• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. A. Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

14 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun 1. Pengertian Kecemasan

Wade dan Tavris (2007) menjelaskan bahwa gangguan kecemasan merupakan perasaan cemas dan takut yang berlangsung secara terus menerus dan tidak dapat dikendaikan oleh individu yang mengalami rasa cemas itu sendiri. Rasa takut dapat muncul dalam kurun waktu enam bulan dan tidak disebabkan oleh pengaruh fisik, seperti adanya penyakit, obat- obatan atau karena terlalu banyak menkonsumsi kafein. Gejala Kecemasan dapat meliputi adanya gangguan tidur, merasa teragitasi, sulit untuk berkonsentrasi, perasaan tegang yang berlebihan dan kecemasan yang tidak diinginkan.

Kartono (1881) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan suatu perasaan gelisah dan kekhawatiran serta ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas. Perasaan-perasaan yang muncul dapat menjadi ancaman bagi individu yang mengalaminya dan dapat menyebabkan diri individu tersiksa, baik secara fisik maupun batin. Lubis (2009) menjelaskan bahwa kecemasan merupakan suatu reaksi dari sebuah ancaman baik nyata maupun khayalan. Individu yang mengalami kecemasan karena ketidakpastian akan masa yang akan datang. Rasa cemas yang dialami datang ketika individu berfikir tentang suatu hal yang tidak menyenangkan akan terjadi terhadap dirinya.

(2)

Nevid, Rathus & Greene (2003) menjelaskan bahwa kecemasan merupakan suatu kondisi dimana individu merasa khawatir dan banyak mengeluhkan bahwa akan terjadi sesuatu yang buruk. Kecemasan merupakan suatu respon dari ancaman yang akan menjadi abnormal bila tidak sesuai dengan proposi ancaman yang dapat dilihat dari ciri-ciri fisik (gugup, telapak tangan berkeringat, gemetar dll), ciri-ciri perilaku (perilaku menghindar, perilaku dependen), dan ciri-ciri kognitif (ketakutan akan kehilangan kontrol, khawatir terhadap hal hal yang sepele)

Hurlock (1994) mendefinisikan masa pensiun sebagai akhir pola hidup atau masa transisi ke pola hidup baru baik menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan nilai, serta merupakan titik awal dimulainya penurunan kondisi fisik dan mental. Ketika individu tidak lagi bekerja maka hal itu dapat megakibatkan perasaan inferior (rendah diri), rasa tidak berguna, perasaan tidak dibutuhkan serta fasilitas-fasilitas yang diterima ketika bekerja, jabatan, serta segala bentuk hormat dan pujian akan hilang ketika masa pensiun tiba, hal ini dapat menimbulkan suatu beban mental yang berat dan tidak terngkat oleh daya pikul psikis individu (Kartono &

Andari, 1989)

Oluseyi & Olufemi (2015) menjelaskan bahwa kecemasan menghadapi masa pensiun dapat dijelaskan sebagai perasaan takut yang kuat, merasa tidak nyaman dan mengalami rasa ketidakpastian yang secara konsisten yang mengganggu individu yang mendekati masa pensiun dalam mempersiapkan masa pensiun mereka, hal ini ditandai dengan adanya

(3)

emosi negatif dalam diri individu yang akan memasuki masa pensiun dan sedikitnya emosi positif dalam diri individu.

Rumke (Hurlock, 1994) menjelaskan bahwa kecemasan yang muncul pada saat individu mengalam masa pensiun termasuk ke dalam state anxiety yaitu reaksi yang timbul pada saat tertentu yang dirasakan sebagai suatu ancaman, hal ini disebabkan dalam menghadapi pensiun, individu menglami guncangan dalam dirinya ketika akan meingglakna pekerjaan yang selama ini dilakukannya meninggalkan teman-teman yang bekerja dengannya.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi masa pensiun perasaan takut, tidak nyaman, mengalami ketidakpastian yang dapat mengganggu masa persiapan pensiun individu (Oluseyi & Olufemi, 2015)

2. Aspek-aspek Kecemasan menghadapi masa pensiun

Nevid, dkk (2003) menjelaskan bahwa kecemasan memiliki ciri- ciri berdasarkan tiga aspek, yaitu :

a. Fisik

Mencakup perasaan gelisah, gugup, berkeringat dingin dan lembab, merasa lemas dan mati rasa, rentan dan mudah marah serta suara yang bergetar

b. Behavioral

Mencakup perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen serta perilaku yang terguncang.

