• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perilaku Asertif Perawat dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di Bali Royal Hospital (BROS) Denpasar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Perilaku Asertif Perawat dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di Bali Royal Hospital (BROS) Denpasar."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN PERILAKU ASERTIF PERAWAT DENGAN

KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP DI BALI ROYAL

HOSPITAL (BROS) DENPASAR

OLEH:

MINAR AGUSTINA SEVENY

NIM. 1302115020

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

ii

HUBUNGAN PERILAKU ASERTIF PERAWAT DENGAN

KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP DI BALI ROYAL

HOSPITAL (BROS) DENPASAR

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH:

MINAR AGUSTINA SEVENY

NIM. 1302115020

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul

“Hubungan Perilaku Asertif Perawat dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap

di Bali Royal Hospital (BROS) Denpasar”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis berikan

kepada:

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes, sebagai Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana.

2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS.AIF, sebagai ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

3. Drs. IDM. Ruspawan, Skp, M. Biomed. Sebagai pembimbing utama yang

telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini tepat waktu.

4. Ns. I Ketut Suarnata, S.Kep sebagai pembimbing pendamping yang telah

memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini

tepat waktu.

5. dr. I Gede Wiryana Patra Jaya, M.Kes selaku Direktur Bali Royal Hospital

(BROS) yang telah memberikan kesempatan penelitian pada instansi yang

(7)

vii

6. Teristimewa kepada Ibu dan keluarga besar saya yang selalu memberikan

bantuan dukungan material maupun spiritual.

7. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan masukan

yang membangun.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Denpasar, Februari 2015

(8)

viii ABSTRAK

Seveny, Minar Agustina. 2015. Hubungan Perilaku Asertif Perawat dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di Bali Royal Hospital (BROS) Denpasar. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar. Pembimbing (1) Drs. IDM. Ruspawan, Skp, M. Biomed; (2) Ns. I Ketut Suarnata, S.Kep.

Perawat adalah profesi yang senantiasa berada dalam situasi hubungan antara manusia, yang berfokus pada perawatan individu, keluarga dan masyarakat untuk mencapai kesehatan yang optimal. Kesehatan yang optimal dapat diidukung oleh keterampilan perawat, salah satunya adalah keterampilan berperilaku asertif. Keterampilan asertif memungkinkan ekspresi fakta, pemikiran, meningkatkan percaya diri dan rasa saling percaya, dan membantu mengatasi masalah pasien salah satunya dengan komunikasi asertif, dimana perawat dapat mendengarkan perasaan pasien dan menjelaskan prosedur tindakan keperawatan yang apabila tidak diterapkan dapat berdampak terhadap kepuasan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan perilaku asertif perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di Bali Royal Hospital (BROS) Denpasar. Penelitian ini

merupakan studi correlation dengan pendekatan cross sectional. Teknik

pengambilan sampel dilakukan secara Consecutive sampling dengan jumlah minimal sampel sebanyak 30 responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang sudah diuji validitas dan reabilitas. Uji statistik dilakukan dengan

menggunakan analisis bivariat dengan pendekatan Uji Rank Sprearman

Correlation. Hasil penelitian menunjukkan perilaku asertif perawat yang berada di ruang rawat inap Royal Queen Bali Royal Hospital (BROS) Denpasar sebanyak 34 orang (85%), dan yang tidak berperilaku asertif 6 orang (15%). Kepuasan pasien rawat inap menunjukkan 22 orang (55%) menyatakan sangat memuaskan, 13 orang (33%) memuaskan, dan 5 orang (12%) cukup memuaskan. Sedangkan dari hasil uji statistic diperolah hasil ada hubungan perilaku asertif perawat dengan kepuasan pasien rawat inap dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.960 dengan tingkat signifikan 0.000 (p < 0.05).

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa sebagian besar perawat telah menerapkan perilaku asertif yang berdampak terhadap kepuasan pasien rawat inap.

(9)

ix ABSTRACT

Seveny, Minar Agustina. 2015. Relationship Nursing Assertive with Inpatient Satisfaction in Bali royal Hospital (BROS). Undergraduate thesis, Nursing Departement, Faculty of Medicine, Udayana University, Supervisors (1) Drs. IDM. Ruspawan, Skp, M. Biomed; (2) Ns. I Ketut Suarnata, S.Kep.

Nurse is a profession that is always being in a situation of human relations, which focuses on the care of individuals, families and communities to achieve optimal health. The optimal health can be supported by the skill of nurse, such as assertive skills. Assertive skills enable expression of fact, idea, increasing confidence and mutual trust, and help overcome the problems of patients with assertive communication, where nurses can listen to the feelings of patient, explain the procedures of nursing actions which if not implemented can have an impact on

patient’s satisfaction. This research aims to analyze the relationship between nurse assertive behaviour with inpatient satisfaction in Bali Royal Hospital (BROS) Denpasar. This research is a correlation study using cross sectional approach. Consecutive sampling is used as the sampling technique with a minimal amount of sample of 30 respondents. Data was collected using a questionnaire that has been tested for validity and reability. Statistical test performed using bivariate analysis with Spearman Rank Correlation test approach. The research results showed that 34 nurses (85%) are assertive behavior in the inpatient unit of Royal Queen Bali Royal Hospital (BROS) Denpasar, and only 6 nurses (15%) do not behave assertively. From the analysis of inpatient satisfaction showed that 22 respondents (55%) stated very satisfactory, 13 respondents (33%) satisfactory, and 5 respondents (12%) are quite satisfactory. While the statistical test results showed that there is a relation between nurse assertive behavior with patient satisfaction with a correlation coefficient of .960 with a significant level of 0.000 (p < 0.05).

