• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp.

Nyamuk masuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dengan tiga subfamili yaitu Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres), dan Anopheline (Anopheles) (Eldridge 2003). Di seluruh dunia, dilaporkan terdapat sekitar 3100 spesies dari 34 genus. Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres, Haemagogus, Sabethes, Culiseta, Psorophora dan Anopheles adalah genus nyamuk yang menghisap darah manusia dan berperan sebagai vektor penyakit. Beberapa nyamuk terbatas di daerah tertentu seperti Haemagogus dan Sabethes ditemukan hanya di Amerika Tengah dan Amerika Selatan, sedangkan Psorophora hanya ditemukan di Amerika Utara. Beberapa jenis nyamuk dapat dijumpai di berbagai tempat (kosmopolitan) seperti Culex dan Aedes (Hadi et al.

2006). Sub famili Toxorhynchitinae hanya memiliki satu genus yaitu Toxorhyncites, sub famili ini lebih mudah dibedakan dari subfamili yang lain, karena telur, larva, dan dewasa memiliki ukuran yang besar (Service 1986).

Di antara ketiga subfamili tersebut hanya subfamili culicidae yang dapat bertindak sebagai vektor virus dengue yaitu Ae.aegypti dan Ae.albopictus. Berikut klasifikasi nyamuk Ae.aegypti dan Ae.albopictus :

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Diptera Sub ordo : Nematocera Famili : Culicidae Genus : Aedes Subgenus : Stegomyia

Spesies : Ae. aegypti dan Ae. albopictus (Becker 2003)

(2)

Morfologi nyamuk Aedes sp.

Nyamuk Aedes masuk dalam ordo Diptera ”di” artinya dua dan “pteron”

artinya (sayap) maka dapat diartikan sebagai serangga yang mempunyai dua pasang sayap. Spesies ordo ini mempunyai satu pasang sayap membran, sepasang sayap di bagian metathoraks yang mengalami modifikasi membentuk halter (Soulsby 1982).

Ae.aegypti dan Ae. albopictus dewasa dapat dibedakan dari garis putih yang terdapat pada bagian skutumnya. Skutum Ae. aegypti berwarna hitam dengan dua garis putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih. Sementara skutum Ae. albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya (Sivanathan 2006) sebagaimana terlihat pada Gambar 1.

A B

Gambar 1 Thoraks Ae. aegypti (A) dan Ae. albopictus (B) dewasa (Sumber: Sivanathan 2006)

Telur Aedes

Setelah nyamuk Aedes mencapai dewasa, maka akan terjadi perkawinan.

Untuk proses pematangan telur nyamuk akan menghisap darah 0,63-0,76 menit per hari hal ini dilakukan karena darah merupakan sumber protein esensial untuk pematangan telur. Sebagian besar nyamuk Ae. aegypti betina meletakkan telurnya di beberapa sarang selama satu kali siklus gonotropik (World Health Organization 2002). Telur Ae. aegypti umumnya diletakkan di permukaan air satu persatu, di tempat penampungan air atau di dekat garis di permukaan air (James & Harwood 1979 ).

(3)

Telur dari nyamuk Aedes pada saat pertama kali diletakkan berwarna putih, kemudian berubah menjadi gelap sampai hitam dalam waktu 12-24 jam, satu telur panjangnya 0,5 mm dan dapat dilihat dengan kasat mata. Perubahan warna pada telur terjadi karena adanya lapisan endokorion yang merupakan lapisan pelindung telur. Telur Aedes berwarna hitam dan berbentuk ovoid menyerupai bola rugby (Gambar 2) dalam permukaan poligonal dan diletakkan satu demi satu pada permukaan air atau pada perbatasan air (Clement 1963). Telur yang ditetaskan pada suhu kamar akan menetas dalam waktu satu atau dua hari, dan selanjutnya akan menjadi larva. Pada suhu 16˚ C telur baru bisa menetas pada hari ketujuh.