(4)

c. Kognitif

Mencakup ciri yang meliputi kekhawatiran mengenai sesuatu, emosi terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, ketakutan akan ketidakmampuan mengatasi masalah, khawatir terhadap hal-hal yang sepele, sulit berkonsentrasi dan memfokuskan pikiran

Oluseyi & Olufemi (2015) menbagi kecemasan menghadapi masa pensiun menjadi dua dimensi, yaitu:

a. Dimensi Emosi Negatif

Dimensi emosi negatif terbagi menjadi 3 aspek, yaitu:

1) Rasa Gugup (Sense of Nerveousness)

Individu yang akan memasuki masa pensiun akan berfikir bahwa pensiun merupakan periode yang paling menakutkan dalam hidupnya. Individu akan merasa takut melihat para pensiunan dan bertanya mengenai masa pensiun. Individu merasa tidak tenang ketika memikirkan masa pensiun dan merasa gugup ketika melakukan banyak hal.

2) Ketidakpastian (Uncertainty)

Individu yang akan memasuki masa pensiun akan merasa takut ketika masa pensiun semakin dekat. Masa pensiun secara umum diidentifikasi sebagai suatu sumber ketakutan, kecemasan, dan stres bagi pegawai yang akan memasuki masa pensiun akibat ketidakpastian hidup mereka setelah memasuki masa pensiun.

(5)

Ketidakpastian disebabkan karena kurangnya persiapan akan masa pensiun dan kurangnya persiapan akan menimbulkan rasa cemas dalam diri individu yang akan memasuki masa pensiun.

3) Motivasi (Motivation)

Nsirimobi & Ajuwede (Oluseyi & Olufemi, 2015) menemukan bahwa pegawai yang akan memasuki masa pensiun, mereka menunjukkan kekurangan motivasi mengenai persiapan masa pensiun mereka, hal ini dikarenakan sebagian besar dari mereka kurang mempunyai keterampilan yang dapat menunjang masa pensiun mereka yang berguna sebagai bentuk penyesuaian diri ketika masa pensiun tiba. Salah satu penyebab kurangnya keterampilan dalam menghadapi masa pensiun adalah tidak adanya fasilitas berupa pelatihan dalam menghadapi masa pensiun dari instansi tempat mereka bekerja. Hal ini dapat menyebabkan mereka tidak memiliki motivasi dan penyesuaian diri yang baik untuk menghadapi masa pensiun. Individu juga mengalami ketakuutan ketika bertanya kepada pensiunan bagaimana cara mempersiapkan masa pensiun dan merasa tidak nyaman ketika membaca mengenai bagaimana cara mempersiapkan masa pensiun.

(6)

b. Dimensi Emosi Positif 1) Kemudahan (Easiness)

Individu yang akan memasuki masa pensiun akan merasa senang ketika masa pensiun semakin dekat. Individu akan merasa senang melakukan hal-hal positif ketika mempersiapkan masa pensiun dan merasa senang membuat riwayat catatan pekerjaan.

2) Kepercayaan (Convidence)

Individu yang akan memasuki masa pensiun akan merasa tenang ketika memikirkan masa pensiun individu akan merasa tertarik ketika menemukan bacaan mengenai masa pensiun dan mampu menjawab ketika ditanya mengenai persiapan masa pensiun.

3) Kegembiraan (Excitement)

Individu menganggap masa pensiun merupakan masa yang mengembirakan dan akan merasa gembira ketika masa pensiunya akan semakin dekat.