Based on the results of this study concluded that the majority of nurses have implemented assertive behavior that impact on patient satisfaction.

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN SAMPUL DALAM ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN iii

(11)

xi 2.2 Kepuasan

2.2.1 Pengertian Kepuasan 19

2.2.2 Prinsip Kepuasan 20

2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan 21

2.2.4 Parameter Tingkat Kepuasan 22

2.2.5 Cara Mengukur Kepuasan 23

2.3 Hubungan Perilaku Asertif Perawat dengan Kepuasan Pasien 27

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep 28

3.2 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional Variabel 29

3.3 Hipotesis 31

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian 32

4.2 Kerangka Kerja 33

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian 34

4.4 Populasi, Teknik Sampling Penelitian dan Sampel

4.4.1 Populasi Penelitian 34

4.4.2 Teknik Sampling 34

4.4.3 Sampel 35

4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

4.5.1 Jenis Data Yang Dikumpulkan 36

4.5.2 Cara Pengumpulan Data 36

4.5.3 Instrumen Pengumpulan Data 38

4.5.4 Pengujian Validitas Instrumen 40

4.6 Pengolahan dan Analisa Data

4.6.1 Pengolahan Data 43

4.6.2 Teknik Analisa Data 44

(12)

xii

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Kondisi Lokasi Penelitian 47

5.1.2 Hasil Analisa Data 48

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian 53

5.3 Keterbatasan Penelitian 55

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan 56

6.2 Saran 57

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel Penelitian 30

Tabel 4.1 Perilaku Asertif Perawat 42

Tabel 4.2 Kepuasan Pasien 43

Tabel 5.1 Data Perilaku Asertif Perawat 50

Tabel 5.2 Data Kepuasan Pasien Rawat Inap 51

Tabel 5.3 Distribusi Perilaku Asertif Perawat Terhadap Kepuasan Pasien 52

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Konsep 28

Gambar 4.1 Kerangka Kerja 33

Gambar 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur 48

Gambar 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 49

Gambar 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 49

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Penelitian

Lampiran 2 : Penjelasan Penelitian

Lampiran 3 : Surat Persetujuan Menjadi Responden (Informed Concent)

Lampiran 4 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 : Anggaran Penelitian

Lampiran 6 : Hasil Uji Validitas & Reliabilitas Perilaku Asertif Perawat

Lampiran 7 : Hasil Uji Validitas & Reliabilitas Kepuasan Pasien

Lampiran 8 : Crosstabulation Perilaku Asertif dengan Kepuasan

Lampiran 9 : Correlations perilaku asertif dengan Kepuasan Pasien

Lampiran 10 : Lembar Bimbingan Konsultasi

(16)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

ANA : American Nurses Association

BROS : Bali Royal Hospital

DEPKES : Departemen Kesehatan

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan

merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam

mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Pada hakekatnya rumah sakit

berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan

tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesehatan masyarakat.

(Depkes RI, 2007).

Menurut Marquis dan Huston (2000) dalam Nursalam (2014) menyatakan bahwa

kualitas rumah sakit sebagai institusi yang menghasilkan produk teknologi jasa

kesehatan sudah tentu tergantung juga pada kualitas pelayanan medis dan

pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Mutu pelayanan

keperawatan sebagai indikator kualitas pelayanan kesehatan menjadi salah satu

faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan di mata masyarakat. Hal ini

terjadi karena keperawatan merupakan kelompok profesi dengan jumlah

terbanyak, paling depan dan terdekat dengan penderitaan, kesakitan, serta

kesengsaraan yang dialami pasien dan keluarga. Salah satu indikator dari mutu

pelayanan keperawatan itu adalah apakah pelayanan keperawatan yang diberikan

(18)

2

perbandingan antara kualitas jasa pelayanan yang di dapat dengan keinginan,

kebutuhan dan harapan (Tjiptono,2004).

Berdasarkan penelitian Bleich, Ozaltin & Murray (2009) yang dipublikasikan oleh

WHO menyatakan bahwa diseluruh Amerika Serikat dan Eropa kepuasan

konsumen memainkan peran yang semakin penting dalam kualitas reformasi

keperawatan dan kesehatan. Namun, penelitian tentang kepuasan pasien diartikan

dan diukur dengan dua hal fokus, yaitu penelitian yang berfokus pada kepuasan

pasien dengan kualitas dan jenis dari pelayanan kesehatan yang diterima, fokus

lainnya pada kepuasan orang-orang dengan system kesehatan secara umum.

(WHO, 2009)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2011 menunjukkan

bahwa masih ditemukan adanya keluhan tentang ketidakpuasan pasien terhadap

pelayanan keperawatan. Rata-rata yang didapatkan dari beberapa rumah sakit di

Indonesia menunjukkan 67% pasien yang mengeluh adanya ketidakpuasan dalam

penerimaan pelayanan keperawatan.

Hasil survey penelitian Citizen Report Card (CRC) oleh Indonesia Corruption

Watch (ICW) (2010), yang mengambil sampel pasien Rawat Inap sebanyak 738

pasien di 23 Rumah Sakit (Umum dan Swasta). Survey tersebut dilakukan di lima

(19)

3

sebanyak 65,4% pasien mengeluh terhadap sikap perawat yang kurang ramah,

kurang simpatik dan jarang tersenyum.