Gambar 2 Telur Aedes (Sumber: Sivanathan 2006)

Larva Aedes

Larva nyamuk Aedes mempunyai panjang 10 mm dan tubuhnya terdiri atas kepala, thoraks dan abdomen (Gambar 4). Kepala terdapat mata yang majemuk, antena dan mulut. Abdomen terdiri atas delapan ruas dan pada segmen terahir terdapat sifon yang berfungsi untuk mengambil udara dari luar. Stadium larva mempunyai bentuk sifon yang pendek dan gemuk dengan satu pasang hair tuft serta pecten yang tumbuh tidak sempurna (Kettle 1984).

Larva nyamuk biasanya berenang di permukaan air untuk bernapas dan mengambil makanan di dasar air (bottom feeder). Larva nyamuk Aedes mengalami pergantian kulit (molting) sebanyak empat kali (Service 1986). Larva nyamuk dilengkapi oleh insan anal, posisi istirahat larva membentuk sudut 45˚

dengan permukaan air (Levine 1994). Pada fase larva perbedaan antara Ae.

aegypti dan Ae. albopictus dapat dilihat dari pecten teeth dan comb scales seperti terlihat pada Gambar 3.

(4)

Gambar 3 Larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus (Sumber:

Sivanathan 2006)

Gambar 4 Larva Aedes (Sumber: Sivanathan 2006)

Pupa Aedes

Pupa nyamuk, dikenal dengan tumbles yang berbentuk koma, dengan kepala dan thoraks membentuk cephalothoraks dan abdomen menggulung di bawahnya (Kettle 1984), seperti terlihat pada Gambar 5. Setelah 2-3 hari kemudian, larva stadium keempat yang telah mengalami pergantian kulit akan berubah menjadi pupa yang dapat mencapai ukuran 6 mm (Anonimus 2004).

Pupa nyamuk Aedes berbentuk bengkok dengan bagian kepala yang membesar dan dilengkapi dengan sepasang terompet kecil pada bagian thoraks yang berfungsi sebagai alat pernapasan. Pupa akan segera mengalami eklosi menjadi nyamuk dewasa. Pupa bernapas dengan menggunakan terompet respirasi yang terdapat pada thoraks dan kantung udara yang terletak di antara bakal sayap.

Setelah melewati stadium ini, pupa akan melakukan eklosi (keluar dari

(5)

kepompong) menjadi nyamuk dewasa yang dapat terbang dan keluar dari air.

Stadium pupa tidak lama rata-rata berumur 2,5 hari (Service 1986).

Gambar 5 Pupa Aedes (Sumber: Sivanathan 2006)

Aedes dewasa

Tubuh nyamuk Aedes terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, thoraks, dan abdomen (Soulsby 1986). Nyamuk famili Culicidae memiliki bentuk yang langsing, kecil, bentuk kepala membulat, probosis dan kaki yang panjang (Kettle 1984). Menurut Christophers (1960) Nyamuk Ae. aegypti dewasa umumnya berukuran 3-4 mm, berwarna hitam dengan garis-garis putih sepanjang thoraks dan abdomen serta cincin di kakinya, seperti terlihat pada Gambar 6. Pada tubuh dan tungkai nyamuk Aedes ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan, bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua (Womack 1993).

Gambar 6 Ae. aegypti dewasa (Sumber: Sivanathan 2006)

(6)

Secara umum morfologi nyamuk jantan dan betina dapat dibedakan dari berbagai anggota tubuhnya. Nyamuk jantan memiliki tipe antena plumose sedangkan nyamuk betina memiliki tipe antena pilose. Nyamuk jantan memiliki antena yang panjang dan memiliki banyak bulu (plumose), sedangkan nyamuk betina antenanya hanya ditutupi sedikit bulu (pilose) (Little 1972).

Menurut Cheng (1974), pada antena Ae. aegypti jantan terdapat organ Johnston’s yang membantu mendeteksi keberadaan Ae. aegypti betina. Nyamuk Ae. aegypti jantan tidak menghisap darah melainkan menghisap madu dan sari- sari tumbuhan sedangkan nyamuk betina menghisap darah manusia maupun hewan (Christophers 1960).

