alkali 1,25, dengan variasi kadar aktivator 49 %, 55 %, dan 61 %.

Pada variasi modulus alkali 1.25, kadar aktivatornya adalah 49 %, sehingga benda uji dengan variasi kadar aktivator 49 % tersebut tidak perlu dibuat lagi.

100 mm 500 mm

(42)

commit to user

Macam benda uji dapat dilihat dalam Tabel 3.1. berikut ini: Tabel 3.1. Proporsi Campuran Benda Uji

Kode

Benda Uji Proporsi Campuran

Jumlah Benda Uji (buah) 14 hari 28 hari 56 hari GM.Mal 1 KA 113% Modulus alkali 1 NaOH : Na2SiO3 = 1 : 10 Kadar aktivator = 113 % fab = 0,25 3 3 3 GM.Mal 1,25 KA 49% Modulus alkali 1,25 NaOH : Na2SiO3 = 1 : 2 Kadar aktivator = 49 % fab = 0,25 3 3 3 GM.Mal 1,5 KA 41% Modulus alkali 1, 5 NaOH : Na2SiO3 = 1 : 1 Kadar aktivator = 41 % fab = 0,25 3 3 3 GM.Mal 1,25 KA 55% Modulus alkali 1,25 NaOH : Na2SiO3 = 1 : 2 Kadar aktivator = 55 % fab = 0,28 3 3 3 GM.Mal 1,25 KA 61% Modulus alkali 1,25 NaOH : Na2SiO3 = 1 : 2 Kadar aktivator = 61 % fab = 0,31 3 3 3 Jumlah 27 27 27 Jumlah Total 45

Langkah-langkah pembuatan benda uji adalah sebagai berikut:

1. Menimbang bahan-bahan yang akan digunakan sesuai mix design.

2. Melarutkan Sodium hidroksida (NaOH) molaritas 8M ke dalam air dengan fab yang telah ditentukan sebelumnya dan mengaduk larutan tersebut selama waktu ± 3 menit.

3. Menambahkan Sodium silikat (Na2SiO3) ke dalam larutan sodium hidroksida (NaOH + air) kemudian mengaduknya selama waktu ± 4 menit.

4. Melakukan curing dengan cara mendiamkan larutan (NaOH + air + Na2SiO3) tersebut selama 24 jam.

5. Mencampurkan larutan tersebut dengan fly ash dan mengaduknya sampai benar-benar homogen.

(43)

commit to user

6. Menambahkan pasir dan terus mengaduk campuran tersebut sampai homogen dengan perbandingan fly ash : pasir adalah 1 : 2.

7. Memasukkan adukan fly ash-based geopolymer mortar ke dalam cetakan yang dilapisi plastik bagian dalamnya. Pada penelitian ini digunakan cetakan berbentuk prisma dengan ukuran 100 mm x 100 mm x 500 mm yang dibuat dari papan kayu sengon. Adukan dimasukkan ke dalam cetakan dalam 3 lapis dan tiap lapis dipadatkan agar pemadatannya sempurna. Kemudian permukaan bagian atas dari benda uji diratakan.

8. Mengulangi langkah 1 sampai 7 dengan variasi komposisi lainnya.

9. Membuka cetakan setelah benda uji umur 1 hari dan melakukan curing dengan cara membiarkannya terekspos dalam suhu ruang laboratorium sampai dilakukan pengujian.

3.5. Prosedur Pengujian Kuat Lentur

Pengujian ini dilakukan berdasarkan British Standard, yaitu metode pengujian kuat tarik lentur (modulus of rupture) dengan bentang terbagi dua akibat adanya tumpuan yang bekerja pada tiap jarak 1/3 bentang (third point loading). Pengujian kuat tarik lentur (modulus of rupture) menggunakan alat loading frame dan alat pengukur lendutan berupa dial gauge.

Adapun langkah-langkah pengujian modulus of rupture dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan Pengujian

Tahap persiapan ini disebut juga tahap setting alat. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a. Menyesuaikan ketinggian Loading Frame dengan menggeser Frame yang melintang ke atas/bawah sesuai lubang baut yang tersedia.

b. Memasang perletakan sendi dan rol pada dasar Frame yang jaraknya disesuaikan dengan panjang bentang balok yaitu 30 cm.