Berdasarkan penelitian Bolla (2007) pada salah satu ruangan di RSUD Subang, di

dapatkan tingkat kepuasan pasien dihubungkan dengan komunikasi theraupetik

perawat, yaitu dari hasil wawancara dengan 15 pasien didapati, 5 orang yang

mengatakan komunikasi perawat baik, 6 orang mengatakan biasa saja, dan 4 orang

mengatakan kurang. Dalam penelitian tersebut juga dikatakan, bahwa masih

adanya perawat yang kurang ramah, judes, kurang tanggap terhadap keluhan,

tidak melakukan komunikasi saat melakukan tindakan. Dari kesimpulan penelitian

di dapatkan komunikasi perawat yang baik sebanyak 56,3%, sedangkan untuk

kepuasan pasien 62,5% pasien merasa puas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di rumah sakit Sanglah Denpasar (2012)

tentang kepuasan pasien di hubungkan dengan perilaku caring perawat didapatkan

data dari 104 responden yang diteliti yaitu sebesar 65 responden (62,5%) yang

merasakan perilaku caring perawat tinggi memberikan respon kepuasan bagi

pasien dari respon memuaskan sebanyak 12 responden (11.53%) hingga respon

sangat memuaskan sebanyak 53 responden (50.96%) dan sekitar 39 responden

(37.5%) dari jumlah total 104 responden yang merasakan perilaku caring perawat

sedang memberikan respon kepuasan bagi pasien dari respon memuaskan sebesar

23 responden (22.11%) dan respon cukup memuaskan sebesar 16 responden

(20)

4

Jalil (2014) dalam Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, dari hasil pendataan awal

secara observasi, peneliti menemukan masih ada perawat yang tidak bersikap

asertif terhadap pemberian pelayanan keperawatan kepada klien. Dan dari hasil

wawancara langsung kepada klien, masih ada klien yang mengeluhkan merasa

tidak puas terhadap pemberian pelayanan keperawatan yang diberikan, salah

satunya adalah perilaku asertif perawat. Dilihat dari dua sudut pandang perilaku

ini sangat diperlukan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan.

Pertama menunjukkan komunikasi yang terbuka, dewasa dan langsung yang

memungkinkan orang lain untuk melihat dan mengetahui perasaan seseorang dan

meningkatkan harga diri. Kedua merupakan cara untuk menciptakan hubungan

antar pribadi yang efektif.

Depkes RI (2010) dalam Muing. A. Hamsinah & Kadir. A., (2012) menyatakan

bahwa perilaku perawat dalam merawat sangat menentukan mutu pelayanan

keperawatan di samping aspek lain. Saat ini belum semua perawat menerapkan

perilaku asertif dalam memberikan pelayanan. Adanya berita di media massa dan

wacana dari masyarakat baik yang secara langsung mengungkapkan ataupun tidak

tentang perilaku perawat yang kurang baik, menunjukkan bahwa perawat belum

berperilaku asertif. Hal ini mungkin bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti

kepribadian, pendidikan, bakat bawaan, ras, pengalaman kerja, sosial, ekonomi,

lingkungan dll, semuanya merupakan tantangan bagi profesi perawat yang

(21)

5

Menggunakan keterampilan asertif memungkinkan ekspresi fakta, pemikiran, dan

kepercayaan kepada orang lain dengan percaya diri. Keterampilan ini bermanfaat

baik secara professional dan personal. Pasien akan menganggap pesan tersebut

lebih jelas dan dapat dipahami. Komunikasi asertif juga melahirkan rasa hormat

dari penyedia asuhan keperawatan lainnya dan meningkatkan nilai pesan dan

pemberi pesan. Secara pribadi, prinsip yang sama dapat diaplikasikan dalam

percakapan sosial.

Bali Royal Hospital (BROS) didirikan pada tahun 2009 dan mulai beroperasi pada

tanggal 17 Juli 2010. Berlokasi di kawasan Renon di Jl. Letda Tantular, no.6

Denpasar.BROS memiliki 60 kamar dengan total 115 bed. Bali Royal Hospital

(BROS) memiliki Visi “Menjadi pusat pelayanan kesehatan yang unggul dengan

mengutamakan “PATIENT SAFETY” dan Misi “Memberikan pelayanan

kesehatan berkualitas secara optimal, bertanggung jawab, berempati, rasioal dan

terintegrasi dengan mengutamakan keselamatan pasien. Memberikan pelayanan

kesehatan yang terkini melalui pendekatan ilmiah (scientific approach).

Membangun kerjasama dalam bidang IPTEKDOT dan bidang lainnya, baik

vertikal maupun horizontal secara berkesinambungan. Mengembangkan pusat

unggulan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat”.

Berdasarkan data dari kepuasan pelanggan yang dilakukan oleh Unit Hubungan

dan Kepuasan Pelanggan dari segi pelayanan keperawatan rawat inap yang

(22)

6

tiap lantai, yaitu: untuk Lt1, dari 666 total Guest Comment, 33.4 % pada penilaian

sangat baik, 62.7 % dinilai baik, dan 3.75 %. Untuk rawat inap lt2, dari 1051 total

Guest Comment, 39.75 % sangat baik, 56.3 % baik, 3.58 % cukup, dan 0.5%

kurang. Sedangkan untuk pasien rawat inap lantai 3, dari 456 total Guest

Comment, 36% sangat baik, 60.5% baik, dan 3.58% cukup. Dari data perbulan

yang didapat bahwa kepuasan pasien di ruang rawat inap Bali Royal Hospital

(BROS) cenderung tidak stabil, ada saat dimana pasien mengeluhkan

ketidakpuasan, dan sebagian lagi sudah merasa puas terhadap pelayanan yang di

dapat. Selain data-data diatas, adanya sebagian pernyataan pasien yang kurang

puas terhadap pelayanan keperawatan, seperti perawat tidak ramah, perlunya

kecepatan perawat dalam pelayanan, kurang professional, kurang sigap, dan

follow up yang lambat. Ada juga pasien yang menyatakan bahwa perlunya

komunikasi yaitu salah satunya dalam hal penjelasan pelayanan tindakan yang

tidak bisa segera dilakukan oleh perawat. Kepuasan atas pelayanan yang baik

tidak cukup hanya dicapai, tetapi juga dipelihara dan dipertahankan dimana

kepuasan pasien merupakan indikator dari pelayanan yang berkualitas.