Jadi, kecemasan menghadapi masa pensiun adalah rasa cemas ketika akan menghadapi masa pensiun yang ditandai adanya emosi emosi negatif, yatu rasa gugup, ketidakpastian dan kurangnya motivasi yang dapat akibat kurangnya masa persiapan pensiun individu.

(7)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun

Pradono dan Purnamasari (Lesmana, 2014) menjelaskan faktor faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan ketika menghadapi masa pensiun, yaitu:

a. Faktor fisik

Bertambahnya usia seseorang dapat memunculkan konsekuensi yaitu berkurangnya ketahanan fisik, menurunnya kesehatan, dan berkurangnya daya ingat.

b. Faktor Sosial

Tidak adanya dukungan sosial dari masyarakat berupa penghargaan terhadap kinerja individu yang mengalami masa pensiun membuat individu merasa tidak berguna.

c. Faktor ekonomi

Berkurangnya penghasilan yang diterima ketika individu tidak lagi bekerja menimbulkan kecemasan tersendiri.

d. Faktor Psikologi

Individu yang menghadapi masa pensiun individu akan akan merasa tidak berguna karena merasa tidak dibutuhkan disebabkan kondisi fisik menurun, daya ingat yang berkurang, berkurangnya atau merasa tidak dihormati karena pekerjaan individu akan digantikan oleh orang lain membuat individu mengalami kecemasan.

(8)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat faktor kecemasan menghadapi masa pensiun yaitu, faktor fisik, faktor sosial, faktor ekonomi dan faktor psikologi. Diketahui dalam penelitian Umi dan Mubarak (2017) bahwa faktor sosial dan faktor kecemasan berkorelasi negatif dengan kecemasan individu, dimana kebersyukuran berperan dalam menciptakan suasana hati tenang dan bahagia, serta dapat menghargai lingkungan dan senantiasa bebuat baik, hal ini memunculkan kesejahteraan psikologi dan menurunkan kecamasan.

Kebersyukuran juga

B. Kebersyukuran 1. Pengertian Kebersyukuran

Secara bahasa syukur dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang diambil. Syukur dapat diartikan sebagai sesuatu pujian kepada sesama dengan cara yang baik (Rusdi, 2016). Al Munajjadi (2006) mengtakan secara terminologi syukur berarti mengekspresikan segala bentuk nikmat yang ditermia seorang hamba dengan beriman baik dengan lisan seperti pujian pujian yang diberikan kepada Allah SWT maupun dengan perbuatan yaitu dengan mengerjakan segala yang diperintahkan dan menjauhi laranganNya.

Rusdi (2016) mendefinisikan kebersyukuran sebagai bentuk ekspresi terhadap nikmat yang telah diberkan oleh Allah kepada umatNya dengan cara yang baik. Tidak adanya bentuk pujian terhadap nikmat yang

(9)

telah diberikan maka dapat disebut sebagai kufur. syukur juga melibatkan sifat rida. Individu yang bersyukur merupakan individu yag rida denga nikmat yang telah Allah berikan, maka bersyukur merupakan rida dengan nikmat yang telah diberikan oleh Allah dan ditunjukkan denngan melakukan kebaikan.

Munajjid (2006) mendefinisikan kebersyukuran sebagai bentuk terima kasih terhadap kebaikan kebaikan yang diterima oleh seseorang.

Individu yang bersyukur merupakan individu yang mempunyai keteguhan atas kenikmatan iman yang diberikan kepada mereka da tidak mengingkarinya. Mereka juga adalah orang orang yang senantiasa hidup dengan pikiran positif dan berprasangka baik karena dengan berprasangka baik maka kemudahanlah yang akan didapat dan rezeki yang akan berlipat ganda. Al-Ghazali (1982) mengungkapkan bahwa kebersyukuran dengan memanfaatkan potensi dan anugrah yang telah diberikan oleh Allah kepada suatu individu dengan melaksanakan kebaikan dan mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar

Emmons & McCullogh (2003) menjelaskan bahwa kebersyukuran merupakan suatu penaruh moral yang dapat memberikan motivasi perilaku prososial, individu akan memprediksi pengaruh atau tindakan yang berbeda pada kecendrungan rasa syukur dan perasaan bahagia. Bersyukur adalah suatu bentuk emosi positif yang dapat mengungkapkan perasaan bahagia dan rasa terima kasih karena adanya kebaikan penghargaan, dan pemberian yang diterima oleh suatu individu.