Fisiologi dan Siklus Hidup

Secara bioekologis spesies nyamuk Aedes mempunyai dua habitat yaitu akuatik (perairan) untuk fase pradewasanya (telur, larva, dan pupa), dan terestrial (daratan) untuk fase dewasa. Nyamuk dewasa akan mencari daerah akuatik untuk meletakkan telur. Nyamuk Ae. aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur (Cheng 1974).

Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar tumbuhan. Nyamuk jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Nyamuk ini kerap menyerang anak-anak karena anak- anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran bagi nyamuk jenis ini (Womack 1993).

Semua nyamuk mengalami metamorfosis sempurna (Holometabola) yaitu telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa. Telur nyamuk Aedes diletakkan secara tunggal dalam kelompok kecil di tepi permukaan air (Christophers 1960). Telur Ae. aegypti yang dihasikan dalam satu kali bertelur antara 100-400 butir . Selain ditemukan pada permukaan air, telur juga dapat ditemukan sedikit di bawah permukaan air dengan jarak sekitar 2 cm dari dinding bejana (Kettle 1984). Telur Ae. aegypti dapat bertahan selama beberapa bulan pada suhu -2°C sampai 42°C.

(7)

Telur Aedes dapat bertahan hidup tanpa air dalam waktu yang cukup lama bahkan sampai dengan enam bulan (James & Harwood 1979). Telur dapat menetas menjadi larva dalam 3-5 hari pada suhu 30°C, sedangkan pada suhu 16°C telur akan menetas dalam waktu 7 hari. Suhu air yang optimum untuk penetasan telur adalah 25-28°C selama 1-3 hari (Kettle 1984)

Telur yang menetas akan membentuk larva, terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu sekitar lima hari. Setelah mencapai instar ke IV, larva berubah menjadi tidak aktif (dorman). Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung (Womack 1993).

Larva yang menetas dari telur tersebut akan hidup mengapung di bawah permukaan air. Hidup larva tersebut berhubungan dengan upayanya menjulurkan alat pernafasan yang disebut sifon untuk menjangkau permukaan air guna mendapatkan oksigen untuk bernafas (Judarwanto 2007). Stadium larva ini memakan waktu 9-10 hari pada suhu rata-rata dan 4-7 hari pada suhu tinggi.

Perkembangan larva menjadi pupa akan bertambah cepat jika suhu lingkungan diatas suhu normal, namun pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu ruangan kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C. Setiap akhir dari perkembangan, instar larva melepaskan kulitnya yang disebut dengan molting.

Larva merupakan tahap aktif makan, beberapa larva dapat berkembang selama lima sampai enam hari dan setelah menjadi larva instar empat kemudian berubah menjadi tahap pupa (Christopers 1960).

Tahap pupa merupakan tahap tanpa makan, tahap ini berlangsung hanya beberapa hari kemudian jaringan pada larva berubah menjadi jaringan dewasa.

Lama perkembangan pupa menjadi dewasa yaitu dua sampai tiga hari (Service 1986). Ketika pupa menetas (eklosi), kulit pupa robek akibat gelembung udara yang terbentuk dari desakan nyamuk dewasa yang melepaskan diri. Nyamuk yang baru keluar dari pupa akan terbang untuk mencari makan. Nyamuk jantan dan betina dewasa akan melakukan perkawinan saat nyamuk sedang terbang dan berlangsung dalam waktu beberapa detik saja.

(8)

Perilaku Aedes aegypti

Nyamuk Ae. aegypti merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropis.

Nyamuk ini biasanya hidup pada 35° Lintang Utara dan 35° Lintang Selatan, namun pada musim panas nyamuk ini dapat ditemukan pada daerah 45° Lintang Utara (DEKES 2007).