Di Bali Royal Hospital (BROS) selama ini belum pernah dilakukan penelitian

tentang kepuasan pelanggan secara spesifik berdasarkan perilaku asertif dari

perawat dalam memberikan pelayanan, maka berdasarkan data diatas penulis

tertarik untuk melakukan penelitian hubungan perilaku asertif perawat dengan

(23)

7

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah “apakah ada hubungan perilaku asertif

perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di Bali Royal Hospital (BROS)

Denpasar?”

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya hubungan perilaku asertif perawat dengan kepuasan

pasien rawat inap di Bali Royal Hospital (BROS) Denpasar.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan data demografis (jenis

kelamin, umur, pendidikan terakhir, dan pekerjaan)

2. Mengidentifikasi perilaku asertif perawat di ruangan Royal Queen Bali Royal

Hospital (BROS).

3. Mengidentifikasi tingkat kepuasan pasien rawat inap di ruangan Royal Queen

Bali Royal Hospital (BROS).

4. Menganalisis hubungan perilaku asertif perawat dengan kepuasan pasien

(24)

8

1.4 Manfaat Penelitian

Secara teoritis dan praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

beberapa sumbangsih, antara lain:

1. Sebagai kontribusi penelitian terhadap kemajuan dan perkembangan dari

mutu pelayanan suatu rumah sakit, khususnya dalam bidang pelayanan

asuhan keperawatan.

2. Menambah pengetahuan bagi perawat tentang perilaku asertif serta

bagaimana mengimplementasikannya dalam memberikan asuhan

keperawatan, sehingga dapat juga mempengaruhi pasien dan petugas lainnya

yang terlibat dalam pelayanan kesehatan untuk berperilaku asertif.

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi RS (lahan penelitian) dalam meningkatkan

mutu pelayanan dengan membantu meningkatkan perilaku asertif perawat

maupun karyawan lainnya dengan cara memberikan seminar atau pelatihan

(25)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Asertif Perawat 2.1.1 Pengertian Perawat

Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada dalam situasi yang

menyangkut hubungan antarmanusia, terjadi proses interaksi serta saling

mempengaruhi dan dapat memberikan dampak terhadap tiap-tiap individu yang

bersangkutan. Keperawatan sebagai suatu pelayanan professional bertujuan untuk

tercapainya kesejahteraan manusia.

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, seorang perawat harus mengambil

keputusan dalam pelayanan keperawatan klien, berdasarkan pertimbangan dan

kemampuan penalaran ilmiah dan penalaran etika. Perawat juga meyakini bahwa

klien mempunyai harga diri, martabat, dan otonomi, dan integritas perawat harus

dipertahankan dalam memberikan pelayanan/asuhan keperawatan (Mimin, 2004).

2.1.2 Pengertian Asertif

Perilaku asertif adalah perilaku antar perorangan (interpersonal) yang melibatkan

aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan, ditandai oleh kesesuaian

sosial dan seseorang yang berperilaku asertif mempertimbangkan perasaan dan

(26)

10

Menurut Johnson, dkk (2005) perilaku asertif adalah keterbukaan, kejujuran,

pengungkapan pendapat anda yang empatik, keinginan dan perasaan. Keasertifan

bukan akuisisi magis tetapi keterampilan perilaku yang dapat dipelajari. Individu

asertif tidak membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari mereka dan

karenanya mereka tidak akan menjadi korban. Perilaku asertif tidak mendominasi

tetapi tetap terkontrol dan tidak agresif. Indifidu asertif: tidak menyakiti orang

lain, tidak menunggu sesuatu menjadi lebih baik, tidak mengorbankan orang lain,

mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian, hasrat dan perasaan,

mengambil inisiatif untuk membuat hubungan lebih baik, tetap terkontrol atau

menggunakan sikap diam secara alternatif, memeriksa semua risiko yang terlibat

sebelum menuntut dan memeriksa tanggung jawab pribadi pada setiap situasi

sebelum menuntut.

Menurut Okuyama, Wagner, & Bijnen (2014) perilaku asertif mengekpresikan

pikiran dan perasaan tanpa menyangkal kebenaran dari orang lain. Kemampuan

perawat dapat menjadi asertif ketika mereka tidak pasti terhadap suatu prosedur

medis, pengobatan terhadap pasien, atau perjalanan penyakit pasien dapat menjadi

kunci untuk dapat mengurangi resiko terhadap medical error yang bisa terjadi.

Orang yang berperilaku asertif memberitahukan orang lain apa yang mereka

butuhkan dan rasakan, dan mengkomunikasikan pesan secara efektif tanpa

menyebabkan orang lain tersinggung. Ketika perawat berperilaku asertif, mereka

lebih cenderung untuk memberikan pasien perawatan yang tepat, dan dengan

(27)

11

Menurut Zeiler, K. A. (2010), perilaku manusia terbagi atas 3 bagian, yaitu:

a. Agresif

Agresif adalah bentuk perilaku yang diarahkan untuk tujuan menyakiti atau

melukai hidup orang lain. Gaya agresif ditandai dengan tuduhan, nada marah,

agresif, intoleransi, dan fokus pada “saya menang, anda kalah”. Mereka mengasah

keterampilan mereka dan menargetkan orang-orang tertentu untuk dimangsa.