(10)

Dari beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan kebersyukuran merupakan bentuk penghargaan terhadap nikmat, kebaikan dan kemudahan yang diterima oleh individu dan ditunjukkan dengan melakukan kebaikan-kebaikan, melaksanakan perintah yang Allah berikan dan menjauhi segala larangan-Nya (Rusdi, 2016)

2. Aspek-aspek Kebersyukuran

Rusdi (2016) menjelaskan bahwa kebersyukuran memiliki dua dimensi yaitu:

a. Al-Shukur Al-Dakihiyyah (Internal)

Al-Shukur Al-Dakihiyyah merupakan rida berbentuk penerimaan dengan hati setelah dipahami dengan ilmu atau yang disebut dengan ma’rifah al-ni’mah

b. Al-Shukr Al Kharijyyah (Eksternal)

Individu tidak cukup dikatakan bersyukur tanpa adanya respon berupa tindakan eksternal (Al-Shukr Al Kharijyyah) baik secara lisan maupun tulisan.

Munajjid (2006) menjelakan bahwa kebersyukuran memiliki tiga aspek yaitu :

a. Mengenal nikmat Allah

Yaitu menghadirkan setiap nikmat yang diterima ke dalam hati setiap individu kemudian meyakininya. Ketika seorang hamba telah mengenal nikmat yang telah diberikan kepadanya, maka individu akan berusaha untuk mencari dan mengenal si pemberi nikmta, yaitu Allah

(11)

SWT, setelah individu mengenal yang memberikan nikmat maka tumbuhlah rasa cinta kepada sang pencipta dan menimbulkan rasa syukur terhadap diri individu.

b. Menerima Nikmat

Menerima dengan lapang dada nikmat yang diberikan oleh Allah kepadanya dan bersikap rendah hati terhadap nikmat yang diterimanya, baik dalam bentuk nikmat yang besar maupun nikmat yang kecil, karena individu yang senantiasa bersyukur tidak akan merasa keberatan dengan nikmta apa yang diberikan kepadanya.

c. Memuji Allah atas nikmat yang telah diberikan olehNya

Pujian yang diberikan atas nikmat yang didapatkan terdiri dari dua macam. Pertama, yaitu pujian yang bersifat umum, dimana seorang hamba memuji sang pemberi nikmat bersifat dermawan, pemurah, baik, luas pemberian-Nya dan sebagainnya. Kedua, yaitu pujian yang bersifat khusus yaitu dengan membicarakan nikmat-nikmat yang telah dianugrahkan oleh-Nya.

Berdasarkan uraian diatas kebersyukuran merupakan perasaan rida yang ditunjukkan dengan penerimaan hati dan senatiasa melakukan kebaikan, puji-pujian kepada Allah baik secara lisan maupun tulisan (Rusdi, 2016)

(12)

C. Hubungan antara Kecemasan dan Kebersyukuran Pada orang yang akan menghadapi masa pensiun

Hurlock (1994) mendefinisikan masa pensiun sebagai akhir pola hidup atau masa transisi ke pola hidup baru baik menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan nilai, serta merupakan titik awal dimulainya penurunan kondisi fisik dan mental

Berakhirnya masa kerja seseorang maka kepuasan akan hidupnya juga akan berkurang. Masa pensiun adalah masa dimana menjadi titik balik yang signifikan bagi individu, apalagi bagi individu yang mayoritas menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk bekerja. Jika seseorang mampu secara bertahap menarik diri dari pekerjaannya, mencari aktivitas lain, dan dapat mengaktualisasikan peran baru yang dijalaninya, maka individu akan terhindar dari gejala psikologis seperti kecemasan. Namun persepsi dan stigma negatif masyarakat mengenai masa pensiun dapat menimbulkan gejala psikologis dalam diri individu, salah satunya kecemasan (Mu’in & Setyaningsih, 2013)