Ada perbedaan perilaku makan darah antara nyamuk dewasa yang belum dan sudah terinfeksi virus DBD. Perbedaan itu berimplikasi terhadap frekuensi kontak nyamuk dengan inang. Nyamuk Ae. aegypti mempunyai perilaku makan yaitu menghisap nektar dan jus tanaman sebagai sumber energinya. Selain energi, nyamuk betina juga membutuhkan pasokan protein untuk keperluan reproduksi (anautogenous) dan proses pematangan telurnya. Pasokan protein tersebut diperoleh dari darah inang, sehingga nyamuk yang menghisap darah inang dalam waktu yang lama akan memperoleh protein dalam jumlah yang banyak (Merrit &

Cummins 1978)

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ponlawat & Harington (2005) sekitar tahun 2003 dan 2004 di Thailand menunjukkan bahwa Ae. aegypti hampir seluruhnya (99%) menghisap darah manusia. Oleh karena itu, kisaran inang dan preferensi vektor terhadap inang tersebut menentukan status spesies tersebut sebagai vektor utama virus DBD. Cara penularan virus DBD adalah melalui gigitan nyamuk Aedes betina terhadap inang penderita DBD. Nyamuk Aedes bersifat anthropofilik itu lebih menyukai darah manusia dibandingkan dengan darah hewan.

Peranan Aedes sebagai vektor penyakit

Penyakit yang dipindahkan oleh vektor nyamuk merupakan penyakit yang sering menimbulkan banyak penderitaan bahkan kematian di daerah tropis.

Ae. aegypti dan Ae. albopictus telah diketahui adalah vektor penyakit demam berdarah dengue. Penularan penyakit DBD hanya melalui gigitan nyamuk (Service 1986). Di Indonesia vektor utama penyakit ini adalah Ae. aegypti, nyamuk ini tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia dan hidup di sekitar permukiman manusia di dalam dan di luar rumah terutama di daerah padat penduduk (Gunandini 1999).

(9)

Demam berdarah adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae, ada empat serotype yaitu dengue -1, dengue -2, dengue-3, dan dengue -4. Virus tersebut berada dalam darah viremia penderita selama masa periode intrinsik 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari). Virus akan masuk ke dalam tubuh nyamuk pada saat nyamuk menghisap darah penderita. Pada suhu 30°C, di dalam tubuh nyamuk Ae. aegypti memerlukan waktu 8-10 hari untuk menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsik dari lambung sampai ke kelenjar ludah nyamuk (World Health Organization 2002).

Beberapa hal yang menyebabkan Ae. aegypti dianggap sebagai vektor potensial penular penyakit demam berdarah antara lain bersifat anthropofilik, lebih menyukai darah manusia sebagai makanannya, mudah terganggu sehingga sering berpindah-pindah pada waktu menghisap darah, sehingga lebih banyak orang yang digigit dan penyakit lebih tersebar (Gubler 1997).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data jumlah penduduk setiap ke- camatan yang berada di DTA Danau Toba mempunyai jumlah penduduk kurang dari 20000 jiwa sehingga dikategorikan sebagai kota

Tujuan dari k-nearest neighbor adalah untuk prediksi atau klasifikasi objek baru berdasarkan data training (Han & Kamber, 2012), nilai parameter k yang digunakan

Setelah melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran induktif kata bergambar, proses pembelajaran dikelas eksperimen terlihat lebih aktif dengan adanya

Keterkaitan antara rancangan dan bangunan karena bentuk dinamis yang ditampilkan dari tema arsitektur futuristik berkaitan dengan olahraga renang yang mengutamakan

Hasil penelitian juga menunjukkan pada penilaian kerusakan otonom pada responden baik kaki kanan maupun kaki kiri lebih banyak mengalami kerusakan otonom multipel

Langkah terakhir adalah melakukan regresi untuk memenuhi tujuan penelitian keempat, yaitu menganalisis pengaruh pergerakan suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan

Cara memelih penderita : Pasien yang datang ke poli mata yang didiagnosa POAG fisik tidak lemah, mampu dan paham cara pemeriksaan dan bersedia dilakukan pemeriksaan

1) Tahap mengidentifikasi topik dan mengatur siswa ke dalam kelompok. Para siswa memilih beberapa topik yang sudah disiapkan. Para siswa bergabung dengan