Perilaku agresif dapat mempertahankan haknya, tetapi dalam proses melanggar

hak orang lain, orang agresif mendominasi, meremehkan, dan menyakiti orang

lain. Orang agresif akan mengabaikan perasaan anda, membuat pilihan terhadap

anda sendiri, dan menjadi bermusuhan serta defensive.

b. Pasif

Perilaku pasif adalah mengungkapkan perasaan dengan cara tidak langsung dan

sering dengan hambatan cara, bukan secara terbuka dalam mengungkapkan

sesuatu. Orang yang pasif berperilaku diluar pemikiran dan sarkasme.Perilaku

pasif meliputi rasa takut, menahan diri, dan takut ditolak.Orang pasif cenderung

bermusuhan terus mendalam dan memiliki dendam membara. Perilaku pasif

biasanya menyangkal perasaan dan pendapat-pendapat, membiarkan orang lain

mengambil alih terhadap dirinya.

c. Asertif

Perilaku asertif memiliki pendirian terhadap diri mereka sendiri. Mereka tidak

harus berlaku kasar, tidak sopan atau tidak menyenangkan untuk membuat mereka

dikenal orang lain. Orang asertif tahu apa yang mereka ingin orang-orang tidak

(28)

12

Mereka membedakan fakta dari fiksi dan mampu memberikan dan menerima

umpan balik.

2.1.3 Komponen Asertif

Menurut Eisler, Miller & Hersen, Johnson & Pinkton dalam Jurnal Psikologi

(2005), beberapa komponen dari perilaku asertif, antara lain adalah:

1. Compliance

Berkaitan dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak sependapat dengan

orang lain. Perlu ditekankan disini adalah keberanian seseorang untuk mengatakan

“tidak” pada orang lain jika memang itu tidak sesuai dengan keinginannya.

2. Duration of Replay

Merupakan lamanya waktu bagi seseorang untuk mengatakan apa yang

dikehendakinya, dengan menerangkannnya pada orang lain. Orang dengan tingkat

asertifnya yang tinggi memberikan respon yang lebih lama (dalam arti lamanya)

waktu yang digunakan untuk berbicara) dari pada orang yang tingkat asertifnya

rendah.

3. Loudness

Berbicara dengan lebih keras biasanya lebih asertif, selama seseorang itu tidak

berteriak. Berbicara dengan suara yang jelas merupakan cara yang terbaik dalam

(29)

13

4. Request for New Behaviour

Meminta munculnya perilaku yang baru pada orang lain, mengungkapkan tentang

fakta ataupun perasaan dalam memberikan saran pada orang lain, dengan tujuan

agar situasi berubah sesuai dengan yang kita inginkan.

5. Affect

Afek berarti emosi; ketika seseorang berbicara dalam keadaan emosi maka

intonasi suaranya akan meninggi. Pesan yang disampaikan akan lebih asertif jika

seseorang berbicara dengan fluktuasi yang sedang dan tidak berupa respons yang

monoton ataupun respon yang emosional.

6. Latency of Response

Adalah jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita untuk

memulai berbicara. Kenyataannya bahwa adanya sedikit jeda sesaat sebelum

menjawab secara umum lebih asertif daripada yang tidak terdapat jeda.

7. Non Verbal Behaviour

Komponen-komponen non verbal dari asertivitas antara lain:

a. Kontak Mata

Secara umum, jika kita memandang orang yang kita ajak bicara maka akan

membantu dalam penyampaian pesan dan juga akan meningkatkan efektivitas

pesan. Akan tetapi jangan pula sampai terlalu membelalak ataupun juga

menundukkan kepala.

b. Ekspresi Mata

Perilaku asertif yang efektif membutuhkan ekspresi wajah yang sesuai dengan

(30)

14

langsung tanpa senyuman, ataupun pada saat gembira tunjukkan dengan wajah

senang.

c. Jarak fisik

Sebaiknya berdiri atau duduk dengan jarak yang sewajarnya. Jika kita terlalu

dekat dapat menggganggu orang lain dan terlihat seperti menantang, sementara

terlalu jauh akan membuat orang lain susah untuk menangkap apa maksud dari

perkataan kita.

d. Sikap Badan

Sikap badan yang tegak ketika berhadapan dengan orang lain akan membuat

pesan lebih asertif. Sementara sikap badan yang tidak tegak dan terlihat

bermalas-malasan akan membuat orang lain menilai kita mudah mundur atau melarikan diri

dari masalah.

e. Isyarat Tubuh

Pemberian isyarat tubuh dengan gerakan tubuh yang sesuai dapat menambah

keterbukaan, rasa percaya diri dan memberikan penekanan pada apa yang kita

katakana, misalnya dengan mengarahkan tangan keluar. Sementara yang lain

dapat mengurangi, seperti menggaruk leher, dan menggosok-gosok mata.

2.1.4 Unsur-unsur Perilaku Asertif

Menurut Nasir, dkk (2009), munculnya perilaku asertif karena adanya unsur-

(31)

15

1. Kejujuran (Honesty)

Perilaku asertif akan sulit diwujudkan jika sesorang tidak jujur karena dengan

kejujuran, orang lain akan mengerti, memahami, dan menghormati apa yang

dipikirkan dan dirasakan oleh orang yang bersangkutan.

2. Tanggung Jawab (Responsibility)

Hal ini berarti seseorang bertanggung jawab atas pilihan-pilihan atau

keputusannya tanpa menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada dirinya.

Dengan rasa tanggung jawab terhadap apa yang akan terjadi pada dirinya, maka ia

akan dapat merubah hal-hal yang tidak diinginkannya.