Eliana (Wulandari & Lestari ) menjelaskan bahwa masa pensiun dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif apabila dilihat dari penyesuaian diri seseorang. Penyesuaian diri yang positif ditentukan oleh berbagai faktor antara lain kesehatan, sosial ekonomi, status, usia, jenis kelamin, dan persepsi seseorang terhadap masa pensiun itu. Ketika seseorang dapat menerima keadaannya dengan baik, maka masa pensiun akan diartikan sebagai masa yang menyenangkan. Namun kenyataannya

(13)

banyak orang belum siap ketika akan menghadapi masa pensiun, sehingga dapat menimbulkan kecemasan yang mengarah pada sindrom pasca pensiun, salah satunya kecemasan.

Individu yang mengalami kecemasan saat mereka sadar bahwa eksitensinya terancam hancur dan dapat menjadi seorang yang ‘bukan apa- apa’ (nothing). Tidak ada seorangpun yang dapat menghindari dampak dari kecemasan itu sendiri, karena dalam melalui masa pertumbuhan manusia akan mengalami kecemasan yang normal. Kecemasan merupakn suatu hal yang normal jika terjadi secara proposional, namun jika kecemasan itu terus berlarut maka akan menjadikan pelakunya neurotik atau sakit. Jika dilihat dari sudut respon maka individu berada pada respon state anxiety yaitu kecemasan yang muncul jika dihadapkan pada situasi tertentu yang menyebabkan individu merasa cemas, Kebersyukuran merupakan salah satu cara untuk mengalihkan konsentrasi dari situasi negatif dan diarahkan pada situasi yang baik. Kebersyukuran merupakan energi positif yang dapat mengatasi permasalahan. Rasa syukur dapat membantu individu untuk menjadi lebih peduli kepada diri sendiri dan kemudian akan berdampak pada pembinaan hubungan yang baik denga lingkungan. (Umi & Mubarak, 2017).

Rusdi (2016) menyebutkan dua dimensi kebersyukuran yaitu Al- Shukur Al-Dakihiyyah (instrinsik) yang merupakan rasa syukur yang tunjukkan dengan bentuk penerimaan atas nikmat yang telah Allah berikan. Manusia bisa bersyukur dengan hati yang menjadi pengontrol

(14)

setiap yang diucapkan setiap harinya. Teknik bersyukur dengan hati merupakan salah satu cara bagi seorang muslim untuk memantapkan keyakinan akan karunia Allah yang sangat besar di muka bumi ini.

Bersyukur dengan hati mencerminkan bahwa manusia mengakui dan menyadari sepenuhnya segala nikmat yang diperoleh berasal dariAllah dan tiada seseorang pun selain Allah yang dapat memberika nikmat yang tidak terbatas ini (Takdir, 2017). Apabila individu yang akan memasuki masa pensiun telah mengenal dan menerima nikmat yang diberikan Allah kepadanya maka akan merasa bersyukur dan dapat membuat hidupnya lebih bermakna ketika akan memasuki masa pensiun nanti. Individu yang akan memasuki masa pensiun akan memandang masa pensiun sebagai nikmat yang diberikan Allah kepadanya, karena merasakan ketenangan karena telah mencapai titik puncak karirnya dalam bekerja. Individu tidak lagi menanggung tanggung jawab dan kewajiban pekerjaan yang diberikan oleh instansi atau tempat seseorang bekerja. Dengan demikian seharusnya individu dapat merasakan perasaan yang tenang, damai, lega, rileks sert emosi emosi positif lainnya (Lesmana, 2014). Individu yang bersyukur ketika akan memasuki masa pensiun tentunya akan tidak akan pernah mengeluh atau membandingkan kehidupannya dengan orang lain. Hal ini dilakukan sebagai bentuk ketaatan dan ketakwaan kepada Allah. Pujian yang berkaitan dengan nikmat terdapat dua macam, yang pertama yaitu pujian yang bersifat umum memuji dengan menyebutkan kebaikan- kebaikab yang telah diterima.