(44)

commit to user

c. Memasang Hidraulic Jack pada lubang Frame bagian atas.

d. Memasang benda uji pada perletakan tumpuan sendi dan rol. Sebelumnya, menandai benda uji untuk memudahkan perletakan pada tumpuan sendi, rol, dan distribusi beban dengan jarak 10 cm.

e. Memasang pendistribusian beban melintang di atas balok. f. Memasang Load Cell pada batang distribusi beban. g. Menghubungkan kabel Load Cell ke Tranducer.

h. Menghubungkan kabel Power Supply Tranducer ke Trafo 110 Volt. i. Menghidupkan Trafo sehingga pada Tranducer muncul angka.

j. Memompa Hidraulic Jack perlahan-lahan hingga Load Cell dan balok dalam keadaan seimbang dan terbaca suatu angka pada Tranducer.

k. Mengatur bacaan angka tranducer pada angka 0.

l. Memasang Dial Gauge di bagian bawah balok uji pada tengah bentang dan jarum disetel pada posisi angka 0.

2. Tahap Pelaksanaan Pengujian

Langkah-langkah pelaksanaan pengujian kuat lentur adalah sebagai berikut: a. Pembebanan dilakukan berangsur-angsur dengan interval pembebanan 50 kg,

menggunakan hydraulic jack dan tranducer. Setiap kenaikan pembebanan, dilakukan pembacaan dial gauge untuk mengetahui lendutan yang terjadi. b. Pembebanan dilakukan hingga mencapai beban maksimal yaitu ditandai

dengan runtuhnya benda uji dan dilakukan pembacaan pada tranducer.

3. Tahap Perhitungan Kuat Lentur

Langkah-langkah menghitung nilai kuat lentur fly ash-based geopolymer mortar dengan rumus: 2 ' bh PL f f = ...(3.1) Dengan: f

f ' = Kuat lentur (MPa)

(45)

commit to user L = Panjang bentang (mm)

b = Lebar balok benda uji (mm) h = Tinggi balok benda uji (mm)

4. Tahap Perhitungan Kekakuan Lentur

Langkah-langkah perhitungan kekakuan lentur fly ash-based geopolymer mortar dengan rumus:

D = M

K ...(3.2)

Dengan :

M = Momen saat runtuh (Nmm) D = Lendutan saat runtuh (mm)

Gambar

Gambar 2.1. Ikatan Polimerisasi pada Beton dengan 100 % Fly Ash  (www.geopolymer.org)
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Fly Ash Tipe C  Senyawa  Fly Ash tipe C
Gambar  2.2.  menampilkan  Scanning  campuran  antara  fly  ash  dengan  sodium  hidroksida yang diamati dalam ukuran mikroskopis
Gambar  2.3.  menunjukkan  campuran  antara  fly  ash  dengan  sodium  silikat  yang  diamati  dalam  ukuran  mikroskopis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data fungsi paru berupa normal (FEV1/FVC ≥ 80%) dan rendah (FEV1/FVC ≤80%) sedangkan data illness perception terdiri dari masing-masing domain yaitu sembilan dimensi,

Berdasarkan interpretasi peta jenis SPBU Kota Bandar Lampung, bahwa Wilayah Utara terdapat 1 unit SPBU jenis COCO dan 5 unit SPBU DODO dari 6 unit SPBU yang

Hasil kuat tekan mortar geopolymer dengan curing microwave hanya setara dengan 64 % dari mortar dengan curing oven selama 24 jam pada suhu 90 0 C.. kata kunci : beton

Data yang digunakan untuk proses pengolahan lebih lanjut didapatkan dari hasil survey langsung ke lapangan dengan menggunakan alat ukur dan perangkat berupa smartphone yang

Di dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap professional ini penting untuk menjalin sambung rasa, sehingga pasien merasa nyaman, aman, dan dapat percaya kepada dokter

Mengembangkan lapangan minyak dalam negeri dengan mengundang pihak-pihak asing dalam proyek eksplorasi dan pengeboran di China 108 Dalam White Paper yang sama, pemerintah

Namun saat dilakukan pemeriksaan data pada database, kedua node berisi data yang telah masuk pada database sebelum error terjadi, berdasarkan hal ini dapat disimpulkan

Selanjutnya, untuk persyaratan ketiga, bahwa ’Urf itu bernilai maslahah dan dapat diterima akal sehat, maka sudah jelas bahwa perjamuan tahlil kematian yang di