3. Kesadaran (Self-awareness)

Ketika seorang akan belajar asertif, sebelumnya ia harus lebih dahulu mengenal

dirinya sendiri, agar lebih memperhatikan perilaku dan memikirkan cara-cara

yang diinginkannya.

4. Percaya diri (self confident)

Percaya diri adalah sebagai salah satu keyakinan seseorang untuk mampu

berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan. Seseorang yang

memilki rasa percaya diri yang rendah akan menghambat perilaku asertifnya

karena ada perasaan atau anggapan bahwa hal-hal yang negatif akan terjadi jika ia

melakukan sesuatu sehingga tidak yakin bahwa perilaku tersebut justru akan

(32)

16

2.1.5 Keterampilan Bersikap Asertif

Untuk mengubah perilaku negatif, pertama-tama anda harus menyadari bahwa apa

yang anda lakukan sebenarnya tidak diinginkan, dan pada kenyataannya, hanya

akan menimbulkan stress. Dari berbagai lokakarya mengenai pelatihan sikap

asertif, dihasilkan beberapa keterampilan yang dapat kita gunakan dalam perilaku

kita sehari-hari agar dapat mengurangi peluang terjadinya stress dan, disaat yang

sama, memperkuat harga diri (National Safety Council, 2004).

Sebagai penangkal terhadap rasa takut, malu, kepasifan, bahkan kemarahan,

perilaku asertif perlu dilatihkan. Berdasarkan penelitiannya Schimmel (Dharma

2008:32) menyatakan bahwa beberapa jenis perilaku asertif yang perlu dilatih

terutama adalah:

1. Berani mengemukakan pendapat, permintaan, kesukaan, dsb, yang

menjadikan seseorang dihargai sebagai manusia yang sederajat dengan

manusia lain.

2. Mengekspresikan emosi-emosi negatif (keluhan, kebencian, kritik,

ketidaksetujuan, intimidasi, kebutuhan untuk dibiarkan sendirian) dan

menolak permintaan.

3. Memperlihatkan emosi-emosi positif (senang, menghargai, menyukai

seseorang, merasa tertarik), memberikan pujian, dan menerima pujian dengan

mengucapkan “terimakasih”.

4. Bertanya “mengapa” tentang pemegang kekuasaan dan tradisi, bukan untuk

(33)

17

kepedulian untuk mengendalikan situasi dan mengubah sesuatu menjadi lebih

baik.

5. Memulai, melaksanakan, mengubah, atau menghentikan percakapan secara

menyenangkan, berbagi perasaan, pendapat, dan pengalaman dengan orang

lain.

6. Mengatasi ketersinggungan sebelum kemarahan semakin meningkat dan

meledak menjadi agresif.

Untuk melatih perilaku asertif diatas, ada dua tahap yang perlu dilakukan, yaitu:

1. Kenali dan sadari dimana perubahan perlu dilakukan dan yakinlah dengan

hak anda.

Beberapa dari kita masih memiliki kelemahan untuk berkata “tidak” terhadap

teman yang meminta bantuan, kita tidak bisa menerima atau memberikan pujian,

kita tidak menguasai kehidupan kita, kita tidak berani berbicara di depan forum

tentang ketidaksetujuan kita, kita malu meminta tolong, kita takut membuat orang

lain merasa terhina, dsb. Tanyakan pada diri sendiri, maukah kita terus menerus

dalam kelemahan ini?

Selain itu, pertimbangkan pula, “dari mana nilai-nilai yang anda miliki berasal”.

Pada masa kecil, kita biasa dijejali dengan aturan-aturan “jangan emosional,

jangan berbuat salah, jangan mementingkan diri sendiri, jangan bilang pada orang

lain kalau kita tidak menyukainya, jangan membantah”, dan bayak lagi aturan lain

(34)

18

menjadikan anak bahkan setelah dewasa menjadi seorang yang selalu tunduk

(submisif).

Sadari pula, betapa perilaku asertif akan membawa kita menjadi seseorang yang

menghargai diri sendiri dan bahagia, dan disisi lain, betapa ketidaknyamanan diri

kita menjadi seseorang yang non asertif, misalnya: 1) kita menipu diri sendiri dan

kehilangan harga diri karena didominasi orang lain dan tidak bisa melakukan

perubahan, 2) kita dituntut untuk tidak jujur, menyangkal perasaan yang

sebenarnya, 3) ketidaksetaraan dan submisif mengancam, jika tidak merusak, rasa

cinta dan penghargaan, 4) hubungan yang terjalin dengan orang lain didasarkan

pada keberadaan kita sebagai “budak”, “yes man”, “pelayan”, 5) karena harus

menutupi perasaan yang sesungguhnya, maka kita harus selalu melakukan

manipulasi untuk mendapatkan apa yang kita butuhkan, dan ini menciptakan

kebencian, 6) ketundukan kita membuat penindasan terhadap kita makin

menjadi-jadi.

Kesadaran tentang kelemahan, ke-submisifan, dan ketidaknyamanan akibat

non-asertif akan mendorong kita untuk mau mengubah diri menjadi seseorang yang

asertif.

2. Perhitungkan cara-cara yang sesuai untuk menyatakan diri sendiri dalam

setiap situasi khusus berkaitan dengan diri anda.

Ada banyak cara untuk mencari respons-respons asertif yang efektif, bijaksana,

(35)

19

2.1.6 Manfaat Perilaku Asertif

Menurut Nasir, dkk. (2009), Asertif memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Meningkatkan self esteem dan percaya diri dalam mengekspresikan diri

sendiri.

2. Dapat bernegosiasi lebih produktif dengan orang lain.

3. Dapat mengubah situasi kerja yang negatif menjadi positif.

4. Mengingkatkan hubungan antarmanusia pada pekerjaan dan mengurangi

kesalahpahaman.