(15)

Individu yang bersyukur akan memiliki rasa rida’ terhadap apa yang didapatnya. Orang yang rida’ terhadap nikmat dan bersyukur akan menunjukkan kebahagiaan yang lebih tinggi dan memiliki korelasi positif denga kebahagiaan subjektif dan dapat menjauhkan dirinya dari gangguan mental seperti kecemasan. Hal ini dibuktikan bahwa individu yang bersyukur akan memiliki kepuasan hidup yang baik. Syukur juga membutuhkan dimensi eksternal, yaitu dimensi tambahan berupa persistensi dan ketaatan (Rusdi, 2017)

Dimensi kedua yaitu Al-Shukr Al Kharijyyah (Ekstrinsik) yaitu rasa syukur yang ditunjukkan dengan ketaatan kepada Allah, berbuat baik dan mengucapkan puji-pujian kepada Allah dan manusia. Dalam bersyukur, kita perlu memanfaatkan semua karunia Allah yang sangat besar ini untuk kepentingan ibadah dan amal kebajikan. Syukur dengan perbuatan adalah dengan memanfaatkan seluruh anugerah yang diperoleh untuk merenungkan tujuan penganugerahannya serta menuntut penerima nikmat untuk merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah (Takdir, 2017). Individu yang bersyukur akan senantiasa membalas perbuatan baik ketika mendapat nikmat. Mengiringi segala nikmat dengan kebaikan, membantu orang lain, mengucapkan terima kasih. Senantiasa mendoakan orang lain serta mengucapkan puji-pujian kepada Allah (Rusdi, 2016)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kebersyukuran berpengaruh terhadap kecemasan. Hal ini diperkuat oleh

(16)

penelitian yang dilakukan oleh Mukhlis & Koentjoro (2015), dalam penelitian ini ditemukan bahwa kebersyukuran merupakan salah satu sumber koping yang digunakan oleh responden penelitian dimana dengan bersyukur responden dapat mengubah makna dari suatu peristiwa dan mengatur level emosional sehingga dampak dari rasa cemas berkurang secara alami, selain itu dengan bersyukur dapat mengurangi keluhan- keluhan dari hal hal yang menjadi menyebabkan rasa cemas muncul.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian dinamika psikologis di atas maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut “Terdapat hubungan negatif antara kecemasan menghadapi masa pensiun” semakin tinggi kecemasan pada individu yang akan menghadapi masa pensiun maka semakin rendah kebersyukuran pada individu. Sebaliknya semakin rendah kecemasan pada individu yang akan memasuki masa pensiun maka semakin tinggi kebersyukuran dalam diri individu.

Referensi

Dokumen terkait

Kingdom Family Class Member Attribute Joining Shaping Finishing Casting Deformation Moulding Composite Powder Prototyping Compression Rotational Transfer Injection

BERITA DAERAH KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2011 NOMOR 250

Idealnya, PAR dirancang oleh pimpinan perguruan tinggi sebagai bagian dari program pengembangan sumber daya manusia yang telah memperhatikan berbagai hal, termasuk

Menetapkan : PERATURAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN TENTANG PEMBERIAN TALI ASIH DAN / ATAU SANTUNAN UANG DUKA BAGI APARATUR PEMERINTAHAN DESA,

sebagian besar status balita di posyandu desa Tayuban adalah baik dengan pengetahuan ibu tinggi yaitu sebanyak 45 orang (56,25%), sedangkan status gizi balita kurang

[r]

Pembangunan bangsa yang dilakukan seiring dengan pembangunan karakter adalah prasyarat untuk menjadi bangsa yang besar dan untuk itu semua elemen masyarakat,

Masalah : penyempitan jalan yang terjadi pada simpang bersinyal, errornya lampu lalu lintas.