5. Meningkatkan pengembangan diri dan kepuasan diri pada pekerjaan/karir

sesuai dengan kebutuhan, gaya dan kemampuan.

6. Mampu membuat keputusan dan lebih mempunyai peluang mendapatkan apa

yang dicari dalam hidup.

Komunikasi asertif dapat dipergunakan dalam interaksi interpersonal baik formal

maupun informal. Asertifitas apabila digunakan secara benar dan tepat dapat

membantu tercapainya tujuan individu atau kelompok secara efektif dan efisien.

2.2 Kepuasan

2.2.1 Pengertian Kepuasan

Kepuasan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang;

perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan

dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang

(36)

20

Menurut Rangkuti (2006) Kepuasan adalah tingkat perasaan senang atau kecewa

seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan

harapan. Jadi tingkat kepuasan pasien merupakan fungsi dari perbedaan antara

kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja di bawah harapan, maka

pelanggan akan kecewa. Bila kinerja melebihi harapan atau sesuai dengan harapan

yang diinginkan, pelanggan akan sangat puas.

Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang

diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau

perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang

diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya. Berdasarkan apa yang disebut

diatas, pengertian kepuasan pasien dapat dijabarkan sebagai berikut: merupakan

suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan

kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang

diharapkannya (Pohan, 2007).

2.2.2 Prinsip Kepuasan

Bisnis jasa merupakan aktifitas pelayanan kesehatan kepada pasien di rumah sakit

pada dasarnya bertujuan untuk memberikan kepuasan yang seutuhnya kepada

pengguna jasa tersebut. Untuk bisa memberikan kepuasan yang seutuhnya kepada

pengguna jasa tersebut. Untuk bisa memberikan kepuasan yang optimal kepada

pelanggan (costumer satisfaction) ada 10 prinsip kepuasan pelanggan yang bisa

(37)

21

1. Memulai dengan percaya kepada pentingnya kepuasan pelanggan.

2. Memilih pelanggan yang tepat dalam membantu kepuasan pelanggan.

3. Memahami harapan pelanggan merupakan kunci dalam meningkatkan

kepuasan pelanggan.

4. Mencari faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.

5. Faktor emosional mempengaruhi kepuasan pelanggan.

6. Pelanggan yang mengadu pada perusahaan merupakan pelanggan yang setia

terhadap perusahaan tersebut.

7. Memberikan garansi akan meningkatkan kepuasan terhadap pelanggan secara

cepat.

8. Mendengarkan suara pelanggan dengan cara melakukan riset kepuasan

pelanggan.

9. Karyawan memilki peranan besar dalam menentukan kepuasan pelanggan.

10. Kepemimpinan merupakan teladan dalam kepuasan pelanggan.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan

antara lain (Muninjaya, 2004) yaitu:

1. Aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan

adalah high personal contact.

2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini

(38)

22

3. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber

moral hazard bagi pasien dan keluarga.

4. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan

ruangan (tangibility).

5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance).

6. Kehandalan dan keterampilan (reability) petugas kesehatan dalam

memberikan perawatan.

7. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien

(responsiveness).

2.2.4 Parameter Tingkat Kepuasan

Tingkat kepuasan pasien sangat erat dengan mutu produk dan jasa. Puas tidak

puas tergantung pada seberapa jauh suatu produk/jasa dapat memenuhi kebutuhan

pelanggan.Akhir-akhir ini terjadi kecenderungan untuk menggunakan ukuran

yang subjektif sebagai indikator mutu. Salah satu cara untuk mengukur sikap

pelanggan terhadap parameter tingkat kepuasan adalah dengan menggunakan

kuisioner. Perlu disebut disini, bahwa penggunaan kuesioner kepuasan pelanggan,

kelihatannya paling tepat untuk perusahaan jasa seperti pelayanan kesehatan

khususnya keperawatan. Sedangkan menurut Nursalam (2014) kepuasan pasien

dapat dipengaruhi oleh sarana dan prasarana kesehatan, pelayanan medis dan

pelayanan keperawatan yang meliputi: kenyataan, kepercayaan, tanggung jawab,

(39)

23

Didalam pelayanan keperawatan ada parameter tingkat kepuasan pasien seperti

yang dikutip oleh Nursalam (2014) dari Depkes RI (1995), sebagai berikut:

perawat memperkenalkan diri, bersikap sopan dan ramah, menjelaskan peraturan

di RS, menjelaskan fasilitas yang tersedia di RS, menjelaskan penyakit atau

masalah yang dialami, menjelaskan perawat yang bertanggung jawab setiap

pergantian dinas, mendengarkan dan memperhatikan setiap keluhan pasien,

menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan kepada pasien (tujuan dan

manfaat, prosedur, akibat atau resiko samping, alternatif tindakan), menjaga

kebersihan lingkungan (ruang, WC), menjaga kebersihan alat tenun dan peralatan

perawatan lainnya, membantu memenuhi kebutuhan perawatan diri pasien

(makan, minum, mandi atau kebersihan diri, berpakaian, eliminasi),

mengobservasi keadaan pasien secara teratur (sesuai kebutuhan pasien), dan

melaksanakan tindakan sesuai standar dan etika keperawatan.

2.2.5 Cara Mengukur Kepuasan Pelanggan

Dalam pengukuran tingkat kepuasan pasien melalui survey kepuasan dengan

menggunakan kuesioner untuk bisa menggali informasi secara tepat harus

ditentukan terlebih dahulu butir-butir kepuasan (item satisfaction) pasien itu

sendiri berdasarkan lima dimensi mutu menurut Muninjaya (2004), yang

merupakan pengembangan dari Supranto (2001), yaitu:

1. Keandalan (reliability)

a. Prosedur penerimaan pasien dilakukan dengan cepat.

(40)

24

c. Jadwal pelayanan dijalankan dengan tepat waktu.

d. Prosedur pelayanan tidak berbelit-belit.

2. Daya tanggap (responsiveness)

a. Dokter cepat tanggap dalam menangani keluhan pasien.

b. Perawat cepat tanggap dalam menangani keluhan pasien.

c. Tenaga medis dan non medis memberikan informasi dengan jelas dan

mudah dimengerti.

d. Tindakan diberikan dengan cepat saat pasien membutuhkan.

3. Jaminan (assurance)

a. Pengetahuan dan kemampuan dokter menetapkan penyakit pasien.

b. Keterampilan dokter dan perawat dalam melaksanakan tugasnya.

c. Keterampilan perawat dan petugas kesehatan lainnya dalam melaksanakan

tugasnya.

d. Pelayanan diberikan secara sopan dan ramah.

e. Jaminan keamanan pelayanan dan kepercayaan terhadap pelayanan yang

diberikan oleh semua petugas kesehatan.

4. Empati (emphaty)

a. Petugas kesehatan memberikan perhatian khusus kepada setiap pasien.

b. Petugas kesehatan menaggapi keluhan pasien dan keluarganya.

c. Petugas memberikan pelayanan kepada semua pasien secara adil tanpa

memandang status sosial dan ekonomi.

5. Bentuk Fisik (tangibles)

(41)

25

b. Penataan interior dan eksterior.

c. Kelengkapan, kesiapan dan kebersihan alat yang dipakai.

d. Penampilan petugas bersih dan rapi.

Nursalam (2014), menyebutkan butir-butir dimensi tingkat kepuasan pasien

terhadap pelayanan perawat, antara lain:

1. Dimensi kenyataan (tangibles)

a. Informasi tentang tarif, sudah diberitahukan dengan jelas oleh petugas

perawat.

b. Prosedur pelayanan perawat bagi pasien rawat inap sudah ditetapkan

dengan baik.

c. Perawat menjaga agar kondisi ruangan selalu bersih.

d. Perawat menjaga agar kondisi peralatan yang digunakan selalu bersih.

e. Perawat menciptakan agar kondisi kamar mandi dan WC bersih.

2. Dimensi kepercayaan (reliability)

a. Anda percaya bahwa perawat yang merawat anda mampu menangani

kasus saudara dengan tepat.

b. Secara keseluruhan pelayanan keperawatan pasien di rumah sakit ini baik.

c. Perawat memberitahukan dengan jelas suatu hal yang harus di patuhi oleh

pasien tentang anjuran dalam perawatan.

d. Perawat mampu menangani masalah perawatan pasien dengan tepat dan

(42)

26

e. Perawat memberitahukan dengan jelas sesuatu hal yang dilarang demi

perawatan pasien.

f. Perawatan sudah diupayakan agar pasien merasa puas selama dirawat.

3. Dimensi tanggung jawab (responsiveness)

a. Begitu anda sampai di RS ini sebagi pasien rawat inap, perawat segera

menangani anda.

b. Perawat membantu anda untuk memperoleh obat.

c. Perawat membantu anda untuk pelayanan foto (radiologi) di RS ini.

d. Perawat membantu anda dalam pelayanan laboratorium di RS ini.

4. Dimensi Jaminan(assurance)

a. Pelayanan perawat membuat keluhan anda semakin berkurang.

b. Pelayanan perawatan pasien sudah memenuhi standar asuhan keperawatan.

c. Perawat di ruang rawat inap ini sudah Profesional.

5. Dimensi empati (emphaty )

a. Perawat membantu pasien pada waktu BAB (Buang Air Besar).

b. Perawat membantu pasien pada waktu BAK (Buang Air Kecil).

c. Perhatian yang cukup tinggi kepada pasien selalu diberikan oleh perawat.

d. Perawat selalu berusaha agar pasien merasa puas dengan kepedulian yang

baik.

e. Perawat merawat pasien dengan penuh kesabaran.

Kepuasan pasien atau konsumen berdasarkan teori-teori diatas tidak hanya

dipengaruhi oleh jasa yang dihasilkan oleh suatu rumah sakit semata, tetapi juga

(43)

27

perawat, dan karyawan lainnya, dimana pemberian informasi merupakan hal yang

penting dalam memberikan pelayanan.

2.3 Hubungan Perilaku Asertif Perawat dengan Kepuasan Pasien

Jaya, P & Suratmi (2014) dalam penelitiannya mendapatkan ada hubungan yang

signifikan antara perilaku sertif perawat dengan kepuasan pasien rawat

inap.Interaksi antara perawat dan pasien dalam memenuhi kebutuhan pasien

diperlukan suatu komunikasi yang efektif. Banyak cara komunikasi yang dipilih

untuk masing-masing orang, salah satunya adalah berkomunikasi dengan asertif.

Dilihat dari segi komunikasi, jika perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

menyampaikan masalah yang diderita pasien tentang penyakitnya yang dialami

pasien dengan komunikasi yang baik, maka akan berdampak pada tingkat

kepuasan pasien, karena pasien akan merasa harga dirinya dihargai dalam proses

keperawatan. Dalam memberikan informasi kesehatan kepada pasien, perawat

harus menjelaskan tentang informasi yang selengkapnya terkait dengan masalah

kesehatan pasien, maka hal tersebut dapat meningkatkan kepuasan pasien dalam

menerima pelayanan kesehatan sehingga kualitas pelayanan kesehatan semakin

Referensi

Dokumen terkait